"Upah apa?""Upah dana talang untuk setoran utang istri mudamu itu.""Jangan becanda, Lis. Itu namanya perhitungan.""Mau ditolong, gak? kalau Enggak, aku mau pamit sekarang. Kebetulan aku sudah ditunggu di butik. Mas Riko ambil saja sendiri uangnya ke ATM." Aku berbalik berlagak menuju lantai dua."Ambil saja! Kamu minta berapa?" Aku berhenti ketika mendengar kesanggupannya. Seperti mimpi memang mendengar pria itu mau menuruti permintaanku. Tapi aku tidak boleh senang dulu, ini dia lakukan demi istri barunya. Bukan demi aku."Lima juta mungkin cukup, itu juga kalau Mas Riko mau, kalau tidak berarti aku pamit sekarang." Setelah itu aku beranjak menuju lantai atas untuk mengambil barang-barang Kayla yang sudah aku pak semalam. Juga barang-barangku yang masih tertinggal di rumah ini. Sambil menaiki anak tangga, aku menunggu Mas Riko menghentikanku. Akan tetapi, namanya orang pelit, uang lima juta saja untuk anaknya dia masih mikir-mikir. Aku sih, terserah. Paling juga sofa atau televis
Setelah itu aku beranjak ke luar untuk menyimpan tas ke dalam mobil. Lalu aku kembali ke atas untuk membawa barang-barangku yang lain. Aku pun bergegas membawa beberapa tas yang masih ada di atas. Lantaran cukup banyak maka aku harus bolak balik dari mobil ke kamar."Tolong kembalikan uang itu. Itu tabungan terakhirku.""Penghasilan Mas Riko 'kan banyak, begitupun dengan Alin. Nanti juga rekeningnya akan terisi lagi. Anggap saja ini nafkahku selamat lima tahun jadi istri Mas Riko. Itu pun kalo dihitung-hitung tidak sepadan dengan pekerjaanku. Tapi jangan khawatir, apa yang aku kerjakan itu tidak akan minta dibayar. Aku hanya menagih nafkah saja. Permisi, Mas."Setelah itu aku pun berlalu."Lis!" "Apalagi Mas,""Kamu jangan macam-macam, atau aku .... ""Mas Riko akan melaporkan aku? Melapor ke mana? Ke kantor polisi? Silahkan saja, bukti-bukti perselingkuhan Mas Riko dan Alin sudah lengkap di genggamanku. Atau mau aku tambah poin di surat gugatan cerai itu dan meminta sejumlah denda?"
"Kayla pulang dulu, ya, nanti kapan-kapan kita ke sini lagi."Akhirnya gadis itu menggangguk, aku pun merasa lega."Nenek juga mau pulang sekarang 'kan?" Namun Kayla kembali berbalik pada Ibu."Iya, tapi nenek mau beres-beres dulu. Nanti nenek pulangnya naik taksi saja.""Kata Mama kemarin kita mau jemput Nenek.""Tapi sekarang tidak jadi. Yuk, Sayang, salim dulu sama Nenek dan Papa." Aku membimbing Kayla untuk menyalami Ibu dan Mas Riko.Akhirnya Kayla menurut, anak itu menyalami Ibu lalu menuju Papanya. Namun baru saja mendekati Mas Riko, ponsel pria itu berdering. Akhirnya aku pun memberikan isyarat pada Kayla untuk menunggu lantaran Mas Riko fokus pada ponselnya."Ya halo .... "" .... ""Ada apa Bi?"Rupanya yang menghubungi Mas Riko adalah Bi Yati."Kok, bisa?"Entah apa yang dikatakan asisten rumah tangga itu pada Mas Riko, pria itu terlihat panik. Aku berusaha tenang, pikiranku langsung tertuju pada baju ganti yang kubawakan untuk Alin."Iya Bi, nanti aku minta tolong Lisa lag
Sampai di kota kelahiranku, aku mampir dulu ke rumah. Kasihan kalau Kayla harus ikut ke butik. Kutitipkaan dia bersama Tuti yang menyambut kami dengan gembira. "Baru semalam saja tidak ada kalian di rumah, saya sudah kangen. Bagaimana kalau suatu saat nanti ditinggal liburan?" "Itu juga tidak sengaja, Tut. Kalau kami liburan, kamu juga bakalan diajak, dong.""Beneran, Bu?"Huum.""Oh ya, kemarin teman ibu ke sini.""Teman yang mana?""Yang ganteng itu, yang tempo hari ke sini."Joan?""Iya, Pak Joan.""Mencari aku?""Iya, nanyain Ibu. Masa nanyain saya." Tuti terkekeh."Aku tahu, dia menelepon, tadi pagi.""Sepertinya dia kangen, Bu.""Hus!"Tuti tertawa renyah. Selanjutnya aku berpamitan pergi ke butik setelah menurunkan barang-barang yang kubawa dari rumah Mas Riko. Gina memang bisa dipercaya mengurus butik, toh selama ini Mbak Tika juga mempercayakan butik ini padanya. Tapi aku tidak bisa lepas tangan begitu saja, walau bagaimana sebagai pemiliknya aku juga harus mengawasi mereka
Sikap Lena berubah drastis dari judes dan seperti merendahkan aku menjadi seperti terkagum-kagum. Terlihat sekali modusnya, dari dulu memang Lena terkenal sebagai orang yang pandai memutar balik fakta dan bersilat lidah. Beruntung dia bukan termasuk teman dekatku, karena memang kami tidak satu misi. Mana mau dia mengajak gadis sederhana sepertiku untuk masuk ke dalam ganknya.Dasar bermuka dua! Ngaku istri pejabat tapi masih nyari diskon. Jangan-jangan barang branded yang dia pake selama ini barang KW-an. Secara dia istri seorang pejabat yang harus berpenampilan glamor melebihi orang-orang biasa. Zaman sekarang, orang banyak menggunakan cara yang tidak pantas untuk tampil bergaya di hadapan orang lain. Tidak sedikit mereka sampai berhutang supaya terlihat kaya. Atau membeli barang KW untuk menipu banyak orang."Jadi beli yang mana Len?" Setelah beberapa saat hanya saling diam akhirnya aku bertanya pada Lena."Aku sih pengennya yang limited, supaya tidak ada yang menyamai. Tapi kalau i
Sore ini Mbak Tika datang berkunjung ke butik. Ini untuk pertama kalinya selama aku mengelola butik, Mbak Tika datang mengunjungiku ke tempat ini."Wah, senang sekali Mbak mau mengunjungi aku ke sini.""Sebenarnya Mbak kangen suasana butik. Kangen anak-anak juga yang pada bawel," sahut Mbak Tika sambil berkeliling, sepertinya dia benar-benar kangen dengan suasana butik yang selama lima tahun ini menjadi tanggung jawabnya."Bagaimana omset selama kamu berada di sini, Lis?""Menurut Gina, lumayan bagus. Apalagi beberapa hari ini ada dua orderan untuk baju seragam resepsi pernikahan.""Wah, keren sekali. Jangan lupa kencangkan promo di media sosial. Zaman sekarang usaha apapun sebenarnya sangat mudah untuk mempromosikannya. Karena semua orang menggunakan media sosial, jadi apapun yang kita jual pasti cepat dikenal oleh orang banyak.""Ya Mbak, itu sudah aku lakukan. Gina mengurus semuanya dengan baik.""Gina memang bisa diandalkan, jangan lupa kasih dia bonus setiap akhir bulan, supaya t
Keesokan harinya aku pulang agak cepat dari butik. Sengaja aku ajak Tuti turut serta, siapa tahu dia kangen rumah majikannya yang dulu. Benar saja, begitu aku memberitahu bahwa akan pergi ke rumah Mbak Tika, Tuti terlihat senang. Sebuah kado telah ku persiapkan dan sudah aku bungkus dengan rapi. Kayla juga begitu senang ketika mengetahui akan datang ke pesta sepupunya itu."Nginep enggak, Bu?" "Enggak, di sana 'kan nggak ada kamar kosong, semua kamar sudah terisi." Aku teringat ketika pertama kali datang ke kota ini, Mbak Tika menolakku untuk menginap di rumahnya lantaran semua kamar sudah terisi. Entah itu alasan saja atau memang begitu adanya."Setahu saya kamar yang di belakang itu kosong.""Kata Mbak Tika, kamar itu dijadikan gudang.""Nggak juga, cuma berisi beberapa kasur yang jarang dipakai."Berarti, waktu itu Mbak Tika berbohong padaku. Lalu apa sebenarnya modusnya, apa benar cuma karena takut Mas Ardan keceplosan perihal mobil itu. Atau ada alasan lain yang membuat Mbak T
"Bu kita tidur sekamar aja, ya." Tiba-tiba Tuti menyeru di belakangku. Aku menoleh sambil menyipit."Please, ya, Bu." Tuti menangkupkan kedua telapak tangannya di dada, sepertinya ia sangat memohon."Memangnya kenapa kalau kamu tidur sendirian. Di rumahku juga kamu tidur sendirian, apalagi di sini yang sudah bertahun-tahun kamu tinggali.""Iya sih, cuman aku mau tidur bertiga sama Ibu.""Kamar sebelahnya 'kan masih kosong, Tut.""Please ya, Bu."Akhirnya aku mengangguk setelah berkali-kali Tuti memohon.Sebelum tidur anak-anak berkumpul di ruang tengah. Kayla nampak senang sekali bisa berkumpul dengan kakak-kakak sepupunya, apalagi Dinda yang baru saja berulang tahun. Mereka hampir seumuran, jadi ruangan ini sepertinya milik mereka berdua. Sementara aku dan Tuti membantu asisten rumah tangga Mbak Tika yang sedang membereskan sisa-sisa pesta di ruang depan, kemudian beralih ke dapur lantaran tempat itu pun masih berantakan.Hingga Mbak Tika memanggilku."Kayla tertidur, kamu pindahk