Share

Diusir

Author: Dwi Mei Rahayu
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Karma Perselingkuhan 

Bab 2

Diusir 

Ruang tamu rumah Pak Haji masih hening, suasana juga semakin tegang. Dengan ujung jari tangan, Pak Haji mengetuk-ngetuk permukaan meja. Mas Ahmad dan Nurma seperti tahanan yang sedang menunggu vonis. Sementara aku juga tak kalah gelisah menanti keputusan Pak Haji. 

"Begini, saya rasa ini keputusan yang adil untuk kita semua. Dengan terpaksa, saya meminta kalian untuk secepatnya pindah dari kontrakan saya. Silakan cari tempat lain. Dan kamu, Nurma, nanti biar saya yang jelaskan ke orang tuamu!"

Aku mengusap wajah, pasrah dengan keputusan Pak Haji yang dirasa adil untuk kami. Aku juga tak mau lagi tinggal di kamar itu. 

"Tolong, jangan bilang ama orang tua saya, Pak. Saya takut mereka marah," pinta Nurma dengan suara memelas. 

"Harusnya kamu mikirin ini sebelum berbuat salah, Nurma!"

Nurma kembali menunduk. 

"Kalo gitu, saya permisi dulu, Pak, Bu. Mau beres-beres," pamitku. 

"Maafin kami, ya, Mba Fatimah. Kami terpaksa mengambil keputusan ini," sahut Pak Haji. Sementara Bu Haji hanya menepuk lembut bahuku sambil tersenyum lembut. 

"Iya, nggak apa-apa, Pak, Bu. Saya ngerti, kok."

Aku berjalan pelan meninggalkan ruang tamu rumah Pak Haji. Mas Ahmad sengaja kubiarkan, tak kuajak serta. Terserah dia mau apa. 

***

"Gara-gara kamu, kita jadi repot, kan?" omel Mas Ahmad setibanya di kontrakan. 

"Kok, gara-gara aku?" Aku yang sedang membereskan pakaian dan memasukan ke dalam tas sedikit terkejut dengan kalimat Mas Ahmad. 

"Iya! Coba kalo kamu sedikit bersabar, ngomong baik-baik. Nggak perlu panggil orang lain buat nyelesaiin masalah. Pasti aman, nggak repot begini!"

Tidak tahu di mana letak hati dan perasaan Mas Ahmad ini. Dia yang berselingkuh, malah aku yang disalahkan. "Sabar, katamu? Kalo kamu yang mergokin aku selingkuh, apa kamu juga bisa sabar, Mas? Udah untung aku nggak teriak manggil warga biar kalian diarak keliling kampung, Mas! Udah salah, malah nyalahin orang lain!"

"Seneng kamu sekarang? Terlihat seperti istri teraniaya? Dan berhasil membuat orang berpikiran buruk tentang aku dan Nurma?"

"Terus? Kamu mau aku diam saja, iya? Silakan tanya perempuan lain! Apa mereka akan diam saja kalo dikhianati suaminya di depan mata? Mikir, Mas!"

"Ya, tapi nggak usah manggil orang lain, kan, bisa!" Mas Ahmad tak mau kalah. Bisa gila aku kalau tetap di sini dan mendengar ocehannya. 

"Terserah kamu saja, Mas!" Aku menghela napas kasar, kemudian bangun dari posisi dudukku. Cepat kuraih dompet dan hp yang tergeletak di samping televisi. 

"Mau ke mana kamu?" tanya Mas Ahmad setengah berteriak. 

"Mau pergi! Pusing menghadapi orang nggak tau malu kayak kamu!"

Tanpa menunggu jawaban Mas Ahmad aku keluar kamar, berniat datang ke toko, untuk meminta izin tak masuk kerja setengah hari. Tak mungkin aku melanjutkan masuk kerja dalam keadaan hati kacau begini. Di depan kamar, aku berpapasan dengan Nurma, sepertinya dia baru saja pulang dari rumah Pak Haji. Wajah perempuan yang bekerja sebagai karyawan pabrik itu, terlihat sembab. Penampilannya juga masih acak-acakan. Karena setelah kepergok tadi, dia dan suamiku langsung di bawa ke rumah Pak Haji tanpa diberikan kesempatan untuk merapikan penampilan. 

Saat Nurma semakin dekat, aku melengos, tak ingin melihat wajahnya. 

"Puas kamu sekarang, Mbak?"

Aku pura-pura tak mendengar pertanyaan Nurma dan cepat-cepat berjalan meninggalkan perempuan yang terlihat marah itu. 

"Mbak, aku lagi ngomong sama kamu! Dasar nggak punya sopan santun! Diajak ngomong malah ngeloyor aja!" Nurma mengejar dan berusaha mencekal tanganku. 

"Lepas!" Aku menepis tangan Nurma dengan kasar dan mendorong tubuh sintalnya, membuat wanita itu terhuyung ke samping. 

"Biasa aja, dong, Mbak! Aku cuma mau ngajak ngomong baik-baik!"

"Ngomong apa lagi? Aku nggak ada waktu buat ngeladenin wanita ular kayak kamu!" bentakku. Nurma diam, tak menjawab perkataanku. "Kalo kamu masih penasaran ama suamiku, tuh dia ada di kamar, sendirian! Puas-puasin sana, sebelum pindah!"

"Bukan itu, Mbak! Aku cuma mau …."

"Minta maaf? Atau mau minta tanggung jawab atas perbuatan Mas Ahmad? Sana minta saja!" ketusku, sebelum akhirnya meninggalkan Nurma yang masih berdiri mematung. 

***

Sepanjang perjalanan menuju toko, air mataku kembali turun tanpa bisa ditahan. Tak kuhiraukan tatapan orang-orang yang berpapasan denganku. Aku tak peduli, aku hanya ingin menangis, berharap bisa mengurangi sesak di dada. 

Walaupun ini bukan pertama kalinya Mas Ahmad bermain api, tapi tetap saja rasanya menyakitkan.

Ya, dulu, di awal pernikahan kami, Mas Ahmad juga pernah berhubungan dengan perempuan lain. Perempuan itu adalah mantan kekasihnya saat sekolah dulu. Memang, mereka hanya sebatas berkirim pesan mesra, karena perempuan itu tinggal di kota lain. Tapi tetap saja buatku itu menyakitkan. Sewaktu kutanyai, perempuan itu mengaku tidak tahu kalau Mas Ahmad sudah menikah. 

Saat itu, Mas Ahmad meminta maaf dan berjanji tak akan mengulangi lagi. Namun, janji itu tinggalah janji. Sekarang Mas Ahmad bahkan mengulangi perbuatan itu lebih parah dari sebelumnya. Entah sejak kapan mereka menjalin hubungan sedekat itu, karena selama di depanku semua terlihat wajar. Ternyata sikap wajar yang mereka tunjukkan selama ini, semuanya palsu.

Setibanya di toko, keadaan belum terlalu ramai. Hanya ada tiga pembeli yang terlihat antri di kasir. Aku dan Mas Ahmad sama-sama kerja di toko ini, tapi beda shift. Selain aku dan Mas Ahmad, ada tujuh karyawan lain termasuk supir dan satpam. Kami semua bekerja dengan sistem dua shift. 

Akan tetapi, sejak dinyatakan positif hamil, Pak Burhan, sang pemilik toko dan istrinya, memintaku masuk pagi terus sampai cuti melahirkan nanti. Sementara Mas Ahmad tetap dua shift seperti biasa, dan kebetulan minggu ini, suamiku itu shift siang. 

Tiba-tiba aku berpikir, apa mungkin karena selama ini kami beda shift, jadi Mas Ahmad bebas melakukan pendekatan pada Nurma tanpa takut ketahuan? 

"Fatimah? Ada apa? Datang-datang, kok, bengong?" sapa Bu Rani, istrinya Pak Burhan yang duduk di balik meja kasir. Kalau siang, memang Bu Rani yang menjadi kasir. Sedangkan malam hari biasanya anak sulungnya atau kadang Pak Burhan yang menjadi kasir. 

"Ditanya kok diam aja? Loh, malah nangis." Bu Rani berjalan ke arahku yang sibuk mengusap air mata. "Ada apa?"

"Mm, maaf, Bu. Saya, istirahatnya kelebihan. Dan kalo boleh, saya mau minta izin nggak lanjut kerja hari ini."

Kening Bu Rani berkerut, "cuma telat sejam sama mau minta izin nggak masuk kerja, kok ampe nangis, segala, Fat. Nggak apa-apa, kok."

"Iya, Bu. Terima kasih." Aku kembali mengusap air mata yang anehnya tidak mau berhenti.

"Terus, kamu kenapa masih nangis?"

Entah kenapa, pertanyaan bosku itu malah semakin membuatku semakin terisak. Kalau tadi di depan Mas Ahmad dan Nurma aku bisa menahannya, entah kenapa sekarang aku tidak lagi bisa membendung tangisan ini. 

Related chapters

  • Karma Perselingkuhan    Istri Bodoh

    Karma Perselingkuhan Bab 3Istri Bodoh Bu Rani mengajakku ke Mushola yang terletak di belakang toko. Urusan kasir diserahkan pada Pak Burhan yang kebetulan sedang berada di toko. "Kenapa, ada masalah apa, Fatimah?" tanya Bu Rani sambil memberikan botol air mineral padaku. Aku menerima pemberian Bu Rani, membuka tutupnya dan meminum sedikit isinya."Kami, diusir dari kontrakan, Bu Harus pindah secepatnya."Bu Rani tampak terkejut. "Diusir? Kok bisa? Kenapa? Kalian nunggak bayar kontrakan?"Aku menghela napas, kasar. "Bukan, Bu. Tapi, Mas Ahmad. Dia …."Aku bingung, apa harus cerita yang sebenarnya atau tidak? Kalau cerita, sama saja menyebar aib rumah tangga sendiri. Kalau tidak cerita, aku juga bingung harus mencari alasan kenapa sampai diusir dari kontrakan. Lagi pula, percuma saja walaupun tidak cerita, pasti lambat laun, Bu Rani dan Pak Burhan akan tahu yang sebenarnya. Karena, supir toko ini juga mengontrak di tempat yang sama denganku. "Ahmad, kenapa suamimu?" tanya Bu Rani

    Last Updated : 2024-10-29
  • Karma Perselingkuhan    Kesempatan Kedua

    Karma Perselingkuhan Bab 4Satu hari setelah kejadian aku mengetahui perselingkuhan Mas Ahmad dan Nurma, kami pindah kontrakan. Beberapa tetangga menatap iba padaku saat berpamitan. Mereka yang rata-rata sudah bertahun-tahun menghuni tempat ini, sudah kuanggap seperti saudara sendiri. Satu persatu aku menyalami mereka. Para tetangga perempuan, menangis melepas kepindahanku. Sementara Nurma entah ke mana dia. Dari kemarin pintu kamarnya selalu tertutup rapat. Lampu kamarnya juga tidak dinyalakan. Mungkin dia pulang kampung atau menginap di salah satu temannya. Bodo amat, aku tak peduli. Malah bagus, aku tak perlu bertemu dengannya. "Jaga istri dan calon anakmu baik-baik, Ahmad. Jangan diulangi lagi perbuatan yang kemarin!" pesan Bu Haji pada suamiku."Iya, Bu," jawab Mas Ahmad tanpa mengangkat kepalanya. "Kamu hati-hati, ya, Fat. Kalo butuh bantuan, jangan sungkan hubungi kami.""Iya, Insya Allah, Bu."Kemudian wanita bertubuh gempal itu, memelukku erat, beliau berpesan agar aku te

    Last Updated : 2024-10-29
  • Karma Perselingkuhan    Omelan Ibu Mertua

    Karma Perselingkuhan Bab 5Omelan Ibu MertuaHari persalinan tiba, aku melahirkan bayi perempuan. Didampingi ibuku dan Mas Ahmad, aku melahirkan secara caesar. Kami terpaksa mengambil jalan ini, karena panggul yang sempit, dan tidak memungkinkan untukku melahirkan secara normal. Bayi perempuan yang diberi nama Zea Nara itu, disambut bahagia oleh seluruh keluarga. Terutama keluargaku.Keluarga Mas Ahmad tinggal di kampung yang berbeda dengan kampungku. Makanya, ibu mertua baru datang hari ini, setelah aku pulang dari rumah sakit. Alasannya, sibuk mengurus dua cucunya. Kedua anak kakaknya Mas Ahmad memang tinggal bersama mertuaku. Sedangkan kakaknya Mas Ahmad bersama suaminya menjadi buruh pabrik di Korea. Mereka pulang dua atau tiga tahun sekali. "Kenapa mesti caesar, Fat? Emang nggak bisa diusahakan lahir normal?" tanya ibu mertuaku sambil menimang Zea. "Kan, Ahmad udah bilang, Fatimah panggulnya sempit, Bu," jawab suamiku. "Makanya, kalo lagi hamil itu, jangan males, harus banya

    Last Updated : 2024-10-29
  • Karma Perselingkuhan    Dipecat

    Karma Perselingkuhan Bab 6DipecatMas Ahmad kembali ke Jakarta untuk bekerja. Dia hanya meminta izin selama seminggu. Sebenarnya agak berat melepas dia pergi. Namun, mau bagaimana lagi? Suamiku hanya karyawan, bukan bos. Mau tidak mau harus taat pada peraturan. Apalagi, zaman sekarang tidak mudah mencari pekerjaan. Lebih banyak yang mencari pekerjaan daripada lapangan pekerjaan yang tersedia. Salah sedikit saja, pasti diminta mengundurkan diri atau diberhentikan, masih banyak yang mau kerja. Karena itulah, aku hanya bisa melepas keberangkatan Mas Ahmad dengan doa. Kalau masalah pekerjaan, aku tahu, Mas Ahmad orangnya bertanggung jawab. Selama bekerja, hampir tak pernah ada masalah berarti. Mas Ahmad cukup bisa dipercaya masalah pekerjaan. Aku berdoa semoga dia bisa menjaga hatinya agar tidak melakukan kesalahan seperti kemarin. Sementara aku, diminta mengundurkan diri dulu dari pekerjaan. Mas Ahmad memintaku untuk mengurus Zea saja. Untuk sementara, aku diminta tinggal bersama ora

    Last Updated : 2024-10-29
  • Karma Perselingkuhan    Terbongkarnya Rahasia

    Karma Perselingkuhan Bab 7Terbongkarnya RahasiaAku mencoba mengatur napas yang tiba-tiba terasa sesak. Mencoba berpikir positif tentang suamiku. Memikirkan segala kemungkinan yang bisa saja terjadi. Mungkin, perempuan itu saudaranya yang kebetulan menginap di rumah mertuaku. Mungkin, Mas Ahmad sedang ke kamar mandi dan perempuan itu berinisiatif menerima panggilan telepon dariku. "Halo, ini siapa?" tanya pemilik suara di seberang sana, menyeret ingatanku bahwa aku belum menjawab pertanyaannya. Dengan suara bergetar, aku balik bertanya, "Mas Ahmadnya ada?""Lagi ke kamar mandi. Maaf ini siapa?"Aku menghela napas mendengar pertanyaan perempuan itu. Apa nomorku tak diberi nama oleh Mas Ahmad sehingga perempuan itu menanyakan siapa aku? "Saya istrinya, kamu siapa? Lancang banget ngangkat telpon orang!" Hening untuk beberapa saat, hingga samar terdengar suara laki-laki bertanya, "siapa?" "Halo," sapa laki-laki di seberang telepon. Itu suara Mas Ahmad.Tiba-tiba aku merasa seluruh

    Last Updated : 2024-10-29
  • Karma Perselingkuhan    Bukti Kebohongan

    Karma Perselingkuhan Bab 8Bukti KebohonganSemua mata tertuju padaku. Tegang. Terdengar kasak-kusuk dari beberapa ibu-ibu yang berdiri tidak jauh di sebelah kiriku. Mereka tetangga mertuaku yang mungkin penasaran melihat banyak orang di sini. Aku menatap tajam suami, mertua dan perempuan itu. "Kamu, Mbak! Kamu yang nerima telponku kemarin pagi, kan?" Wajah perempuan yang aku tidak namanya itu, semakin pucat. Terlihat sekali kalau ia gugup. Beberapa kali, dia mengusap keringat yang bermunculan di wajah berhias make up tebal itu. "Dan, kamu, Mas! Tadi pagi, kamu, nolak diajak video call, alasan sudah mau masuk kerja. Terus kamu ngirim foto sedang berada di toko. Kamu pikir, aku nggak tau, kalo kamu udah nggak kerja di sana lagi? Ingat, Mas! Di sana banyak yang kenal aku. Aku bisa dengan mudah mendapatkan informasi tentangmu! Apalagi setelah perselingkuhanmu dengan Nurma beberapa bulan lalu!"Mas Ahmad terlihat kaget dengan kalimatku. "Dek, tapi, itu kan, udah berlalu! Kenapa kamu u

    Last Updated : 2024-10-29
  • Karma Perselingkuhan    Keputusan

    Karma PerselingkuhanBab 9Keputusan AhmadAku mengusap wajah kasar sambil terus beristighfar. Istri Kang Amin mengusap lembut pundakku, seolah memberikan kekuatan. Kalimat ibu mertua sungguh menyakitkan. Tidak ada lagi alasan untukku mempertahankan rumah tangga yang menurutku tidak sehat ini. Suami punya penyakit suka selingkuh, mertua juga ternyata tak menyukai kehadiranku. Jadi, untuk apa aku membuang waktu bersama mereka? Apa yang harus aku perjuangkan? Zea? Mudah-mudahan saat besar nanti, dia mengerti alasanku berpisah dengan ayahnya. "Mas Ahmad, sekarang, bagaimana keputusanmu? Masalah ini, berawal dari kamu yang membawa Mbak Fitri ke sini. Padahal, Mas Ahmad, masih punya istri.""Saya minta cerai!" selaku cepat.Mas Ahmad tampak terkejut. "Pikirkan lagi, Dek. Kasihan anak kita.""Anak? Harusnya yang kamu mikirin anak, sebelum mengkhianati pernikahan kita. Ini bukan yang pertama, Mas. Aku sudah memberikan kesempatan kedua. Nyatanya?"Mas Ahmad terdiam, dia tidak membantah kalim

    Last Updated : 2024-10-29
  • Karma Perselingkuhan    Masalah Belum Selesai

    Karma PerselingkuhanBab 10Masalah Belum Selesai Empat bulan sudah aku resmi menyandang status janda. Aku pikir, masalah akan selesai saat aku tak lagi memiliki ikatan apa-apa dengan Mas Ahmad. Namun, ternyata pikiranku salah. Mantan suamiku itu tak kunjung mengurus surat perceraian kami ke pengadilan. Bahkan, sepertinya dia cenderung mengulur waktu. Entah apa maksudnya. Sedangkan untuk mengurus sendiri, aku belum punya cukup uang. Uang tabungan yang kumiliki, sebagian dipakai untuk modal membuka warung kecil di depan rumah orang tuaku. Sisanya, kusimpan saja untuk berjaga-jaga kalau ada kebutuhan mendadak. Akan tetapi, tetap saja belum cukup untuk mengurus perceraianku dengan Mas Ahmad. Tentang nafkah yang seharusnya tetap diberikan oleh Mas Ahmad, jangan tanyakan itu. Boro-boro memberikan uang untuk kebutuhanku dan Zea selama aku berada dalam masa iddah. Menanyakan kabar anaknya saja tidak. Bahkan, kudengar, Mas Ahmad sudah menikah lagi dengan Fitri, satu bulan setelah ia menjat

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Karma Perselingkuhan    Taiwan I'm Coming

    Karma Perselingkuhan Bab 18Taiwan, I'm ComingLima jam melayang di udara, akhirnya burung besi raksasa ini mendarat di Bandara Taoyuan, Taiwan. Sesuai arahan petugas PJTKI yang di Jakarta, aku mencari sopir dari agen PJTKI sudah menunggu. Tak butuh waktu lama, akhirnya aku dan beberapa calon TKW lain pun keluar dari Bandara. Sebelum diberangkatkan ke rumah majikan yang akan mempekerjakanku, aku dan yang lain, diminta beristirahat dulu di penampungan. Aku menurut saja. Lima jam berada di pesawat terbang, cukup membuatku lelah. Apalagi ini untuk pertama kalinya buatku. Aku ingin istirahat dulu sebelum bekerja besok. Pagi hari, setelah mandi dan sarapan alakadarnya, kami semua diminta bersiap. Seorang perwakilan dari agen, akan mengantarkan kami satu persatu ke rumah calon majikan. Dengan hati berdebar tak karuan, aku bersiap. Benak dipenuhi tanya, seperti apakah majikanku nanti? Apakah sebaik keluarga Pak Burhan, bosku dulu? ***Satu persatu, dari kami diantar ke rumah calon majika

  • Karma Perselingkuhan    Keputusan Bapak

    Karma Perselingkuhan Bab 17 Keputusan BapakAku menatap Bapak dan Ibu yang juga terlihat saling pandang. Mungkin, kedua orang tuaku juga terkejut dengan permintaan ibunya Mas Ahmad. Jujur, aku tidak bisa menerima permintaan mantan ibu mertua. Enak saja, setelah sekian lama, baru meminta untuk merawat Zea. Selama ini, mereka ke mana? Jangankan berkunjung, menanyakan kabar saja tidak. Kok, seenaknya tiba-tiba ingin merawat Zea. "Bagaimana, Pak, Bu? Bagus, kan, usulan saya?" tanya ibunya Mas Ahmad. Setelah beberapa saat diam, akhirnya Bapak buka suara. "Maaf, Bu Sri. Alhamdulillah kami, tidak merasa kerepotan mengurus Zea. Jadi, maaf, kami tidak bisa memberikan Zea, untuk dirawat bersama Bu Sri. Lagipula, Bu Sri, sudah direpotkan dengan dua cucu yang lain, kan?"Mendengar penolakan Bapak, wajah mantan mertuaku semakin keruh. "Kan, ada Ahmad dan Fitri. Mereka mau, kok, ngurus Zea," ketusnya. "Maaf, Bu Sri. Bukan kami tidak percaya pada kalian. Tapi, kalo nggak salah, istrinya Ahmad

  • Karma Perselingkuhan    Zea Jadi Rebutan

    Karma Perselingkuhan Bab 16Zea Jadi RebutanPerjalanan dari kampung, ke kota kabupaten untuk menuju tempat pelatihan terasa lama sekali. Mungkin karena pikiranku yang masih tertinggal di rumah. Sepanjang jalan, wajah polos Zea selalu terbayang. Air mata berkali-kali jatuh. Dalam hati dipenuhi tanya, apakah Zea mencariku? Apa bocah lucu itu tidak mengamuk saat tahu ibunya tak ada di rumah? Dua teman perjalanan yang duduk di samping kiri kanan, tak henti-hentinya menghiburku. Namanya Mbak Wati dan Mbak Rini. Ini kedua kalinya bagi mereka pergi meninggalkan keluarga. Sebelumnya Mbak Wati dan Mbak Rini bekerja menjadi TKW di Malaysia. Akan tetapi, sekarang mereka memilih Taiwan, sebagai negara tujuan untuk mengadu nasib. Mbak Wati dan Mbak Rini mengaku, bukan tak sayang keluarga atau tak bersyukur dengan penghasilan suami mereka. Akan tetapi, mereka ingin menabung untuk masa depan. Profesi tukang ojek yang digeluti suami mereka, hanya cukup untuk makan dan kebutuhan sehari-hari. Tida

  • Karma Perselingkuhan    Mengejar Mimpi

    Karma PerselingkuhanBab 15Mengejar MimpiMbak Rania menyimak penuturanku dengan seksama, hingga selesai. Wanita berhidung mancung itu menarik napas lalu membuangnya perlahan. "Fat, sebenarnya, saya keberatan kalo kamu mengundurkan diri. Dari kamu masih jadi karyawan di toko mama, saya udah suka cara kerja kamu. Tapi, saya juga nggak berhak menghalangi mimpi kamu. Saya yakin, bukan hanya sekedar masalah gaji besar yang kamu kejar. Ada impian besar lain yang ingin kamu raih, betul?"Air mataku kembali tumpah mendengar kalimat Mbak Rania. "Pergilah, Fat. Kejar mimpimu. Jangan pernah menoleh sebelum mimpi itu menjadi nyata. Saya mengizinkan kamu mundur, dengan catatan kamu harus lebih sukses daripada sewaktu kerja dengan saya, paham, kan, maksud saya?" Aku mengangguk sambil terus mengusap air mata. Tak disangka, Mbak Rania bangun dan memelukku."Saya yakin, kamu akan berhasil. Kamu wanita hebat," bisik Mbak Rania sambil melepas pelukan. Wanita berkerudung biru itu tersenyum sambil me

  • Karma Perselingkuhan    Mengundurkan Diri

    Karma Perselingkuhan Bab 14 Mengundurkan Diri Berbulan-bulan setelah permintaan maaf itu, Mas Ahmad tak pernah lagi muncul. Entahlah, mungkin dia tidak lagi merindukan Zea yang semakin besar dan aktif. Dari kabar yang kudengar, Fitri akhirnya hamil lagi. Mungkin tiga atau empat bulan lagi, dia melahirkan. Mungkin karena itulah, Mas Ahmad sudah tidak peduli pada Zea. Walaupun kasihan pada Zea, tapi, aku tak peduli. Yang penting, mereka tidak mengganggu hidupku. Itu sudah lebih dari cukup. "Fatimah? Kamu, Fatimah, kan?" sapa seorang perempuan berkerudung kuning gading padaku. Aku mengerutkan kening, mencoba mengenali perempuan yang tengah tersenyum padaku itu. Kemudian mataku membulat, saat menyadari siapa yang kinu berdiri di depanku. "Anisa?" pekikku senang. Perempuan itu mengangguk, lalu menyalami dan memelukku. Kami saling menanyakan kabar masing-masing, lalu Anisa memperkenalkan anak dan suaminya. "Kok, bisa ada di sini, Nis?" tanyaku penasaran. Karena setahuku, Anisa beker

  • Karma Perselingkuhan    Keguguran

    Karma Perselingkuhan Bab 13Keguguran Waktu terus berlalu. Tidak terasa delapan bulan sudah, aku resmi menjadi janda di mata hukum negara dan agama. Ada kelegaan tersendiri yang kurasakan setelah mengantongi akta cerai. Mas Ahmad dan istrinya tak lagi datang mengganggu hidupku dan Zea. Mas Ahmad tak terdengar kabarnya. Dia memutus semua komunikasi denganku. Itu lebih baik untukku. Akan tetapi, terkadang aku merasa kasihan pada Zea. Dia menjadi korban keegoisan ayah dan ibu tirinya. Bocah cantik itu hanya tumbuh bersamaku. Padahal, aku dengar, Mas Ahmad dan istrinya tinggal di Jakarta. Mas Ahmad bekerja di sebuah pabrik. Namun, kalau memang Mas Ahmad tak ingin menemui anaknya, aku bisa apa? Tak mungkin aku memaksanya datang untuk Zea. Toh, Zea dikelilingi orang-orang yang menyayanginya. "Mbak, ada yang nyari," ujar Rara, lembut. Aku yang sedang mencatat stok barang, menoleh pada Rara, yang tampak tak sendiri. Untuk beberapa detik, aku tertegun melihat siapa yang datang bersama R

  • Karma Perselingkuhan    Bab 12

    Karma PerselingkuhanBab 12Apa Maumu? Untuk beberapa detik, aku terpaku di tempat sambil mengeratkan pelukan pada Zea. Sementara sosok itu semakin dekat. Dari sekian banyak pusat perbelanjaan di Jakarta, kenapa dia memilih datang ke sini? "Fatimah! Kamu di sini? Bagaimana kabar kalian?"Kalau bukan tempat umum aku pasti sudah menjawab pertanyaan itu dengan omelan. Buat apa dia menanyakan kabar kami? Bukankah kami terlihat baik-baik saja? "Eh, baik, Mas."Aku sama sekali tak berniat menanyakan kabarnya. Buat apa? Basa-basi? Toh, dia terlihat sehat dan bahagia. "Kamu di sini? Jalan-jalan atau?""Aku kerja. Maaf, Mas permisi, aku mau lanjut kerja."Belum sempat aku masuk ke dalam toko, seorang perempuan tiba-tiba menghampiri kami. Langkahnya tampak tergesa. "Oh, jadi kalian janjian di sini! Pantas aja, aku lagi milih baju ditinggal!" teriaknya membuat beberapa orang menoleh. Aku terkejut, tak menyangka akan mendapatkan perlakuan seperti ini. Otak bergerak cepat, mengantisipasi kal

  • Karma Perselingkuhan    Kepala Toko

    Karma Perselingkuhan Bab 11Kepala TokoSejak pertengkaran Mas Ahmad dan istrinya di depan rumah orang tuaku, mantan suamiku itu tidak pernah datang lagi. Boro-boro datang, atau memberikan nafkah untuk anaknya, menanyakan kabar saja tidak. Sedangkan warungku semakin hari semakin sepi. Terkadang malah aku menombok saat belanja lagi. Semalam, tiba-tiba Bu Rani menghubungiku, menawarkan pekerjaan. Bu Rani mengabarkan bahwa, anaknya membuka toko perlengkapan bayi di sebuah pusat perbelanjaan. Mereka butuh karyawan yang bisa dipercaya. Bu Rani menawariku untuk menjaga toko tersebut. Bahkan, aku boleh membawa serta Zea. Untuk tempat tinggal, aku tidak perlu pusing. Aku diperbolehkan tinggal di rumah pemilik toko, bersama dua karyawan lain. "Ibu perhatikan, kamu melamun terus dari pagi. Ada apa, Fat?" Aku menoleh pada Ibu yang sedang menidurkan Zea. "Nggak ada apa-apa, Bu. Cuma, kepikiran tawaran Bu Rani semalam.""Oh. Ibu sih, terserah kamu saja. Tidak akan menyuruh menerima atau menola

  • Karma Perselingkuhan    Masalah Belum Selesai

    Karma PerselingkuhanBab 10Masalah Belum Selesai Empat bulan sudah aku resmi menyandang status janda. Aku pikir, masalah akan selesai saat aku tak lagi memiliki ikatan apa-apa dengan Mas Ahmad. Namun, ternyata pikiranku salah. Mantan suamiku itu tak kunjung mengurus surat perceraian kami ke pengadilan. Bahkan, sepertinya dia cenderung mengulur waktu. Entah apa maksudnya. Sedangkan untuk mengurus sendiri, aku belum punya cukup uang. Uang tabungan yang kumiliki, sebagian dipakai untuk modal membuka warung kecil di depan rumah orang tuaku. Sisanya, kusimpan saja untuk berjaga-jaga kalau ada kebutuhan mendadak. Akan tetapi, tetap saja belum cukup untuk mengurus perceraianku dengan Mas Ahmad. Tentang nafkah yang seharusnya tetap diberikan oleh Mas Ahmad, jangan tanyakan itu. Boro-boro memberikan uang untuk kebutuhanku dan Zea selama aku berada dalam masa iddah. Menanyakan kabar anaknya saja tidak. Bahkan, kudengar, Mas Ahmad sudah menikah lagi dengan Fitri, satu bulan setelah ia menjat

DMCA.com Protection Status