Karma Perselingkuhan Bab 11Kepala TokoSejak pertengkaran Mas Ahmad dan istrinya di depan rumah orang tuaku, mantan suamiku itu tidak pernah datang lagi. Boro-boro datang, atau memberikan nafkah untuk anaknya, menanyakan kabar saja tidak. Sedangkan warungku semakin hari semakin sepi. Terkadang malah aku menombok saat belanja lagi. Semalam, tiba-tiba Bu Rani menghubungiku, menawarkan pekerjaan. Bu Rani mengabarkan bahwa, anaknya membuka toko perlengkapan bayi di sebuah pusat perbelanjaan. Mereka butuh karyawan yang bisa dipercaya. Bu Rani menawariku untuk menjaga toko tersebut. Bahkan, aku boleh membawa serta Zea. Untuk tempat tinggal, aku tidak perlu pusing. Aku diperbolehkan tinggal di rumah pemilik toko, bersama dua karyawan lain. "Ibu perhatikan, kamu melamun terus dari pagi. Ada apa, Fat?" Aku menoleh pada Ibu yang sedang menidurkan Zea. "Nggak ada apa-apa, Bu. Cuma, kepikiran tawaran Bu Rani semalam.""Oh. Ibu sih, terserah kamu saja. Tidak akan menyuruh menerima atau menola
Karma PerselingkuhanBab 12Apa Maumu? Untuk beberapa detik, aku terpaku di tempat sambil mengeratkan pelukan pada Zea. Sementara sosok itu semakin dekat. Dari sekian banyak pusat perbelanjaan di Jakarta, kenapa dia memilih datang ke sini? "Fatimah! Kamu di sini? Bagaimana kabar kalian?"Kalau bukan tempat umum aku pasti sudah menjawab pertanyaan itu dengan omelan. Buat apa dia menanyakan kabar kami? Bukankah kami terlihat baik-baik saja? "Eh, baik, Mas."Aku sama sekali tak berniat menanyakan kabarnya. Buat apa? Basa-basi? Toh, dia terlihat sehat dan bahagia. "Kamu di sini? Jalan-jalan atau?""Aku kerja. Maaf, Mas permisi, aku mau lanjut kerja."Belum sempat aku masuk ke dalam toko, seorang perempuan tiba-tiba menghampiri kami. Langkahnya tampak tergesa. "Oh, jadi kalian janjian di sini! Pantas aja, aku lagi milih baju ditinggal!" teriaknya membuat beberapa orang menoleh. Aku terkejut, tak menyangka akan mendapatkan perlakuan seperti ini. Otak bergerak cepat, mengantisipasi kal
Karma Perselingkuhan Bab 13Keguguran Waktu terus berlalu. Tidak terasa delapan bulan sudah, aku resmi menjadi janda di mata hukum negara dan agama. Ada kelegaan tersendiri yang kurasakan setelah mengantongi akta cerai. Mas Ahmad dan istrinya tak lagi datang mengganggu hidupku dan Zea. Mas Ahmad tak terdengar kabarnya. Dia memutus semua komunikasi denganku. Itu lebih baik untukku. Akan tetapi, terkadang aku merasa kasihan pada Zea. Dia menjadi korban keegoisan ayah dan ibu tirinya. Bocah cantik itu hanya tumbuh bersamaku. Padahal, aku dengar, Mas Ahmad dan istrinya tinggal di Jakarta. Mas Ahmad bekerja di sebuah pabrik. Namun, kalau memang Mas Ahmad tak ingin menemui anaknya, aku bisa apa? Tak mungkin aku memaksanya datang untuk Zea. Toh, Zea dikelilingi orang-orang yang menyayanginya. "Mbak, ada yang nyari," ujar Rara, lembut. Aku yang sedang mencatat stok barang, menoleh pada Rara, yang tampak tak sendiri. Untuk beberapa detik, aku tertegun melihat siapa yang datang bersama R
Karma Perselingkuhan Bab 14 Mengundurkan Diri Berbulan-bulan setelah permintaan maaf itu, Mas Ahmad tak pernah lagi muncul. Entahlah, mungkin dia tidak lagi merindukan Zea yang semakin besar dan aktif. Dari kabar yang kudengar, Fitri akhirnya hamil lagi. Mungkin tiga atau empat bulan lagi, dia melahirkan. Mungkin karena itulah, Mas Ahmad sudah tidak peduli pada Zea. Walaupun kasihan pada Zea, tapi, aku tak peduli. Yang penting, mereka tidak mengganggu hidupku. Itu sudah lebih dari cukup. "Fatimah? Kamu, Fatimah, kan?" sapa seorang perempuan berkerudung kuning gading padaku. Aku mengerutkan kening, mencoba mengenali perempuan yang tengah tersenyum padaku itu. Kemudian mataku membulat, saat menyadari siapa yang kinu berdiri di depanku. "Anisa?" pekikku senang. Perempuan itu mengangguk, lalu menyalami dan memelukku. Kami saling menanyakan kabar masing-masing, lalu Anisa memperkenalkan anak dan suaminya. "Kok, bisa ada di sini, Nis?" tanyaku penasaran. Karena setahuku, Anisa beker
Karma PerselingkuhanBab 15Mengejar MimpiMbak Rania menyimak penuturanku dengan seksama, hingga selesai. Wanita berhidung mancung itu menarik napas lalu membuangnya perlahan. "Fat, sebenarnya, saya keberatan kalo kamu mengundurkan diri. Dari kamu masih jadi karyawan di toko mama, saya udah suka cara kerja kamu. Tapi, saya juga nggak berhak menghalangi mimpi kamu. Saya yakin, bukan hanya sekedar masalah gaji besar yang kamu kejar. Ada impian besar lain yang ingin kamu raih, betul?"Air mataku kembali tumpah mendengar kalimat Mbak Rania. "Pergilah, Fat. Kejar mimpimu. Jangan pernah menoleh sebelum mimpi itu menjadi nyata. Saya mengizinkan kamu mundur, dengan catatan kamu harus lebih sukses daripada sewaktu kerja dengan saya, paham, kan, maksud saya?" Aku mengangguk sambil terus mengusap air mata. Tak disangka, Mbak Rania bangun dan memelukku."Saya yakin, kamu akan berhasil. Kamu wanita hebat," bisik Mbak Rania sambil melepas pelukan. Wanita berkerudung biru itu tersenyum sambil me
Karma Perselingkuhan Bab 16Zea Jadi RebutanPerjalanan dari kampung, ke kota kabupaten untuk menuju tempat pelatihan terasa lama sekali. Mungkin karena pikiranku yang masih tertinggal di rumah. Sepanjang jalan, wajah polos Zea selalu terbayang. Air mata berkali-kali jatuh. Dalam hati dipenuhi tanya, apakah Zea mencariku? Apa bocah lucu itu tidak mengamuk saat tahu ibunya tak ada di rumah? Dua teman perjalanan yang duduk di samping kiri kanan, tak henti-hentinya menghiburku. Namanya Mbak Wati dan Mbak Rini. Ini kedua kalinya bagi mereka pergi meninggalkan keluarga. Sebelumnya Mbak Wati dan Mbak Rini bekerja menjadi TKW di Malaysia. Akan tetapi, sekarang mereka memilih Taiwan, sebagai negara tujuan untuk mengadu nasib. Mbak Wati dan Mbak Rini mengaku, bukan tak sayang keluarga atau tak bersyukur dengan penghasilan suami mereka. Akan tetapi, mereka ingin menabung untuk masa depan. Profesi tukang ojek yang digeluti suami mereka, hanya cukup untuk makan dan kebutuhan sehari-hari. Tida
Karma Perselingkuhan Bab 17 Keputusan BapakAku menatap Bapak dan Ibu yang juga terlihat saling pandang. Mungkin, kedua orang tuaku juga terkejut dengan permintaan ibunya Mas Ahmad. Jujur, aku tidak bisa menerima permintaan mantan ibu mertua. Enak saja, setelah sekian lama, baru meminta untuk merawat Zea. Selama ini, mereka ke mana? Jangankan berkunjung, menanyakan kabar saja tidak. Kok, seenaknya tiba-tiba ingin merawat Zea. "Bagaimana, Pak, Bu? Bagus, kan, usulan saya?" tanya ibunya Mas Ahmad. Setelah beberapa saat diam, akhirnya Bapak buka suara. "Maaf, Bu Sri. Alhamdulillah kami, tidak merasa kerepotan mengurus Zea. Jadi, maaf, kami tidak bisa memberikan Zea, untuk dirawat bersama Bu Sri. Lagipula, Bu Sri, sudah direpotkan dengan dua cucu yang lain, kan?"Mendengar penolakan Bapak, wajah mantan mertuaku semakin keruh. "Kan, ada Ahmad dan Fitri. Mereka mau, kok, ngurus Zea," ketusnya. "Maaf, Bu Sri. Bukan kami tidak percaya pada kalian. Tapi, kalo nggak salah, istrinya Ahmad
Karma Perselingkuhan Bab 18Taiwan, I'm ComingLima jam melayang di udara, akhirnya burung besi raksasa ini mendarat di Bandara Taoyuan, Taiwan. Sesuai arahan petugas PJTKI yang di Jakarta, aku mencari sopir dari agen PJTKI sudah menunggu. Tak butuh waktu lama, akhirnya aku dan beberapa calon TKW lain pun keluar dari Bandara. Sebelum diberangkatkan ke rumah majikan yang akan mempekerjakanku, aku dan yang lain, diminta beristirahat dulu di penampungan. Aku menurut saja. Lima jam berada di pesawat terbang, cukup membuatku lelah. Apalagi ini untuk pertama kalinya buatku. Aku ingin istirahat dulu sebelum bekerja besok. Pagi hari, setelah mandi dan sarapan alakadarnya, kami semua diminta bersiap. Seorang perwakilan dari agen, akan mengantarkan kami satu persatu ke rumah calon majikan. Dengan hati berdebar tak karuan, aku bersiap. Benak dipenuhi tanya, seperti apakah majikanku nanti? Apakah sebaik keluarga Pak Burhan, bosku dulu? ***Satu persatu, dari kami diantar ke rumah calon majika
Karma Bab 26MimpikuBeberapa ibu-ibu yang merupakan para tetangga dan kerabat, terlihat sibuk. Ada yang memasak di dapur, ada juga yang menata kue-kue di ruang tengah. Sementara suami-suami mereka terlihat membantu Bapak. Para pria itu, mengeluarkan meja dan kursi dari ruang tamu. Kemudian menggelar karpet, yang sebagian meminjam dari tetangga sekitar. Sedangkan aku, hanya diam mengawasi Zea yang asyik bermain barbie di depan televisi. Ada juga Mbak Nurul di dekatku. Wanita kalem itu sedang menata dus snack untuk para tamu.Hari ini, rumah orang tuaku sedikit sibuk. Tiga hari sudah aku berada di rumah. Rencananya, malam ini, orang tuaku akan mengadakan syukuran atas kepulanganku. Hanya acara kecil, mengundang tetangga sekitar saja. Akan tetapi, karena jiwa gotong royong masih melekat kuat, para tetangga dan kerabat, datang membantu dengan sukarela. Aku terharu dengan keikhlasan mereka semua. Mereka mengerjakan tugas masing-masing dengan riang, diiringi celoteh khas ibu-ibu. Aku dan
Karma Bab 25PulangHari ini akhirnya tiba juga. Dengan hati berdebar tak karuan, aku mengecek sekali lagi barang-barang yang akan dibawa, takut ada yang tertinggal. Nyonya Thai Thai dan suaminya mengingatkan tentang dokumen perjalanan dan tiket pesawat, takut tertinggal. Sementara Oma, menatapku sendu. Wanita tua itu berkali-kali memintaku untuk cepat kembali. Katanya, dia pasti akan merindukanku. Ah, Oma, bikin aku terharu saja. Setelah semuanya selesai, dibantu sopir keluarga majikan, aku memasukkan semua barang bawaan ke bagasi. Seperti anak kecil yang akan ditinggal pengasuhnya, Oma merajuk. Dia bersikeras ikut ke Bandara, untuk mengantarku. Akhirnya, anak dan menantu Oma menyerah. Mereka membawa serta Oma ke Bandara. Aku tersenyum kecil saat melihat Oma tersenyum senang. Sepanjang perjalanan, Oma terus-terusan menasehatiku. Selain memintaku cepat kembali dan selalu menghubunginya, dia juga memintaku untuk tidak buru-buru menikah lagi. Katanya, fokus saja membesarkan anak dan
Karma Perselingkuhan Bab 24Dia Pergi Kabar tentang kecelakaan Mas Ahmad terus mengganggu pikiran. Apalagi sejak musibah itu, Fitri jadi lebih sering menghubungiku. Tanpa kuminta, dia mengabarkan bagaimana keadaan Mas Ahmad. Katanya, luka yang diderita mantan suamiku itu cukup parah. Tangan dan kaki kanannya mengalami patah pada tulang. Fitri tidak menjelaskan detailnya. Dia hanya mengatakan bahwa kemungkinan untuk pulih itu memakan waktu cukup lama. Setelah hampir dua minggu dirawat, akhirnya Mas Ahmad diperbolehkan pulang. Menurut cerita Fitri, mereka pulang ke kampung, karena kalau di Jakarta tidak ada yang membantu merawat Mas Ahmad.Aku memberitahu Ibu, kabar soal kecelakaan yang menimpa mantan menantunya itu. Reaksi ibu biasa saja. Akan tetapi, wanita berhati lembut itu tak menolak saat diminta menjenguk Mas Ahmad yang sudah dibawa pulang kampung. Menurut cerita ibu, Mas Ahmad berkali-kali minta maaf padanya. Aku meminta ibu untuk memaafkan semua kesalahan Mas Ahmad di masa l
Karma Bab 23Ahmad Kecelakaan Seperti biasa, saat hari minggu tiba, aku berkumpul bersama Anisa dan teman-teman TKW yang lain di Taipei Main Station. Sebenarnya bukan cuma TKW dan TKI saja yang berkumpul di sini. Mahasiswa dan pekerja imigran dengan profesi lain juga banyak yang berkumpul di sini. Apalagi, kalau pengajian rutin sedang berlangsung, seperti pagi ini. Pasti jumlah pengunjung semakin banyak. Kebetulan pagi ini, penceramahnya seorang Ustadzah terkenal yang diundang langsung dari Indonesia. Dengan tekun, aku menyimak semua yang disampaikan oleh Ustadzah yang selama ini hanya bisa dilihat melalui layar televisi. Entah kebetulan atau tidak, tema kajian pagi ini, adalah 'Jangan Mendendam' sesuai dengan apa yang sedang kualami. Dalam hidup ini, tentu kita tidak selalu mendapatkan apa yang diinginkan. Ada saja kejadian yang membuat kita kecewa dan berujung sakit hati. Ketika sakit hati, kita dapat merasa sangat merana. Apalagi bila yang menyakiti hati kita adalah orang terd
Karma Bab 22Kabar Duka 2Cerita ibu soal permintaan maaf mantan ibu mertua mengganggu pikiranku selama berhari-hari. Hal itu mau tak mau membuatku bertanya pada diri sendiri, apakah aku sudah benar-benar memaafkan mereka? Atau mungkin masih ada sedikit dendam di hatiku untuk mereka? Setiap kali sholat, aku berdoa, memohon ampun untuk diriku sendiri dan untuk mantan ibu mertua. Tak henti-hentinya aku memohon pada Yang Maha Kuasa agar penyakit mantan ibu mertua diangkat dan disembuhkan seperti sedia kala. Sebuah nomor tak dikenal terpampang di layar. Aku yang sedang melipat mukena, seusai sholat Isya, segera menekan tombol hijau. Takutnya penting. "Assalamualaikum," sapaku. Terdengar sahutan salam dari seberang sana. Suara pria yang masih kuingat dengan baik. Suara Mas Ahmad. "Fat. Maaf mengganggu malam-malam begini.""Iya, Mas. Ada apa? Gimana keadaan ibu?""Fat, keadaan ibu semakin memburuk.""Ya Allah, terus sekarang gimana?""Ibu bilang, pengen ngomong sama kamu. Kalo kamu berk
KarmaBab 21Mantan Ibu MertuaTiba-tiba panggilan terputus. Mungkin mantan ibu mertua tidak nyaman dengan kata-kataku. Takut terjadi apa-apa pada Zea dan keluargaku, segera kutekan nomor telepon ibu. Tersambung dan langsung diangkat. Terdengar suara ibu menyapaku dari seberang sana. "Bu, pokoknya jangan berikan Zea sama mereka. Fatimah nggak rela kalo Zea diasuh sama mereka. Kalo memang mereka peduli sama Zea, kenapa selama ini tidak memperhatikan keadaan Zea?" cerocosku dengan napas tersengal menahan amarah. Dari seberang telepon, ibu meyakinkanku bahwa mantan ibu mertua tidak akan bisa membawa Zea."Pantesan anakku cari perempuan lain buat dijadikan istri. Dia bosan punya istri keras kepala sepertimu. Dan, lihat! Setelah cerai dari Ahmad, nggak ada laki-laki yang mau menikah denganmu! Perempuan keras kepala! Untung udah nggak jadi mantuku. Bisa stres lama-lama punya mantu sepertimu!" Tiba-tiba terdengar omelan mantan ibu mertua. Mungkin dia merebut hape di tangan ibuku. Aku mend
KarmaBab 20Benarkah ini Karma? Menurut kabar yang dikirim ibuku, semenjak kematian bayinya, Mas Ahmad kembali tidak peduli pada Zea. Katanya mantan suamiku itu kembali ke Jakarta bersama Fitri. Mantan mertuaku pun tak pernah datang menemui cucunya. Entah apa yang keluarga itu pikirkan, sehingga tega melupakan darah daging mereka. Padahal, saat bayi Mas Ahmad meninggal, kedua orang tuaku datang melayat. Karena, bagaimanapun, keluarga kami pernah ada ikatan. Akan tetapi, sepertinya memang apapun yang keluargaku lakukan, tak ada artinya di mata mereka. Nomor Mas Ahmad sengaja tak kusimpan. Untuk apa? Toh, dia hanya sekali-kalinya menghubungiku. Kalau dia ada perlu dengan Zea, bisa lewat ibu. Aku juga jauh di sini, tak bisa membantu secara langsung kalau Mas Ahmad ingin bertemu dengan anaknya. ***Aku sudah hampir terlelap saat ada sebuah pesan masuk ke hpku. Karena lelah, kuabaikan saja pesan itu. Biar saja, kalau penting pasti akan menelepon, pikirku. Benar saja, baru saja aku akan
Karma Bab 19 Kabar Duka 1 Berhari-hari setelah Mas Ahmad mengirimkan pesan tentang anaknya yang sakit, hatiku jadi tidak tenang. Entah kenapa, pikiranku selalu tertuju pada Zea. Telepon dan video call yang dilakukan, tidak membuatku tenang. Namun, mau bagaimana? Tak mungkin aku tiba-tiba pulang dengan alasan rindu pada anak. Apalagi, baru beberapa bulan di sini dan gajiku juga masih dipotong untuk ganti biaya pemberangkatan. Ya, aku mendaftar jadi TKW dengan sistem potong gaji selama sembilan bulan, untuk ganti biaya pemberangkatan. Rata-rata para TKW melakukan hal yang sama. Karena, kalau mengeluarkan biaya sendiri, biayanya tak sedikit dan kami keberatan. Biaya itu antara lain untuk pembuatan dokumen seperti paspor, visa, dan lain-lain. Belum biaya pelatihan ketrampilan yang kami dapatkan selama di penampungan. Uang saku yang kamu terima pun diambil dari gaji yang dipotong. Tak apa-apa, toh, gaji yang didapat selama beberapa bulan juga bisa menutupi semua potongan itu. Apalagi
Karma Perselingkuhan Bab 18Taiwan, I'm ComingLima jam melayang di udara, akhirnya burung besi raksasa ini mendarat di Bandara Taoyuan, Taiwan. Sesuai arahan petugas PJTKI yang di Jakarta, aku mencari sopir dari agen PJTKI sudah menunggu. Tak butuh waktu lama, akhirnya aku dan beberapa calon TKW lain pun keluar dari Bandara. Sebelum diberangkatkan ke rumah majikan yang akan mempekerjakanku, aku dan yang lain, diminta beristirahat dulu di penampungan. Aku menurut saja. Lima jam berada di pesawat terbang, cukup membuatku lelah. Apalagi ini untuk pertama kalinya buatku. Aku ingin istirahat dulu sebelum bekerja besok. Pagi hari, setelah mandi dan sarapan alakadarnya, kami semua diminta bersiap. Seorang perwakilan dari agen, akan mengantarkan kami satu persatu ke rumah calon majikan. Dengan hati berdebar tak karuan, aku bersiap. Benak dipenuhi tanya, seperti apakah majikanku nanti? Apakah sebaik keluarga Pak Burhan, bosku dulu? ***Satu persatu, dari kami diantar ke rumah calon majika