"Jadi ini perbuatanmu Suryadi?" tanyaku yag langsung datang dan memburunya ke seberang jalan."Apa buktinya kau menuduhku demikian?" tanya dengan kekehan mengejek."Hanya kau satu-satunya yang ingin hidupku menderita, jadi wajar aku mencurigaimu!" balasku."Masuklah ke rumahmu, rekaman cctv tentang kita akan memperburuk keadaan," ujarnya sambil melirik pohon besar di depan rumah yang dipasangi kamera pengintai."Apa yang kau mau, kenapa kau tak sibuk menata hidupmu, alih-alih terus buang waktu menguntitku, kau sudah tidak waras, Suryadi?""Aku akan berhenti jika kau mengalah, mengembalikan harta dan kedua anakku," jawabnya."Jadi kau memanasi Bella untuk memusuhiku?""Aku tak perlu menjawabnya," jawabnya dengan senyum penuh arti setengah memintaku untuk mengerti sekaligus menebak."Keterlaluan, aku peringatkan, bahwa suamiku adalah polisi ia bisa menangkapmu!""Kau terdengar rapuh dan gemetar Sakinah," desisnya sambil mendekatkan wajah hingga jarak hidung kami hanya beberapa inchi saj
Ya, aku diundang ke sana. Sebagai istri polisi ini adalah rapat perdana yang akan kuikuti dan aku dituntut untuk bisa membaur, bersosialisasi dan menjalin kekompakan sebagai wanita Bhayangkari.Mas Didit menurunkanku di lokasi acara sedang dia melanjutkan perjalanan ke kantornya. Agak gugup memang, terlebih aku belum begitu banyak belajar dengan seluk beluk kegiatan Ibu polisi jadi mungkin untuk hari ini aku akan lebih banyak menyimak.Oh, ya, baru ingat jika organisasi ini punya banyak kegiatan pengelolaan dan bakti sosial maka sebagai Ibu Wakapolres tentu mulai hari ini sedikit tidak aku akan diandalkan.Baru saja melenggang melewati gerbang tiba tiba sebuah mobil berhenti, membuka kaca dan bersuit seolah menggodaku. Jubalikkan badan dan mantan Dandim berkacamata hitam itu tersenyum.Sebenarnya senyumnya menawan andai ia setulus dulu, namun sejak tahu bahwa ia begitu gencar menggangguku, aku amat membencinya."Suit ... suit ... ada Ibu polisi di sini," serunya dengan senyum mir
Mobil bergerak meninggalkan lokasi rapat dengan perlahan. Kulirik kaca spion yang lelaki malang itu berdiri dengan tatapan nanar seolah belum merelakan kepergianku. Mengapa ia lebih memilih menyusahkan hidupnya demi mengejar apa yang sudah hilang dibanding menata apa yang sudah ada.Kuhela napas lalu mengalihkan tatapan pada pria yang sedang mengemudi dengan rahang mengetat dan ekspresi kemarahan yang nampak jelas."Mas ..." Ia hanya menjawab panggilanku dengar gumaman."Aku ... tidak ingin apa yang terjadi barusan terulang lagi," ucapku lirih."Apa maksudmu, kau pikir aku akan suka jika itu terjadi?""Bukan begitu, aku hanya tak mau kau dengan mudah terpancing emosi. Apalagi sampai mengeluarkan senjata hanya karena diprovokasi olehnya.""Jadi, aku harus diam saja ketika istriku digoda mantan suaminya?""Tidak begitu ....""Lalu?" Ia menatapku tajam."Mungkin dia sengaja memancing emosimu untuk mempermalukanmu. Mungkin dia sengaja memprovokasi agar kau bertindak diluar nalar dan ora
Mobil bergerak meninggalkan lokasi rapat dengan perlahan. Kulirik kaca spion yang lelaki malang itu berdiri dengan tatapan nanar seolah belum merelakan kepergianku. Mengapa ia lebih memilih menyusahkan hidupnya demi mengejar apa yang sudah hilang dibanding menata apa yang sudah ada.Kuhela napas lalu mengalihkan tatapan pada pria yang sedang mengemudi dengan rahang mengetat dan ekspresi kemarahan yang nampak jelas."Mas ..." Ia hanya menjawab panggilanku dengar gumaman."Aku ... tidak ingin apa yang terjadi barusan terulang lagi," ucapku lirih."Apa maksudmu, kau pikir aku akan suka jika itu terjadi?""Bukan begitu, aku hanya tak mau kau dengan mudah terpancing emosi. Apalagi sampai mengeluarkan senjata hanya karena diprovokasi olehnya.""Jadi, aku harus diam saja ketika istriku digoda mantan suaminya?""Tidak begitu ....""Lalu?" Ia menatapku tajam."Mungkin dia sengaja memancing emosimu untuk mempermalukanmu. Mungkin dia sengaja memprovokasi agar kau bertindak diluar nalar dan ora
Dua Tahun sebelumnya."Assalamualaikum, bisa saya bertemu Mbak sakinah?" tanya wanita berwajah sendu dan dari sudut matanya meluncur air matanya."Ada, tapi masih tidur," jawabku yang saat itu sedang membaca koran online di rumah tamu."Saya Kartika tetangga yang berada diujung jalan, saya mengenal beliau dari Ibu Joko, katanya beliau cari tukang cuci," ujarnya pelan tapi tetap mengusap sudut mata."Iya, betul, tapi, Anda siapa?"tanya siapa."Saya Kartika," jawabnya."Kenapa menangis?""Saya putus asa Pak, saya tidak punya pekerjaan, anak anak saya ingin makan dan saya putus asa.""Oh, kalo begitu akan saya panggilkan Sakinah," balasku sambil beranjak ke dalam.Masih kulihat dari balik kaca jendela bahwa wanita yang berparas cukup ayu khas wanita jawa itu mengusap wajahnya dengan lengan baju, meski dasternya sedikit lusuh tapi sesungguhnya ketika tayapan mata kami bertemu ia membuatku hatiku sedikit bergetar.Entah mengapa ada rasa ingin melindunginya meski aku tak tahu mengapa aku
Pagi menjelang dengan cahaya mentari mengintip dari celah jendela, menjatuhkan sinarnya tepat di wajahku. Dengan menggeliat pelan aku membuka mata dan mendapatkan Kartika sedang duduk terdiam di sisiku."Ada apa?" tanyaku yag aneh melihatnya diam aja memeluk kakinya sendiri."Aku takut, Mas, aku khawatir, Mbak sakinah tahu lalu akan terjadi petaka," bisiknya pelan."Jangan khawatir, Kartika," kataku sambil bangkit lalu memeluknya."Bagaimana kalo Mbak sakinah datang dan menemukan kamu di sini?" "Aku sudah menelponnya dan beralasan bahwa semalam aku kebagia jatah piket di markas," bisikku sambil mencium daun telinganya."Bagaimana kalo Mbak sakinah melihat mobilnya Mas di depan rumahku sepagi ini?""Aku gak pake mobil, aku pake sepeda," balasku yang lalu bangkit, mengenakan pakaian dan mencuci muka di kamar mandinya.*Setelah selesai aku kembali ke kamar dan melihat Kartika sudah mengenakan gaun terusan tidur dengan rambut tergerai sedang membuka jendela.Kuhampiri, lalu kupeluk dan
"Datang dan duduklah kemari aku ingin bicara dengan kalian sebagai keluarga," ucap mas Didit kepadaku dan bela agar kami mendekat dan duduk di ruang keluarga bersamanya."Ada apa, Mas?" tanyaku ketika duduk di dekatnya."Begini, Aku ingin membicarakan hal yang kemarin kemarin belum sempat aku bahas dengan kalian. Aku ingin meluruskan ketidak harmonisan dari hubungan ibu tiri dan anaknya," ujar Mas Didit."Ibu tiri dan anak?" tanya Bella sambil mengangkat alisnya sebelah."Iya, lantas kau sebut apa hubungan ini? papa menikahi dia bukan hanya untuk mencari teman hidup dan bermesra-mesraan, tapi papa sepakat dengan yang untuk membangun rumah tangga agar kami bisa menghabiskan sisa waktu sekaligus melangkah ke arah lebih baik bersama anak-anak yang kami cintai," ujar Mas Didit dengan tatapan penuh kasih pada anaknya sedang Bella hanya mengalihkan tatapan ke arah lain."Adakah hal yang sudah mengusikmu, Bella?""Tidak ada.""Lalu ... Entah mengapa Papa merasa bahwa kamu seolah-olah tidak s
Karena merasa sudah demikian gelisah dengan apa yang terjadi kuputuskan untuk mencari Mas Didit dan menyusulnya.Tapi aga bingung juga, karena setelah mengaktifkan GPS ternyata layanan lokasi hp suamiku dimatikan sehingga aku tak tahu dia di mana."Ya, Tuhan, semoga tidak terjadi apa-apa." Aku membatin sambil mondar mandir gelisah."Kalo Mama merasa tidak tenang, sebaiknya susul aja.""Mama gak tahu harus menyusul kemana," jawabku pelan."Aku harap Om Didit gak berbuat sembrono, bagaimana pun ....""Memangnya tadi Om Didit bawa apa?" tanyaku sambil meraih bahu Imel."Senjata.""Astaghfirullah ...." Aku menutup mulut dengan kedua tangan. Di sisi lain aku juga yakin bahwa suamiku tak akan semudah ini melakukan hal nekat yang akan merusak karier dan reputasinya, pasti ia hanya ingin menggertak saja. Tapi tandingannya adalah Mas Yadi, tidak akan semudah itu menakuti dan mengancamnya. Dia juga sudah terbiasa dengan aksi tembak menembak di daerah konflik dan peperangan luar negeri. Justru