Gadis itu terkejut dan air matanya seketika tumpah begitu saja. Ia tak mungkin tak mengira bahwa Mas Didit akan memukulnya seperti ini."Apakah kau berencana ingin menjalin hubungan dengan Suryadi?" Tanya mas Didit sambil mencengkeram jemari tangannya ditambah raut wajah yang begitu murka.Gadis itu hanya diam dan menunduk pelan."Katakan, hei!" Mas Didit maju untuk menjambak anaknya namun aku menghalanginya karena kasihan dengan gadis itu. Ia hanya gadis remaja yang dibodohi oleh mantan suamiku."Mengapa kau bungkam? apakah kebungkamanmu adalah pengakuanmu?"Tidak ada jawaban, namun air matanya terus menetes dan jatuh di atas punggung tangannya sendiri."Uhm, biar aku yang bicara pada Bella, Mas keluar aja ya," pintaku sambil berusaha memeluk dan mengajaknya keluar."Aku benar-benar kehilangan kesabaran denganmu Bella, aku benar-benar marah saat ini!""Tolong, Mas, kalau Mas terus berusaha untuk menyakitinya, akan semakin sulit mengajaknya bicara, aku mohon, ya Mas."Semua mendesak
Dua hari setelah kejadian, Mas Didit memarahi bella, gadis itu demam, hingga tak bisa keluar dari rumah untuk melakukan kegiatannya. Aku bisa mengawasinya sementara.Hari ini kamu ada kunjungan ke beberapa TK yang dibawahi oleh organisasi Bhayangkari, jadi aku akan pergi ke sana selaku wakil ketua organisasi Ibu ibu polisi untuk memeriksa kelengkapan sarana sekolah dan mencatatnya."Kamu kelihatan cantik, Sayang," bisik suamiku ketika aku sudah rapi lengkap dengan setelan seragam pink, rambut yang disanggul sederhana dan perhiasan mutiara melengkapi penampilan ini."Iya, dong, Mas. Masak istrinya Mas Didit jelek sih?" ucapku sambil mencuil pipinya."Aku hanya takut, orang yang menatap akan terpesona," gumamnya sambil mencium dan memelukku dari belakang."Aku tidak penting dengan penglihatan orang lain, yang penting adalah kamu bisa bahagia melihat istrimu sendiri," jawabku."Kamu yabg terbaik," ucapnya sambil mendekatkan wajah dan mendaratkan ungkapan cintanya.*"Mama harus pergi, ya
Aku kembali ke rumah dengan hati yang sudah kesal adanya. Aku menyesalkan sekali mengapa tak meningkatkan kewaspadaan sebelum ini. Aku lupa bahwa Mas Yadi bisa berbuat apa saja untuk mempermalukan dan membuat hidupku sulit.Dengan menaiki taksi aku meluncur kembali ke rumah,satu tangan memegang ponsel dan satu lagi memegang sepatuku yang sudah hilang sebelahnya karena menyangkut di mobil Suryadi.Turun dari taksi dan masuk ke halaman rumah ternyata suamiku sedang dudu di kursi teras dan terlihat baru sampai di rumah."Kenapa wajahmu? Dan mana sepatumu?" tanyanya heran."Aku lemparkan ke wajah Suryadi," ujarku sambil mendengkus kesal."Hah? yang benar kamu, Sayang?""Benaran?""Ya ampun, terus bagaimana reaksi dia?""Ya, marah," jawabku sambil duduk di bangku di sebelahnya."Untung dia gak berbuat lebih jauh untuk menyakitimu, Sakinah," gummanya pelan."Aku ingin pindah saja, Mas. Aku ingin pergi ke suatu tempat di mana hanya ada kita saja," ajakku pada suamiku yang seketika tersenyum
Ketika aku menyusul, kedua ayah dan anak itu sedang saling pandang dengan ekspresi berkilat dan saling menunjukkan betapa besar ego mereka masing masing."Kamu dari mana? Apa penampilan seperti ini, kau terlihat seperti wanita jalanan, Bella," ujar Mas Didit dengan kesal."Di rumah pun, aku terlihat seperti wanita jalanan yang terlantar, jadi biarkan aku," jawab gadis itu."Kurang ajar kamu! Siapa yang buat kamu begini?!" Mas Didit siap memukulnya.Nampaknya seumur hidup gadis ini belum pernah dipukul atau didiisiplinkan dengan tegas sehingga ia bebas berbuat sesuka hati dan terlihat tidak gentar sama sekali dengan ucapan papanya.Tiba-tiba terlintas sebuah ide cemerlang di kepalaku melihat kejadian ini,"Udahlah, Mas, jangan dipaksa, biarkan aja dia bebas melakukan apapun yang dia mau sebelum pergi dari rumah," selaku dengan nada santai."A-apa maksud Tante?" tanya gadis itu dengan terkejut, semua orang termasuk imel dan Siska yang datang karena mendengar keributan juga ikut menatap
"Apa yang kau inginkan Suryadi, kenapa kau melakukan tindakan keji ini kepada keluargaku?" tanyaku dengan emosi yang sudah memuncak."Tidak ada aku hanya suka saja melihat kalian menderita seperti ini," jawabnya santai sambil menggenggam tangan Bella."Jangan libatkan anakku, lepaskan dia dan biarkan dia kembali kepada keluarganya. Gadis itu tidak punya hubungan sama sekali dengan masalah kita Suryadi.""Kalau begitu memohonlah padaku, memohonlah dengan ratapan yang memilukan agar aku bersedia melepaskannya untukmu.""Bella, sedarlah, Nak, pria itu untuk menghancurkan kita semua," bujukku sambil menangis dan memeluk suamiku yang sedang kesakitan.Gadis itu tetap bergeming di tempatnya dan tidak memberikan respon apapun, seolah-olah dia hanya patung yang tidak punya pikiran sama sekali."Mas Didit, ayo bangun," ucapku sedih sambil mengusap wajahnya dan berusaha membuatnya sadar."Ayo bangunkan suamimu yang sebentar lagi akan mati," ujarnya dengan suara yang membuatku muak kepadanya."
Setelah sepanjang malam menginap di rumah sakit, kami akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah ditambah dokter sudah mengatakan bahwa keadaan kami sudah aman dan bisa pulang.Sesampainya di rumah, kudapati Bella sudah pulang dan dijaga oleh dua petugas. Sesaat aku tertegun sekaligus bersyukur karena gadis ituu tak sampai masuk penjara, tapi ada yang beda dari cara ia menatap kami. Pandangannya kosong dan dia hanya diam tanpa ekspresi, apalagi ketika Mas Didit menyapanya ia hanya diam saja."Bella, aku mau bicara," ujar Papanya tegas."Sebaiknya dibiarkan tenang dulu, Pak," kata seorang anggota yang menjaga Bella, "Karena anak ini masih di bawah umur jadi kami kembalikan kepada walinya untuk dibimbing, saya harap ia tak lagi mengulangi perbuatannya, dan perhatian orang tua sangat diharapkan di sini.""Saya sudah memberikan pelayanan terbaik untuk anak-anak saya tapi apa boleh buat ... meski begitu terima kasih telah mengantarnya ke rumah, saya menghargainya," ucap Mas Didit sambil me
"Duduklah Bella tante akan menuangkan teh manis untukmu," ujarku sambil tersenyum."Baik, Tante," balasnya lirih. Kutuangkan segelas teh sambil melirik kedua anakku yang terlihat juga canggung dan saling melirik satu sama lain. Aku memberi isyarat senyuman kepada mereka agar mulai menyapa saudara tirinya."Bagaimana dengan progres kursus bahasa Inggrismu? Kayaknya kamu udah ketinggalan jauh deh," gumamku sambil menyodorkan cangkir teh kepadanya."Aku, tertinggal," jawabnya lirih."Mulai besok tante sendiri yang akan mengantarmu dan memastikan kamu nyaman berada di pusat pelatihan, nanti akan bicara kepada gurunya untuk memberikan tutor terbaik kepadamu," ujarku."Ya, seperti yang selalu dilakukan Mama kepada kami," ujar Imel yang sukses mengalihkan perhatian mas Didit dan anaknya. Mereka menatapku terpanah sementara aku hanya tersenyum saja."Pokoknya kalau ada apa-apa kalian tinggal bilang aja ke Mama, dan Mama akan mengatasinya untuk kalian.""Baik, Ma," jawab kedua anakku serenta
Kuperiksa kamar anakku dengan seksama, menyusuri setiap sudutnya setiap inci dari dinding hingga lantainya, takut mereka meletakkan sesuatu yang bisa meledak atau bisa menyetrum anakku. Orang-orang berpikir mudah sekali berurusan dengan seseorang dari dunia militer, sebenarnya tidak, tidak semudah itu.Dari instansi lain pun sama, hanya saja Tuhan menolongku untuk memudahkan aku menumbangkan Suryadi di hadapan majelis persidangan militer, setelahnya kini aku harus menghadapi beberapa tantangan karena beberapa orang yang masih setia kepadanya juga ikut menyimpan dendam, aku tidak bisa pungkiri kenyataan, karena realitasnya memang begitu.Aku membongkar 3 kamar hingga nafasku terengah-engah, namun tidak menemukan apapun. Di dalam pikiranku kemudian berpikir mungkin dia hanya sengaja menunjukkan diri untuk mengerti aku dan membuatku khawatir. Dia ingin menyerang secara psikologi dan membuatku terganggu hingga depresi. Tentu aku tidak akan membiarkan itu terjadi."Setelah kepulangan mas
Ketika mereka membalikkan badan, Kartika dan pria itu terkejut, bukan main kaget, sampai salha tingkah, sedang aku langsung menutup mulut dengan kedua tangan, menyembunyikan rasa terpana yang tidak terkira. Aku tak tahu apa harus marah atau menangis dengan pemandangan miris di depan sana, bersamaan dengan rasa iba pada Mas Yadi."Astaghfirullah, apa-apaan kamu Kartika?!' Mas yadi menggeram, mengepalkan tangan dan mendekat, ia maju dan bersiap memukul pria yang jadi pasangan selingkuh Kartika."Beraninya kau menggoda istriku," ujar Mas Yadi sambil melayangkan pukulan."Kau juga sedang bersama istriku, kau telah mempengaruhinya!" Balas pria yang jijik kusebut suami itu."Keterlaluan kau Didit, apa hubunganmu dengan istriku?""Tidakkah harusnya aku yang bertanya apa hubungan yang kau bangun dengan kantan istrimu?!" Mas Yadi membalikkan badan dan terkejut melihatku di belakangnya."Sakinah .....""Apa kau mau mengelak sekarang?" Pria jahat itu terkekeh sinis."Kartika teganya kamu, buru b
"Jadi kau izinkan aku pergi?""Begini saja, pergilah kau sendiri menemui istrimu aku akan memindahkan anak-anak bersama si Bibi ke perkebunan, anak buah Bendi akan mengawal mereka dan memastikan mereka selamat. Kurasa itu adalah jalan terbaik daripada harus mengikuti kau kesana kemari sementara mereka juga harus menjalani aktivitas belajar dan ujian mereka.""Kurasa masuk akal juga apa yang kau katakan, aku akan pergi kalau begitu," ujar pria itu sambil mengambil tasnya.Sebelum sempat keluar dari kamar, ia mendekat dan tanpa aba-aba dia mendaratkan sebuah kecupan hangat di keningku."Terima kasih masih menyimpan pakaianku," bisiknya lembut.Detik berikutnya, pria itu meninggalkanku begitu saja di dalam kamar ini, kamar yang dulu begitu penuh cinta dan aroma kerinduan. Aku jatuh terduduk di atas ranjang, meremas sprei yang dulu pernah menjadi saksi, betapa kami saling mencintai."Pada akhirnya sebagai suami, dia harus tetap bertanggung jawab kepada wanita yang sudah dia terima nika
Sesampainya di depan rumah berlantai dua milik kami, Bendi memasukkan mobilnya ke garasi dan langsung menurunkan rolling door garasi dengan rapat.Aku dan Mas Didit saling pandang namun tak berani banyak bertanya, dia lalu meminta Imel untuk menarik cat mobil yang merupakan tempelan untuk membantunya sehingga mobil yang tadi berwarna biru gelap sudah berubah menjadi putih.Setelah selesai ia mengganti pakaiannya dan masuk kembali ke mobil."Kamu gak mampir dulu?" tanya Imel."Aku harus pergi, sebelum polisi tahu bahwa kekacauan di tol tadi adalah perbuatanku," balasnya."Kau akan baik-baik saja?" untuk pertama kalinya pria itu terlihat mengkhawatirkan orang."Iya, Pak, saya akan baik baik saja.""Oh, aku lupa kau punya banyak pengawal," balas Mas Yadi.Pria itu hanya menggeleng pelan sambil tersenyum lalu berpamitan denganku dan anak perempuanku."Hati-hati ya," ujar Imel."Kenapa kau tidak menambahkan kata sayang di belakang kalimat hati-hati?" tanya pemuda itu mengulum senyum mem
"Itu Papa!" Seru anakku gembira dia membuka mobil dan langsung berlari ke arah papanya.Anak gadisku begitu gembira dan langsung menghambur memeluk papanya, pria itu juga bahagia dan langsung memeluk putrinya."Akhirnya Papa kelur juga, aku rindu," kata Imel, "tapi kenapa tangan dan kaki papa? Kenapa Papa jalannya pincang?"Tanya Imel yang mengomentari gerakan tubuh Mas Yadi, untungnya dia tak tahu bahwa pria itu habis tertembak dua minggu lalu."Apa kabar, Mas?" Sapaku sambil mengulurkan tangan menyalaminya, tanpa kuduga ia memelukku lalu menepuk belakang punggungku perlahan."Alhamdulillah aku baik sekarang," jawabnya tersenyum, sedang aku terbengong dengan sikapnya."Oh be-begitu ya, ba-baguslah." Sial, aku gugup dan canggung, sementara Bendi dan Imel saling melirik dan tersenyum."Kalo begitu ayo kita pulang," ajak Bendi."Lho, kamu siapa?" tanya Mas Yadi pada Bendi."Dia adalah orang yang sudah menolongku dan Imel dari penyekapan Mas, dia juga sering menjengukku ke rumah sakit d
Setelah mengambil semua surat menyurat yang sudah dibuat ulang dari kantor kuasa hukum kami, aku segera mengajak Bendi untuk pergi menjemput Mas Suryadi ke gerbang Rutan Pondok kopi.Mobil kami meluncur di jalan aspal yang mulus lalu berputar di lingkar Selatan dan menuju pinggir kota dimana pusat lembaga pemasyarakatan itu berada."Kamu yakin bahwa papa akan keluar jam 1 siang?""Iya mah begitu informasi yang aku dengar dari Pak Efendy dan petugas sipir yang menelponku," balasnya."Mudah-mudahan lancar ya," gumamku sembari berharap semoga berita tentang kebebasan Mas Yadi bukan hanya lobi semata antara polisi dan TNI, sementara pada kenyataannya hal itu tidak pernah terjadi."Apa semuanya akan aman bendi?""Kita harus tetap waspada nyonya, anda pun sekarang berada dalam incaran," balasnya."Apa? Apa maksudnya?""Lihat mobil Chevrolet hitam yang sedang mengikuti di belakang kita? Sejak dari rumah sakit tadi mobil itu terus mengikuti dan mengawasi, aku rasa mereka memang sudah mengi
Kubenahi rambut dan wajahku yang berantakan, aku merutuk karena pria itu menyakiti rahangku, demi Tuhan aku akan bersumpah bahwa dia akan membayarnya.Kini aku harus mencatat daftar panjang orang-orang yang akan aku tuntut dengan pembalasan. Ada William, Didit, Heri, dan sinoembuat masalah Kartika. Mereka bertiga sahabat yang harus dihancurkan.Tiba tiba muncul sesuatu dalam benakku, ide untuk mengadu domba mereka semua dan membuat mereka saling berselisih paham dan saling mencurigai. Perlahan kepercayaan satu sama lain akan tergerus dan hancur tak bersisa, lalu setelahnya, kuhancurkan mereka semua secara hukum juga.Tapi sejujurnya aku pun belum tahu akan memulai dari mana, sulit menentukan mana orang yang benar-benar bisa dipercaya dan mana yang tidak, mana yang tulus dan mana yang hanya modus, mana yang kawan mana yang berpura-pura menjadi kawan lalu menusuk."Aku harus segera menghubungi pengacaraku," batinku sambil meraih ponselku.Tak lama sambungan terhubung, pria yang sudah
Kedatangan orang itu memang mengejutkan, dia yang pernah melayani keluargaku dengan baik dan sempat berkonflik denganku karena membela Suryadi kini sudah berdiri di sini menyapa sopan lalu mengambil tempat duduk."Apa kabar Ibu?""Baik, Hendra, aku tak pernah menyangka kau akan datang, entah harus senang atau heran, tapi aku bersyukur atau kemurahan hatimu," balasku pelan."Saya merasa prihatin atas kabar yang terdengar terakhir kali, terlebih mengetahui bahwa Ibu yang sedang hamil disakiti," jawabnya."Terima kasih atas perhatianmu, bagaimana kabar istri anakmu?" tanyaku."Baik, Nyonya.""Oh, syukurlah."Sesaaat suasana menjadi hening dan kaku, aku dan Hendra sama sama diam, tak tahu harus membahas apa."Bagaimana kabar Letkol Suryadi sekarang?""Dia masih ditahan di kantor polisi," balasku."Bukannya beliau sudah bebas?""Iya, tapi ditahan lagi, itu juga karena aku," jawabku menerawang jauh."Pak Yadi tidaklah jahat, dia hanya salah langka karena menyukai Nyonya Kartika, Tapi saya
"Aku kenal seorang polisi korup, dia cukup dekat dengan Kapolda, jika Nyonya mau, mungkin aku bisa menjaminkan Suryadi dengan menemuinya." Pria itu terlihat memicingkan mata meminta pendapatku."Itu ide bagus, tidakkah mereka curiga kenapa seorang preman mau menjamin Suryadi?""Kenapa tidak, memangnya Anda pikir aku akan menggunakan identitas asli, sebagai seseorang yang kerap menjadi buruan polisi, Aku tidak bisa hidup tanpa menggandakan identitas Nyonya," bisiknya sambil tertawa miring."Kau benar, kadang aku pun ngeri dengan berurusan denganmu, salah langkah atau kurang uang selembar saja resikonya jauh lebih mengerikan daripada penjara," balasku tertawa."Sebetulnya aku melakukan bisnis ini demi uang namun ada beberapa hal yang tidak aku lakukan untuk keuntungan semata," jawabnya sambil mengedarkan pandangan ke segala arah."Jika begitu, lakukan apa yang menurutmu baik," balasku.Tiba tiba dari monitor kamera koridor yang terlihat dari balik panel kaca kamarku, kami dapat mel
"Tante ... aku cariin Tante sejak pertama kali Tante gak pulang, kemana aja," ujarnya sambil menangis."Aku ada masalah dengan Papamu," jawabku."Papa?" Gadis itu langsung menghentikan tangisannya dan nampak amat terkejut."Iya, dia yang sudah membuatku terbaring di sini, nyaris melumpuhkan dan membunuhku," "Ta-tapi kenapa? Bukankah Tante istrinya Papa, lalu kenapa bisa begitu?""Entahlah, hanya dia dan Allah yang tahu.""Aku menyayangi Tante seperti Mamaku, kenapa Papa harus berbuat setega itu?""Memang dia bilang apa denganmu tentangku?""Dia bilang Tante ssakit, tapi aku curiga karena Imel dan Siska ikut menghilang sannpergi dari rumah, balasnya mengusap air mata."Mungkin kita tak bisa serumah lagi, Nak,," ujarku sambil menggenggam tangannya."Kenapa, Tante sama Papa mau cerai?""Iya, dia bahkan hendak memenjarakannaku tanpa alasan andai tidak ada yang turun tangan menegaskan masalah ini, sekali aku minta maaf karena kita tak akan bersama lagi," balasku sambil mengusap wajahnya