"Dasar pecundang, sudah hampir mati masih berani pamer. Aku hancurkan mulutmu dulu!"Jovan berkata sambil mendatangi Leo. Febi masih ingin menghentikannya, tapi Leo buru-buru menariknya pergi.Jovan menunjukkan senyuman kejam dan menampar wajah Leo dengan keras.Leo menunjukkan senyuman menghina dan mengulurkan tangan untuk meraih pergelangan tangan Jovan.Jovan langsung terkejut dan berusaha keras menarik tangannya. Namun, tangan Leo seperti besi yang menjepit erat pergelangan tangannya."Krek!"Leo memelintir lengannya dengan pelan, lalu pergelangan tangannya langsung patah."Ah ...."Jovan langsung menjerit kesakitan. Jeritan itu sangat memilukan dan menakutkan untuk didengarkan.Leo menunjukkan cibiran, kemudian dia menampar perut Jovan. Jovan segera terpental mundur dan muntah darah. Matanya tampak sangat terkejut dan tidak percaya.Awalnya, Jovan berpikir bahwa setelah kaki Leo patah, pria itu akan dapat ditindas sesuka hatinya. Namun, Jovan tidak pernah membayangkan situasi akan
"Sialan!"Bruno mengangkat tangannya dan menampar wajah Jovan dengan keras. Suara tamparan itu tajam dan keras."Kak Bruno, kenapa kamu memukulku?" Jovan menutupi wajahnya yang sakit dengan terkejut dan marah."Sialan, kamu yang aku pukul."Setelah Bruno selesai berbicara, dia menampar wajah Jovan dengan keras lagi. Dia masih merasa tidak puas, jadi dia menendang perut Jovan hingga terjatuh.Aston sedikit bingung. "Kak Bruno, apakah kamu nggak salah pukul? Kalau kamu ingin bertarung, kalahkan bajingan ini.""Sialan! Beraninya kamu mencelakaiku."Bruno menampar Aston hingga terjatuh dan menendangnya dengan keras.Dia benar-benar kesal."Bruno, apa kamu gila!" Jovan berkata dengan marah, "Aku memintamu untuk membantuku, tapi kamu malah memukulku. Apakah kamu bosan hidup?""Diam!" Bruno berteriak dengan tegas, "Beraninya kamu menyinggung Pak Leo. Aku nggak akan menghentikanmu kalau kamu ingin mati, tapi jangan mencelakaiku."Setelah Bruno selesai berbicara, dia berbalik dengan cepat dan b
"Pak Leo ...."Awalnya, Bruno ingin terus memohon belas kasihan. Namun, ketika dia melihat mata tajam Leo yang seperti pedang, dia langsung ketakutan."Pak Jovan, aku minta maaf.""Bruno, beraninya kamu. Percaya atau nggak, aku akan meminta pamanku untuk mengeksekusimu!" teriak Jovan dengan ekspresi takut dan marah."Kalau aku nggak melakukannya, aku akan mati sekarang. Maafkan aku." Setelah Bruno selesai bicara, dia menendang alat vital Jovan.Samar-samar semua orang bisa mendengar suara ledakan samar. Mata Jovan tiba-tiba membelalak."Ah ...."Setelah itu, dia menjerit kesakitan dan berguling-guling di lantai sambil memegangi alat vitalnya."Febi, ayo kita pulang." Leo tersenyum lembut pada Febi.Febi tidak bisa tertawa. Dalam perjalanan pulang, dia menjadi semakin khawatir."Leo, kamu terlalu gegabah tadi. Jovan pasti nggak akan menyerah. Dia pasti akan mencari pamannya untuk membalaskan dendamnya." Wajah Febi tampak khawatir."Kamu adalah istriku. Nggak peduli siapa yang mengga
Setelah Febi pergi ke tempat karaoke, pasukan Phoenix melaporkan situasinya kepadanya tepat waktu. Setelah dia mendapatkan berita tersebut, Leo bergegas ke sana."Jadi begitu." Febi tidak ragu karena penjelasan ini sangat masuk akal.Saat keduanya kembali ke rumah, hari sudah gelap. Namun, ruang tamu Kediaman Keluarga Sharon sangat ramai. Seluruh anggota keluarga ada di sana. Selain itu, ada seorang pria muda yang duduk bersama Anna. Hubungan keduanya terlihat sangat dekat.Awalnya, pria itu sedang membicarakan sesuatu. Namun, ketika dia melihat Febi masuk, dia tiba-tiba terpaku.Napas Farel Hendery menjadi cepat. Awalnya, dia mengira Anna sudah sangat cantik. Namun, dia tidak menyangka Febi akan lebih cantik lagi. Febi tampak seperti peri.Anna memperhatikan ekspresi Farel. Hal ini membuatnya sangat tidak senang. Dia buru-buru memeluk lengan Farel sambil berkata, "Sayang, aku perkenalkan. Dia adalah sepupuku, Febi. Yang sedang duduk di kursi roda itu suaminya yang nggak berguna.""Sua
"Leo, jangan gegabah."Febi buru-buru membujuknya. Dia tahu sifat Leo. Sepertinya tidak ada orang yang tidak berani Leo pukul.Namun, Febi masih satu langkah lebih lambat. Saat Febi berbicara, Leo telah mengambil tindakan dan menampar wajah Farel."Plak!"Diiringi tamparan keras, mata Farel seketika membelalak. Ekspresinya tampak kaget dan tidak percaya."Plak!"Leo kembali mengambil tindakan. Dia menampar wajah Anna lagi.Anna tertegun dan menutupi wajahnya yang sakit dengan tidak percaya."Pe .... Leo, beraninya kamu memukul Pak Farel. Besar sekali nyalimu!"Dani dan yang lainnya terkejut. Mereka tertegun beberapa saat, lalu baru tersadar dan buru-buru berteriak.Awalnya, dia ingin memarahi Leo pecundang. Namun, dia khawatir akan membuat Leo kesal. Jika Leo menamparnya, Dani pasti akan merasa malu. Jadi, dia buru-buru mengubah panggilannya."Pak Farel, apa kamu baik-baik saja?"Setelah bereaksi, Santi, Eko dan yang lainnya buru-buru melangkah maju untuk bertanya dengan prihatin.Fare
"Leo, kamu terlalu gegabah. Kalau kamu bertaruh seperti itu dengan Pak Farel, kamu jelas akan kalah. "Setelah kembali ke kamar, Febi masih marah."Febi, kenapa kamu nggak percaya padaku sekali saja?" kata Leo sambil tersenyum getir."Aku juga ingin memercayaimu, tapi kamu harus memberiku alasan untuk memercayaimu?" kata Febi."Aku nggak tahu bagaimana menjelaskannya padamu. Bagaimanapun, kamu percayalah padaku. Kamu akan mengetahuinya besok." Leo menunjukkan senyum percaya diri.Meskipun Leo sangat percaya diri, Febi masih khawatir. Jadi, dia pergi berjalan-jalan di sekitar halaman."Nona Febi, ini sudah larut, tapi kamu masih belum tidur." Tiba-tiba Febi mendengar suara dari belakangnya.Febi menoleh ke belakang dan melihat orang itu adalah Farel. Kemunculannya membuat Febi terkejut. "Pak Farel, kamu belum pergi?""Keluargamu mengundangku untuk menginap. Aku sulit untuk menolak usulan mereka." Farel sangat bangga."Pak Farel, bisakah kamu menganggap taruhan antara suamiku dan kamu se
Farel tertegun sejenak. Ray mengabaikannya dan bergegas ke arah Febi. Dia bahkan memanggil Febi sebagai nyonya dengan ekspresi menyanjung. Apa yang terjadi?Sementara Febi juga terkejut. Dia tanpa sadar memegang Air Mata Malaikat di lehernya dengan tangannya.Dia merasa Ray pasti mengenali Air Mata Malaikat ini. Namun, benda ini palsu. Jika ketahuan, Febi mungkin akan mati.Febi diam-diam menyalahkan dirinya sendiri karena terlalu ceroboh. Dia datang ke Perusahaan Aksara. Dia bahkan lupa melepas untuk Air Mata Malaikat palsu ini.Orang lain juga tampak terkejut dan tidak percaya."Paman Ray, kamu nggak salah orang? Dia adalah putri Keluarga Sharon dan pecundang ini adalah suaminya. Kenapa kamu memanggilnya Nyonya?" tanya Farel dengan bingung."Plak!"Ray mengangkat tangannya dan menampar Farel.Farel menutupi wajahnya yang sakit dengan ekspresi kaget dan marah. "Paman, kenapa kamu memukulku?""Aku hanya menghukumnya dengan ringan. Kalau kamu berani nggak menghormati Nyonya lagi, aku ak
Farel tidak memohon, melainkan malah mengancam, "Leo, kamu harus berpikir jernih. Apa kamu bisa menahan amarahku?""Leo, lupakan saja." Febi merasa sedikit luluh.Leo menyeringai. Lalu, dia berkata sambil memandang Ray. "Pak Ray, sepertinya orang-orang ini nggak menganggap kata-katamu."Ray langsung marah. "Sepertinya kalian benar-benar bosan hidup. Pengawal, seret mereka pergi, potong tubuh mereka dan berikan makan binatang!""Jangan. Aku akan memenuhi taruhannya."Kevin adalah orang pertama yang merasa takut. Lalu, dia memanggil Leo dengan sebutan kakek."Aku makan, aku akan makan." Farel juga ketakutan.Sementara Anna tidak perlu dikatakan lagi. Dia sangat takut mati, jadi dia sudah berlari sambil melepas pakaiannya."Pak Leo, Nyonya, silakan masuk!"Ray mengundang mereka berdua dengan hormat.Setelah sampai di ruang tamu, Ray membuatkan teh untuk mereka berdua dan menyerahkan surat undangan untuk mengikuti tender pada Febi dengan kedua tangannya. Sikapnya tampak sangat hormat.