Ayora dan Alia sedang minum kopi bersama untuk menghilangkan rasa kantuk di jam siang. Ayora menyenggol lengan Alia saat Abian muncul tiba-tiba, berjalan ke arah mereka—datang menghampiri. Alia tidak menggubris hingga membuat Ayora dengan kasar menyenggol lengannya.“Kenapa, sih!” Alia kesal. Kopi yang sedang diminum hendak tumpah dan belepotan di mulut.“Itu, lihat!”Alia menoleh kepala sambil menyeruput kopi. Alia tersedak dan terbatuk-batuk, sepasang mata menangkap sosok Abian berjalan tegap, dan gagah. Dengan gelagapan meminta tisu pada Ayora untuk membersihkan bibir yang terkena kopi.Astaga!Lelaki itu terlihat tampan hari ini. Apalagi memakai jas dokter. Membuat ketampanan Dokter muda itu bertambah.“Sial!” Alia mencelutuk dalam hati.“Alia.”Alia dibuat ketagihan mendengar suara Abian memanggil dirinya. Itu sangat, sangat merdu di telinga. Alia ingin mendengar satu sekali lagi. “Alia ....”Oh, shit! Panggilan kedua lebih keras dari panggilan pertama dan begitu lembut di teli
“Selamat siang. Maaf dengan siapa?” Alia menyapa terlebih dahulu dengan sopan.“Saya Tiffany, Mamanya Misella. Kamu masih ingat?”Dheg! Jantung Alia mulai berdebar tidak karuan. Mata Alia membulat. Seketika berdiri dari duduk. Betapa kagetnya setelah mengetahui siapa yang menelfonnya.Tiffany? Mengapa wanita itu menelfon dirinya? Dari mana mendapatkan nomor Alia?Abian ikut dibuat rasa penasaran. Ingin bertanya, tapi diurungkan setelah melihat ekspresi wajah Alia.“Ah, Tante Tiffany. Ya, Alia ingat.” Alia masih tercengang. Baru saja dirinya dan Abian membicarakan kedua orang tua Misella. Kini Mama Misella menelfonnya tanpa diduga.Sungguh ini tidak terduga.Wah, apa yang dikatakan Alia terkabul.“Apa kamu sibuk?” tanya Tiffany disebrang sana.“Tidak sama sekali, Tan.” Alia menjawab ramah. Ya. Alia tidak ingin attitude di cap buruk oleh Tiffany.“Maaf menganggu waktumu.”“Tidak apa. Alia sedang di jam istirahat. Ada apa ya, Tan?”“Tante ingin mengundangmu makan malam. Sebagai perminta
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Alia. “Apakah kamu akan memberitahu padanya setelah apa yang kita lakukan?” Alia mendorong dada Abian.Tidak pernah menyangka, Abian akan berbuat nekat mendatangi rumahnya. Hal itu membuat Alia tidak nyaman dan rasa ketakutan muncul bila Abian membuka suara pada suaminya.Abian mundur dua langkah akibat dorongan Alia. “Apa aku harus memberitahunya?” Alia panik. Wajahnya menegang dan memerah. Jangan sampai Fahmi tahu karena akan menggagalkan rencana. “Kamu menakutiku?”Abian memajukan wajahnya. Memiringkan kepalanya lalu berbisik tepat di telinga Alia, “Tidak bermaksud menakutimu.”“Aku tidak menyuruhmu untuk datang ke rumah.”“Memang,” balas Abian. “Fahmi tidak tahu kamu bersiap balas dendam, melaporkan ke polisi agar kedua orang berselingkuh dipenjara, dan mengajukan perceraian, bukan? Atau lelaki itu menyadari?” Abian berbisik sangat pelan di daun telinga Alia. “Apa aku harus memberi tahunya?”Mendengar itu Alia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Bisik
Alia duduk di kursi penumpang belakang. Matanya menatap sebal, memperhatikan kedua anak dan Ibu sedang bercengkrama. Sementara Alia? Diabaikan di belakang layaknya pembantu diajak belanja bulanan.Huh.Andai Fahmi tidak memaksa untuk menjemput wanita tua arogan itu, pasti Alia sudah merebahkan tubuh di atas ranjang. Beristirahat dengan tenang.Hari-hari yang Alia lalui terasa padat dan sibuk. Dia bahkan belum sempat untuk mengecek ponsel Fahmi. Alia yakin, pesan yang dikirim ke Misella belum dihapus dan galeri banyak foto mereka bermesraan. Mungkin ada vidio saat berhubungan intim yang telah direkam dan di simpan.Alia merasa untuk berpisah dengan Fahmi dipersulit dan diperlambat. Banyak masalah yang belum Alia selesaikan. Kini masalah datang silih berganti. Tiffany menginap di rumahnya.Fahmi baru membelikan mobil mahal untuk Misella.Duh, Kepala Alia berdenyut pusing. “Alia ...” panggil Tiffany tanpa menoleh. “Masih sakit hati dengan perkataan Mama?” tanyanya.Alia tidak sakit hat
“Apa yang akan kamu lakukan? Jangan-jangan kamu akan membakar Misella hidup-hidup?”Alia tertawa terbahak-bahak sambil memukul punggung Marsha sebab tebakannya menggelitik perutnya. Alia tidak sejahat itu hingga berniat membunuh seseorang.“Haha. Mana mungkin aku membakarnya,” ucap Alia disela tawa yang pecah. “Ada-ada saja kamu.”Marsha berekspresi datar, dibuat tidak mengerti apa yang akan dilakukan Alia. Bensin? Untuk apa?“Lalu? Untuk apa kamu menyuruhku membeli bahan bakar?” tanya Marsha untuk kesekian kali.Alia menghentikan tawanya. Raut wajah berubah serius. Diam sejenak, lalu mengajukan pertanyaan, “Kamu tidak tahu suamiku membeli mobil baru untuk Misella?”“Tidak. Aku tidak tahu tentang itu,” jawab Marsha cepat. “Bagaimana kamu tahu?”“Aku mendapatkan informasi dari seseorang,” balas Alia. “Aku butuh bantuanmu.” Marsha menggerutkan kening. Alia menjelaskan apa yang harus dilakukan Marsha, dia menyuruh Marsha masuk ke dalam apartemen Misella untuk mengambil kunci mobil baru
“H-hah? Apa? Polisi?” Misella membasahi bibir bawahnya. “M-maksudnya Mbak Alia akan mengajukan laporan hubungan kita?”Sebenarnya laporan polisi yang akan dilakukan Alia hanya sebagai gertakan, memberi efek jera kepada Fahmi dan Misella. Tetapi Alia tidak akan segan melakukan itu.Fahmi mengangguk. Menaruh segelas kopi di atas meja lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Menunduk ke bawah, kedua tangannya memegangi kepala dengan frustasi.Bagaimana kalau Alia serius melaporkan ke polisi?Apakah dirinya dengan Misella akan dipenjara?“Iya. Alia mengatakan itu tadi pagi,” balas Fahmi dengan lirih.Misella panik. Menggigit kuku. “Alia tidak serius kan, Mas? Siapa tau dia hanya menggertak kamu,” ucap Misella berpikir positif.Tidak! Tidak mungkin. Alia tidak mungkin sejahat itu melaporkan Fahmi ke polisi. Misella juga tidak mau dipenjara. Misella dilanda antara panik dan emosi.Fahmi mengangkat kepalanya, menoleh pada Misella, dan mengangkat kedua bahunya. “I don’t know. Tapi yang jelas Al
Aksi nekat Alia membakar mobil mewah milik Misella yang dibelikan oleh suaminya sudah bulat. Alia menghampiri Marsha yang sudah sampai lebih dahulu ke sebuah tempat terpencil dengan hamparan rerumputan. Bermodal dengan senter dan sorot lampu mobil Marsha sebagai menerangkan di gelapnya malam itu.“Kamu sudah membeli bensin lagi?”Marsha mengangguk. Alia memberi kode supaya Marsha mengeluarkan botol berisi bensin dari bagasi mobilnya. Dibuat takjub karena Marsha membeli bensin lebih dari sepuluh botol.“Al,” panggil Marsha dengan ragu. “Kamu yakin akan melakukan ini? Harga mobil tidak murah, lho.”Alia mengangguk sebagai jawaban.Botol berisi bensin itu sudah tergeletak tak jauh dari mobil yang akan dibakar. Satu botol ada ditangan Alia, Marsha menyaksikan Alia mulai menuangkan bensin ke sekujur mobil tersebut hingga menuangkan ke dalam mobil hingga tersisa satu botol. Sisa bensin itu digunakan untuk menuangkannya pula ke rerumputan di sekitarnya.Marsha mengigit kuku berkali-kali. T
Mobil Fahmi sampai di titik lokasi kejadian, di mana Alia membakar mobil baru itu dengan tak tanggung-tanggung. Tidak memikirkan perasaan kedua orang itu.Fahmi turun dari mobil diikuti oleh Misella. Keduanya memasang wajah syok dan tidak bisa berkata-kata. Kaki mereka berdua lemas seketika.Kemudian terdengar nada jeritan dari Misella. “ARGHHHH! I'M SO MAD!!!” (Aku sangat marah.)Misella menjerit tertahan sembari menjambak rambutnya sendiri. Dia sangat menyayangkan mobil itu karena harga tidaklah murah. Matanya berkaca-kaca memandangi mobil barunya dilalap api.Sementara Fahmi berkacak pinggang memandangi mobil terbakar tepat di depan matanya. “Istrimu sudah keterlaluan, Mas!” murka Misella. Tangannya mengepal kuat-kuat. “Berani sekali mencuri mobilku lalu membakarnya, huh?!” Misella sangat geram dan emosi pada Alia.Alia memang sudah keterlaluan. Fahmi juga tidak pernah menyangka Alia akan melakukan aksi segila ini. Dada Fahmi naik turun menahan emosi yang menggebu-gebu. Matanya