Sejujurnya Alia agak minder datang ke pesta, baru datang saja semua mata tertuju pada Alia. Ah ... lebih tepatnya tertuju pada ketampanan Fahmi. Para wanita tidak bisa berhenti untuk tersenyum pada Fahmi, bahkan ada yang terang-terangan memuji tampang wajah Fahmi dan badannya.
Alia mengumpat sejadi jadinya dalam hati. Dia menyesal sudah menghadiri pesta ulang tahun Misella.
“Hai ....” sapa Misella. Wanita cantik itu tersenyum lebar melihat Fahmi datang. Misella di temani Robert, Tiffany, dan sahabatnya bernama Marsha. “Kalian berdua datang? Aku kira tidak akan datang.”
Alia hanya tersenyum. Terlalu malas untuk menanggapi.
“Ya. Harus datang dong,” balas Fahmi.
Misella memperkenalkan Fahmi dan Alia pada kedua orang tuanya. “Ma, Pa. Kenalin ini
“Apa kamu bisa menjelaskan, Mas?” Alia bertanya masih belum mengerti apa yang telah terjadi pada Fahmi dan Misella. Kedua matanya sudah memanas, memandang Fahmi untuk memaksa mengatakan sesuatu dari mulut. Bila memang yang dikatakan keluarga Misella itu benar atau salah. Tetap membuatnya akan luka. Sungguh! Alia muak dengan semua ini. Rasanya ingin marah, semarah-marahnya. Saking marahnya hampir saja air mata jatuh. Alia tidak mau menangis di depan orang. Apalagi sekarang mereka tengah menjadi pusat perhatian para tamu. “Jawab, Mas!” Alia menuntut penjelasan. “T-tenang dulu,” balas Fahmi dengan perasaan semakin membuncah tidak bisa berkata-kata. “Tenang katamu? Bagaimana aku bisa tenang!” Suara Alia terdengar tertekan, sementara Misella memohon pada kedua orang tuanya untuk tidak membahas masalah te
Misella menarik tangan kedua orang tuanya ke belakang, jauh dari kerumunan. Helaian napas panjang dari Misella, memandang Robert dan Tiffany bergantian.“Papa sama Mama kenapa sih?” Misella menuntut penjelasan tentang kejadian tadi. Menurutnya apa yang telah dikatakan kedua orang tuanya membuat harga dirinya hancur di depan orang banyak. Di depan dokter, perawat, dan para undangan lainnya. “Itu memalukan!”“Memang kenapa? Apa yang Papa katakan tadi itu fakta, Sella. Papa bicara apa adanya.” Robert membela diri. “Lagipula Papa tidak suka dengannya,” lanjutnya dengan tatapan benci.Misella tersenyum miring. Tak percaya Robert membenci Fahmi. “Benci, Pa? Lalu dengan seenaknya mengungkit masa laluku dengan Dokter Fahmi di depan umum?”Misella emosi. Berusaha semaksimal mungkin untuk tidak mengelua
“I'm falling apart. I can barely breathe with a broken heart still bearing.”Alia memejamkan mata, membayangkan suaminya having sex dengan Misella di depan matanya sendiri. Saling melucuti pakaian dalam satu sama lain sambil berciuman panas, mendesah, mengerang panjang menikmati permainan di ranjang.Damn!Alia membuka mata, kembali pada kesadarannya saat ini berdiri paling belakang—menghadiri pesta ulang tahun Misella.Untuk sekedar membayangkan saja membuat Alia mual. Menjijikkan sekali! Bagaimana kalau mereka benar-benar having sex di depan mata Alia? Nyata! Bukan khayalan! Alia tak sanggup.Tangan Alia mengepal kuat-kuat hingga kukunya menusuk kulit. “Lelaki berengsek!” Alia mengumpat. Rasanya ingin mengumpat sejadi-jadinya.
Alia menatap pesta ulang tahun Misella. Merasa dibohongi. Merasa dikhianati. Dia kalut luar biasa. Tiba-tiba ponsel bergetar. Alia memeriksa pesan masuk dari nomor misterius—mengirimkan foto. Apa ini? Jantung Alia berdebar saat mengklik foto itu agar terlihat jelas olehnya. Rupanya foto bersama, Fahmi dan Misella tanpa mengenakan busana. Berpelukan hangat dibalik selimut yang tebal. 'Namanya Misella. Sang penggoda,' tulis pesan dari nomor misterius. Alia menggigit bibir bawahnya. Kenapa nomor misterius baru memberi tahu sekarang? Kenapa tidak jauh-jauh hari sebelum Alia mengetahui semuanya sendiri di depan mata dan mendengar jelas dari kedua orang tua Misella. “Persetan!” umpat Alia dengan gemuruh hati. Nomor misterius itu memang sudah tahu siapa wanita
"I am this person who thinks that all the happiness in the world isn't for me. Overthinking is a skill I can't stop doing. And I hurt myself by creating fake scenarios where I was there smiling, laughing, and happy, where in real life I would never be any of those."(“Aku adalah orang yang berpikir bahwa semua kebahagiaan di dunia bukan untukku. Berpikir berlebihan adalah keterampilan yang tidak bisa aku hentikan. Dan aku menyakiti diri sendiri dengan membuat skenario palsu di mana hanya ada aku di sana, tersenyum, tertawa, dan bahagia, di mana dalam kehidupan nyata aku tidak akan pernah menjadi salah satu dari itu.”)***“Kenapa kamu mengikutiku, huh? Urus saja dulu istrimu!”Misella berkata dengan nada ketus pada Fahmi saat mereka berdua di dalam lift. Suasana hati Misella tidak enak, sejak Fahmi memperkenalkan Alia sebagai istrinya.
Misella sadar telah terhanyut ciuman dari Fahmi. Dia melepaskan bibirnya, menjauh, menunduk dengan ekspresi sedih—memikirkan apa yang terjadi hari ini.“Kenapa?”Misella tidak menjawab. Lalu selanjutnya Misella rasakan hanya bibir Fahmi memakan bibirnya. Mengigit bibir bawahnya hingga kaki Misella lemas. Fahmi menunjukkan kemampuan bermain lidah dengan handal. Membuat Misella kembali jatuh dalam permainannya.Fahmi menciumnya untuk mengatakan bahwa Misella miliknya, begitu juga sebaliknya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Lelaki itu menyuruh Misella untuk bersabar untuk memiliki dirinya seutuhnya.Misella mengangguk pelan. “Yes. I will be patient.” (Aku akan bersabar.)Misella membalas ciuman Fahmi.Ciuman Fahmi terasa sejuk sekali bagi Misella. Rasanya menenangkan. Sepertinya d
“Are you okay?” Yura bertanya saat melihat wajah Alia pucat.Alia mengangkat kepalanya, menutup ponselnya lalu berdiri dari duduk. “Aku baik-baik saja,” dusta Alia. Ketika berdiri, tubuhnya terhuyung dan hampir jatuh karena tidak mampu menahan. Untunglah Yura dengan sigap membantu Alia.Semenjak Erza mengajak Fahmi berbicara. Alia mendapatkan pesan masuk dari nomor misterius. Alia langsung syok, lemas dan ingin muntah setelah melihat foto yang dikirimkan dari nomor itu.Foto Misella dan Fahmi berciuman di dalam kamar hotel.Bagaimana nomor misterius itu bisa mempergoki mereka berdua? Aneh.“Ada apa denganmu?” Yura khawatir. “Kamu sakit?”Di sana hanya Yura yang peduli dengan keadaan Alia. Tamu lain sibuk bergosip, tertawa, dan bercengkrama dengan circle masing-mas
“Kamu sudah melakukan apa dengan Dokter Misella?” Vokal itu terdengar dingin. “Maksud kamu?” Ekspresi Fahmi berubah dalam sekejap. Alia mengangkat ponselnya, memperlihatkan foto ciuman Fahmi dengan Misella. Tentu. Fahmi ketar-ketir dan kelabakan tidak bisa berkata-kata. Kedua bola mata sudah membulat, wajahnya memerah, dan rahang mengeras. “Dia Dokter Misella. Dokter Sella yang selama ini aku cari.” Alia tertawa kecil. Menertawakan apa yang terjadi pada hari ini. Bad day! “Wow ... Rupanya dia lebih cantik dari yang aku bayangkan. Sekarang aku mengerti mengapa kamu terpikat olehnya.” Fahmi mengunci bibir rapat-rapat. “You fucked her?