Fahmi tertegun. Cincin itu telah hilang dan selama ini dicari. “Dari mana kamu menemukan cincin ini, La?"
Alia tidak mau menjawab. Tidak mungkin mengatakan menemukan di mobil Fahmi, sementara dia telah menggeledah mobil secara diam-diam.
“Kenapa kamu membeli cincin semahal itu? Cincin untuk siapa?” tanya Alia the points. Menuntut penjelasan. “Untuk wanita lain?” sindir Alia dengan senyuman sinis.
Fahmi gelagapan. “Aku membeli untukmu," jawabnya ragu-ragu.
“Yakin cincin itu buat aku? Harga sampai 53 jt lho, Mas.”
Fahmi mengangguk cepat. “Ya, yakin dong! U-u-untuk siapa lagi?" Dia meyakinkan Alia.
Alia yang tahu kenyataan cincin itu bukan untuk dirinya hanya bisa tertawa. “Bullshit! Mau sampai kapan kamu bohongin aku, Mas? Aku tuh capek dibohongi terus!” Alia meluapkan apa yang dirasakan. “Kamu sadar? Sudah berapa kali berbohong! Bohong terus-terusan, sampai kamu bohong sudah menjadi makanan keseharian aku!” tegas Alia,
Misella menyapa Alia seperti menyapa pasien lainnya."Sebelumanya kita pernah bertemu?" ucap Alia. "Wajahmu tidak asing lagi."Misella tersenyum. Senyuman mengerikan. "Benar! Kita pernah bertemu dua kali. Pertemuan pertama saat tidak sengaja menjatuhkan ponsel dan pertemuan kedua di Mall saat membeli anting-anting."Alia terkagum. "Ingatan Dokter tajam juga.""Kamu istrinya dari Dokter Fahmi bukan?"Alia menjawab dengan anggukan."Dia dokter yang sangat terkenal di rumah sakit Havanna," ujar Misella.Alia hanya tersenyum. Sekarang tidak ingin membahas Fahmi. Ya. Fahmi memang sebagai dokter profesional, bertanggung jawab pada pasien, tapi orang-orang tidak tahu betapa bejatnya Fahmi."Okay. Mari kita mulai konsultasinya. Apa yang menggangu pikiranmu Alia?" tanya Misella.Diam."Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau kamu diam saja."Ah, tujuan Alia ke rumah sakit Havanna sebenarnya untu
Misella menjadi canggung pada Alia. Pasalnya, dirinya sebagai orang ketiga dalam keluarga Alia dan Fahmi."Ah ..." Misella menjeda ucapannya. "Mungkin, aku akan mencari bukti perselingkuhan yang dilakukan suami dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."Sepemikiran dengan Alia. Alia ingin mencari bukti kuat terlebih dahulu."Lalu, melabrak orang tiga. Itu solusi yang tepat?"Lagi-lagi Misella dibuat diam. Jangan-jangan Alia ingin melabrak dirinya? Misella tidak bisa membayangkan jika Alia datang padanya untuk melabrak dan berteriak sebagai pelakor. Reputasi akan buruk. Nama Misella sebagai dokter kejiwaan akan tercoreng hanya karena menjadi orang ketika."Pertimbangkan akan melabrak orang ketiga atau tidak.""Okay. Sekarang aku paham."Hei. Sadarlah. Wanita yang selama ini Alia cari, sudah ada di depan mata! Dia wanita yang telah membuat suami berpaling dari Alia."Oh, ya. Apakah kamu mau datang ke pesta ulang tahunku
“Dokter psikiater siapa?”Kenapa Fahmi bertanya? Mungkin saja Alia berkonsultasi dengan Yura atau dokter kejiwaan lainnya.“Dokter Misella,” jawab Alia.Rahang Fahmi mulai mengeras saat mendengar jawabannya. “Kenapa kamu berkonsultasi dengannya? Apa tidak ada rumah sakit yang ingin kamu kunjungi hah?!” Fahmi menjadi sensitif, marah dan kesal.Alia tidak mengerti pada perubahan mood Fahmi yang mendadak memarahi dirinya. “Kenapa kamu jadi marah hanya karena aku mendatanginya sebagai pasien?”Fahmi menarik napas. “Maaf.”“Bukankah sebelumnya kamu mengizinkan aku datang ke sini? Jadi, kenapa kamu seperti tidak nyaman aku datang?“ Alis Alia terangka
Seketika Erza menoleh ke samping, di mana Alia berdiri. “Dokter Sella?”Alia mengangguk. Dia melihat perubahan ekspresi dari Erza, tampak tegang. “Kamu mengenali Dokter yang bersama Sella? Aku sudah bertanya pada yang lain, tidak ada yang mengenalinya. Dia bekerja di rumah sakit ini, 'kan?”Berbagai pertanyaan Alia, Erza tidak bisa menjawab. Terjebak dalam pikirannya sendiri, dia tahu siapa sebenarnya Dokter Sella. Siapa lagi kalau bukan Misella? Hanya beberapa orang yang tahu nama panggilan Misella adalah Sella bukan Misella.“Um ... A-anu ....” Erza menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Bingung. Bimbang. Gelisah. Apa harus mengatakan sejujurnya atau berpura-pura tidak tahu?“Bagaimana?” Alia sudah tidak sabar
"Tidak perlu mencari terlalu jauh. Sella yang kamu cari sudah ada di depan matamu. Kamu pernah bertemu dengannya beberapa kali.”Sudah beberapa hari Alia masih memikirkan clue yang diberikan oleh Erza. Alia tidak mungkin mengemis pada Erza untuk memberi tahu, Alia harus mencari tahu sendiri.Wanita yang pernah bertemu dengannya?Siapa?Alia tidak bertemu dengan banyak wanita. Seharusnya tahu wanita yang paling dekat dengan Fahmi, nyatanya Alia tidak tahu banyak tentang Fahmi.Sial!!!!Bagaimana bisa seorang istri tidak tahu apa-apa tentang suaminya? Bahkan Alia hanya tahu, Fahmi hanya memiliki sahabat bernama Erza. Apa Fahmi mempunyai sahabat wanita? Tidak. Fahmi tidak pernah berhubungan dengan wanita sebelumnya karena sibuk bekerja.Ta
Sejujurnya Alia agak minder datang ke pesta, baru datang saja semua mata tertuju pada Alia. Ah ... lebih tepatnya tertuju pada ketampanan Fahmi. Para wanita tidak bisa berhenti untuk tersenyum pada Fahmi, bahkan ada yang terang-terangan memuji tampang wajah Fahmi dan badannya.Alia mengumpat sejadi jadinya dalam hati. Dia menyesal sudah menghadiri pesta ulang tahun Misella.“Hai ....” sapa Misella. Wanita cantik itu tersenyum lebar melihat Fahmi datang. Misella di temani Robert, Tiffany, dan sahabatnya bernama Marsha. “Kalian berdua datang? Aku kira tidak akan datang.”Alia hanya tersenyum. Terlalu malas untuk menanggapi.“Ya. Harus datang dong,” balas Fahmi.Misella memperkenalkan Fahmi dan Alia pada kedua orang tuanya. “Ma, Pa. Kenalin ini
“Apa kamu bisa menjelaskan, Mas?” Alia bertanya masih belum mengerti apa yang telah terjadi pada Fahmi dan Misella. Kedua matanya sudah memanas, memandang Fahmi untuk memaksa mengatakan sesuatu dari mulut. Bila memang yang dikatakan keluarga Misella itu benar atau salah. Tetap membuatnya akan luka. Sungguh! Alia muak dengan semua ini. Rasanya ingin marah, semarah-marahnya. Saking marahnya hampir saja air mata jatuh. Alia tidak mau menangis di depan orang. Apalagi sekarang mereka tengah menjadi pusat perhatian para tamu. “Jawab, Mas!” Alia menuntut penjelasan. “T-tenang dulu,” balas Fahmi dengan perasaan semakin membuncah tidak bisa berkata-kata. “Tenang katamu? Bagaimana aku bisa tenang!” Suara Alia terdengar tertekan, sementara Misella memohon pada kedua orang tuanya untuk tidak membahas masalah te
Misella menarik tangan kedua orang tuanya ke belakang, jauh dari kerumunan. Helaian napas panjang dari Misella, memandang Robert dan Tiffany bergantian.“Papa sama Mama kenapa sih?” Misella menuntut penjelasan tentang kejadian tadi. Menurutnya apa yang telah dikatakan kedua orang tuanya membuat harga dirinya hancur di depan orang banyak. Di depan dokter, perawat, dan para undangan lainnya. “Itu memalukan!”“Memang kenapa? Apa yang Papa katakan tadi itu fakta, Sella. Papa bicara apa adanya.” Robert membela diri. “Lagipula Papa tidak suka dengannya,” lanjutnya dengan tatapan benci.Misella tersenyum miring. Tak percaya Robert membenci Fahmi. “Benci, Pa? Lalu dengan seenaknya mengungkit masa laluku dengan Dokter Fahmi di depan umum?”Misella emosi. Berusaha semaksimal mungkin untuk tidak mengelua
Para tamu bertanya-tanya termasuk Misella ikut terheran. Sontak Abian dan Alia menutup mulut tak percaya. Dikejutkan dengan kehadiran kedua orang tua Abian yang tiba-tiba datang bergabung di acara tersebut. Tak disangka-sangka mendapat surprise dari keluarga Abian. Ayah Mario, Ibu Caroline, Kak Amber dan juga Xylia si gadis kecil bule dengan rambut pirangnya."Sepertinya mereka dari keluarga terpandang," batin Misella menebak.Amber melambaikan tangan pada Abian dengan semangat sekali dan senyum lebarnya. Keluarga Abian pun semakin mendekat. Hati Alia terenyuh dengan kedatangan mereka. Alia pikir, keluarga Abian sangat mustahil untuk menginjak kaki di Jakarta. Sebab mereka lebih menyukai berada di Bali ketimbang di Jakarta, seperti pertama kali Abian memperkenalkan Alia pada keluarganya di Bali. "Siapa mereka?" ucap Papa Alia kebingungan."Mereka Keluarga saya, Pa. Ibu, ayah, dan kakakku dari Amerika," jawab Abian cepat. "Saya kira tidak akan datang."Tiffany melongo, begitu juga den
Sembilan bulan kemudian .... Setelah kejadian mengerikan di Belleza, rencana Robert berhasil total dan kematian Fahmi tidak membuat orang menaruh kecurigaan. Itulah gelapnya tinggal di hunian modern itu. Siapapun yang mempunyai uang, dia akan berkuasa. Pada dasarnya uang segalanya, termasuk uang membuat orang lain tutup mulut.Di hunian elit, Belleza unit 002 milik keluarga Robert.Keluarga Robert hidup jauh lebih bahagia daripada tahun kemarin. Kini Kayla sudah bisa berbicara walaupun belum amat jelas. Tingkah lucu dan nada bicara cadel Kayla sangat menghibur mereka. Apalagi Kayla cukup tanggap, pasti tumbuh besar menjadi anak pintar. "Kayla sayang ...!" Tiffany berteriak, melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya. Saking kangennya dengan cucunya. "Nenek datang!"Kayla baru turun dari tangga dituntun oleh Misella. Misella langsung berkata, "Hayo, siapa yang datang itu, Kay?" nunjuknya ke arah pintu.Awalnya Kayla sempat bingung, tapi langsung sadar. Tubuh mungil itu berlari untuk
Deg."APA KATAMU?!" Robert sangat terkejut. Berdiri dengan sorot mata tidak percaya. "Putriku tidak mungkin melakukan itu!"Bella terkaget-kaget. Tiffany yang baru sadar dari pingsan, syok kembali. Membekap mulutnya tidak menyangka. "T-tidak! Putriku bukan anak pembunuh!" Geleng-geleng kepala. "Pasti ada kesalahpahaman. Iya, kan?!""Maaf ... Saya melihat dengan kepala saya sendiri! Bahwa Putri Anda yang mendorong Fahmi!" tegas pengawal itu meyakinkan. "Harus ke atas sekarang kalau tidak percaya."Mereka langsung berlari-lari naik tangga menuju kamar Kayla. Mulut mereka terbuka lebar saat melihat jendela kaca telah hancur. Mata masing-masing menangkap punggung Misella, berdiri di antara serpihan kaca berserakan di lantai. Tidak ada yang memperdulikan betapa cantiknya warna kembang api di menyala-nyala.Robert membalikkan badan Misella. "Apa yang sebenarnya terjadi?!" tanya Robert butuh penjelasan. "Kenapa begitu berantakan di sini?!" tambah Robert.Kesadaran Misella kembali saat kedat
"T-tapi Tuan ...." "Tidak ada tapi tapi!" Robert masih punya secuil rasa kasihan setelah melihat Fahmi begitu mengenaskan. "Beri waktu dua menit dan awasi dia jangan sampai menyentuh sedikitpun cucu saya! Kalau cucu saya sedang tidur, jangan sampai lelaki itu membangunkan!""Baik Tuan." Body guard menurut, mereka pun menghampiri Fahmi. "Hei! Ayo jalan!" perintahnya karena Fahmi hanya diam tak bergerak. "Cepat jalan! Sebelum Tuan Robert berubah pikiran!"Fahmi pun berjalan pincang naik ke arah tangga dikawal ketat. Meninggalkan Robert di bawah bersama putri pertama. Bella dengan penuh amarah menghampiri Robert yang melamun dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana."Papa!" teriak Bella. "Papa yang benar saja membiarkan lelaki bajingan itu menemui Kayla?! Di atas juga ada Sella!" Marah Bella, geleng-geleng kepala kenapa Papanya berbuat demikian.Robert menatap putri pertamanya. "Sudah. Kamu jangan marah begitu," tanggap Robert
Robert kembali ke apartemen karena baru selesai menyelesaikan beberapa pekerjaan mendadak di hari tersebut. Awalnya Robert ingin menikmati waktu malam tahun baru bersama sang istrinya, alhasil gagal. Saat pulang lelaki tua geram setelah mendapatkan pesan dari putrinya. "Dia datang sendirian?" tanya Robert pada dua body guard itu.Salah satu body guard menjawab, "Sepertinya sendiri, Tuan. Saya mendapat notif panggilan banyak sekali dari putri dan istri Anda.""Kenapa dia ada di sini?" Napas Robert terdengar berat. Sangat heran sekali. "Apa tidak punya harga diri?" sinisnya mengingat wajah Fahmi yang begitu memuakkan."Mungkin dia lapar," tebak body guard setengah bercanda."Dia lapar pada hari ini?" Satu alis Robert naik."Kan Tuan yang membuatnya miskin tak punya apa-apa. Jadi, dia berusaha mendatangi keluarga Tuan agar mendapat belas kasih," jelas body guard itu."Ah, iya. Kalau begitu kita harus cepat!"Dua b
Jantung Misella terasa dihantam batu. Selama ini tidak pernah mengizinkan Fahmi melihat wajah putrinya. Batinnya pedih mendengar permintaan Fahmi, Misella merasa menjadi Ibu yang jahat. Sorot mata Fahmi hampir membuat pertahanan Misella goyah, rasa kasihan segera ditepis jauh-jauh.“Dia hanya mantan suami yang tidak tahu diri!” batinnya memperingatkan."Jangan mimpi. Jangankan Sella sebagai ibu! Aku saja tak akan membiarkanmu bertemu Kayla," sinis Bella. "Pergilah dari sini!" Bella menarik paksa tangan Misella, cepat-cepat memencet sandi pintu.Misella menoleh ke belakang, terperangah Fahmi semakin mendekat. Hah?! secepat itu? "Kak! Ayo cepat!" Menarik-narik dress Bella dengan panik."Sabar dong, Sel. Tangan Kakak jadi tremor ini," balasnya bersamaan bunyi pintu apartemen terbuka.Keduanya bergerak cepat masuk ke dalam saat pintu akan tertutup sempurna, tangan Fahmi menerobos pintu tak peduli akan terjepit. Misella dan Bella langsung mendorong sekuat tenaga agar pintu tertutup."Hanya
Lima jam yang lalu.Misella dan Bella saling berdebat kecil mengenai undangan party dari Yuna. Bella merobek-robek kertas undangan pink pastel cantik itu dengan kesal. "Untuk apa kau datang?! Bukannya lebih baik kamu mengabaikan wanita penyebalkan itu!" omel Bella, pipinya merah menyala. Tak habis pikir jalan pikiran adiknya itu. Diperlakukan buruk, dipermalukan masih saja mau bergabung dengan orang bermuka tebal. Misella berdiri memasang muka tanpa dosa di depan Bella. "Aku hanya ingin datang. Apa salahnya, sih, Kak?""Salah! Memang salah." Bella menarik napas dalam-dalam. Sadar, hanya masalah kecil sampai berdebat dan emosi begini. "Sudah, abaikan saja," lanjutnya menahan diri—merebahkan tubuhnya di sofa."Aku mau datang! Titik." Misella keukuh. "Aku belum pernah datang ke party tahun baru."Bella memutar bola matanya. Astaga. Adiknya sudah dewasa tapi masih keras kepala. Tidak pernah menurut perkataanya. "Ya sudah. Aku temenin! Jangan sendirian. Bisa jadi kamu akan dipermalukan de
Sudah setengah jam Alia pingsan, kini mulai sadar. Matanya mulai terbuka, pandangan pertama yang dilihat adalah lampu cantik di atas langit-langit dinding yang menggantung. "Akhirmya kamu juga sadar, sayang." Abian menghela napas lega. Setia menunggu Alia bangun, tak melepas genggaman tangan.Alia melihat Abian duduk di sampingnya. "A-apa yang terjadi padaku? Di mana kita?" tanyanya bingung, sadar sedang bukan di kamar miliknya, kamar itu asing.Pelayan datang membawa segelas air putih, diberikan pada Abian. "Minum dulu," perintah Abian.Alia bangun dari posisi baringnya. Meminum beberapa teguk air putih dibantu Abian memegang gelasnya."Kamu pingsan, sayang. Kita masih di apartemen Yuna," ucap Abian memberi tahu. Alia sadar seketika. Matanya membesar, ingat kejadian menakutkan. Memegang kepalanya yang terasa pusing. Dia langsung turun dari ranjang tanpa berpikir panjang, tubuhnya oleng—untunglah pelayan siap siaga me
Bunyi kaca pecah mengangetkan dan tiba-tiba ada teriakan dari atas membuat empat orang di balkon itu menengadah kepala ke atas. Betapa terkejutnya melihat ada seseorang di atas sana—di dorong hingga tubuhnya hilang kendali, jatuh bersamaan serpihan kaca tebal telah melukai setiap kulitnya. Tangan itu berusaha menggapai di udara, namun malangnya tak bisa berpegang benda apapun.Pasrah dalam hitungan detik tubuh itu jatuh melewati samping kiri balkon hingga menghantam sky light lobby apartemen yang terbuat dari kaca. Sky light berbentuk persegi panjang terpecah, hancur seketika. Saat menghantam lantai seketika sel sel dalam tubuh meledak. Pembuluh darah pecah sehingga tak ada sirkulasi oksigen ke seluruh tubuh membuat organ vital dan otak berhenti berfungsi. Tengkorak hancur beberapa bagian dan darah terciprat ke mana-mana.Orang-orang sedang berada lobby terkejut mendengar bunyi amat keras lalu diperlihatkan tubuh tergeletak tak bernyawa. Tak hanya itu penghuni Bel