“Dokter psikiater siapa?”
Kenapa Fahmi bertanya? Mungkin saja Alia berkonsultasi dengan Yura atau dokter kejiwaan lainnya.
“Dokter Misella,” jawab Alia.
Rahang Fahmi mulai mengeras saat mendengar jawabannya. “Kenapa kamu berkonsultasi dengannya? Apa tidak ada rumah sakit yang ingin kamu kunjungi hah?!” Fahmi menjadi sensitif, marah dan kesal.
Alia tidak mengerti pada perubahan mood Fahmi yang mendadak memarahi dirinya. “Kenapa kamu jadi marah hanya karena aku mendatanginya sebagai pasien?”
Fahmi menarik napas. “Maaf.”
“Bukankah sebelumnya kamu mengizinkan aku datang ke sini? Jadi, kenapa kamu seperti tidak nyaman aku datang?“ Alis Alia terangka
Seketika Erza menoleh ke samping, di mana Alia berdiri. “Dokter Sella?”Alia mengangguk. Dia melihat perubahan ekspresi dari Erza, tampak tegang. “Kamu mengenali Dokter yang bersama Sella? Aku sudah bertanya pada yang lain, tidak ada yang mengenalinya. Dia bekerja di rumah sakit ini, 'kan?”Berbagai pertanyaan Alia, Erza tidak bisa menjawab. Terjebak dalam pikirannya sendiri, dia tahu siapa sebenarnya Dokter Sella. Siapa lagi kalau bukan Misella? Hanya beberapa orang yang tahu nama panggilan Misella adalah Sella bukan Misella.“Um ... A-anu ....” Erza menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Bingung. Bimbang. Gelisah. Apa harus mengatakan sejujurnya atau berpura-pura tidak tahu?“Bagaimana?” Alia sudah tidak sabar
"Tidak perlu mencari terlalu jauh. Sella yang kamu cari sudah ada di depan matamu. Kamu pernah bertemu dengannya beberapa kali.”Sudah beberapa hari Alia masih memikirkan clue yang diberikan oleh Erza. Alia tidak mungkin mengemis pada Erza untuk memberi tahu, Alia harus mencari tahu sendiri.Wanita yang pernah bertemu dengannya?Siapa?Alia tidak bertemu dengan banyak wanita. Seharusnya tahu wanita yang paling dekat dengan Fahmi, nyatanya Alia tidak tahu banyak tentang Fahmi.Sial!!!!Bagaimana bisa seorang istri tidak tahu apa-apa tentang suaminya? Bahkan Alia hanya tahu, Fahmi hanya memiliki sahabat bernama Erza. Apa Fahmi mempunyai sahabat wanita? Tidak. Fahmi tidak pernah berhubungan dengan wanita sebelumnya karena sibuk bekerja.Ta
Sejujurnya Alia agak minder datang ke pesta, baru datang saja semua mata tertuju pada Alia. Ah ... lebih tepatnya tertuju pada ketampanan Fahmi. Para wanita tidak bisa berhenti untuk tersenyum pada Fahmi, bahkan ada yang terang-terangan memuji tampang wajah Fahmi dan badannya.Alia mengumpat sejadi jadinya dalam hati. Dia menyesal sudah menghadiri pesta ulang tahun Misella.“Hai ....” sapa Misella. Wanita cantik itu tersenyum lebar melihat Fahmi datang. Misella di temani Robert, Tiffany, dan sahabatnya bernama Marsha. “Kalian berdua datang? Aku kira tidak akan datang.”Alia hanya tersenyum. Terlalu malas untuk menanggapi.“Ya. Harus datang dong,” balas Fahmi.Misella memperkenalkan Fahmi dan Alia pada kedua orang tuanya. “Ma, Pa. Kenalin ini
“Apa kamu bisa menjelaskan, Mas?” Alia bertanya masih belum mengerti apa yang telah terjadi pada Fahmi dan Misella. Kedua matanya sudah memanas, memandang Fahmi untuk memaksa mengatakan sesuatu dari mulut. Bila memang yang dikatakan keluarga Misella itu benar atau salah. Tetap membuatnya akan luka. Sungguh! Alia muak dengan semua ini. Rasanya ingin marah, semarah-marahnya. Saking marahnya hampir saja air mata jatuh. Alia tidak mau menangis di depan orang. Apalagi sekarang mereka tengah menjadi pusat perhatian para tamu. “Jawab, Mas!” Alia menuntut penjelasan. “T-tenang dulu,” balas Fahmi dengan perasaan semakin membuncah tidak bisa berkata-kata. “Tenang katamu? Bagaimana aku bisa tenang!” Suara Alia terdengar tertekan, sementara Misella memohon pada kedua orang tuanya untuk tidak membahas masalah te
Misella menarik tangan kedua orang tuanya ke belakang, jauh dari kerumunan. Helaian napas panjang dari Misella, memandang Robert dan Tiffany bergantian.“Papa sama Mama kenapa sih?” Misella menuntut penjelasan tentang kejadian tadi. Menurutnya apa yang telah dikatakan kedua orang tuanya membuat harga dirinya hancur di depan orang banyak. Di depan dokter, perawat, dan para undangan lainnya. “Itu memalukan!”“Memang kenapa? Apa yang Papa katakan tadi itu fakta, Sella. Papa bicara apa adanya.” Robert membela diri. “Lagipula Papa tidak suka dengannya,” lanjutnya dengan tatapan benci.Misella tersenyum miring. Tak percaya Robert membenci Fahmi. “Benci, Pa? Lalu dengan seenaknya mengungkit masa laluku dengan Dokter Fahmi di depan umum?”Misella emosi. Berusaha semaksimal mungkin untuk tidak mengelua
“I'm falling apart. I can barely breathe with a broken heart still bearing.”Alia memejamkan mata, membayangkan suaminya having sex dengan Misella di depan matanya sendiri. Saling melucuti pakaian dalam satu sama lain sambil berciuman panas, mendesah, mengerang panjang menikmati permainan di ranjang.Damn!Alia membuka mata, kembali pada kesadarannya saat ini berdiri paling belakang—menghadiri pesta ulang tahun Misella.Untuk sekedar membayangkan saja membuat Alia mual. Menjijikkan sekali! Bagaimana kalau mereka benar-benar having sex di depan mata Alia? Nyata! Bukan khayalan! Alia tak sanggup.Tangan Alia mengepal kuat-kuat hingga kukunya menusuk kulit. “Lelaki berengsek!” Alia mengumpat. Rasanya ingin mengumpat sejadi-jadinya.
Alia menatap pesta ulang tahun Misella. Merasa dibohongi. Merasa dikhianati. Dia kalut luar biasa. Tiba-tiba ponsel bergetar. Alia memeriksa pesan masuk dari nomor misterius—mengirimkan foto. Apa ini? Jantung Alia berdebar saat mengklik foto itu agar terlihat jelas olehnya. Rupanya foto bersama, Fahmi dan Misella tanpa mengenakan busana. Berpelukan hangat dibalik selimut yang tebal. 'Namanya Misella. Sang penggoda,' tulis pesan dari nomor misterius. Alia menggigit bibir bawahnya. Kenapa nomor misterius baru memberi tahu sekarang? Kenapa tidak jauh-jauh hari sebelum Alia mengetahui semuanya sendiri di depan mata dan mendengar jelas dari kedua orang tua Misella. “Persetan!” umpat Alia dengan gemuruh hati. Nomor misterius itu memang sudah tahu siapa wanita
"I am this person who thinks that all the happiness in the world isn't for me. Overthinking is a skill I can't stop doing. And I hurt myself by creating fake scenarios where I was there smiling, laughing, and happy, where in real life I would never be any of those."(“Aku adalah orang yang berpikir bahwa semua kebahagiaan di dunia bukan untukku. Berpikir berlebihan adalah keterampilan yang tidak bisa aku hentikan. Dan aku menyakiti diri sendiri dengan membuat skenario palsu di mana hanya ada aku di sana, tersenyum, tertawa, dan bahagia, di mana dalam kehidupan nyata aku tidak akan pernah menjadi salah satu dari itu.”)***“Kenapa kamu mengikutiku, huh? Urus saja dulu istrimu!”Misella berkata dengan nada ketus pada Fahmi saat mereka berdua di dalam lift. Suasana hati Misella tidak enak, sejak Fahmi memperkenalkan Alia sebagai istrinya.