Mata Alia begitu memanas dan berkaca-kaca setelah melihat Misella tergesa menaiki tangga menuju kamarnya. Di depan pintu kamar, pikiran negatif mulai bermunculan di dalam kepala.Apa yang akan mereka lakukan di dalam sana?Haruskah Alia mendobrak pintu?Alia membekap mulut dengan tangannya, matanya melebar dan membulat. Tangan satunya menekan dadanya menggunakan tangan satunya, terasa begitu sesak. Hancur sehancurnya mendengar obrolan mereka di dalam kamar. Entah mengapa tubuhnya berdiri kaku. Diam tidak bisa bergerak. Seharusnya Alia menggedor pintu dengan keras kalau dikunci dari dalam. Memaksa kedua orang itu agar keluar dari dalam kamar. Bila perlu berteriak keras agar semua orang di rumah itu tahu! Bahwa suaminya sedang bersama wanita lain di kamar.Telinga Alia didekatkan ke pintu, berusaha mendengarkan dengan baik. Tidak membutuhkan waktu lebih dua menit, Alia mendengar suara orang ciuman bibir dan dilanjutkan dengan suara desahan kenikmatan dari kedua orang itu.“Aaahhrgg ...
“Aku sudah tahu. Dia berakting bersedih dibalik kematian Ibunya sendiri karena tahu mendapatkan 500 jt untuk asuransi kematian Ibunya.”Setelah mengetahui Fahmi mendapatkan asuransi dari Tiffany. Alia syok. Demi Tuhan! Alia terkejut bukan main. 500 jt untuk asuransi kematian Tiffany? Itu sangat besar dan banyak.“Kenapa dia tidak bercerita padaku,” gumam Alia menggigit bibir dengan kecewa.Alia berjalan dengan lunglai, langkah semakin melambat usai sekembalinya dari taman dan sedang pulang menuju rumah. Sepanjang jalan Alia menunduk dan melamun. Sesekali memijit kening, merasa pusing memikirkan hal itu. Tubuhnya tak berdaya, untuk berjalan saat terasa berat. Napasnya mulai sesak. Untuk bernapas saja menyakitkan! Alia langsung menghentikan langkahnya, memegangi dadanya. Matanya tadi mengabur karena mulai memanas, kini berubah menjadi tatapan penuh dendam dan kebencian.Dalam hitungan ketiga, menarik napas panjang dan dihembuskan untuk menenangkan dirinya lalu kembali melangkah.***Fa
“Kamu sudah sembuh?” Tiffany bertanya pada Misella dan dibalas dengan anggukan kepala. “Kemana saja tadi malam? Saat kita pulang melayat, kamu tidak ada di kamar?”“Aku bertemu dengan pacarku,” jawab Misella.Senyuman Tiffany mengembang, sementara Robert menutup laptopnya setelah mendengar Misella sudah punya pacar—langsung melamparkan pandangan ke Misella.“Lelaki seperti apa dia dan status pekerjaan? Pendidikan terakhir?”Misella tak menjawab.“Kenpa tidak menjawab?” tanya Robert lagi dengan alis terangkat dua-duanya.“Papa jangan ganggu dia!” Robert tidak mengerti mengapa putrinya melarang bertemu dan menyuruh agar tidak menjauhi pacarnya. “Mengapa?“Jangan kamu tanyakan seperti itu di awal pertama saat putrimu mempunyai pacar.” Tiffany melarang Robert. “Itu tidak sopan!”Robert tak setuju dengan kata-kata Tiffany. “Itu penting, Ma. Papa ingin Misella mendapatkan suami berpendidikan tinggi karena bisa menggantikan Papa di perusahaan.”Mereka sedang berkumpul di ruang keluarga. “B
Lima hari kemudian setelah kematian Ibu Fahmi. Tidak ada perubahan, keadaan masih sama. Bahkan sikap Alia tidak berubah pada Fahmi. Fahmi pun melakukan kesalahan berulangkali dan Alia mengabaikannya.Alia menelfon Fahmi. Ingin mengajak makan malam.“Seseorang mengundangku untuk makan malam,” ucap Alia setelah panggilan terhubung ke Fahmi. Dia sedang bekerja. “Nanti malam bisakah kamu menemaniku?”“Makan malam dengan siapa?” Pertanyaan Fahmi disebrang sana. “Dengan seseorang. Nanti kamu juga tahu,” jawab Alia cepat.Tampaknya Fahmi berpikir panjang.Fahmi berdehem. “Aku tidak tahu bisa atau tidak. Karena takutnya ada jadwal operasi mendadak, La.”Pembohong. Dasar pembohong! Alia tahu Fahmi beralasan ada operasi mendadak, padahal tidak ada. Pasti akan bertemu dengan Misella nanti malam.“Ayolah ... Aku ingin ditemani olehmu.” Alia berpura-pura merengek. “Kita tidak pernah makan malam bersama di luar lho, Mas. Apa kamu tidak ada waktu untuk itu? Ini adalah permintaanku. Lagipula aku jar
“Orang tua Misella mengundang kita untuk makan malam. Bukankah itu hebat?”Fahmi menggeleng pelan. Sorot mata seakan mengatakan pada Alia, “Apa ini Alia? Apa yang kamu rencanakan?” Tangannya masih mengepal kuat-kuat.Alia melihat kepalan tangannya dan paham dengan tatapan Fahmi. So, pasti Fahmi akan bertanya seperti itu, bisa jadi menurut penjelasan.“Duduklah ...” perintah Alia.Alia menarik tangan Fahmi untuk segera duduk di sampingnya, karena sedari tadi Fahmi bergerak lambat dan melengo dengan wajah nampak pucat.Fahmi tidak bisa berbuat apapun. Hanya menurut mengikuti perintah Alia.Alia tersenyum manis pada Fahmi, lalu menatap ke depan lagi. “Terima kasih telah mengundang kita untuk makan malam di tempat mewah ini,” kata Alia dengan sopan dan ramah. “Aku dengan suamiku sangat menghargai waktu kalian untuk bertemu dengan kita.”Tiffany dan Robert saling memandang satu sama lain. Merasa ada yang aneh di diri Alia, begitu juga Fahmi. Tiffany membaca raut wajah Fahmi seperti menyemb
Abian datang ke rumah Alia. Memakirkan mobil di halaman yang begitu luas. Menunggu di dalam mobil sebab rumah Alia kosong, bahkan lampunya mati. Lima menit menunggu, Abian melihat cahaya terang masuk ke pekarangan rumah, itu cahaya mobil Alia. Di dalam Abian memperhatikan Alia dan Fahmi sedang turun dari mobil. Oh rupanya, mereka baru pulang dari suatu tempat bersama. Fahmi menutup pintu mobil dengan sangat keras sambil mengomel. Sementara Alia tidak begitu menghiraukan omelan Fahmi.“Apa yang terjadi? Sepertinya mereka baru saja bertengkar,” gumam Abian.Abian tidak begitu mendengar jelas yang apa yang mereka berdua katakan.Alia melangkah masuk ke rumah, Fahmi mengejar langkah Alia dan terus mengomel. Telinga Alia berdenging dan tidak tahan mendengarkan Fahmi.“Kamu sudah keterlaluan, Al! Ayo! Jelaskan apakah kejadian tadi bagian dari rencanamu?! Kamu sangat tidak sopan! Aku tak habis pikir dengan isi otakmu!”Alia menghentika
Fahmi tergesa-gesa masuk ke dalam apartemen setelah Misella menghubungi agar datang secepatnya. Misella kabur dari rumah, pergi ke apartemen. Lelaki itu tak sabar bertemu dengan Misella.“Sella,” panggil Fahmi.Misella berlari kecil mendengar pintu apartemen terbuka, dia mengenakan dress selutut hitam dan memperlihatkan belahan dada yang menggoda.Mereka berpelukan dengan erat. Pelukan yang mampu membuat mereka jauh lebih tenang.“Are you okay?” tanya Fahmi.Setelah kejadian satu jam lalu, suasana hati keduanya sangat kacau. Misella mendapatkan tamparan keras dari Robert, sedangkan Fahmi bertengkar kembali dengan Alia. “Dua menit!” Misella meminta waktu dua menit untuk berpelukan tanpa dilepaskan. Matanya memejam, air mata berhasil lolos dari kelopak mata. Dia menangis dalam diam tanpa diketahui Fahmi. Percayalah, menangis tanpa suara jauh lebih sakit.Apa yang akan terjadi berikutnya? Apa yang akan dilakukan kedua orang itu? Misella dan Fahmi belum memikirkan rencana untuk ke depan
Misella memohon pada Alia untuk bertemu sebentar, dia mengundang Alia untuk ke apartemen yang dibelikan oleh Fahmi. Awalnya, Alia menolak karena ada janji bertemu dengan pengacara atau kuasa hukumnya. Karena paksaan dari Misella, Alia mengiyakan.Di dalam apartemen.Misella membuatkan teh hangat untuk Alia. Dia duduk di depan Alia, tak berani menatap mata Alia. Batinnya diselimuti rasa bersalah pada Alia dan ketakutan terbesar dalam dirinya adalah mendapatkan karma.“Maaf telah meminta waktumu untuk datang kemari.” Suara Misella pelan dan memberanikan diri menatap Alia. Astaga. Dari sorot mata Alia membuat Misella senam jantung. “Tak apa santai.” Wajah Alia datar dan dingin. Tidak ada simpatik melihat luka memar di pipi Misella. “Ada yang perlu dibicarakan? Katakan saja dengan santai.”Ah, mendengar suara Alia membuat Misella menelan ludah dan menahan napas beberapa detik. “Pertama-tama, terima kasih telah datang ke sini,” ucap Misella gugup. “Yang kedua, aku ingin meminta maaf kepad
Para tamu bertanya-tanya termasuk Misella ikut terheran. Sontak Abian dan Alia menutup mulut tak percaya. Dikejutkan dengan kehadiran kedua orang tua Abian yang tiba-tiba datang bergabung di acara tersebut. Tak disangka-sangka mendapat surprise dari keluarga Abian. Ayah Mario, Ibu Caroline, Kak Amber dan juga Xylia si gadis kecil bule dengan rambut pirangnya."Sepertinya mereka dari keluarga terpandang," batin Misella menebak.Amber melambaikan tangan pada Abian dengan semangat sekali dan senyum lebarnya. Keluarga Abian pun semakin mendekat. Hati Alia terenyuh dengan kedatangan mereka. Alia pikir, keluarga Abian sangat mustahil untuk menginjak kaki di Jakarta. Sebab mereka lebih menyukai berada di Bali ketimbang di Jakarta, seperti pertama kali Abian memperkenalkan Alia pada keluarganya di Bali. "Siapa mereka?" ucap Papa Alia kebingungan."Mereka Keluarga saya, Pa. Ibu, ayah, dan kakakku dari Amerika," jawab Abian cepat. "Saya kira tidak akan datang."Tiffany melongo, begitu juga den
Sembilan bulan kemudian .... Setelah kejadian mengerikan di Belleza, rencana Robert berhasil total dan kematian Fahmi tidak membuat orang menaruh kecurigaan. Itulah gelapnya tinggal di hunian modern itu. Siapapun yang mempunyai uang, dia akan berkuasa. Pada dasarnya uang segalanya, termasuk uang membuat orang lain tutup mulut.Di hunian elit, Belleza unit 002 milik keluarga Robert.Keluarga Robert hidup jauh lebih bahagia daripada tahun kemarin. Kini Kayla sudah bisa berbicara walaupun belum amat jelas. Tingkah lucu dan nada bicara cadel Kayla sangat menghibur mereka. Apalagi Kayla cukup tanggap, pasti tumbuh besar menjadi anak pintar. "Kayla sayang ...!" Tiffany berteriak, melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya. Saking kangennya dengan cucunya. "Nenek datang!"Kayla baru turun dari tangga dituntun oleh Misella. Misella langsung berkata, "Hayo, siapa yang datang itu, Kay?" nunjuknya ke arah pintu.Awalnya Kayla sempat bingung, tapi langsung sadar. Tubuh mungil itu berlari untuk
Deg."APA KATAMU?!" Robert sangat terkejut. Berdiri dengan sorot mata tidak percaya. "Putriku tidak mungkin melakukan itu!"Bella terkaget-kaget. Tiffany yang baru sadar dari pingsan, syok kembali. Membekap mulutnya tidak menyangka. "T-tidak! Putriku bukan anak pembunuh!" Geleng-geleng kepala. "Pasti ada kesalahpahaman. Iya, kan?!""Maaf ... Saya melihat dengan kepala saya sendiri! Bahwa Putri Anda yang mendorong Fahmi!" tegas pengawal itu meyakinkan. "Harus ke atas sekarang kalau tidak percaya."Mereka langsung berlari-lari naik tangga menuju kamar Kayla. Mulut mereka terbuka lebar saat melihat jendela kaca telah hancur. Mata masing-masing menangkap punggung Misella, berdiri di antara serpihan kaca berserakan di lantai. Tidak ada yang memperdulikan betapa cantiknya warna kembang api di menyala-nyala.Robert membalikkan badan Misella. "Apa yang sebenarnya terjadi?!" tanya Robert butuh penjelasan. "Kenapa begitu berantakan di sini?!" tambah Robert.Kesadaran Misella kembali saat kedat
"T-tapi Tuan ...." "Tidak ada tapi tapi!" Robert masih punya secuil rasa kasihan setelah melihat Fahmi begitu mengenaskan. "Beri waktu dua menit dan awasi dia jangan sampai menyentuh sedikitpun cucu saya! Kalau cucu saya sedang tidur, jangan sampai lelaki itu membangunkan!""Baik Tuan." Body guard menurut, mereka pun menghampiri Fahmi. "Hei! Ayo jalan!" perintahnya karena Fahmi hanya diam tak bergerak. "Cepat jalan! Sebelum Tuan Robert berubah pikiran!"Fahmi pun berjalan pincang naik ke arah tangga dikawal ketat. Meninggalkan Robert di bawah bersama putri pertama. Bella dengan penuh amarah menghampiri Robert yang melamun dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana."Papa!" teriak Bella. "Papa yang benar saja membiarkan lelaki bajingan itu menemui Kayla?! Di atas juga ada Sella!" Marah Bella, geleng-geleng kepala kenapa Papanya berbuat demikian.Robert menatap putri pertamanya. "Sudah. Kamu jangan marah begitu," tanggap Robert
Robert kembali ke apartemen karena baru selesai menyelesaikan beberapa pekerjaan mendadak di hari tersebut. Awalnya Robert ingin menikmati waktu malam tahun baru bersama sang istrinya, alhasil gagal. Saat pulang lelaki tua geram setelah mendapatkan pesan dari putrinya. "Dia datang sendirian?" tanya Robert pada dua body guard itu.Salah satu body guard menjawab, "Sepertinya sendiri, Tuan. Saya mendapat notif panggilan banyak sekali dari putri dan istri Anda.""Kenapa dia ada di sini?" Napas Robert terdengar berat. Sangat heran sekali. "Apa tidak punya harga diri?" sinisnya mengingat wajah Fahmi yang begitu memuakkan."Mungkin dia lapar," tebak body guard setengah bercanda."Dia lapar pada hari ini?" Satu alis Robert naik."Kan Tuan yang membuatnya miskin tak punya apa-apa. Jadi, dia berusaha mendatangi keluarga Tuan agar mendapat belas kasih," jelas body guard itu."Ah, iya. Kalau begitu kita harus cepat!"Dua b
Jantung Misella terasa dihantam batu. Selama ini tidak pernah mengizinkan Fahmi melihat wajah putrinya. Batinnya pedih mendengar permintaan Fahmi, Misella merasa menjadi Ibu yang jahat. Sorot mata Fahmi hampir membuat pertahanan Misella goyah, rasa kasihan segera ditepis jauh-jauh.“Dia hanya mantan suami yang tidak tahu diri!” batinnya memperingatkan."Jangan mimpi. Jangankan Sella sebagai ibu! Aku saja tak akan membiarkanmu bertemu Kayla," sinis Bella. "Pergilah dari sini!" Bella menarik paksa tangan Misella, cepat-cepat memencet sandi pintu.Misella menoleh ke belakang, terperangah Fahmi semakin mendekat. Hah?! secepat itu? "Kak! Ayo cepat!" Menarik-narik dress Bella dengan panik."Sabar dong, Sel. Tangan Kakak jadi tremor ini," balasnya bersamaan bunyi pintu apartemen terbuka.Keduanya bergerak cepat masuk ke dalam saat pintu akan tertutup sempurna, tangan Fahmi menerobos pintu tak peduli akan terjepit. Misella dan Bella langsung mendorong sekuat tenaga agar pintu tertutup."Hanya
Lima jam yang lalu.Misella dan Bella saling berdebat kecil mengenai undangan party dari Yuna. Bella merobek-robek kertas undangan pink pastel cantik itu dengan kesal. "Untuk apa kau datang?! Bukannya lebih baik kamu mengabaikan wanita penyebalkan itu!" omel Bella, pipinya merah menyala. Tak habis pikir jalan pikiran adiknya itu. Diperlakukan buruk, dipermalukan masih saja mau bergabung dengan orang bermuka tebal. Misella berdiri memasang muka tanpa dosa di depan Bella. "Aku hanya ingin datang. Apa salahnya, sih, Kak?""Salah! Memang salah." Bella menarik napas dalam-dalam. Sadar, hanya masalah kecil sampai berdebat dan emosi begini. "Sudah, abaikan saja," lanjutnya menahan diri—merebahkan tubuhnya di sofa."Aku mau datang! Titik." Misella keukuh. "Aku belum pernah datang ke party tahun baru."Bella memutar bola matanya. Astaga. Adiknya sudah dewasa tapi masih keras kepala. Tidak pernah menurut perkataanya. "Ya sudah. Aku temenin! Jangan sendirian. Bisa jadi kamu akan dipermalukan de
Sudah setengah jam Alia pingsan, kini mulai sadar. Matanya mulai terbuka, pandangan pertama yang dilihat adalah lampu cantik di atas langit-langit dinding yang menggantung. "Akhirmya kamu juga sadar, sayang." Abian menghela napas lega. Setia menunggu Alia bangun, tak melepas genggaman tangan.Alia melihat Abian duduk di sampingnya. "A-apa yang terjadi padaku? Di mana kita?" tanyanya bingung, sadar sedang bukan di kamar miliknya, kamar itu asing.Pelayan datang membawa segelas air putih, diberikan pada Abian. "Minum dulu," perintah Abian.Alia bangun dari posisi baringnya. Meminum beberapa teguk air putih dibantu Abian memegang gelasnya."Kamu pingsan, sayang. Kita masih di apartemen Yuna," ucap Abian memberi tahu. Alia sadar seketika. Matanya membesar, ingat kejadian menakutkan. Memegang kepalanya yang terasa pusing. Dia langsung turun dari ranjang tanpa berpikir panjang, tubuhnya oleng—untunglah pelayan siap siaga me
Bunyi kaca pecah mengangetkan dan tiba-tiba ada teriakan dari atas membuat empat orang di balkon itu menengadah kepala ke atas. Betapa terkejutnya melihat ada seseorang di atas sana—di dorong hingga tubuhnya hilang kendali, jatuh bersamaan serpihan kaca tebal telah melukai setiap kulitnya. Tangan itu berusaha menggapai di udara, namun malangnya tak bisa berpegang benda apapun.Pasrah dalam hitungan detik tubuh itu jatuh melewati samping kiri balkon hingga menghantam sky light lobby apartemen yang terbuat dari kaca. Sky light berbentuk persegi panjang terpecah, hancur seketika. Saat menghantam lantai seketika sel sel dalam tubuh meledak. Pembuluh darah pecah sehingga tak ada sirkulasi oksigen ke seluruh tubuh membuat organ vital dan otak berhenti berfungsi. Tengkorak hancur beberapa bagian dan darah terciprat ke mana-mana.Orang-orang sedang berada lobby terkejut mendengar bunyi amat keras lalu diperlihatkan tubuh tergeletak tak bernyawa. Tak hanya itu penghuni Bel