Abian datang ke rumah Alia. Memakirkan mobil di halaman yang begitu luas. Menunggu di dalam mobil sebab rumah Alia kosong, bahkan lampunya mati. Lima menit menunggu, Abian melihat cahaya terang masuk ke pekarangan rumah, itu cahaya mobil Alia.
Di dalam Abian memperhatikan Alia dan Fahmi sedang turun dari mobil. Oh rupanya, mereka baru pulang dari suatu tempat bersama. Fahmi menutup pintu mobil dengan sangat keras sambil mengomel. Sementara Alia tidak begitu menghiraukan omelan Fahmi.“Apa yang terjadi? Sepertinya mereka baru saja bertengkar,” gumam Abian.Abian tidak begitu mendengar jelas yang apa yang mereka berdua katakan.Alia melangkah masuk ke rumah, Fahmi mengejar langkah Alia dan terus mengomel. Telinga Alia berdenging dan tidak tahan mendengarkan Fahmi.“Kamu sudah keterlaluan, Al! Ayo! Jelaskan apakah kejadian tadi bagian dari rencanamu?! Kamu sangat tidak sopan! Aku tak habis pikir dengan isi otakmu!”Alia menghentikaFahmi tergesa-gesa masuk ke dalam apartemen setelah Misella menghubungi agar datang secepatnya. Misella kabur dari rumah, pergi ke apartemen. Lelaki itu tak sabar bertemu dengan Misella.“Sella,” panggil Fahmi.Misella berlari kecil mendengar pintu apartemen terbuka, dia mengenakan dress selutut hitam dan memperlihatkan belahan dada yang menggoda.Mereka berpelukan dengan erat. Pelukan yang mampu membuat mereka jauh lebih tenang.“Are you okay?” tanya Fahmi.Setelah kejadian satu jam lalu, suasana hati keduanya sangat kacau. Misella mendapatkan tamparan keras dari Robert, sedangkan Fahmi bertengkar kembali dengan Alia. “Dua menit!” Misella meminta waktu dua menit untuk berpelukan tanpa dilepaskan. Matanya memejam, air mata berhasil lolos dari kelopak mata. Dia menangis dalam diam tanpa diketahui Fahmi. Percayalah, menangis tanpa suara jauh lebih sakit.Apa yang akan terjadi berikutnya? Apa yang akan dilakukan kedua orang itu? Misella dan Fahmi belum memikirkan rencana untuk ke depan
Misella memohon pada Alia untuk bertemu sebentar, dia mengundang Alia untuk ke apartemen yang dibelikan oleh Fahmi. Awalnya, Alia menolak karena ada janji bertemu dengan pengacara atau kuasa hukumnya. Karena paksaan dari Misella, Alia mengiyakan.Di dalam apartemen.Misella membuatkan teh hangat untuk Alia. Dia duduk di depan Alia, tak berani menatap mata Alia. Batinnya diselimuti rasa bersalah pada Alia dan ketakutan terbesar dalam dirinya adalah mendapatkan karma.“Maaf telah meminta waktumu untuk datang kemari.” Suara Misella pelan dan memberanikan diri menatap Alia. Astaga. Dari sorot mata Alia membuat Misella senam jantung. “Tak apa santai.” Wajah Alia datar dan dingin. Tidak ada simpatik melihat luka memar di pipi Misella. “Ada yang perlu dibicarakan? Katakan saja dengan santai.”Ah, mendengar suara Alia membuat Misella menelan ludah dan menahan napas beberapa detik. “Pertama-tama, terima kasih telah datang ke sini,” ucap Misella gugup. “Yang kedua, aku ingin meminta maaf kepad
Marsha masuk ke ind*maret untuk membeli makanan instan. Dia berjinjit saat hendak mengambil mie instan lalu pandangan ke arah lain. Dia mengerutkan kening saat matanya menangkap sosok wanita yang dikenal tak jauh darinya. Dia adalah Misella—berdiri membelakangi Marsha dan tepat di depan rak.Marsha dengan berani menghampiri dan berpura-pura akan mengambil sesuatu di sampingnya. Dia berniat untuk menyapanya. Matanya melirik benda yang di pegang Misella. Misella sedang melamun memegangi, memandang benda tipis itu. Mata Marsha melolot kaget setelah memperhatikan apa yang Misella pegang. Itu testpack! Alat untuk mengecek hamil atau tidak.Misella sadar sedang diperhatikan orang lain, menoleh ke samping. “Kenapa?” tanyanya sebelum sadar kalau wanita itu Marsha—sahabatnya. Beberapa detik barulah menyadari, dia langsung memasang ekspresi tidak ramah.Pandangan mata Marsha turun ke tangannya, diikuti oleh Misella. Dengan cepat Misella menaruh testpack ke tempat semula dan bergegas keluar d
Setelah bertemu dengan pengacaranya Fahmi. Alia pulang. Menghentikan langkah saat getaran ponsel pesan masuk. Membuka tasnya untuk mengambil ponselnya. Alia membaca pesan dari Marsha.'Misella hamil. Aku bertemu dengan dia sedang membeli testpack.' HAH? HAMIL?“ARE YOU KIDDING ME?!” Kepala Alia menggeleng beberapa kali.Mata Alia memanas. Tubuhnya langsung lemas, tak berdaya terduduk di lantai. tak menyangka Fahmi akan membuat Misella hamil saat masih menjadi istri sahnya. Status belum cerai! Belum ketok palu di pengadilan!HELL?! Apa saat berhubungan badan tidak menggunakan pengaman? Bagaimana mungkin bisa kecolongan!Tangan Alia mengepal kuat-kuat. Menggertakkan gigi. Suaminya sangat bejat! Teramat sakit mengetahui kenyataan itu.“PERSETAN!” maki Alia dalam hati.***“Mas, aku hamil.”“H-HAH?! APA?!”Fahmi dibuat membelalak. Kedatangannya disambut oleh perkataan Misella, mengatakan dirinya hamil. Reaksi Fahmi sangat terkejut.Misella melemparkan testpack kepada Fahmi, supaya lela
Alia menyilangkan kedua tangan di bawah dada saat mendengar bunyi langkah kaki—sudah diduga—Fahmi pulang setelah beberapa hari menginap di apartemen Misella. Dia mengigit bibir bawah yang bergetar—masih tidak menyangka belum ketok palu di persidangan, kini ditampar oleh kenyataan Fahmi menghamili Misella.“Aku pulang.” Alia segera menoleh mendapati suaminya berdiri tak jauh darinya. Menatap nanar dari ujung kaki hingga ujung kepala. “Kamu benar-benar ingin hidup dengan Misella? Apa orang tuanya setuju?” cecarnya.Kedatangan Fahmi disambut oleh pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Lelaki itu tidak tahu apakah orang tua Misella akan menyutujui atau tidak. Fahmi mendekati Alia secara perlahan. Dengan bibir terbuka kecil, namun tidak mengatakan apapun.PLAK! Alia menampar pipi kiri Fahmi dengan sangat keras hingga memalingkan wajah ke samping.Fahmi kaget. Kenapa Alia tiba-tiba menamparnya?Memegang pipi bekas tamparan, rasanya nyeri dan sakit. “A-apa yang kamu lakukan?” Bertanya tanpa
“BENAR! BUNUH SAJA AKU MENGGUNAKAN TANGANMU!” teriak Alia kalap sambil menangis. “AKU SUDAH MUAK DENGAN HIDUPKU. AKU TAK INGIN HIDUP LAGI!”Fahmi melolotkan mata. Menjambak rambut Alia tanpa ampun. “Apa? Kamu bosan dengan hidupmu?!” Jambakan semakin kuat. “Persetan! Kamu membuatku marah!”Napas Alia memburu, menatap langit-langit dengan derai air mata. Menahan sakit saat kulit kepala terasa akan lepas.“Jangan bilang kamu telah membunuh Mamaku, hah?!”Mata Alia membulat sempurna. Fahmi sudah mengetahui.“Ya. Aku membunuhnya dengan menaruh racun di makanannya,” jawab Alia cepat. “Kamu dengannya sama saja memuakkan! Lebih baik dia mati daripada hidup akan menjadi penghalangku untuk berpisah denganmu!”Fahmi marah besar mendengar pengakuan Alia. Istrinya telah membunuh Ibu kandungannya.Pantas saja kematian Tiffany terasa ada janggal dan ada keanehan. Penyebab kematian Ibunya tidak diberi tahukan pada putra kandung. “TOLONG KATAKAN KALAU ITU SALAH!”
“Papa .... Bisakah kamu membantuku? Aku membutuhkan uang 10 M.”“Apa 10 M? Untuk apa uang sebanyak itu?!Bukankah lelaki itu memberimu uang?!” Robert berteriak keras setelah Misella meminta uang 10 M padanya. Pria tua itu meninggalkan Misella di ruang tamu, tapi Misella mengikuti kemana pun Robert pergi.“Ya. Dia memberikan apapun yang mau. Lagian kenapa Papa membekukan kartu kreditku, sih.” Wajah Misella memelas memohon. “Aku mohon, Pa. Kali ini aja. Aku membutuhkan bantuan Papa.”“TIDAK!” tolak Robert mentah-mentah, tanpa menolehkan kepala.Misella menghentakkan kaki seperti anak kecil yang meminta dibelikan mainan. Memandang punggung Robert yang terus berjalan, mau tak mau mengejar langkah. “Please, Pa. Hanya Papa salah satu harapanku,” mohon Misella.Robert seakan tidak sudi membantu Misella. Lelaki itu tampak marah pada putrinya. “Kamu bilang itu keputusanmu. Ya sudah Papa tidak ikut campur hubungan kalian!” putus Robert.Misella menangis. Kalau Papanya tidak membantunya, tidak a
Tiga hari setelah kejadian kekerasan fisik yang di lakukan Fahmi terhadap Alia. Fahmi tinggal di apartemen bersama Misella. Tidak merasa bersalah sedikit pun telah membuat Alia hampir tidak bernyawa. Bahkan tidak menampakkan wajah di depan Alia setelah melakukan kekerasan fisik dalam rumah tangga.Di samping itu, Fahmi telah menyetujui perjanjian gugatan perceraian senilai 10 M. Berkat bantuan Misella, memohon pada ayahnya agar membantunya. Terlepas dari itu, merasa bahagia karena akan menikah dengan Misella. “Kalau kamu sudah bercerai dengan Alia secara hukum, kita akan menikah bukan?”“Tentu saja!” jawab Fahmi yakin.“Aku sangat bahagia!” Misella tersenyum lebar.Dan, Fahmi tidak bereaksi apapun terhadap Misella. Kalau ditanya bahagia, senang? Pasti!“Papaku sudah menyiapkan rumah untuk pernikahan kita,” balas Misella memberitahu kabar menggembirakan itu. “Artinya Papa menyutujui hubungan kita.”Senyuman Fahmi mengembang. Hatinya senang sekali. Menjadi menantu dari ayah seorang k