Share

Bab 3

Author: Naila Fawziya
"Menyebalkan, dia selalu mengekangku!"

Salsa terus berada di samping sambil mendengarkan gumaman Erino.

Wajah Salsa terlihat muram. Dia merangkul pinggang Erino yang ramping sambil membujuknya, "Erino, kalian sudah bercerai. Nggak ada yang mengekangmu lagi, sekarang kamu boleh minum sampai larut malam."

"Bercerai?" Erino memejamkan mata. Dia berkata sambil tersenyum, "Oh ya, benar, kami sudah cerai. Kami sudah cerai ...."

Benar, kami sudah bercerai. Erino terlihat sangat bahagia. Padahal aku sudah mencintainya bertahun-tahun, tetapi dia tidak mencintaiku sedikit pun.

Dengan terhuyung-huyung, Erino mengambil minuman yang disodorkan. Erino meneguknya langsung hingga mengalir ke lehernya.

Ketika tingkah pria menawan itu, Salsa tampak bingung.

"Sudah, cukup." Salsa menolak tawaran minum dari teman-temannya. "Cukup sampai di sini. Erino sudah mabuk. Aku antar dia pulang."

Setelah itu, Salsa memapah Erino keluar dari ruangan.

Erino mengikuti Salsa keluar ruangan dan naik ke lantai 60 tanpa mengatakan sepatah kata pun.

"Erino, hati-hati." Salsa memapah Erino sampai masuk ke salah satu depan kamar. Salsa membuka pintu kamar sambil berkata, "Ayo, masuklah."

Kejam sekali kalau menyuruhku menyaksikan mereka berdua bercinta di dalam kamar.

Setelah mereka berdua masuk, Salsa membaringkan Erino di tempat tidur. Ketika Salsa membantunya melepas pakaian, Erino tiba-tiba duduk dan mendorongnya dengan tatapan kosong.

Salsa terkejut, lalu bertanya, "Ada apa?"

"Aku tidur di kamar lain." Erino berdiri. Seketika itu juga, dia merasa pusing dan tidak bisa berdiri dengan stabil.

Erino berjalan ke pintu dengan tubuh terhuyung-huyung. Kebetulan sekali, dia bertemu dengan manajer hotel di koridor.

Erino memesan kamar melalui manajer itu. Akhirnya, dia menutup pintu dan pergi ke kamarnya sendirian.

Pria itu benar-benar membuatku bingung. Bukankah selama ini pria itu menantikan bisa bersama dengan cinta pertamanya lagi?

Tatapan mata Salsa perlahan berubah menjadi penuh kebencian.

Salsa bergumam, "Mereka jelas-jelas sudah bercerai, tapi Erino masih setia kepada wanita itu ...."

Esok paginya.

Salsa menyingkirkan rasa kecewanya. Dia merangkul lengan Erino sambil tersenyum lebar. Mereka turun dari lantai 60.

Sampai di lobi hotel, kami bertemu dengan seorang kenalanku.

Di lobi yang mewah itu, banyak orang yang lalu-lalang.

Salsa merangkul lengan Erino sambil menatap kenalanku yang tak jauh dari sana dengan tersenyum.

Kenalanku itu tidak lain adalah Hesti Glora, manajer hotel ini sekaligus sahabatku sejak kecil.

Senang sekali melihat Hesti. Aku ingin mendekatinya dan memberi tahu semua yang terjadi kepadanya, tetapi arwahku menembus tubuhnya.

Aku baru ingat bahwa aku sudah mati. Kenyataan ini membuatku sedih.

Hesti mengenakan seragam hotel berwarna hitam. Dia berdiri tegak sambil memperhatikan sepasang kekasih yang bermesraan dengan tatapan sinis.

Hesti menyindir, "Pak Erino beruntung sekali, punya istri di rumah, tapi juga punya simpanan di luar. Kamu pasti bahagia sekali. Hanya saja, terlalu banyak wanita, nanti kamu sendiri yang kesulitan. Aku penasaran, apa Pak Erino nggak kewalahan?"

Ekspresi Erino terlihat muram, tetapi dia tidak berkomentar apa-apa.

Salsa berhenti tertawa. Dia maju dan berdiri di depan Erino seperti sedang melindunginya. "Hesti, jangan ikut campur dalam masalah kami bertiga."

"Lima tahun lalu, Mirna menggunakan kekuasaan keluarga untuk memaksa Erino menikahinya. Andai Mirna nggak merebut Erino, aku dan Erino nggak mungkin berpisah. Karena keegoisan Mirna, Erino menjadi bahan tertawaan dan ejekan orang di Kota Amerta."

Hesti menantang balik. "Jadi bahan ejekan? Yang mana maksudmu? Dia diejek karena menumpang hidup kepada istri atau diejek sebagai suami yang kejam?"

"Diam!" Salsa menatap Hesti dengan marah, lalu berkata, "Aku yang paling mengenal kepribadian Erino. Aku melarang kamu menghina dia!"

"Kamu melarang? Memangnya apa hakmu melarangku? Karena kamu adalah wanita simpanannya?"

Salsa berkata kepada Hesti, "Aku yang mengenal Erino duluan. Mirna yang merusak hubungan kami berdua."

"Benarkah?" Hesti mengejek, "Seingatku, dulu kamu mencampakkan Erino dan pergi dengan pria kaya."

Salsa melirik Erino dengan perasaan berdosa. Salsa segera menjelaskan, "Kalau Mirna nggak merusak hubungan kami, aku nggak mungkin meninggalkan Erino."

"Kamu memutarbalikkan fakta, ya," cibir Hesti.

Lima tahun lamanya, aku sudah sangat baik kepada Erino, tetapi aku tidak mendapatkan perhatian sedikit pun dari pria itu.

Hesti tidak menatap Salsa sama sekali, dia hanya menatap Erino sambil mencibirnya, "Semoga kamu memang nggak mencintai Mirna. Kalau nggak, kamu akan menyesal seumur hidup setelah mengetahui yang sebenarnya."

Sahabatku sangat melindungiku. Aku teringat betapa sedihnya Hesti ketika melihat jasadku di rumah sakit. Aku ingin sekali memberitahunya, tidak perlu buang-buang waktu menjelaskan kepada pria itu karena pria itu tidak akan peduli.

Saat ini, Hesti terlihat ingin membunuh mereka berdua.

Aku paham dengan kebencian yang dirasakan Hesti. Hesti pasti membenciku karena mencintai pria seperti Erino, dia juga membenci Erino yang tidak tahu diri.

Sambil menatap dingin ke arah Hesti, Erino menjawab dengan tegas, "Aku nggak mencintainya."

Hesti tertawa sinis. "Ingat terus kata-katamu barusan. Kalau nggak, kamu akan menyesal seumur hidup."

Setelah mengatakan itu, Hesti berbalik dan pergi.

Sebelum pergi ke kantor, Erino mengantarkan Salsa dulu ke rumah.

Sesampainya di kantor, Erino sibuk dengan pekerjaannya seperti biasa.

Setelah mabuk semalam, Erino merasa sakit kepala. Selesai rapat, dia istirahat sebentar. Erino menyuruh sekretarisnya membuatkan kopi untuknya.

Sambil menunggu kopi, Erino memeriksa ponselnya yang tidak berbunyi sejak semalam.

Aku mendekatinya dan mengintip isi ponselnya. Ada pesan dari Salsa, wanita itu mengajak Erino makan bersama malam ini. Namun, Erino menolaknya dengan alasan dia sibuk malam ini.

Setelah membalas pesan dari Salsa, Erino memeriksa semua pesan masuk dan riwayat panggilan masuk. Apa yang sebenarnya Erino cari? Siapa yang dia tunggu?

Erino hanya menunduk dan terdiam. Pada saat yang bersamaan, Brigitta masuk sambil membawa secangkir kopi.

"Pak Erino, ini kopi Anda."

"Ya." Erino menatap ponselnya sebentar, kemudian dia menoleh ke arah Brigitta dan bertanya, "Apa Mirna menghubungiku?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Kalau Cinta, Pasti Sayang   Bab 4

    Brigitta tercengang sesaat, kemudian menjawab, "Nggak."Mata Erino menunduk dan tidak berbicara lagi.Ekspresi Brigitta tampak bingung. Kurasa dia mungkin belum pernah bertanya kepadaku. Lagipula, dulu akulah yang selalu mengganggunya sepanjang hari. Setelah selesai minum kopi hangat, Erino meletakkan ponsel dan kembali mengerjakan pekerjaan baru. Di siang hari, Brigitta memesan makan siang untuknya.Erino makan dua suap, keningnya berkerut lagi."Makan siang ini, pesan di mana?""Restoran Selesa." Brigitta berpikir sejenak, kemudian bertanya dengan ragu, "Apakah makanan ini tidak cocok dengan seleramu? Apakah kamu perlu memesan yang lain?""Apakah pesanan yang dulu dengan yang kali ini dari restoran yang sama?""Nggak.""Lain kali pesan restoran yang sebelumnya.""..." Brigitta melirik Presdir sekilas dan tidak berani bicara.Erino meliriknya sambil berkata dengan tenang, "Nggak bisa?"Brigitta tampak dilema, kemudian berkata, "Makanan sebelumnya, nyonya yang antar kemari."Brigitta

  • Kalau Cinta, Pasti Sayang   Bab 5

    Tapi tidak.Saat tiba di kantor polisi, Erino hanya melihat Hesti berdiri di antara beberapa polisi dengan ekspresi sedih di wajahnya.Erino mengerutkan kening dan berjalan mendekat.Hesti meliriknya dengan acuh tak acuh, lalu berkata kepada polisi di sampingnya, "Dia adalah suami Mirna, dia bisa menandatangani surat."Mata Hesti sangat merah, tampaknya dia baru saja menangis dan suaranya sangat serak.Erino bertanya dengan tidak sabar, "Apa yang sedang kalian lakukan?"Salah satu polisi menepuk bahu Erino, lalu berkata sambil menenangkannya, "Turut berdukacita."Pupil mata Erino sedikit meyipit, dia tidak begitu mengerti maksud ucapannya."Biar aku antar kamu pergi lihat mayatnya dulu, untuk memastikannya."Erino mengikuti polisi itu.Aku benar-benar ingin tahu seperti apa ekspresi Erino saat melihat mayatku, apakah dia akan merasa sedikit sedih.Aku mengikuti mereka sampai ke sebuah kamar. Di sana ada sebuah tempat tidur dan seseorang sedang berbaring di atasnya, seluruh tubuhnya dit

  • Kalau Cinta, Pasti Sayang   Bab 6

    Pandangan matanya kembali ke wajah tersenyum wanita itu di foto pernikahan dan dia bergumam, "Maafkan aku, maafkan aku ...."Dia membalikkan punggungnya, bahunya sedikit bergetar ...."Erino, setelah kita menikah, kamu nggak boleh melakukan sesuatu yang mengecewakan aku. Kamu nggak boleh melakukan hal-hal seperti berpelukan dan berciuman dengan gadis lain selain aku, mengerti?"Mungkin pengingat ini selalu mengingatinya, sehingga dia pulang tepat waktu setiap hari.Setelah menikah, pada ulang tahun pertamanya, aku merajut syal berwarna abu-abu muda untuknya.Pada ulang tahunnya yang kedua, aku pergi ke kampung halamannya dan mempelajari makanan ringan setempat, lalu membuatkan untuknya.Pada ulang tahunnya yang ketiga, aku secara pribadi memasak semangkuk mie panjang umur dan menyajikan kepadanya pada jam 12 pagi. Pada ulang tahun keempat ....Tiba-tiba tidak menemukan kenangan apa pun tentang ulang tahun keempat yang berkaitan dengannya.Benar, dia tidak merayakan ulang tahunnya yang

  • Kalau Cinta, Pasti Sayang   Bab 7

    Pelayan mengucek matanya, ekspresi terkejut di wajahnya semakin tak terkendali, "Tuan, apa yang kamu peluk?"Tuan sedikit mengernyitkan alis, ekspresi matanya tampak tidak senang, "Mirna begitu besar di sini, kamu bahkan nggak nampak?"Selesai bicara, dia melihat kembali ke samping dan terdiam sejenak, dia mulai berbicara pada diri sendiri, "Um, aku tahu, aku nggak menyalahkannya, hanya saja kamu berdiri di sini dengan baik, dan dia bahkan nggak nampak kamu."Selain sikap Tuan yang kadang-kadang membingungkan orang, kehidupannya tidak ada yang berubah sama sekali.Dia selalu menunjukkan sebuah tingkah yang membuat semua orang merasa bahwa Mirna masih hidup.Tuan sangat baik terhadap nyonya khayalan ini.Dia menjadi semakin akomodatif terhadap nyonya, meminta dapur memasak makanan kesukaannya dan mengganti sofa di ruang tamu dengan warna kesukaannya.Setiap tingkahnya menunjukkan kerinduan Tuan terhadap nyonya.Salsa entah dari mana mengetahui keadaan Tuan saat ini, dia menerobos masuk

  • Kalau Cinta, Pasti Sayang   Bab 1

    "Tik tak ... tik tak, trang!"Ini sudah pagi.Aku menatap ke arah kue berwarna biru yang sudah meleleh di atas meja. Satu-satunya lilin di atas kue itu sudah padam.Aku merayakan ulang tahun ke-25 tanpa ditemani siapa pun.Aku berjalan perlahan ke samping meja sambil menatap kue yang belum tersentuh. Aku mengambil kue itu sedikit dengan terlunjuk, lalu memakannya."Selamat ulang tahun." Aku memberi ucapan selamat pada diri sendiri.Setelah itu, aku membuang kue itu ke tong sampah tanpa ragu.Hari sudah larut, Erino pulang.Ketika melihat Erino muncul dari pintu, aku berkata, "Kamu sudah pulang, ya."Tatapan Erino sangat dingin kepadaku. Pria itu berkata sambil mengernyit, "Selain minum anggur, apa kamu nggak ada kegiatan lain yang lebih berguna?"Sambil menggoyangkan gelas, aku menjawab dengan tersenyum, "Minum anggur berguna, kok."Aku menghampiri Erino dengan langkah terhuyung-huyung. "Minum anggur sangat berguna. Ayo, kamu juga minumlah ...." Aku mendekatkan gelas ke bibir Erino. Sa

  • Kalau Cinta, Pasti Sayang   Bab 2

    Setiap menjelang jam makan siang, aku selalu melihat ke arah jam. Selama lima tahun, aku selalu mengantarkan bekal makan siang ke kantor Erino, tetapi hari ini aku tidak datang. Sekretarisnya pasti sudah menebak terjadi sesuatu, jadi dia segera memesankan makan siang untuk Erino.30 menit kemudian, makanan yang dipesan pun datang."Pak Erino, silakan makan."Brigitta menaruh makanan dan pergi.Erino masih sibuk dengan pekerjaannya. Tidak terasa 10 menit sudah berlalu.Erino membuka makanannya. Begitu makan satu suap, dia mengernyit.Mungkin karena rasa makanan kali ini berbeda dari biasanya.Dia makan beberapa suap lagi, lalu berhenti makan.Ponsel di meja tiba-tiba berbunyi. Aku melihat sekilas, ternyata aku tahu siapa yang menelepon. Erino hanya mengangkat telepon, tetapi pandangan matanya masih ke arah dokumen."Erino, kamu sudah selesai kerja?"Erino melirik ke layar ponsel, lalu menjawab dengan tersenyum, "Ya, sebentar lagi.""Kita makan bersama malam ini, ya."Sambil membaca doku

Latest chapter

  • Kalau Cinta, Pasti Sayang   Bab 7

    Pelayan mengucek matanya, ekspresi terkejut di wajahnya semakin tak terkendali, "Tuan, apa yang kamu peluk?"Tuan sedikit mengernyitkan alis, ekspresi matanya tampak tidak senang, "Mirna begitu besar di sini, kamu bahkan nggak nampak?"Selesai bicara, dia melihat kembali ke samping dan terdiam sejenak, dia mulai berbicara pada diri sendiri, "Um, aku tahu, aku nggak menyalahkannya, hanya saja kamu berdiri di sini dengan baik, dan dia bahkan nggak nampak kamu."Selain sikap Tuan yang kadang-kadang membingungkan orang, kehidupannya tidak ada yang berubah sama sekali.Dia selalu menunjukkan sebuah tingkah yang membuat semua orang merasa bahwa Mirna masih hidup.Tuan sangat baik terhadap nyonya khayalan ini.Dia menjadi semakin akomodatif terhadap nyonya, meminta dapur memasak makanan kesukaannya dan mengganti sofa di ruang tamu dengan warna kesukaannya.Setiap tingkahnya menunjukkan kerinduan Tuan terhadap nyonya.Salsa entah dari mana mengetahui keadaan Tuan saat ini, dia menerobos masuk

  • Kalau Cinta, Pasti Sayang   Bab 6

    Pandangan matanya kembali ke wajah tersenyum wanita itu di foto pernikahan dan dia bergumam, "Maafkan aku, maafkan aku ...."Dia membalikkan punggungnya, bahunya sedikit bergetar ...."Erino, setelah kita menikah, kamu nggak boleh melakukan sesuatu yang mengecewakan aku. Kamu nggak boleh melakukan hal-hal seperti berpelukan dan berciuman dengan gadis lain selain aku, mengerti?"Mungkin pengingat ini selalu mengingatinya, sehingga dia pulang tepat waktu setiap hari.Setelah menikah, pada ulang tahun pertamanya, aku merajut syal berwarna abu-abu muda untuknya.Pada ulang tahunnya yang kedua, aku pergi ke kampung halamannya dan mempelajari makanan ringan setempat, lalu membuatkan untuknya.Pada ulang tahunnya yang ketiga, aku secara pribadi memasak semangkuk mie panjang umur dan menyajikan kepadanya pada jam 12 pagi. Pada ulang tahun keempat ....Tiba-tiba tidak menemukan kenangan apa pun tentang ulang tahun keempat yang berkaitan dengannya.Benar, dia tidak merayakan ulang tahunnya yang

  • Kalau Cinta, Pasti Sayang   Bab 5

    Tapi tidak.Saat tiba di kantor polisi, Erino hanya melihat Hesti berdiri di antara beberapa polisi dengan ekspresi sedih di wajahnya.Erino mengerutkan kening dan berjalan mendekat.Hesti meliriknya dengan acuh tak acuh, lalu berkata kepada polisi di sampingnya, "Dia adalah suami Mirna, dia bisa menandatangani surat."Mata Hesti sangat merah, tampaknya dia baru saja menangis dan suaranya sangat serak.Erino bertanya dengan tidak sabar, "Apa yang sedang kalian lakukan?"Salah satu polisi menepuk bahu Erino, lalu berkata sambil menenangkannya, "Turut berdukacita."Pupil mata Erino sedikit meyipit, dia tidak begitu mengerti maksud ucapannya."Biar aku antar kamu pergi lihat mayatnya dulu, untuk memastikannya."Erino mengikuti polisi itu.Aku benar-benar ingin tahu seperti apa ekspresi Erino saat melihat mayatku, apakah dia akan merasa sedikit sedih.Aku mengikuti mereka sampai ke sebuah kamar. Di sana ada sebuah tempat tidur dan seseorang sedang berbaring di atasnya, seluruh tubuhnya dit

  • Kalau Cinta, Pasti Sayang   Bab 4

    Brigitta tercengang sesaat, kemudian menjawab, "Nggak."Mata Erino menunduk dan tidak berbicara lagi.Ekspresi Brigitta tampak bingung. Kurasa dia mungkin belum pernah bertanya kepadaku. Lagipula, dulu akulah yang selalu mengganggunya sepanjang hari. Setelah selesai minum kopi hangat, Erino meletakkan ponsel dan kembali mengerjakan pekerjaan baru. Di siang hari, Brigitta memesan makan siang untuknya.Erino makan dua suap, keningnya berkerut lagi."Makan siang ini, pesan di mana?""Restoran Selesa." Brigitta berpikir sejenak, kemudian bertanya dengan ragu, "Apakah makanan ini tidak cocok dengan seleramu? Apakah kamu perlu memesan yang lain?""Apakah pesanan yang dulu dengan yang kali ini dari restoran yang sama?""Nggak.""Lain kali pesan restoran yang sebelumnya.""..." Brigitta melirik Presdir sekilas dan tidak berani bicara.Erino meliriknya sambil berkata dengan tenang, "Nggak bisa?"Brigitta tampak dilema, kemudian berkata, "Makanan sebelumnya, nyonya yang antar kemari."Brigitta

  • Kalau Cinta, Pasti Sayang   Bab 3

    "Menyebalkan, dia selalu mengekangku!"Salsa terus berada di samping sambil mendengarkan gumaman Erino.Wajah Salsa terlihat muram. Dia merangkul pinggang Erino yang ramping sambil membujuknya, "Erino, kalian sudah bercerai. Nggak ada yang mengekangmu lagi, sekarang kamu boleh minum sampai larut malam.""Bercerai?" Erino memejamkan mata. Dia berkata sambil tersenyum, "Oh ya, benar, kami sudah cerai. Kami sudah cerai ...."Benar, kami sudah bercerai. Erino terlihat sangat bahagia. Padahal aku sudah mencintainya bertahun-tahun, tetapi dia tidak mencintaiku sedikit pun.Dengan terhuyung-huyung, Erino mengambil minuman yang disodorkan. Erino meneguknya langsung hingga mengalir ke lehernya.Ketika tingkah pria menawan itu, Salsa tampak bingung."Sudah, cukup." Salsa menolak tawaran minum dari teman-temannya. "Cukup sampai di sini. Erino sudah mabuk. Aku antar dia pulang."Setelah itu, Salsa memapah Erino keluar dari ruangan.Erino mengikuti Salsa keluar ruangan dan naik ke lantai 60 tanpa m

  • Kalau Cinta, Pasti Sayang   Bab 2

    Setiap menjelang jam makan siang, aku selalu melihat ke arah jam. Selama lima tahun, aku selalu mengantarkan bekal makan siang ke kantor Erino, tetapi hari ini aku tidak datang. Sekretarisnya pasti sudah menebak terjadi sesuatu, jadi dia segera memesankan makan siang untuk Erino.30 menit kemudian, makanan yang dipesan pun datang."Pak Erino, silakan makan."Brigitta menaruh makanan dan pergi.Erino masih sibuk dengan pekerjaannya. Tidak terasa 10 menit sudah berlalu.Erino membuka makanannya. Begitu makan satu suap, dia mengernyit.Mungkin karena rasa makanan kali ini berbeda dari biasanya.Dia makan beberapa suap lagi, lalu berhenti makan.Ponsel di meja tiba-tiba berbunyi. Aku melihat sekilas, ternyata aku tahu siapa yang menelepon. Erino hanya mengangkat telepon, tetapi pandangan matanya masih ke arah dokumen."Erino, kamu sudah selesai kerja?"Erino melirik ke layar ponsel, lalu menjawab dengan tersenyum, "Ya, sebentar lagi.""Kita makan bersama malam ini, ya."Sambil membaca doku

  • Kalau Cinta, Pasti Sayang   Bab 1

    "Tik tak ... tik tak, trang!"Ini sudah pagi.Aku menatap ke arah kue berwarna biru yang sudah meleleh di atas meja. Satu-satunya lilin di atas kue itu sudah padam.Aku merayakan ulang tahun ke-25 tanpa ditemani siapa pun.Aku berjalan perlahan ke samping meja sambil menatap kue yang belum tersentuh. Aku mengambil kue itu sedikit dengan terlunjuk, lalu memakannya."Selamat ulang tahun." Aku memberi ucapan selamat pada diri sendiri.Setelah itu, aku membuang kue itu ke tong sampah tanpa ragu.Hari sudah larut, Erino pulang.Ketika melihat Erino muncul dari pintu, aku berkata, "Kamu sudah pulang, ya."Tatapan Erino sangat dingin kepadaku. Pria itu berkata sambil mengernyit, "Selain minum anggur, apa kamu nggak ada kegiatan lain yang lebih berguna?"Sambil menggoyangkan gelas, aku menjawab dengan tersenyum, "Minum anggur berguna, kok."Aku menghampiri Erino dengan langkah terhuyung-huyung. "Minum anggur sangat berguna. Ayo, kamu juga minumlah ...." Aku mendekatkan gelas ke bibir Erino. Sa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status