Plak!
Tamparan keras itu berhasil melayang pada pipi kanan mulus Rexi. Untuk yang kedua kalinya dia mendapatkan tamparan pada pipinya dari sang ayah.
Rexi menundukkan kepalanya dengan dalam, dia merasa kehilangan ayahnya yang selama ini dia banggakan.
"Kenapa kamu begini?!" tanya Barack emosi sambil memperhatikan pakaian yang dikenakan oleh Rexi.
"Pakaian kamu bahkan kekurangan bahan, Rexi Alexa!" geram Barack pada pakaian Rexi.
"..."
Rexi bergeming di tempatnya.
"Sejak kapan Papa mengajar kamu seperti ini?! Ha?! Papa bahkan enggak pernah beli pakaian model seperti ini untuk kamu, Rexi!" bentak Barack lagi dengan emosi.
"Papa mana ada pernah ajar Rexi pakai pakaian kayak gini? Papa kan cowok," jawab Rexi melantur karena dalam keadaan mabuk karena pengaruh alkohol.
"Dan sekarang, kamu jawab pertanyaan Papa dengan mudah karena mabuk," ucap Barack putus asa.
Barack menghela nafas panjang.
"Hah ... Kembali ke kamar kamu," final Barack, dia sudah lelah menghadapi Rexi yang keras kepala.
Masalahnya, saat dia melihat Rexi keluar dari bar, saat itu juga dia sudah merasa gagal untuk menjadi ayah yang baik untuk anak perempuannya itu.
Ya ... Orang yang sedari tadi memperhatikan Rexi mulai dari keluar bar sampai dia menangis di tepi jalan raya adalah Barack.
Rexi menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, dia menolak perintah sang ayah.
"REXI!" bentak Barack keras.
Rexi kembali tersentak karena bentakan sang ayah, lalu kedua bola matanya mulai berkaca-kaca.
"Dan sekarang, Papa bentak Rexi lagi? Ini yang kedua kalinya, Pa ..." lirih Rexi sambil berlari menuju kamarnya di lantai dua. Bentakan papanya berhasil membuatnya tersadar dari pengaruh alkoholnya.
Barack menatap kepergian Rexi dengan nanar dan detik berikutnya, dia langsung terduduk lemas di atas sofa.
"Sayang ... Maaf kalau aku gagal mendidik Rexi. Maaf kalau aku ingkar janji untuk tidak menyakiti fisik Rexi ..." lirihnya.
"Maaf, Sayang. Aku gagal menjadi ayah yang baik untuk Rexi anak kita ..." lanjut Barack dengan sedih.
░░️░░️░░░️░░️░░░️░░️░
Bar -
"Buset gila. Baru datang, Bro?" tanya Deian pada salah satu sahabatnya yang baru saja duduk di hadapannya.
"Hum ... Gue antarin Mama gue dulu balik ke apart," jawab sahabat Deian yang menggunakan baju dengan sablon mini bertuliskan 'Alvaro Addison' pada bagian lehernya.
"Lah ... Kenapa?" tanya Deian.
"Biasa ..." sahut seseorang yang baru saja muncul dari belakang Al.
"Wow! Bang Ice udah datang?!" tanya Deian tak percaya.
"Sejak kapan bang Ice balik ke Indo?!" tanya Deian antusias kepada pria yang bernama lengkap Brave Ice itu.
"Sejak tadi siang," jawab Ice.
"Dan lo berdua enggak ada salah satupun yang jemput gue di bandara," lanjutnya dengan nada suara datar, tetapi kedua bola matanya menatap Deian dan Al dengan sinis secara bergantian.
"Ck ... Gue udah bilang alasan gue buat enggak jemput lo, kan?" sinis Al.
"Kalau dia, gue enggak tahu alasannya," lanjut Al sambil menunjuk Deian dengan menggunakan dagunya.
"Ck ... Paling nanti alasannya dia 'Lupa', kan?" jawab Ice sinis.
"Hahaha ... Tahu aja lo, Bang!" kata Deian bangga.
"Tai lo!" kesal Ice lalu duduk di samping Al.
"Ice ..." panggil Deian.
"Hum?" jawab Ice berdehem.
"Lo kenapa enggak langsung balik ke apart lo? Malah langsung ke bar gini," kata Deian bertanya.
"Gak," jawab Ice singkat.
"So stress," ledek Deian dan langsung mendapat tatapan tajam dari Ice.
Deian melirik ke arah Al yang sedari tadi tidak ikut dengan topik pembicaraan yang dia buat bersama Ice.
"Lo kenapa malah melamun mulu, Al?" tanya Deian.
"Noh ... Adiknya dia bertingkah lagi," kata Al sambil melirik Ice dengan malas.
Ice memutar kedua bola matanya dengan malas.
"Bakalan jadi adik lo juga kali," sinis Ice balik.
Al hanya memasang wajah datarnya karena dia kembali mengingat kalau dia akan memiliki adik tiri.
"Lah ... Cewek itu lagi, Al?!" tanya Deian.
"Hum ..." deham Al sebagai jawaban.
"Anaknya om Barack nggak terima kalau om Barack nikah sama nyokap gue," lanjut Al menjelaskan lalu meminum seloki wiski yang baru saja dia tuangkan pada gelasnya.
"Ck ... Bar-bar juga tuh cewek," Deian menghela nafas panjang.
"Amit-amit gue dapat cewek modelan kayak gitu. Pembangkang sama orang tua, apalagi kalau misalnya dia seumuran sama kita," kata Deian lagi sambil bergidik ngeri.
"Hum ..." Al hanya berdehem sebagai jawaban, sedangkan Ice terdiam karena topik pembicaraan buruk mereka itu terarah pada adik kandungnya.
░░️░░️░░░️░░️░░░️░░️░
"Ice pulang!" teriak Ice heboh saat dia sudah berjalan masuk apartemen keluarganya.
"Apa?! Bang Ice udah balik?!" teriak Rexi histeris saat tak sengaja mendengarkan suara sang kakak dari dalam kamarnya.
Rexi berlari dengan cepat untuk turun ke ruang tamu dan bertemu dengan Ice.
"Hiyaaa! Bang Ice datang!" teriak Rexi dengan begitu senang, lalu berlari dengan begitu cepat untuk memeluk Ice yang berjalan.
"YAKHHH! JANGAN PELUK GUE WOY! LO BERAT!" teriak Ice saat merasa tubuhnya akan remuk karena pelukan Rexi yang begitu erat. Dia berbohong jikalau adik perempuannya itu berat.
"Apaan sih, Bang?! Lo enggak tahu aja kalau gue kangen banget sama lo, Bang!" kesal Rexi sambil mempererat pelukannya pada leher Ice, lebih tepatnya mempererat cekikannya.
"Ck ... Bisa kangen juga lo ternyata sama gue," ledek Ice.
Rexi memutar kedua bola matanya dengan malas, dia terlalu malas berdebat dengan Ice.
"Oleh-oleh gue mana, Bang?" pinta Rexi sambil menyodorkan telapak tangannya kepada Ice seakan meminta sesuatu.
"Gak ada," jawab Ice malas sambil tersenyum lebar.
Rexi mendelikkan matanya dengan begitu kesal.
"Ck ... Kampret lo, Bang!" kesal Rexi.
"Kalau enggak ada oleh-oleh, lo enggak usah balik ke Indo kalau gitu. Balik aja lo ke Amerika!" kesal Rexi sambil menghentakkan kakinya di atas lantai.
Rexi berjalan pergi meninggalkan Ice. Padahal tujuan utamanya untuk menyambut kedatangan Ice hanya untuk meminta oleh-oleh kepada kakak laki-lakinya itu.
"Woy! Lo enggak ada niatan buat bantu gue bawa nih koper?!" tanya Ice menawarkan diri untuk dibantu.
"Bawa aja sendiri! Lo enggak beliin gue oleh-oleh soalnya!" balas Rexi berteriak.
Brak!
Rexi menutup pintu kamarnya dengan kasar hingga membuat Ice yang mendengarkan itu langsung berucap karena adik perempuannya itu.
"Anjir! Woy! Pintu kamar lo nanti rusak, Rex!" teriak Ice.
Rexi tidak menanggapi ucapan kakaknya walaupun dia bisa mendengarkan teriakan Ice.
Ice mendengkus kesal karena tingkah adik perempuannya itu.
"Ck ... Rexi emang gak ada lawan!" kesal Ice lalu berbaring di atas sofa sambil memainkan ponselnya.
- Group Chat -- Bang Tamvan Sat -Brave Ice :Lo ke apart gue semuanya.Brave Ice :Ke apartemen gue tanpa terkecuali.Brave Ice :Oke.Deian Elbar Online*Deian Elbar :Lah! Tumben banget?!Deian Elbar :Biasanya juga introver banget.Deian Elbar :Sampai kita dilarang buat datang ke apart-nya.Alvaro Addison Online*Brave Ice :Kesini aja lah ...Brave Ice :Gue bosen gak bisa ngapa-ngapain.Brave Ice :Mana gue baru dateng.Brave Ice :Adek sialan gue udah buat gue langsung darah tinggi pula.Brave Ice :Bikin naik pitam anjir!Alvaro
Rexi melempar gulingnya dengan emosi ke arah Al. Al yang mendapatkan serangan tiba-tiba itu langsung menangkis guling yang dilempar oleh Rexi.“Apaan, sih?!” kesal Al.“Kalau bukan karena Papa! Gue najis banget buat satu kamar sama lo!” sarkas Al.“Yakhh!” teriak Rexi.“Apa?!” sinis Al lalu duduk di samping Rexi.“Mending lo tidur aja, enggak usah banyak bicara,” kata Al, dia berbaring begitu saja di samping Rexi.“Yakhh! Lo nyaman banget tidur di atas kasur gue! Serasa kayak lagi di apartemen lo aja!” teriak Rexi tidak terima.“Keluar lo dari sini!” perintahnya emosi sambil mendorong Al yang berbaring.Al menahan pergerakan Rexi agar berhenti untuk mendorongnya, perlahan dia juga memejamkan matanya."Yakh! Ish!" geram Rexi.Rexi memukul badan Al berkali-kali, berharap pria itu keluar dari kamarnya.Tapi, Al malah berlaku se
Rexi menepis tangan Al dengan kasar, pasalnya Al menarik pergelangan tangannya dengan begitu kuat dan penuh emosi.Hey! Memangnya, anak mana yang tidak emosi bila mamanya dihina dan dicaci maki seperti itu oleh orang lain?! Pasti seorang anak tidak akan terima, kan? Begitulah yang dirasakan oleh Al."Lo apa-apaan, sih?! Ngapain lo narik gue?!" kesal Rexi."Biarin gue ke sana dan labrak pelakor sialan itu!" lanjutnya penuh amarah."Ck ... Perempuan kayak dia miris banget. Suka banget rebut suami orang. Kayak enggak ada ada laki-laki di dunia ini. Miris!" ocehnya."Lo jaga ucapan lo, yah!" sinis Al."Ck ... Harusnya gue yang bilang sama lo. Jagain Mama lo. Jangan ganjen sama Papa gue," ucap Rexi meremehkan."Udah! Stop! Jangan sekali-kali lo hina Mama gue!" seru Al emosi.Rexi tersenyum sinis."Asal lo tahu anak yang sok tahu. Mama gue udah berkali-kali nolak permintaan Papa lo yang mau nikah sama dia. Tapi, apa?! Papa lo yang kaya
Waktu berlalu dengan begitu cepat, bahkan tak terasa kalau ternyata sekarang dua hari telah berlalu.Altar megah sudah terbentuk di dalam apartemen kediaman keluarga Rexi.Susunan demi susunan stand makanan terbentuk dengan begitu mewah. Makanan yang tampak terlihat menggugah selera sudah terpampang dengan jelas.Sungguh dekorasi pesta pernikahan yang begitu mewah dan megah."Ck ... Pembohong!" seru Rexi saat melihat seluruh desain altar itu."Dia bilang kalau dia bakalan bujuk Mamanya biar enggak nikah sama Papa gue. Tapi, nyatanya cuma bohong doang!" serunya lagi dengan emosi.Rexi berjalan dengan emosi sambil mengarahkan pandangan matanya untuk terus memperhatikan dekorasi pesta pernikahan itu."Ck ... Desain macam apa ini?!" tanya Rexi sambil memegang bunga mawar putih yang bertaburan di atas altar."Norak! Alay! Emang desain Pelakor itu beda! Suka desain
Pagi hari telah tiba.Rexi melangkahkan kakinya berjalan turun menuju ruang makan. Kedua bola matanya mencari sesuatu di ruang makan itu."Mama sama Papa pergi ke Maldives. Mereka liburan di sana selama seminggu," kata Al yang paham dengan arah mata Rexi."What?! Mereka berdua liburan tanpa ada minta izin terlebih dahulu sama gue?!" tanya Rexi tak terima.Al hanya diam saja di tempatnya dan tidak menanggapi pertanyaan heboh dari Rexi.Rexi menatap Al dengan tajam karena pria itu tak memperdulikan dirinya."Woy, sialan!" teriak Rexi emosi.Al mengangkat sebelah alisnya sebagai jawaban."Kok, mereka bisa pergi tanpa bilang sama gue, sih?!" tanya Rexi lagi, Al hanya mengangkat bahunya secara bersamaan sebagai jawaban.Rexi mendecih sinis, lalu berjalan pergi dari ruang makan itu.***Rexi berjalan masu
Rexi kaget bukan main saat tahu fakta mengejutkan yang baru saja dia dapatkan."Kok, bisa?!" pekik Rexi kaget."Hum ... Oleh karena itu, gue turutin semua apa mau Mama gue ..." Al menjeda ucapannya."Karena gue tahu kalau suatu saat nanti, kalau bukan Mama yang ninggalin gue, gue yang bakalan ninggalin Mama ..." lanjutnya dengan begitu lirih.Degh!Jantung Rexi seakan terhantam bebatuan besar saat dia mendengarkan nada suara Al yang terdengar begitu sedih dan putus asa."Gue tahu banget, gimana rasanya kehilangan seorang Mama. Rasanya itu sesak banget," batin Rexi, dia kembali mengingat saat dirinya harus kehilangan sosok sang mama untuk selama-lamanya.Grep!Rexi tiba-tiba menghamburkan pelukannya pada tubuh Al, membuat Al langsung kaget, tetapi Al membalas pelukannya secara perlahan."Al ... Tolong bantu gue. Tolong bantu gue biar
Masih dengan rasa malu dan salah tingkahnya, Rexi terus mencaci maki dirinya di dalam hati."Uhm ... Kalau emang lo mikir, gue mau cium lo tadinya. Lo salah besar," kata Deian tiba-tiba, membuat Rexi langsung menatap ke arahnya dengan cepat.Deian tersenyum."Gue juga bakalan lihat suasana, Rex. Apa dia istri gue atau bukan," lanjutnya dengan nada suara lembutnya.Degh!"Jantung gue!" pekik Rexi di dalam hati saat merasakan jantungnya berdetak dengan cepat.Deian tertawa melihat ekspresi wajah Rexi."Hahaha ... Tunggu aja saatnya, yah?" kata Deian, lalu mengelus rambut Rexi dengan lembut.Degh! Degh! Degh!Detak jantung Rexi semakin cepat saat Deian mengelus rambutnya dengan begitu penuh kasih."Jantung gue! Siapapun tolong jantung gue!" teriak Rexi di dalam hati.Deian menarik tangannya, lalu mulai
Rexi langsung terbangun dari tidurnya sambil mengatur napasnya yang tidak beraturan."Astaga! Mimpi itu lagi?! Padahal, udah lama gue enggak mimpi itu!" serunya kaget."Kok, mimpi itu tiba-tiba muncul lagi?!" tanya Rexi lagi.Rexi berusaha untuk mengingat sesuatu melalui mimpi itu, tetapi dia malah merasakan perih pada kepalanya."Aww!" ringisnya."Kok, sakit, sih?" gumamnya bertanya.Rexi perlahan berdiri dari posisinya dan berjalan sempoyongan menuju dapur. Al yang melihat Rexi masuk dapur hanya menatap perempuan itu dengan santai sambil meneguk air putihnya dengan tenang."Sshh ... Kok, masih sakit, sih?" tanya Rexi pelan.Rexi perlahan kembali bergerak, tetapi dia hampir terjatuh. Untung saja Al menahan pinggangnya dengan cepat.Kedua tangan Rexi tiba-tiba bergerak untuk meraba-raba pipi Al, detik berikutnya Al membulatkan matan