Ardan yang sedang berbincang terkejut mendengar ponselnya berdering. Tak sampai di situ, ia kembali terkejut saat menerima panggilan tersebut.
Ardan menyerahkan pertemuan dengan tuan Arnold pada Beno, sedang ia harus pergi dengan terburu-buru.
Di lantai atas, Beno begitu terkejut dengan kehadiran tuan Arnold di hadapannya.
"Apa kabar tuan Beno?" seru Arnold menyadarkan Beno dari lamunannya.
"O ooh baik tuan, silahkan duduk." gugupnya menyadari situasi saat ini.
"Apa kabar Nyonya," memberi salam pada istri tuan Arnold.
.
..Nico mengerutkan dahinya menatap Ambar yang baru saja menutup sambungan telponnya.
"Kenapa loe harus ngabarin Ardan?"
Deg,
Ambar seolah lupa dengan kehadiran Nico bersamanya, ia terlalu fokus dan cemas melihat kondisi Tian saat ini.
Namun Nico yang tak kunjung mendapat jawaban mengikuti arah pandang Ambar, ia bertambah bingung kala mata Ambar menatap dalam pad
"Itu semua karena— ""Karena Tian adalah tunangan Ardan."Semua mata tertuju pada sumber suara, sumber suara yang berhasil mengejutkan semua orang di sana."Loe ngomong apa Bay?" tanya Sarah dengan wajah yang masih terperangah.Sebelum Ambar menghubungi Ardan, Nico yang sudah panik lebih dulu menghubungi Bayu.Saat itu Bayu sedang meneguk segelas coffee nya di sebuah swalayan, dan saat Nico memberinya informasi tanpa pikir lama ia segera bergegas menghampirinya.Namun jarak yang cukup jauh membuatnya Ardan lebih dulu sampai dari pada dirinya.Bayu yang saat itu sedang berjalan menuju klinik samar-samar mendengar suara tangis.Fikirannya sudah begitu kalut hingga tanpa sadar ia berlari dan membuka begitu saja pintu klinik.Ardan sendiri terkejut mendengar ucapan Bayu barusan, merasa terus di tatap membuat Bayu berjalan menghampiri Ardan."Kontrol emosi loe, jangan sampai gegabah mengambil keputusan saat
Pagi sekali Bery sudah terlihat sangat antusias, ia yang selalu bermalas-malasan setiap hari kini terlihat sedang menggunakan alat gym sang istri."Hauh, satu. Dua, tiga .. hahh," deru nafasnya mengangkat beban-beban berat."Apa yang sedang kamu lakukan darling, tumben sekali menyentuh mereka?"Bery yang mendengar suara istrinya segera memutar kepala, senyum manisnya merekah ketika netranya menatap wanita seksi yang sedang berjalan menuju arahnya."Honey, apa kau sedang menggodaku?" tanyanya dengan begitu mesum."Cih, terlalu membanggakan diri. Aku kesini untuk memberi kakan otot-ototku," berjalan begitu saja melewati suaminya.Bagai seekor anjing, Bery terus saja mengikuti kemana Hera melangkahkan kakinya. Menunggu dengan setia dengan handuk juga air di tangannya."Minumlah, kau pasti sangat haus."Dengan senang hati Hera meraih handuk juga minuman dari tangan suaminya. Dengan mata menggoda, Hera meneguk minuman itu sembari me
Tian sudah siap dengan penampilannya, segala sesuatu sudah ia pesiapkan ketika ia mengakhiri panggilan dari Candra."Apapun itu, aku harus bisa menghadapinya. Aku harus kuat untuk orang-orang di sekitarku." gumamnya.Awalnya Tian mencoba menghubungi Ardan, namun berkali-kali ia menghubungi tak ada satupun jawaban dari Ardan di sana. Tian yang tak bisa menunggu lagi pada akhirnya memutuskan untuk pergi tanpa suaminya."Pak, tolong antar saya ke perusahaan."Tian merasa cemas dengan apa yang akan terjadi nantinya, ia sendiri sudah bisa menebak siapa yang saat ini sedang berada di perusahaannya."Nona, kita sudah sampai."Tian tersadar dari lamunannya, ia menatap sekeliling yang ternyata sudah ada di area perusahaan."Bapak bisa pulang aja, saya bisa pulang sendiri nanti.""Baik nona."Tian berdiam sejenak di depan pintu perusahaan miliknya, ia mencoba memantapkan diri sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam sana.
Ardan barus aja keluar dari kelasnya, ia mencoba mengambil ponsel dalam tasnya sebelum sebuah tangan menahannya."Ngagetin aja sih loe.""Sorry bro, tapi gue cuma mau tahu aja gimana kabar Tian itu?"Mendengar nama istrinya di sebut membuat Ardan ingat jika ada obat yang harus di minum tadi pagi. Ia benar-benar merutuki kebodohannya sendiri, bagaimana bisa ia melupakan hal penting untuk istrinya."Tunggu, gue telp dia dulu."Namun Ardan begitu terkejut ketika melihat banyaknya miscall juga pesan dari Tian juga Candra."Gue harus pergi, lain kali gue kasih penjelasannya."Ardan berlari dengan terburu-buru hingga tanpa sadar menabrak tubuh Sarah hingga hampir terjatuh."Sorry."Melihat Ardan masih mau menolongnya membuat jantung Sarah kembali berdetak, hatinya begitu berbunga-bunga melihat bagaimana cara Ardan perduli terhadapnya. Ia dengan tak tahu malunya melemparkan tubuhnya pada tubuh Ardan."Gue tah
Perdebatan terus terjadi di antara Beno juga Hera, kedua orang itu begitu gigih dengan ucapan masing-masing. Melihat istrinya tersudut Bery berusaha memikirkan sebuah ide, dan di saat matanya menatap seisi ruangan pandangan matanya tanpa sengaja berhenti pada Tian.Mata Bery begitu terpesona dengan wajah cantik Tian walau dengan bekas merah di pipi juga bibir pucatnya."Sayang kamu gpp? Apa ada yang sakit?" tanya Ardan begitu khawatir.Ardan begitu cemas saat ini, ia lupa memberi istrinya obat dan kini harus melihat wajah pucat istrinya. Ingin sekali ia membawa Tian pulang saat ini, namun situasi membuat ia tak bisa berbuat banyak.Ardan terus membawa Tian dalam perluaknnya, ia mendekat tubuh itu dengan begitu sayang. Tian merasa jika ia sedang di perhatikan, ia pun membuka matanya. Tepat saat itu juga Bery tersenyum ke arahnya."Menjijikan," gumamnya.Namun lirih gumaman itu masih mampu terdengar jelas di telinga Ardan yang sedang mendekapn
Ardan sedang berada di dalam kamar bersama Tian, fikirannya terus melayang tentang apa yang baru saja Beno sampaikan. Rasanya ucapan Beno barusan membuat celah keraguan pada diri Ardan, namun panggilan telpon membuat Beno buru-buru pergi hingga Ardan tak bisa bertanya lebih dalam lagi."Ada apa ini? Kenapa rasanya om Beno sedang menyembunyikan sesuatu dariku," batinnyaArdan menatap sekilas Tian masih terlelap dalam tidurnya, rasa bersalah kembali menggrogoti hatinya. Ia pun berjalan menghampiri Tian, duduk di sebelahnya membelai lembut pipinya."Pasti sakit sekali, iya kan? Sakit karena kamu harus menahan semuanya sendiri.""Aku janji, aku akan selalu ada buat kamu Tian. Aku akan jadi yang terdepan ketika kamu membutuhkan seseorang."Ardan yang merasa lelah pun tanpa sengaja tertidur sembari memeluk tubuh istrinya.Beno merasa lega ketika ponselnya berdering, paling tidak saat ini ia bisa terbebas dari Ardan yang akan terus menuntut penjela
Setelah meeting pemagang saham beberapa hari yang lalu, perusahaan menjadi begitu sibuk hingga membuat Ardan tak bisa meninggalkan semua pekerjaannya. Seperti hari ini, seharusnya ia menjemput Tian di kampus dan membawanya check up ke dokter.Namun karena banyaknya pekerjaan membuat ia tak bisa melakukan semua rencananya, beruntung Tian mengerti kondisinya dan mempermasalahkannya.Tian hari ini membawa mobil sendiri untuk pergi ke kampus, dengan ijin Ardan ia juga di ijinkan untuk kembali berlatih dengan Mark karena memang sudah beberapa hari absen.Mark sudah siap di arena tembak dengan perlengkapannya, dan kedatangan Tian membuat ia segera menyambutnya."Bagaimana keadaan anda nona?""Lihatlah, saya baik-baik saja setelah di rawat suami saya." serunya dengan bangga."Syukurlah, kalau begitu saya sudah menyiapkan semuanya di sana nona."Keduanya pun berjalan menuju tempat Tian akan kembali berlatih tembak, semua orang sesekali menata
Wirma tiba di Jakarta, sebelumnya ia memang sempat memberi kabar pada Tian juga Ardan jika akan singgah sejenak setelah usai pekerjaannya."Ayah, lama nggak nunggunya?" tanya Tian dengan begitu manja serta tawa riangnya."Tidak cukup lama, hanya membuat rambut ayah semakin memutih saja." candanya.Tian pun tertawa, ia merangkul lengan Wirma masuk ke dalam rumah. Namun Tian tak menyadari jika sejak tadi Sarah terus memperhatikannya, karena jarak yang kurang jelas membuat Sarah tak bisa mengenali Wirma saat itu.Dengan seringai liciknya Sarah pergi meninggalkan rumah Tian, namun ketika mobilnya berjalan keluar mobil Ardan justru berjalan masuk hingga keduanya tak sempat berpapasan."Astaga, suami pulang bukannya di sambut malah asyik di sini."Ardan masuk dan melihat istrinya sedang tertawa riang bersama ayahnya, ia pun dengan sengaja ingin menggoda Tian dengan