Ardan barus aja keluar dari kelasnya, ia mencoba mengambil ponsel dalam tasnya sebelum sebuah tangan menahannya.
"Ngagetin aja sih loe."
"Sorry bro, tapi gue cuma mau tahu aja gimana kabar Tian itu?"
Mendengar nama istrinya di sebut membuat Ardan ingat jika ada obat yang harus di minum tadi pagi. Ia benar-benar merutuki kebodohannya sendiri, bagaimana bisa ia melupakan hal penting untuk istrinya.
"Tunggu, gue telp dia dulu."
Namun Ardan begitu terkejut ketika melihat banyaknya miscall juga pesan dari Tian juga Candra.
"Gue harus pergi, lain kali gue kasih penjelasannya."
Ardan berlari dengan terburu-buru hingga tanpa sadar menabrak tubuh Sarah hingga hampir terjatuh.
"Sorry."
Melihat Ardan masih mau menolongnya membuat jantung Sarah kembali berdetak, hatinya begitu berbunga-bunga melihat bagaimana cara Ardan perduli terhadapnya. Ia dengan tak tahu malunya melemparkan tubuhnya pada tubuh Ardan.
"Gue tah
Perdebatan terus terjadi di antara Beno juga Hera, kedua orang itu begitu gigih dengan ucapan masing-masing. Melihat istrinya tersudut Bery berusaha memikirkan sebuah ide, dan di saat matanya menatap seisi ruangan pandangan matanya tanpa sengaja berhenti pada Tian.Mata Bery begitu terpesona dengan wajah cantik Tian walau dengan bekas merah di pipi juga bibir pucatnya."Sayang kamu gpp? Apa ada yang sakit?" tanya Ardan begitu khawatir.Ardan begitu cemas saat ini, ia lupa memberi istrinya obat dan kini harus melihat wajah pucat istrinya. Ingin sekali ia membawa Tian pulang saat ini, namun situasi membuat ia tak bisa berbuat banyak.Ardan terus membawa Tian dalam perluaknnya, ia mendekat tubuh itu dengan begitu sayang. Tian merasa jika ia sedang di perhatikan, ia pun membuka matanya. Tepat saat itu juga Bery tersenyum ke arahnya."Menjijikan," gumamnya.Namun lirih gumaman itu masih mampu terdengar jelas di telinga Ardan yang sedang mendekapn
Ardan sedang berada di dalam kamar bersama Tian, fikirannya terus melayang tentang apa yang baru saja Beno sampaikan. Rasanya ucapan Beno barusan membuat celah keraguan pada diri Ardan, namun panggilan telpon membuat Beno buru-buru pergi hingga Ardan tak bisa bertanya lebih dalam lagi."Ada apa ini? Kenapa rasanya om Beno sedang menyembunyikan sesuatu dariku," batinnyaArdan menatap sekilas Tian masih terlelap dalam tidurnya, rasa bersalah kembali menggrogoti hatinya. Ia pun berjalan menghampiri Tian, duduk di sebelahnya membelai lembut pipinya."Pasti sakit sekali, iya kan? Sakit karena kamu harus menahan semuanya sendiri.""Aku janji, aku akan selalu ada buat kamu Tian. Aku akan jadi yang terdepan ketika kamu membutuhkan seseorang."Ardan yang merasa lelah pun tanpa sengaja tertidur sembari memeluk tubuh istrinya.Beno merasa lega ketika ponselnya berdering, paling tidak saat ini ia bisa terbebas dari Ardan yang akan terus menuntut penjela
Setelah meeting pemagang saham beberapa hari yang lalu, perusahaan menjadi begitu sibuk hingga membuat Ardan tak bisa meninggalkan semua pekerjaannya. Seperti hari ini, seharusnya ia menjemput Tian di kampus dan membawanya check up ke dokter.Namun karena banyaknya pekerjaan membuat ia tak bisa melakukan semua rencananya, beruntung Tian mengerti kondisinya dan mempermasalahkannya.Tian hari ini membawa mobil sendiri untuk pergi ke kampus, dengan ijin Ardan ia juga di ijinkan untuk kembali berlatih dengan Mark karena memang sudah beberapa hari absen.Mark sudah siap di arena tembak dengan perlengkapannya, dan kedatangan Tian membuat ia segera menyambutnya."Bagaimana keadaan anda nona?""Lihatlah, saya baik-baik saja setelah di rawat suami saya." serunya dengan bangga."Syukurlah, kalau begitu saya sudah menyiapkan semuanya di sana nona."Keduanya pun berjalan menuju tempat Tian akan kembali berlatih tembak, semua orang sesekali menata
Wirma tiba di Jakarta, sebelumnya ia memang sempat memberi kabar pada Tian juga Ardan jika akan singgah sejenak setelah usai pekerjaannya."Ayah, lama nggak nunggunya?" tanya Tian dengan begitu manja serta tawa riangnya."Tidak cukup lama, hanya membuat rambut ayah semakin memutih saja." candanya.Tian pun tertawa, ia merangkul lengan Wirma masuk ke dalam rumah. Namun Tian tak menyadari jika sejak tadi Sarah terus memperhatikannya, karena jarak yang kurang jelas membuat Sarah tak bisa mengenali Wirma saat itu.Dengan seringai liciknya Sarah pergi meninggalkan rumah Tian, namun ketika mobilnya berjalan keluar mobil Ardan justru berjalan masuk hingga keduanya tak sempat berpapasan."Astaga, suami pulang bukannya di sambut malah asyik di sini."Ardan masuk dan melihat istrinya sedang tertawa riang bersama ayahnya, ia pun dengan sengaja ingin menggoda Tian dengan
Malam semakin larut, Tian serta Ardan juga sudah terbuai dengan mimpi indahnya. Namun di tengah dinginnya malam itu, dua pasang mata tengah tengah mengintai rumah Tian."Ini rumahnya?""Ya.""Lalu apa tugas gue?"Sarah terdiam, ia sejenak memikirkan ulang rencana yang sudah siap di depan matanya. Ada rasa ragu yang tiba-tiba menyergapnya, entah kenapa ia merasa ragu ingin melakukan rencananya dengan Nick."Jangan bilang sekarang loe ragu sama rencana loe sendiri? Come on sayang, dia udah nyakitin loe jadi wajar dapat hukuman kecil.""Loe bener juga, dia memang pantas mendapatkan hukuman itu. Toh itu juga profesinya kan?"Nick menyeringai, tak menyangka tugas yang di berikan Sarah begitu mudah dan menguntungkannya. Bagi Nick ini adalah tugas paling menyenangka, selain bisa mendapatkan uang dengan cepat ia juga bisa bersenang-senang tanpa biaya."Bagus, lalu kapan kita mulai rencananya? Apa malam ini juga?""Jangan g
Beno datang bersama Ardan menandatangani perjanjian kerja sama dengan perusahaan Arnold, Rosalia sebenarnya ingin jika Tian ikut serta bersama suaminya namun ia tak bisa memaksa sebab jadwal kuliah Tian yang padat."Senang bekerja sama dengan tuan Arnold," seru Ardan seraya berjabat tangan dengan Arnold."Tentu, saya harap ini akan menjadi pembuka jalan untuk bisnis kita yang lainnya."Semua orang saling bersulang merayakan keberhasilan kerja sama ini, nampak begitu banyak wajah bahagia serta tawa menghiasi siang ini."Andai Tian ada disini pasti dia akan bahagia sama seperti mereka," batinnya.Beno mendekati Ardan, ia menepuk bahu Ardan hingga membuatnya terkejut. "Nanti juga pulang ketemu, kangennya di tahan dulu." godanya.Benar, Ardan begitu merindukan istri kecilnya itu sangat-sangat merindukannya. Arnold dapat melihat itu dengan jelas di wajah Ardan, membuat hatinya menghangat dengan fakta itu.Di tengah perjamuan it
Ardan yang penasaran mendatangi tempat yang ada di foto kiriman Wira, sesampainya di sana ia di sambut Wira yang kebetulan akan keluar dari tempat latihan."Ar, kok loe kesini sih?" tanyanya."Emang kenapa, kan tunangan gue ada disini juga.""Aduh mampus gue," batinnya ketika melihat Ardan masuk meninggalkannya.Ardan berjalan masuk dan mulai mencari keberbagai sudut ruangan, matanya terus mengedar mencari sosok yang di kenalnya."Ar balik aja yuk, kita kumpul sama anak-anak." ajak Wira yang tak enak hati dengan temannya."Di mana Tian, kasih tahu gue di mana tempatnya."Rasanya sudah tak bisa lagi melindungi Tian, Wira dengan terpaksa menunjukkan di mana Tian berlatih dengan pelatihnya.Dan benar saja, dengan matany sendiri kini Ardan menyaksikan istrinya tengah bergelut dengan senapan berbahaya di tangannya. Mark yang saat itu hanya berdiri di belakang terkejut dengan kehadiran Ardan, ia segera memberi salam dengan nada
Pertengkaran di rumah itu membuat Lecy begitu sakit hati dengan oma nya, semua kata-kata kasar bahkan hinaan Larasati lontarkan hanya untuk meluapkan amarahnya pada Lecy yang juga cucu kandungnya.Cara Larasati membeda-bedakannya dengan Ardan sudah sangat menyakitinya, kini harus kembali di tambah dengan kenyataan jika sebenarnya Larasati tak pernah mengakui Lecy sebagai cucunya."Ibu benar-benar keterlaluan, bisa-bisanya berfikiran begitu. Lecy anak kandung Wirma, dia juga cucu Ibu.""Tidak bisa, aku hanya mengakui cucu yang berbakat seperti Ardan bukannya pecundang seperti Lecy itu."Cukup ibu hina anak saya," tangis Dewi pecah mendengar hinaan demi hinaan Larasati lontarkan pada putrinya."Bahkan saya juga tidak pernah berfikir untuk mengakui anda sebagai keluarga saya, saya masih punya sopan santun masa berkenalan dengan orang tanpa etika." seru Lecy."Lihatlah mulut pedas putrimu itu, begitu menjijikkan sama seperti anak teman kalian ya