Mata Lecy tentu saja terkejut dengan apa yang di sodorkan di hadapannya, begitu indah di pandang mata dan memikat hatinya.
"Tentu saja masih sama, namun jelas jika memang ini untuk saya maka dengan tegas saya menolaknya." dengan gaya angkuh menyenderkan punggungnya.
Laki-laki di hadapannya tersenyum geli menatap tingkah Lecy yang sok galak, namun nampak begitu imut secara bersamaan.
"Jadi ini di tolak?"
"Tentu saja, lagian om kenapa mau ngasih aku kalung itu?"
Jelas laki-laki yang ada di hadapan Lecy saat ini adalah Beno, secara sengaja menyempatkan diri untuk mengunjungi kampus Lecy dengan harapan dapat bertemu dengan gadisnya.
Dan yang kini ada di hadapan Lecy adalah kalung yang secara khusus Beno pesan, namun sayangnya penolakan Lecy barusan sempat membuatnya merasa sedikit kecewa.
"Terimalah, ini hadiah dariku untuk kelulusan mu."
"Baiklah kalau om memaksa, lalu bisakah om memakaikannya untukku?"
Beno tersenyum geli
Sarah menggila, bayangan Ardan bersama Tian terus saja menghantui dirinya. Selama ia mengikuti kelas tambahan tak ada satupun materi yang sampai di otaknya, justru semakin lama ia berada di dalam kelas semakin bertambah pula luapan emosinya.Sarah memilih keluar dari kelas diam-diam, ia melewati pintu ruangan dengan aman tanpa halangan."Saatnya gue bikin perhitungan sama loe, jalang kecil."Sarah menunggu dengan tak sabar dosen yang sedang di dalam kelas, rasanya begitu lama hingga membuatnya bertambah kesal dibuatnya."Brengsek, lama banget ngajarnya." umpatnya.Dan bersamaan dengan itu keluarlah dosen yang sedari tadi di tunggunya, tak ingin berlama-lama Sarah segera masuk ke dalam kelas tersebut.Pandangannya tepat pada Tian yang sedang membereskan buku-bukunya, Sarah menyeringai ketika tahu jika Tian tak menyadari kehadirannya.Baru saja Tian bangkit dan melangkah ia sudah di kejutkan dengan seseorang yang sedang berdiri di
Hari ini Ardan begitu sibuk di perusahaan, sebelum menghadiri pertemuan kembali dengan tuan Arnold ia terlebih dulu menyelesaikan beberap meeting dengan beberapa client nya."Tolong kamu atur semuanya ya, saya akan siapkan sendiri berkas untuk tuan Arnold.""Baik pak, namun sepuluh menit lagi kita harus sudah masuk ruang meeting." ucap Candra asissten Ardan."Baiklah."Dan Ardan segera menyelesaikan berkasnya sebelum ia terlambat menghadiri meeting pentingnya.Ardan yang sedang menuju ruang meeting tanpa sengaja meninggalkan ponselnya di atas meja kerja."Silahkan masuk pak, semua sudah siap dan menunggu anda." seru Candra dengan hormat.Ardan mengangguk tanda terima kasihnya sebelum masuk dan memimpin meeting hari ini.Agak rumit sebab ada beberapa point yang di ajukan pihak client yang membuat Ardan ragu. Dan karena itu membuat meeting molor menjadi lebih lama sedangkan lima belas menit lagi client yang lain
Ardan yang sedang berbincang terkejut mendengar ponselnya berdering. Tak sampai di situ, ia kembali terkejut saat menerima panggilan tersebut.Ardan menyerahkan pertemuan dengan tuan Arnold pada Beno, sedang ia harus pergi dengan terburu-buru.Di lantai atas, Beno begitu terkejut dengan kehadiran tuan Arnold di hadapannya."Apa kabar tuan Beno?" seru Arnold menyadarkan Beno dari lamunannya."O ooh baik tuan, silahkan duduk." gugupnya menyadari situasi saat ini."Apa kabar Nyonya," memberi salam pada istri tuan Arnold....Nico mengerutkan dahinya menatap Ambar yang baru saja menutup sambungan telponnya."Kenapa loe harus ngabarin Ardan?"Deg,Ambar seolah lupa dengan kehadiran Nico bersamanya, ia terlalu fokus dan cemas melihat kondisi Tian saat ini.Namun Nico yang tak kunjung mendapat jawaban mengikuti arah pandang Ambar, ia bertambah bingung kala mata Ambar menatap dalam pad
"Itu semua karena— ""Karena Tian adalah tunangan Ardan."Semua mata tertuju pada sumber suara, sumber suara yang berhasil mengejutkan semua orang di sana."Loe ngomong apa Bay?" tanya Sarah dengan wajah yang masih terperangah.Sebelum Ambar menghubungi Ardan, Nico yang sudah panik lebih dulu menghubungi Bayu.Saat itu Bayu sedang meneguk segelas coffee nya di sebuah swalayan, dan saat Nico memberinya informasi tanpa pikir lama ia segera bergegas menghampirinya.Namun jarak yang cukup jauh membuatnya Ardan lebih dulu sampai dari pada dirinya.Bayu yang saat itu sedang berjalan menuju klinik samar-samar mendengar suara tangis.Fikirannya sudah begitu kalut hingga tanpa sadar ia berlari dan membuka begitu saja pintu klinik.Ardan sendiri terkejut mendengar ucapan Bayu barusan, merasa terus di tatap membuat Bayu berjalan menghampiri Ardan."Kontrol emosi loe, jangan sampai gegabah mengambil keputusan saat
Pagi sekali Bery sudah terlihat sangat antusias, ia yang selalu bermalas-malasan setiap hari kini terlihat sedang menggunakan alat gym sang istri."Hauh, satu. Dua, tiga .. hahh," deru nafasnya mengangkat beban-beban berat."Apa yang sedang kamu lakukan darling, tumben sekali menyentuh mereka?"Bery yang mendengar suara istrinya segera memutar kepala, senyum manisnya merekah ketika netranya menatap wanita seksi yang sedang berjalan menuju arahnya."Honey, apa kau sedang menggodaku?" tanyanya dengan begitu mesum."Cih, terlalu membanggakan diri. Aku kesini untuk memberi kakan otot-ototku," berjalan begitu saja melewati suaminya.Bagai seekor anjing, Bery terus saja mengikuti kemana Hera melangkahkan kakinya. Menunggu dengan setia dengan handuk juga air di tangannya."Minumlah, kau pasti sangat haus."Dengan senang hati Hera meraih handuk juga minuman dari tangan suaminya. Dengan mata menggoda, Hera meneguk minuman itu sembari me
Tian sudah siap dengan penampilannya, segala sesuatu sudah ia pesiapkan ketika ia mengakhiri panggilan dari Candra."Apapun itu, aku harus bisa menghadapinya. Aku harus kuat untuk orang-orang di sekitarku." gumamnya.Awalnya Tian mencoba menghubungi Ardan, namun berkali-kali ia menghubungi tak ada satupun jawaban dari Ardan di sana. Tian yang tak bisa menunggu lagi pada akhirnya memutuskan untuk pergi tanpa suaminya."Pak, tolong antar saya ke perusahaan."Tian merasa cemas dengan apa yang akan terjadi nantinya, ia sendiri sudah bisa menebak siapa yang saat ini sedang berada di perusahaannya."Nona, kita sudah sampai."Tian tersadar dari lamunannya, ia menatap sekeliling yang ternyata sudah ada di area perusahaan."Bapak bisa pulang aja, saya bisa pulang sendiri nanti.""Baik nona."Tian berdiam sejenak di depan pintu perusahaan miliknya, ia mencoba memantapkan diri sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam sana.
Ardan barus aja keluar dari kelasnya, ia mencoba mengambil ponsel dalam tasnya sebelum sebuah tangan menahannya."Ngagetin aja sih loe.""Sorry bro, tapi gue cuma mau tahu aja gimana kabar Tian itu?"Mendengar nama istrinya di sebut membuat Ardan ingat jika ada obat yang harus di minum tadi pagi. Ia benar-benar merutuki kebodohannya sendiri, bagaimana bisa ia melupakan hal penting untuk istrinya."Tunggu, gue telp dia dulu."Namun Ardan begitu terkejut ketika melihat banyaknya miscall juga pesan dari Tian juga Candra."Gue harus pergi, lain kali gue kasih penjelasannya."Ardan berlari dengan terburu-buru hingga tanpa sadar menabrak tubuh Sarah hingga hampir terjatuh."Sorry."Melihat Ardan masih mau menolongnya membuat jantung Sarah kembali berdetak, hatinya begitu berbunga-bunga melihat bagaimana cara Ardan perduli terhadapnya. Ia dengan tak tahu malunya melemparkan tubuhnya pada tubuh Ardan."Gue tah
Perdebatan terus terjadi di antara Beno juga Hera, kedua orang itu begitu gigih dengan ucapan masing-masing. Melihat istrinya tersudut Bery berusaha memikirkan sebuah ide, dan di saat matanya menatap seisi ruangan pandangan matanya tanpa sengaja berhenti pada Tian.Mata Bery begitu terpesona dengan wajah cantik Tian walau dengan bekas merah di pipi juga bibir pucatnya."Sayang kamu gpp? Apa ada yang sakit?" tanya Ardan begitu khawatir.Ardan begitu cemas saat ini, ia lupa memberi istrinya obat dan kini harus melihat wajah pucat istrinya. Ingin sekali ia membawa Tian pulang saat ini, namun situasi membuat ia tak bisa berbuat banyak.Ardan terus membawa Tian dalam perluaknnya, ia mendekat tubuh itu dengan begitu sayang. Tian merasa jika ia sedang di perhatikan, ia pun membuka matanya. Tepat saat itu juga Bery tersenyum ke arahnya."Menjijikan," gumamnya.Namun lirih gumaman itu masih mampu terdengar jelas di telinga Ardan yang sedang mendekapn