Setelah kejadian tadi malam, Ambar sama sekali tak menghubungi Sarah. Ada rasa kesal jika mengingat bagaimana kasarnya sikap Sarah juga menusuknya setiap perkataan yang di lontarkannya membuat Ambar enggan kembali menghubunginya.
Pagi ini ia memang membuat janji dengan Bayu untuk jogging bersama di sebuah taman, namun saat tengah beristirahat tanpa sengaja mata Sarah menangkap sosok yang sangat di kenalinya.
"Ardana? sama Tian?"
Begitu syoknya Ambar hingga ia tak menyadari jika Bayu sudah berdiri di sebelahnya.
Bayu menatap heran Ambar yang terdiam dengan mulut yang menganga, ia pun mengikuti arah pandang Ambar hingga membuat gadis itu terkejut. Dan Bayu yang paham pada akhirnya mengajak Ambar menghampiri keduanya.
"Eh mau kemana Bay?"
Antara terjekut juga panik, Ambar hanya mampu mengikuti ke mana Bayu menarik dirinya pergi.
Tanpa permisi Bayu mendudukkan dirinya tepat di depan Tian dan tersenyum manis dengannya, melihat
2 bulan kemudian, Hari ini seperti biasa Tian akan berlatih dengan Mark di halaman belakang, selepas kelas akhir Tian buru-buru pulang demi bisa cepat latihan. Namun tanpa sengaja saat berlari ia menyenggol tubuh Ardan hingga keduanya terjatuh bersama. Bugh, Semua mata tertuju pada keduanya, jantung Tian seakan tengah meninggalkan tubuhnya saat kini matanya terkunci dengan mata suaminya. Keduanya terjatuh dengan posisi Tian menindih tubuh Ardan, tak hanya itu saja sebab ada yang lebih membuat satu kampus heboh. Bibir Tian mendarat dengan sempurna di bibir Ardan, keduanya bahkan hanya terdiam saling mengunci tatapan dan menikmati momen langkanya. Ardan tertegun, ia tahu kini semua mata sedang menatap ke arahnya namun ia tak ingin mengacaukan suasananya. Menatap paras cantik istrinya membuat pusaka miliknya tiba-tiba saja bangkit dari pertapaan, Ardan begitu kalang kabut di buatnya. Dengan sengaja Ardan melumat sejenak bibir
Dor..Dor..Dor.. Letupan senjata begitu terdengar nyaring bunyinya, dengan beraninya Tian kembali mengarahkan pistolnya pada papan sasarannya. Dor..Dor.. Kembali Tian menarik pelatuknya, ia dengan semua amarahnya juga kekecewanya membuat seakan gelap menggelilinginya. Namun saat ia kembali mengarahkan pistolnya ada sebuah tangan yang menutup lubang pelurunya. "Bahkan peluru bisa tak mengenali sasarannya jika sang penarik pelatuk tak bisa mengontrol dirinya." Tubuh Tian luruh kebawah, air matanya sudah tak bisa di bendung lagi. Sungguh kini ia hanya butuh bahu suaminya, ia hanya ingin menangis dan mengadu dengan laki-laki pemilik dirinya itu. Namun tak bisa, ia tak ingin suaminya masuk lebih bahaya lagi karena dirinya. Tian hanya ingin suaminya baik-baik saja. Ingin sekali Mark merengkuh tubuh lemah itu, ingin sekali tangannya terulur menghapus setiap buliran yang keluar membasahi wajahnya. Namun ia kembali mengingat st
Ardan lepas kendali, ia menyerang Tian dengan membabi buta. Dapur yang semula rapi kini berubah berantakan akibat ulahnya.Hosh,, Hosh..Deru nafas keduanya, kegiatan panas itu membuat sesuatu dalam diri Ardan kini bangkit dan bersiap unjuk gigi. Namun menatap wajah Tian rasanya ada rasa tak tega dengan fikirannya, dengan seulas senyum ia menempelkan kedua kening mereka."Maaf ya, aku kelepasan." bisik Ardan.Tian tak menyahutinya, kepalanya hanya mengangguk merespon ucapan sang suami. Entah kini ia harus bereaksi seperti apa, ada rasa malu juga berdebar yang datang bersamaan. Namun ia kembali teringat dengan sikap aneh dari suaminya."Kemarilah kak," menarik tangan Ardan menuju sofa.Tian dengan halus menuntun Ardan duduk di depannya, tangannya masih tak lepas menggenggam tangan Ardan. Hubungan keduanya yang sudah membaik membuat Tian lebih berani bersikap di depan suaminya."Katakan, apa yang terjadi dengan kakak?""Nggak ada
Beno menerima kabar jika hari ini akan ada tamu besar di perusahaan, ia pun mencoba mengkonfirmasi hal tersebut dengan Ardan. Dan benar saja, Ardan saat ini tengah bersiap menerima tamu tersebut bersama istrinya."Baiklah, semoga sukses. Ingat, jangan gugup." seru Beno di balik ponselnya.Ardan menggelengkan kepalanya, selalu saja Beno bisa membuat rasa gugupnya menguap begitu saja. Entah mengapa Ardan merasa begitu nyaman jika berada di lingkungan bersama Beno."Siapa yang telpon kak?" tanya Tian yang keluar dari kamar mandi.Ardan tak menyahutinya, ia melangkah dengan cepat dan merengkuh Tian ke dalam pelukannya. Rasanya kini Tian sudah menjadi candu baginya, bagai narkotika sebab kini tubuh Ardan selalu menginginkannya."Cantik sekali nyonya Cyntia." pujinya."Jangan mengalihkan topik, siapa yang barusan telponnya kakak matiin?" tanya nya.Ardan mencolek hidung mancung istrinya, lagi-lagi Tian menunjukkan sikap cemburunya tanpa sad
Lecy masih terdiam, ia bahkan hanya bisa mengikuti langkah kaki orang yang kini sedang menggenggam tangannya. Matanya terus saja menatap tangan mungilnya yang terbalut sempurna oleh sebuah tangan kokoh."Masuklah, biar aku antar kamu sampai tujuan." serunya, dan Lecy lagi-lagi hanya diam menurutinya.Mobil melaju dengan normalnya, tak ada obrolan hingga suasana di dalam mobil begitu hening mencekam. Dan tak terasa kini keduanya tiba di tempat tujuan Lecy."Kenapa dia bisa tahu, bukannya dari tadi aku nggak ngasih tahu dia ya?" batinnya bertanya."Turunlah, selesaikan urusanmu. Aku akan menunggumu di cafe itu," tunjukknya pada sebuah cafe tak jauh darinya.Karena sedang terburu-buru pada akhirnya membuat Lecy mau tak mau menunda pemikirannya, ia kini harus menyelesaikan urusannya sebelum kembali membuat urusan baru dengan seseorang lainnya."Benar-benar gadis unik."***Jakarta,Tian sedang duduk melingkar dengan tamu istim
Mata Lecy tentu saja terkejut dengan apa yang di sodorkan di hadapannya, begitu indah di pandang mata dan memikat hatinya."Tentu saja masih sama, namun jelas jika memang ini untuk saya maka dengan tegas saya menolaknya." dengan gaya angkuh menyenderkan punggungnya.Laki-laki di hadapannya tersenyum geli menatap tingkah Lecy yang sok galak, namun nampak begitu imut secara bersamaan."Jadi ini di tolak?""Tentu saja, lagian om kenapa mau ngasih aku kalung itu?"Jelas laki-laki yang ada di hadapan Lecy saat ini adalah Beno, secara sengaja menyempatkan diri untuk mengunjungi kampus Lecy dengan harapan dapat bertemu dengan gadisnya.Dan yang kini ada di hadapan Lecy adalah kalung yang secara khusus Beno pesan, namun sayangnya penolakan Lecy barusan sempat membuatnya merasa sedikit kecewa."Terimalah, ini hadiah dariku untuk kelulusan mu.""Baiklah kalau om memaksa, lalu bisakah om memakaikannya untukku?"Beno tersenyum geli
Sarah menggila, bayangan Ardan bersama Tian terus saja menghantui dirinya. Selama ia mengikuti kelas tambahan tak ada satupun materi yang sampai di otaknya, justru semakin lama ia berada di dalam kelas semakin bertambah pula luapan emosinya.Sarah memilih keluar dari kelas diam-diam, ia melewati pintu ruangan dengan aman tanpa halangan."Saatnya gue bikin perhitungan sama loe, jalang kecil."Sarah menunggu dengan tak sabar dosen yang sedang di dalam kelas, rasanya begitu lama hingga membuatnya bertambah kesal dibuatnya."Brengsek, lama banget ngajarnya." umpatnya.Dan bersamaan dengan itu keluarlah dosen yang sedari tadi di tunggunya, tak ingin berlama-lama Sarah segera masuk ke dalam kelas tersebut.Pandangannya tepat pada Tian yang sedang membereskan buku-bukunya, Sarah menyeringai ketika tahu jika Tian tak menyadari kehadirannya.Baru saja Tian bangkit dan melangkah ia sudah di kejutkan dengan seseorang yang sedang berdiri di
Hari ini Ardan begitu sibuk di perusahaan, sebelum menghadiri pertemuan kembali dengan tuan Arnold ia terlebih dulu menyelesaikan beberap meeting dengan beberapa client nya."Tolong kamu atur semuanya ya, saya akan siapkan sendiri berkas untuk tuan Arnold.""Baik pak, namun sepuluh menit lagi kita harus sudah masuk ruang meeting." ucap Candra asissten Ardan."Baiklah."Dan Ardan segera menyelesaikan berkasnya sebelum ia terlambat menghadiri meeting pentingnya.Ardan yang sedang menuju ruang meeting tanpa sengaja meninggalkan ponselnya di atas meja kerja."Silahkan masuk pak, semua sudah siap dan menunggu anda." seru Candra dengan hormat.Ardan mengangguk tanda terima kasihnya sebelum masuk dan memimpin meeting hari ini.Agak rumit sebab ada beberapa point yang di ajukan pihak client yang membuat Ardan ragu. Dan karena itu membuat meeting molor menjadi lebih lama sedangkan lima belas menit lagi client yang lain