Ardan lepas kendali, ia menyerang Tian dengan membabi buta. Dapur yang semula rapi kini berubah berantakan akibat ulahnya.
Hosh,, Hosh..
Deru nafas keduanya, kegiatan panas itu membuat sesuatu dalam diri Ardan kini bangkit dan bersiap unjuk gigi. Namun menatap wajah Tian rasanya ada rasa tak tega dengan fikirannya, dengan seulas senyum ia menempelkan kedua kening mereka.
"Maaf ya, aku kelepasan." bisik Ardan.
Tian tak menyahutinya, kepalanya hanya mengangguk merespon ucapan sang suami. Entah kini ia harus bereaksi seperti apa, ada rasa malu juga berdebar yang datang bersamaan. Namun ia kembali teringat dengan sikap aneh dari suaminya.
"Kemarilah kak," menarik tangan Ardan menuju sofa.
Tian dengan halus menuntun Ardan duduk di depannya, tangannya masih tak lepas menggenggam tangan Ardan. Hubungan keduanya yang sudah membaik membuat Tian lebih berani bersikap di depan suaminya.
"Katakan, apa yang terjadi dengan kakak?"
"Nggak ada
Beno menerima kabar jika hari ini akan ada tamu besar di perusahaan, ia pun mencoba mengkonfirmasi hal tersebut dengan Ardan. Dan benar saja, Ardan saat ini tengah bersiap menerima tamu tersebut bersama istrinya."Baiklah, semoga sukses. Ingat, jangan gugup." seru Beno di balik ponselnya.Ardan menggelengkan kepalanya, selalu saja Beno bisa membuat rasa gugupnya menguap begitu saja. Entah mengapa Ardan merasa begitu nyaman jika berada di lingkungan bersama Beno."Siapa yang telpon kak?" tanya Tian yang keluar dari kamar mandi.Ardan tak menyahutinya, ia melangkah dengan cepat dan merengkuh Tian ke dalam pelukannya. Rasanya kini Tian sudah menjadi candu baginya, bagai narkotika sebab kini tubuh Ardan selalu menginginkannya."Cantik sekali nyonya Cyntia." pujinya."Jangan mengalihkan topik, siapa yang barusan telponnya kakak matiin?" tanya nya.Ardan mencolek hidung mancung istrinya, lagi-lagi Tian menunjukkan sikap cemburunya tanpa sad
Lecy masih terdiam, ia bahkan hanya bisa mengikuti langkah kaki orang yang kini sedang menggenggam tangannya. Matanya terus saja menatap tangan mungilnya yang terbalut sempurna oleh sebuah tangan kokoh."Masuklah, biar aku antar kamu sampai tujuan." serunya, dan Lecy lagi-lagi hanya diam menurutinya.Mobil melaju dengan normalnya, tak ada obrolan hingga suasana di dalam mobil begitu hening mencekam. Dan tak terasa kini keduanya tiba di tempat tujuan Lecy."Kenapa dia bisa tahu, bukannya dari tadi aku nggak ngasih tahu dia ya?" batinnya bertanya."Turunlah, selesaikan urusanmu. Aku akan menunggumu di cafe itu," tunjukknya pada sebuah cafe tak jauh darinya.Karena sedang terburu-buru pada akhirnya membuat Lecy mau tak mau menunda pemikirannya, ia kini harus menyelesaikan urusannya sebelum kembali membuat urusan baru dengan seseorang lainnya."Benar-benar gadis unik."***Jakarta,Tian sedang duduk melingkar dengan tamu istim
Mata Lecy tentu saja terkejut dengan apa yang di sodorkan di hadapannya, begitu indah di pandang mata dan memikat hatinya."Tentu saja masih sama, namun jelas jika memang ini untuk saya maka dengan tegas saya menolaknya." dengan gaya angkuh menyenderkan punggungnya.Laki-laki di hadapannya tersenyum geli menatap tingkah Lecy yang sok galak, namun nampak begitu imut secara bersamaan."Jadi ini di tolak?""Tentu saja, lagian om kenapa mau ngasih aku kalung itu?"Jelas laki-laki yang ada di hadapan Lecy saat ini adalah Beno, secara sengaja menyempatkan diri untuk mengunjungi kampus Lecy dengan harapan dapat bertemu dengan gadisnya.Dan yang kini ada di hadapan Lecy adalah kalung yang secara khusus Beno pesan, namun sayangnya penolakan Lecy barusan sempat membuatnya merasa sedikit kecewa."Terimalah, ini hadiah dariku untuk kelulusan mu.""Baiklah kalau om memaksa, lalu bisakah om memakaikannya untukku?"Beno tersenyum geli
Sarah menggila, bayangan Ardan bersama Tian terus saja menghantui dirinya. Selama ia mengikuti kelas tambahan tak ada satupun materi yang sampai di otaknya, justru semakin lama ia berada di dalam kelas semakin bertambah pula luapan emosinya.Sarah memilih keluar dari kelas diam-diam, ia melewati pintu ruangan dengan aman tanpa halangan."Saatnya gue bikin perhitungan sama loe, jalang kecil."Sarah menunggu dengan tak sabar dosen yang sedang di dalam kelas, rasanya begitu lama hingga membuatnya bertambah kesal dibuatnya."Brengsek, lama banget ngajarnya." umpatnya.Dan bersamaan dengan itu keluarlah dosen yang sedari tadi di tunggunya, tak ingin berlama-lama Sarah segera masuk ke dalam kelas tersebut.Pandangannya tepat pada Tian yang sedang membereskan buku-bukunya, Sarah menyeringai ketika tahu jika Tian tak menyadari kehadirannya.Baru saja Tian bangkit dan melangkah ia sudah di kejutkan dengan seseorang yang sedang berdiri di
Hari ini Ardan begitu sibuk di perusahaan, sebelum menghadiri pertemuan kembali dengan tuan Arnold ia terlebih dulu menyelesaikan beberap meeting dengan beberapa client nya."Tolong kamu atur semuanya ya, saya akan siapkan sendiri berkas untuk tuan Arnold.""Baik pak, namun sepuluh menit lagi kita harus sudah masuk ruang meeting." ucap Candra asissten Ardan."Baiklah."Dan Ardan segera menyelesaikan berkasnya sebelum ia terlambat menghadiri meeting pentingnya.Ardan yang sedang menuju ruang meeting tanpa sengaja meninggalkan ponselnya di atas meja kerja."Silahkan masuk pak, semua sudah siap dan menunggu anda." seru Candra dengan hormat.Ardan mengangguk tanda terima kasihnya sebelum masuk dan memimpin meeting hari ini.Agak rumit sebab ada beberapa point yang di ajukan pihak client yang membuat Ardan ragu. Dan karena itu membuat meeting molor menjadi lebih lama sedangkan lima belas menit lagi client yang lain
Ardan yang sedang berbincang terkejut mendengar ponselnya berdering. Tak sampai di situ, ia kembali terkejut saat menerima panggilan tersebut.Ardan menyerahkan pertemuan dengan tuan Arnold pada Beno, sedang ia harus pergi dengan terburu-buru.Di lantai atas, Beno begitu terkejut dengan kehadiran tuan Arnold di hadapannya."Apa kabar tuan Beno?" seru Arnold menyadarkan Beno dari lamunannya."O ooh baik tuan, silahkan duduk." gugupnya menyadari situasi saat ini."Apa kabar Nyonya," memberi salam pada istri tuan Arnold....Nico mengerutkan dahinya menatap Ambar yang baru saja menutup sambungan telponnya."Kenapa loe harus ngabarin Ardan?"Deg,Ambar seolah lupa dengan kehadiran Nico bersamanya, ia terlalu fokus dan cemas melihat kondisi Tian saat ini.Namun Nico yang tak kunjung mendapat jawaban mengikuti arah pandang Ambar, ia bertambah bingung kala mata Ambar menatap dalam pad
"Itu semua karena— ""Karena Tian adalah tunangan Ardan."Semua mata tertuju pada sumber suara, sumber suara yang berhasil mengejutkan semua orang di sana."Loe ngomong apa Bay?" tanya Sarah dengan wajah yang masih terperangah.Sebelum Ambar menghubungi Ardan, Nico yang sudah panik lebih dulu menghubungi Bayu.Saat itu Bayu sedang meneguk segelas coffee nya di sebuah swalayan, dan saat Nico memberinya informasi tanpa pikir lama ia segera bergegas menghampirinya.Namun jarak yang cukup jauh membuatnya Ardan lebih dulu sampai dari pada dirinya.Bayu yang saat itu sedang berjalan menuju klinik samar-samar mendengar suara tangis.Fikirannya sudah begitu kalut hingga tanpa sadar ia berlari dan membuka begitu saja pintu klinik.Ardan sendiri terkejut mendengar ucapan Bayu barusan, merasa terus di tatap membuat Bayu berjalan menghampiri Ardan."Kontrol emosi loe, jangan sampai gegabah mengambil keputusan saat
Pagi sekali Bery sudah terlihat sangat antusias, ia yang selalu bermalas-malasan setiap hari kini terlihat sedang menggunakan alat gym sang istri."Hauh, satu. Dua, tiga .. hahh," deru nafasnya mengangkat beban-beban berat."Apa yang sedang kamu lakukan darling, tumben sekali menyentuh mereka?"Bery yang mendengar suara istrinya segera memutar kepala, senyum manisnya merekah ketika netranya menatap wanita seksi yang sedang berjalan menuju arahnya."Honey, apa kau sedang menggodaku?" tanyanya dengan begitu mesum."Cih, terlalu membanggakan diri. Aku kesini untuk memberi kakan otot-ototku," berjalan begitu saja melewati suaminya.Bagai seekor anjing, Bery terus saja mengikuti kemana Hera melangkahkan kakinya. Menunggu dengan setia dengan handuk juga air di tangannya."Minumlah, kau pasti sangat haus."Dengan senang hati Hera meraih handuk juga minuman dari tangan suaminya. Dengan mata menggoda, Hera meneguk minuman itu sembari me