Hari ini aku dipanggil pihak yayasan tempatku bekerja, terkait masalah video viral. Semoga saja tidak berakibat fatal, karena bukan aku yang memulai pertengkaran dan bukan aku juga yang menyebarkan video itu."Bu Hanum sudah tahu kan, kenapa saya panggil kesini?" tanya Bu Vita selaku staf sdm di yayasan. "iya, Bu.""Bisa Ibu menjelaskan kejadian itu?" tanya bu Vita lagi.Aku mengangguk dan mulai menjelaskan duduk permasalahannya. aku berada di ruangan Bu Vita, hanya berdua dengan beliau. jadi bisa leluasa untuk bercerita.aku mencoba mati-matian untuk menahan emosi dan air mata. karena ini sama saja dengan membuka aib rumah tanggaku sendiri. Tampak Bu Vita manggut-manggut dan terkadang raut wajahnya sendu. bagaimanapun juga beliau adalah seorang perempuan, yang pasti mudah terbawa perasaan."Nggak usah ditahan, Bu hanum. kalau mau menangis, silahkan. mungkin saja bisa mengurangi sedikit beban di pundak Bu Hanum.""Iya Bu.""Saya turut prihatin atas masalah di rumah tangga Bu Hanum. s
"Hanum!" panggil Ray. Aku pun menghentikan langkahku. Ia berjalan mendekatiku."Dari mana?" tanya Ray."Habis besuk orang sakit.""Oh kirain sengaja mencariku." Ray tersenyum meledekku.Ini orang pede banget ya? Mentang-mentang ganteng, hidupnya mapan dan merupakan duda cerai hidup."Memangnya boleh sengaja mencarimu?" tanyaku menggodanya."Boleh dong, nggak ada yang melarang kok." Lagi-lagi sosok didepanku ini tersenyum manis yang membuatku klepek-klepek. Hanum, nyadar dong, kamu tuh nggak selevel dengannya. Berbagai pikiran melintas di otakku. Jangan sampai otakku error' di depan makhluk ini, aku menggelengkan kepala."Kenapa kok geleng-geleng kepala?" "E..enggak apa-apa," sahutku dengan gugup.Perempuan yang tadi berbicara dengan ray berjalan mendekati kami."Siapa dia, Mas?" tanya perempuan itu."Frida, kenalin. ini Hanum," kata Ray. Ia menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki, membuatku sangat risih. Tatapan sinisnya seolah-olah mengejekku. kok aku sensitif banget ya?Aku
"Saya dengar Mbak Hanum mengajukan perceraian dengan Pak Fahmi ya?" tanya Adrian."Iya.""Tidak memilih bertahan dengannya?"Aku menggelengkan kepala."Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan saya untuk berpisah. Anak-anak saya juga sudah besar, mereka memahami kondisi ini dan menghargai segala keputusan saya.""Mbak Hanum masih tinggal bersama Pak Fahmi, kan?""Enggak. Saya dan anak-anak sudah keluar dari rumah itu.""Hmm, pantas saja Dinda dan Pak Fahmi sekarang tambah dekat. Beberapa Minggu yang lalu, saya lihat motor Dinda keluar dari rumah, Pak Fahmi. Tentu saja saya tidak mencurigainya, karena saya pikir di rumah itu ada Mbak Hanum, jadi nggak mungkin berbuat macam-macam. Ternyata mereka malah merasa bebas." Adrian berkata dengan geram.Aku kaget mendengar mendengar ucapan Adrian. Berarti Mas Fahmi dan Dinda bertemu di rumah kami yang dulu? Aku yakin pasti mereka melakukan zina, nggak mungkin hanya ngobrol saja. Sedangkan mereka hanya berdua di rumah itu. Sungguh-sungguh sanga
"Jangan bawa-bawa orang tuaku," teriak Dinda."Nggak usah berteriak seperti itu. Itu akan menandakan betapa rendahnya etikamu. O ya, apakah suamimu, Andrian, tahu kalau kamu berselingkuh?""Jangan sok tahu kamu. Memangnya kamu tahu siapa suamiku," cibir Dinda."Tahu, aku tahu semua tentang keluargamu. Orang tuamu dan mertuamu. Apa perlu foto-foto itu aku kirim ke keluargamu? Wah pasti akan menjadi menarik ya? Sebenarnya kamu itu cantik, masih muda, punya suami dan anak yang masih kecil, tapi sayang kelakuanmu minus. Kamu nggak kasihan dengan anakmu?" ejekku. Aku pun melanjutkan berbicara."Kemarin aku juga sudah ke inspektorat, memberikan kesaksian dan beberapa bukti. Jadi silahkan saja tunggu kehancuran kalian berdua. O ya, mungkin kamu belum tahu ya? Yang melaporkan kalian ke inspektorat itu adalah Andrian, suamimu tercinta. Kemungkinan kalian bisa dilaporkan ke polisi, dugaan perselingkuhan. Pasti asyik tuh kalau kalian berdua dipenjara. Kira-kira satu sel nggak ya? Terus kalau kal
Sayup-sayup aku mendengar suara Arya memanggilku."Ibu... Ibu…" Aku terbangun, ternyata aku tadi ketiduran. "Ibu… Ibu…." Aku segera beranjak dari tidurku dan menuju ke pintu depan.Alangkah terkejutnya aku, di depan pintu ada anak-anak dan ayahnya, yaitu Mas Fahmi. Adiva langsung masuk ke rumah dengan wajah cemberut, Arya masih bisa memperlihatkan wajah ramah. Arya dan Mas Fahmi masuk ke dalam rumah. Arya segera masuk ke kamarnya."Jadi dari tadi ada di rumah ya?" tanya Mas Fahmi dengan kesal."Memangnya Mas sudah dari tadi ya?" Aku pura-pura tidak tahu."Iya, sejam lebih aku nunggu diluar." Ia tampak sangat kesal, dengan wajah dan pakaian yang kusut."Maaf, aku ketiduran. Aku capek. Ada apa Mas kesini?" tanyaku dengan enggan."Memangnya nggak boleh kesini ya? Bertemu istri dan anak-anak.""Calon mantan istri."Mas Fahmi mendengus kasar mendengar ucapanku. Kemudian duduk di karpet."Iya, nggak perlu kamu sebutkan. Sepertinya sudah nggak sabar dengan status janda. Kamu sengaja menghin
Aku mengintip dari jendela, seorang laki-laki dengan pakaian yang rapi, tampak memegang sebuah amplop.Bismillah, akhirnya aku beranikan diri untuk membukanya. Semoga bukan orang jahat."Waalaikumsalam," jawabku sambil membuka pintu. Kemudian aku tersenyum pada laki-laki itu."Ada apa ya, Pak?" tanyaku dengan sopan."Maaf, apa benar ini rumah Bu Hanum?" tanya laki-laki itu."Iya benar. Saya Hanum.""Alhamdulillah, bisa bertemu langsung dengan Ibu Hanum. Saya Irawan dari pengadilan agama. Saya ditugaskan mengantar surat panggilan untuk Ibu Hanum. Diharapkan satu Minggu lagi Ibu ke pengadilan agama. Silahkan Ibu tanda tangan disini ya?" kata laki-laki bernama Irawan itu, sambil menyodorkan semacam buku ekspedisi."Oh, begitu ya, Pak. Saya datang sendiri atau bagaimana? Apa yang harus saya persiapkan? Maklum Pak, saya belum paham.""Maaf, Bu, untuk kasus Ibu, nanti akan diadakan mediasi dulu. Kalau mediasi tidak berhasil baru dilaksanakan sidang.""Oke, Pak. Terima kasih untuk informasin
"Suatu saat Arya dan Adiva akan mempunyai keluarga dan tentunya tinggal Ayah dan Ibu yang hanya berdua saja. Arya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi nanti. Mungkin Ibu akan tetap bersama dengan Ayah karena keterpaksaan, demi keinginan Arya dan Adiva. Dan Arya yakin, Ibu akan tetap berusaha untuk terlihat bahagia demi kami. Padahal hati Ibu akan semakin tersiksa. Hidup bersama dengan orang yang sudah dua kali mengkhianati Ibu."Arya menghela nafas panjang. Aku dari tadi menatap Arya yang berbicara. Betapa ia sudah sangat dewasa sekarang. Entah darimana ia bisa mendapatkan kata-kata itu. Kata-kata yang sangat menyentuh perasaanku."Arya tidak mau, nanti akan menjadi penyesalan seumur hidup, kalau Arya memaksa Ibu untuk tetap bersama dengan Ayah. Belum lagi Yang Ti yang akhir-akhir ini tidak menyukai Ibu. Selalu mencari kesalahan Ibu. Setelah beberapa bulan kita tinggal disini, Arya menjadi yakin, kalau Ibu ternyata bisa bahagia tanpa Ayah. Kita juga sudah terbiasa hidup tanpa
"Semua kenangan indah dan menyedihkan, tentu suatu saat akan anda ceritakan pada anak cucu, bukan? Ya tentu saja supaya anak cucu tahu, bagaimana perjuangan Pak Fahmi dan Bu Hanum dalam membina rumah tangga. Apakah rumah tangga ini tidak bisa diperbaiki dan dipertahankan?" tanya Pak Akbar."Maaf, Pak. Saya sudah mantap untuk berpisah," jawabku dengan tegas dengan mata masih berkaca-kaca."Disini tertulis karena sudah tidak ada kecocokan. Maksudnya yang seperti apa ya? Saya rasa kalau hanya ketidakcocokan, pasti bisa diperbaiki. Seperti yang saya bilang tadi, saling menerima kekurangan dan kelebihan.""Saya tidak tahu kalau alasan perceraiannya yang tertulis seperti itu," kataku pelan."Tapi Ibu tahu kan kalau Ibu digugat cerai oleh Pak Fahmi?""Istri saya yang menyuruh saya menggugat dan mengurus perceraian ini. Karena status saya sebagai PNS, istri saya tidak mau repot-repot mengurus proses perceraian. Sebenarnya saya tidak mau bercerai, karena anak-anak yang sudah besar. Pasti butuh