"Terus kita harus bagaimana? Mas Fahmi kemana sekarang? Ia sudah tahu belum surat panggilan itu?" cecar Fariz."Fahmi sudah tahu, eh malah dia pergi," sahut Ibu dengan kesal."Tuh kan? Yang punya masalah saja, orangnya santai. Kok malah Ibu yang repot? Terus apa tanggapan Ayah?" Fariz menimpali ucapan Ibu."Ayah ya kayak kamu. Nggak peduli dengan apa yang akan terjadi pada Fahmi. Kamu ada teman di Polsek nggak?" tanya Ibu."Untuk apa?" jawab Fariz."Biar Fahmi nggak usah ke kantor polisi.""Bu, biarkan saja Mas Fahmi menjalani semuanya. Nanti kalau tuduhan tidak terbukti, Mas Fahmi nggak akan dipenjara. Besok kan hanya dimintai keterangan," kata Fariz menenangkan ibunya."Tapi semua tuduhan itu benar adanya. Ibu pikir Fahmi menikah siri dengan janda. Nggak tahunya dengan istri orang. Berarti mereka membohongi Ibu. Awas saja kamu, Fahmi," kata Ibu dengan marah, karena merasa dibohongi. "Waktu mereka menikah, Ibu tahu nggak? Atau Ibu malah menghadiri akad nikah mereka?" tanya Fariz."K
Sampai di rumah, sudah ada perempuan yang menungguku di depan pintu. Perempuan muda yang sangat anggun."Maaf, Mbak. Mencari siapa?" tanyaku dengan sopan."Bu Hanum ya?" "Iya saya sendiri. Ada perlu apa, Mbak?" tanyaku sambil membuka pintu rumahku."Mari masuk," ajakku. Apa perempuan ini yang dikatakan Bu Ani tadi ya?Perempuan itu pun masuk ke dalam rumahku, ia melihat-lihat ruang tamu. Kemudian aku mempersilahkan untuk duduk di karpet yang ada."Perkenalkan saya Desti, istrinya Mas Akbar." Aku kaget mendengarnya, setahuku Mas Akbar itu seorang duda yang istrinya meninggal. Apa Mas Akbar sudah menikah lagi ya? "Kaget ya? Benar sekali, Mas Akbar sudah menikah lagi dengan saya," ucap Desti seolah-olah ia tahu apa yang aku pikirkan."Ooo, terus maksud kedatangan Mbak Desti?" tanyaku.Ia menunjukkan foto-foto ketika aku, Mas Hanif dan Mas Akbar sedang makan di rumah makan. Tapi yang difoto hanya tampak fotoku dan fotonya Mas Akbar saja."Bu Hanum, saya tahu kalau Bu Hanum itu seorang j
"Aku lakukan semua ini karena takut kamu akan meninggalkanku. Kamu selama ini selalu cuek sama aku, bahkan kamu belum pernah menyentuhku," ucap Desti sambil sesenggukan. Aku sangat kaget mendengar ucapan Desti. Jadi mereka menikah tapi belum saling menyentuh?"Itu urusan rumah tangga kita. Kenapa kamu umbar? Aku kan sudah bilang, kalau aku butuh waktu untuk menyiapkan diri menjadi suamimu. Tidak semudah itu aku melupakan almarhumah istriku."Kulihat Mas Akbar berkata dengan wajah yang sedih. Aku tahu kalau Mas Akbar sangat mencintai istrinya. Istrinya meninggal ketika melahirkan anak keduanya, anaknya selamat, tapi istrinya tidak tertolong. Aku nggak tahu sudah berapa lama istrinya meninggal."Hanif, Hanum, maafkan kelakuan Desti. Aku pastikan Desti tidak akan mengganggumu lagi, Num." Mas Akbar berkata sambil menatapku.Aku hanya mengangguk."Ayo pulang, kita selesaikan masalah di rumah, bila perlu kita selesaikan juga pernikahan kita ini," ajak Mas Akbar sambil menarik tangan Desti.
Sudah satu Minggu ini kehidupanku tampak tenang. Aku menjalani aktivitas seperti biasa. Aku berusaha untuk melupakan semua masalahku, ingin benar-benar menikmati hidupku. Menulis merupakan healing bagiku, dimana aku bisa menuangkan segala emosiku dalam bentuk tulisan, jadi tidak akan menyakiti orang lain. Seperti saat ini yang aku lakukan, pulang dari sekolah, bersantai di kamar. Berkhayal sambil menulis di ponsel. Banyak ide cerita mengalir di otakku. Aku jadi sangat bersemangat menulis hari ini. Terdengar suara ponselku, menandakan sebuah pesan. Aku pun membukanya.[ Mbak Hanum, jangan kaget ya? Mungkin besok atau lusa Mbak Hanum dipanggil ke kantor polisi untuk memberikan keterangan. Aku mohon, Mbak Hanum memberikan keterangan sejujur-jujurnya. Tentang apa yang sebenarnya terjadi.] Sebuah pesan dari Andrian. Aku sebenarnya malas menjadi saksi. Karena akan membuka luka lama yang sedang berusaha aku lupakan. [Ok. Terima kasih untuk informasinya.] Aku pun membalas pesan itu.Pesan d
Deg! Hatiku berdebar-debar. Aku segera duduk di sofa berhadapan dengan Bu Hartini. Kulihat Susan juga menunjukkan ekspresi kaget. Kemudian ia duduk di kursinya mengerjakan tugasnya."Ada perlu apa ya, Bu?" tanyaku."Bu Hanum, maaf kalau kedatangan saya mengganggu kegiatan Ibu. Beberapa hari yang lalu, di rumah saya ada panggilan dari polisi untuk Dinda. Saya tanya Dinda, akhirnya ia bercerita. Katanya ia dituduh selingkuh dengan Fahmi. Sekarang mereka dilaporkan ke polisi. Dinda memang sudah satu bulan ini kembali ke rumah saya. Katanya Andrian selingkuh dan menuduh Dinda yang selingkuh." Bu Hartini menjelaskan tentang Dinda. Aku nggak tahu, siapa yang bohong, Dinda atau ibunya. Karena yang dikatakan Bu Hartini itu jelas memutarbalikkan fakta. "Maksud kedatangan saya kesini, minta tolong dengan Bu Hanum untuk mencabut laporan ke polisi. Kata Dinda Bu Hanum yang melaporkan, karena Bu Hanum cemburu dengan Dinda yang sekantor dengan Fahmi. Dinda anak saya itu PNS lho, Bu. Bukan seperti
"Pak, walaupun saya hanya seorang guru TK swasta, tapi saya lebih terhormat daripada Dinda anak bapak yang PNS. Kelakuannya sangat bejat, masih punya suami berselingkuh dengan suami orang."Brakk! Bapaknya Dinda menggebrak meja."Pak, ini sekolah. Kalau memang Bapak dari keluarga baik-baik, jaga sikap Bapak. Nanti saya teriak, banyak yang datang kesini. Pasti Bapak yang akan dikeroyok." Aku berusaha berkata dengan tenang, walaupun aku sudah sangat emosi. Akhirnya bapaknya Dinda diam, wajahnya tampak sangat kesal."Mana nomor ponsel Bapak, biar saya kirim bukti-bukti perselingkuhan Dinda dan Fahmi. Supaya Bapak lebih percaya apa yang dilakukan Dinda."Awalnya bapaknya Dinda tidak mau."Kalau Bapak tidak mau, berarti Bapak takut menghadapi kenyataan, kalau Dinda memang berselingkuh. Memang Pak, terkadang kenyataan tak seindah bayangan dan harapan. Dan perlu Bapak tahu beberapa video Dinda sudah viral. Alhamdulillah ya, Pak, anak Bapak menjadi bintang kontroversial yang viral." Aku berb
"Belum kepikiran sampai kesitu Bu. Biarlah semua mengalir apa adanya. Kalau memang masih ada jodoh, ya pasti akan Hanum jalani.""Akbar itu kan duda, istrinya meninggal. Kenapa kamu nggak dekati Akbar. Apalagi Akbar tahu kalau kamu juga janda," goda Ibu membuatku tersipu malu."Mas Akbar sudah menikah lagi, Bu.""Masa? Kok nggak ngasih kabar ke Ibu ya?" tanya Ibu. Mas Akbar dan Mas Hanif itu sangat akrab, jadi wajar kalau Ibu tahu tentang Mas Akbar."Kata Mas Hanif sih, pernikahan terpaksa karena balas budi.""Apa Akbar mencintai perempuan itu?""Nggak tahu, Bu.""Ya semoga saja pernikahan mereka langgeng walaupun karena terpaksa," ucap Ibu."Amin." Aku mengaminkan ucapan Ibu."Kamu harus pandai menjaga diri dan pergaulan. Statusmu itu rentan dengan gosip. Apapun yang kamu lakukan akan selalu menjadi sorotan orang-orang. Terutama mereka yang tidak menyukaimu. Mereka akan mencari celah untuk menjelek-jelekkanmu. Hati-hati kalau bergaul dengan suami orang. Memang benar mungkin kamu han
"Mbak Hanum," panggil seseorang yang membuatku menoleh ke arah suara itu. Ternyata Wita yang memanggilku.Kami pun cipika-cipiki ketika Wita sudah mendekat."Ngapain kamu kesini?" tanyaku."Ini lho Mbak, memperpanjang SIM," jawab Wita,"Mbak sendiri ngapain kesini?" Aku bingung mau menjawab apa, kalau aku jujur, pasti ia kecewa."Ada sedikit urusan dengan teman lama?" jawabku dengan hati-hati."Cowok apa cewek?" goda Wita sambil melirik genit padaku."Ish kamu kenapa sih." Aku merona."Mbak, Mbak Hanum kan sudah berpisah dengan Mas Fahmi. Mbak Hanum berhak untuk bahagia. Mbak Hanum masih cantik kok, pasti ada yang mau dengan Mbak Hanum.""Belum mikir kesitu, Wita. Fokusku sekarang adalah anak-anak.""Tapi apa salahnya, kalau ada laki-laki yang serius dan Mbak Hanum sreg dengan orang itu. Kenapa enggak? Apalagi kalau anak-anak setuju, gas poll Mbak.""Kayak motor saja," jawabku sambil tertawa."Kalau hari bahagia itu datang, kabari Wita ya Mbak. Wita juga ingin berbahagia bersama Mbak