Naila tidak tahu harus senang ataukah sedih ketika sang anak telah tersadar dari pingsannya, nyatanya sang anak merintih mengadu sakit di sekujur tubuhnya."Aku panggilkan Dokter Hamza, yang menangani langsung Satria," ucapnya sambil menekan bel panggilan.Tak lama kemudian Dokter Hamza datang, Memang ia menunggu Satria siuman karena di rangsang apa pun saja bocah itu tidak merespon. "Ada keluhan?" tanya Dokter Hamza."Ia merasa sakit di seluruh tubuhnya Dok," ucap Naila.Dokter Hamza mengerutkan dahinya dan menuliskan sebuah resep untuk di beli sekarang juga."Zal, kau tebus resep ini di apotik dan usahakan mau makan sebelum minum obatnya," saran Dokter Hamza."Ok! Trimakasih Za," jawab Dokter Rizal dan Dokter Hanza mengangguk ia pun keluar dari ruangan itu setelah memberi tahu bahwa besok akan di periksa secara menyeluruh."Boy mau makan apa nanti om belikan, itu buburnya sudah dingin, biar om ganti yang baru?" tanya Dokter Rizal."Aku tidak mau bubur om, mau nasi saja, mau ayam hi
"Pait, Om Dokter! Tidak adakah obat yang manis, bolehkah aku minum teh saja, setelah minum obat?" tanya Satria sambil mengerucutkan bibirnya."Tidak boleh, sayang," jawab Dokter Rizal sambil sibuk mengupas apel yang sengaja ia beli tadi setelah membeli nasi kotak."Kenapa tidak boleh? Kalau minum air putih rasa pahitnya tidak akan hilang," jawab bocah kecil itu."karena obat dan teh sama-sama menghambat pembekuan darah itu sebabnya tidak boleh meminum obat dengan teh," jawab Dokter Rizal sambil memberikan potongan buah apel pada Satria.Karena Satria adalah anak yang kritis jadi ia selalu bertanya hingga benar-benar mengerti, dan Dokter Rizal menjelaskan dengan sangat sederhana apa itu pembekuan darah dan lain sebagainya. Tak seberapa lama kemudian Satria pun tertidur karena efek obat. Dokter Rizal berjalan dan duduk di sofa, ia memejamkan matanya sambil melipat tangannya di dada. Sementara itu Naila duduk di depan ranjang anaknya sambil membelai rambut sang putra.Dokter Rizal membu
Naila mulai menyeka badan Satria. Boca itu pun terbangun saat merasa sesuatu yang basah menyentuh tubuhnya."Mama!" teriaknya kaget dan matanya membulat sempurna.Naila tersenyum. "Kenapa? Kaget ya? Maaf Mama gak bangunkan kamu sebelumnya habis kamu lelap sekali sih." "Iya, jadi kaget kirain apa kok terasa ada yang basah," jawabnya sambil terkikik.Setelah selesai membasuh tubuh putranya, Ia menggantikan baju si kecil. Tak lama kemudian Dokter Hamza dan Dokter Rizal masuk kedalam ruangan."Hello Boy hari ini Om dokter mau periksa darah kamu, ya, tetapi tunggu satu jam dulu dan kamu tidak boleh makan dulu sebelum di ambil darahnya," jelas Dokter Rizal sambil membelai rambut Satria."Apa Om Dokter akan mengambil darahku dengan sangat banyak? Bagaimana kalau darah Tria habis?" tanyanya pada Dokter Rizal membuat Dokter Hamza juga tertawa."Tidak anak tampan, hanya sedikit di ambilnya, Dokter mau lihat apa ada virus di darah kamu dan akan segera mengusirnya biar virusnya tidak mengganggum
Di sebuah kamar di rumah yang megah seorang pria terjaga dari tidurnya dengan napas terengah-engah. Ia kembali bermimpi tentang seorang anak lelaki yang terbaring di ranjang dengan banyak kabel di tubuh anak itu."Aku bermimpi lagi, ada apa denganmu, Nak," bisiknya lirih.Ia meraup wajahnya dengan kasar, hidupnya benar-benar berantakan, rindu tidak terobati dan semakin dalam tak tahu harus mencari ke mana dua orang belahan jiwanya.Ia beranjak dari duduknya, ia tidak tahu kenapa ia tertidur saat selesai sholat subuh, dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi ia bergegas berganti pakaian dan mempersiapkan dirinya berangkat ke kantor.Dengan sangat tergesa-gesa ia menuruni tangga dan keluar rumah tanpa menyentuh sarapan yang sudah di siapkan.Masuk kedalam mobil yang di kemudian dengan sangat cepat. Sesampainya di gedung perkantorannya ia berhenti dan memarkirkannya di basement lalu keluar dan berjalan menuju lift. Dalam perjalanan ia berpapasan dengan office boy ia berhenti
Ia meletakan makanan dan air mineral serta nasi kotak di atas meja, lalu pergi begitu saja. Naila yang melihat itu merasa terabaikan tetapi ia membangun pikiran positif agar tidak menaruh curiga pada pria itu."Mau makan sekarang, Nak?" tanya Naila dan bocah itu mengangguk."Mau makan sendiri atau di suapi?" tanya Naila lagi."Mau di suapi, Mam. Tadinya satria ingin di suapi sama Om Dokter, tetapi Om diam saja jadi Satria gak berani bilang, Ma," jawab Satria sambil mengerucutkan bibirnya."Om, masih sibuk, sayang. Dia juga harus memeriksa pasiennya jadi Satria sama Mama saja, ya," jawab Naila memberikan pengertian pada putranya itu sambil menyuapkan bubur kacang hijau yang masih hangat.Melihat bubur yang ada di tangannya itu membuat ia teringat akan Bayu suaminya itu. Pria itu juga menyukai makanan ini. 'Kau sangat mirip ayahmu, Nak,' pikir Naila.Setelah satu cup bubur habis, Naila memberikan obat pada Satria, lalu memberikan satu iris buah apel yang sudah dikupasnya.Naila berjalan
Gadis itu memberengut. Kenapa tidak sama dengan kak Nara?" tanyanya sambil mendekati Satria."Ah, kenapa jadi protes semua sih? Kalian mau jenguk aku apa mau buat aku pingsan lagi," protes Satria sambil mengerucutkan bibirnya karena kesal."Jangan pingsan, nanti kita gak bisa main sama-sama. Baiklah aku tidak akan protes lagi," jawab Clarissa."Nah begitu kalian semua cantik dan imut, trimakasih sudah menjengukku," ucap Satria."Apa kau akan tinggal lama di sini?" tanya Nara."Tidak tahu," jawabnya lalu menoleh pada Mamanya."Ma, apa kita tinggal lama di sini?" tanyanya.Naila menoleh. Tunggu sembuh dan di periksa ya, sayang," jawabnya.Ketiga anak itu manggut-manggut, mereka pun berbincang-bincang bercerita tentang teman mereka dan sekolah mereka sedang Lia dan Hatan berbincang-bincang dengan Naila."Ros, apa kata Dokter? Satria sakit apa?" tanya Hatan."Masih belum tahu, Mas. Masih menunggu hasil lab," jawab Naila."Kalau ada apa-apa telepon aku Ros, akulah yang bertanggung jawab at
Setelah bersusah payah menyusul Dokter Rizal, akhirnya ia pun bisa membersamainya. "Dok, kenapa jalannya cepat sekali?" gerutu Naila sambil mengatur napasnya sebentar.Lelaki itu tidak meresponnya sama sekali ia kembali berjalan masuk bersama Naila. Setelah itu ia pun duduk di depan Dokter Hamza dan di ikuti Naila duduk di sebelahnya.Naila menatap pria itu berusaha mencari sesuatu di wajah datarnya itu. dan sekarang ia benar-benar yakin bahwa lelaki itu tersinggung akan perkataan dan sikapnya kemarin."Begini bu, untuk hasil labnya baru bisa diketahui besok, untuk itu saya juga ingin memeriksa ibu untuk mengetahui apakah sumsum tulang belakang ibu cocok dengan Satria, Jika nanti memang perkiraan saya benar, maka untuk bisa sembuh secara total anak Anda butuh transplantasi sumsum tulang belakang. Utamanya, pendonor sumsum tulang ini memang diprioritaskan dari keluarga (yang memiliki kekerabatan dekat). Dengan cara ini, risiko terjadinya penolakan sistem im
Naila pasrah ia telah kehilangan sosok yang hangat dan bersahabat karena kekerasan hatinya. 'Lebih baik begini agar dia segera mencari wanita lain yang lebih segalanya dariku,' pikir Naila.Dia berjalan menuju ruangan anaknya setiap waktu yang terlewat membuatnya berfikir keras, apa dia harus menemui Bayu, suaminya untuk mengatakan bawah putranya sakit dan saat ini sedang merindukannya. Bukankah ini semua ia yang memulainya. Setiap kali mempunyai niatan untuk mempertemukan sang putra dengan papanya selalu saja ketakutan bertemu dengan Regan membuat niatnya kembali menguap entah kemana.Ia tidak ingin tubuhnya dijamah pria itu bagaimana dia menjelaskan pada Bayu jika hal itu benar-benar terjadi.Lia yang berada di depan pintu ruangan itu terpaku saat Nanti melewati ruangan itu begitu saja."Ros, kau mau kemana? Apa kau sudah lupa dengan ruangan putramu sendiri?" tanya Lia sedikit berteriak.Naila tersadar dari lamunannya ia menyapukan tatapan di seluruh tempat itu, benar saja ruangan