Pertemuan di pesta itu sungguh tidak pernah aku harapkan, setelah lima tahun aku tidak pernah lagi bertemu dengan Edwin dan itu adalah Anugrah terbesar yang pernah aku terima. Tapi hari ini mengapa harus bertemu dengannya lagi?
Aku merasa petir akan menyambar dihadapanku hari ini, apa yang sebenarnya dipikirkan keluargaku? Hingga aku harus ikut dalam pertemuan ini, benar-benar malas aku bertemu dengannya.
Piona bergumam sendiri sambil meminum segelas orange jus.
Kalau saja orang tuaku tidak berteman dengan orang tuanya dan kalau saja ekonomi keluargaku tidak di ujung tanduk aku tidak akan mau datang ke pesta ini. Aku terpaksa bersikap baik dengan keluarga Edwin hanya demi bantuan itu tidak lebih, tapi aku curiga ada hal lain yang direncanakan orang tuaku
Suara mobil mewah di depan sudah terdengar dan ada seorang pria bertubuh tinggi memasuki ruangan lengkap dengan jas dan kaca mata hitamnya.
"Itu Edwin," Kata Tante Marta mama dari Edwin
"Wah gantengnya, habis dari mana edwin jeng?" Mama Piona menjawab antusias
"Pulang dari Amerika jeng ratna, gimana sudah besar kan anakku?" Tante Marta mendekati Edwin dan mencium pipi anak itu,lalu edwin bersalaman dengan mama Piona
"Edwin tante."
"Ihh ganteng banget," Mama Piona mencubit pipi Edwin
Mata Edwin berkeliling dan melihat seorang wanita cantik dengah tubuh yang tinggi memakai gaun hitam dan dengan rambut ikalnya memegang gelas orange jus. Sudah pasti yang dilihatnya adalah Piona tapi edwin tidak menyadari itu. Spontan edwin mendekati Piona dan ...
Tangannya menyentuh pundak Piona, betapa kagetnya Piona saat berbalik dan melihat Edwin.
"Kamu!" Mereka berkata bersamaan dengan mata kaget.
"Wahh Ratu Kodok, mau apa kamu kemari?"Edwin masih menyapa dengan sebutan Ratu Kodok. Ratu kodok itu tercetus tepat ketika Piona terpaksa melepas lensa kontaknya dan menggantikan dengan kaca mata besar yang mirip seperti mata kodok ketika SMA
Piona mengernyitkan dahi serasa ingin menerkam, tapi raut wajahnya kembali tersenyum dipaksakan seolah ingin membalas Edwin dengan anggun.
"Wah manis juga ya sekarang, aku terkejut Ratu kodok kaya kamu bisa datang kepesta besar seperti ini?"Edwin mulai menyindirnya.
"Dasar pria sombong, bisakah semenit saja tidak memancing keributan?! " Piona sudah mulai geram
" Ternyata kamu masih sama ya dimasa lalu dan sekarang ? Nggak bosan jadi gadis emosian Ratu Kodok." Edwin membisikkan kata-kata ditelinga piona sambil tersenyum kecil.
"Berhenti memanggilku Ratu Kodok!" Piona menatap kearah Edwin dengan sinis.
Edwin sejak SMA memang terkenal sebagai pria kaya yang sombong dan sangat tidak berperikemanusiaan sikapnya judes dan tatapan mata yang selalu terlihat kejam, keseharianya disekolah adalah menyiksa, membully dan menindas orang lain. Walaupun dia menyiksa tidak dengan tangannya sendiri. Banyak wanita yang pernah dijahili bahkan sampai menangis, walaupun intensitasnya lebih banyak pria yang di buli tapi yang terparah disini adalah yang dialami Piona. Piona adalah satu-satunya wanita paling kuat dan paling berani menghadapi Edwin. Beribu-ribu kali edwin mempermalukan Piona di depan umum seperti mengguyur air comberan ketubuh piona saat ekskul seni, memberi permen karet di kursi atau mencuri pr Piona hingga dihukum guru untuk bersih-bersih kamar mandi bahkan membuat Piona sakit berhari-hari. Walaupun Piona itu adek kelas dimata Edwin tidak ada pengecualian dia menang dengan kekuasaan karena ayahnya seorang ketua komite sekolah saat itu sehingga tidak ada yang berani melaporkan perbuatannya. namun Piona selalu punya banyak cara membalas perbuatannya seperti merobek celana sekolahnya saat ekskul olahraga, melemparnya dengan balok es bahkan selalu berhasil menyelamatkan teman-temanya yang di fitnah dengan mulut bengisnya.
"Selamat malam para hadirin yang terhormat," Tante Marta memulai acaranya malam hari ini.
"Untuk mempersingkat waktu saja, acara ini kami mulai, karena kebetulan anak kami baru saja pulang dari amerika dan kebetulan hari ini anak kami yang bernama Edwin berulang tahun. Kita persilahkan edwin untuk maju kedepan meniup lilin dan memotong kuenya." tante Marta merangkul Edwin dan membantunya untuk memotong dan meniup lilin bersama suami dan anaknya itu.
Ya Tuhan, norak sekali masih senang dengan kue ulang tahun. gumam Piona memperhatikan Edwin yang memakan lahap kue ultahnya di depan panggung dengan mata sinis
Mata tante Marta tidak sengaja melihat Piona beranjak pergi, tiba-tiba tante Marta memanggil Piona keatas panggung
" Sini sayang, Piona. keatas panggung!!"
Mata Piona terbelalak kakinya tiba-tiba membeku seketika, bingung melihat kanan dan kiri tiba-tiba mata mamanya mengisyaratkan untuk segera naik ke panggung
'Kenapa perasaanku tidak enak ya ?'
Akhirnya Piona berjalan keatas panggung dan berada disisi tante Marta.
"Hari ini, kami juga akan mengumumkan pertunangan anak kami. Edwin dan Piona!"
Mata Piona dan Edwin bertemu, mereka sangat terkejut.
"PERTUNANGAN!" Mereka berdua berteriak bersama.
Dalam sekejab seisi ruangan pesta itu menjadi hening.
"Edwin ini mama sudah belikan cincin, pakaikan sekarang dijari Piona!! Jika tidak mobil yang kamu beli barusan akan mama jual lagi," bisik tante Marta ketelinga Edwin lirih
"Tapi ma?"
"Edwin,mama serius !" Edwin mengambil kotak cincin itu dan dengan terpaksa menurut perkataan mamanya.
"Piona sayang, kalau kamu mau hutang papa kamu kita lunasi dan agar perusahaan papa kamu tidak bangkrut. Kamu terima cincin pertunangan ini ya! pasangkan cincin itu ke edwin!"Bisik tante Marta dengan nada setengah mengancam
Astaga apakah ini ancaman? apa-apaan ini. Aku sama sekali tidak bisa berlari dari tempat ini. Aku harus bagaimana? Piona kehilangan akal dan penuh dengan rasa kesal
Mata Piona menatap mata mama dan papa nya, didepan panggung mereka mengisyaratkan untuk menerima cincin pertunangan itu dengan perasaan gusar dan bingung akhirnya cincin itu di sematkan di jari Piona,
Semua hadirin bertepuk tangan
Dan mereka tersenyum berdua dengan terpaksa
"Menataplah kedepan dengarkan aku, ini yg kamu lakukan selama aku di amerika, dasar wanita kurang ajar berani-beraninya membuat pertunangan dengan ku hanya demi uang." kata Edwin sambil tetap senyum didepan tamu yang melihat mereka.
Aku tidak bisa bohong, dia cantik. Maaf Piona aku masih tidak bisa jujur. Edwin terbiasa membuat Piona emosi dan marah tapi itu yang membuat hatinya tertarik
"Tutup mulutmu! jika tidak ingin aku lempar!!aku tidak serendah itu dan aku tidak sudi bertunangan dengan mu jika ibumu tidak mengancamku mengenai keluargaku"
Mereka berdua tetap menjaga senyuman yang terpaksa itu.
Pesta itu berakhir dan Piona mendapati orang tuanya sangat bahagia bahkan bercengkrama dengan ceria dengan mama dan papanya edwin. Piona begitu kesal dan benar-benar tidak terima dengan pertunangan ini.
Piona pergi kebalkon sembari menunggu keluarganya itu mengobrol dengan keluarganya Edwin.
Ternyata Edwin juga berada dibalkon tapi agak jauh dari Piona, Edwin melirik piona dengan tertawa kecil.
Aku nggak ngerti kenapa Ratu Kodok bisa Secantik itu ya, dia sungguh berubah menjadi wanita cantik,kulitnya putih dan begitu mempesona dulu sepertinya sangat berbeda dia begitu culun. Apakah Tuhan memberiku kesempatan? Astaga apa yang kupikirkan? Edwin memalingkan wajahnya kearah depan menatap pemandangan kota dan langit yang berbintang sembari menghabiskan anggur merah ditangannya
Piona tidak menyadari jika di balkon juga ada Edwin
Aku sebel,sebel sebel ! Kaki Piona mengertak kelantai dengan kesal.
Kenapa harus dia yang jadi tunanganku?? Dan kenapa orang tua ku bersahabat dengan orang tuanya dan kenapa keadaan ekonomi keluargaku harus merosot. gumam Piona dalam hati.
Piona melepas sepatunya dan bertelanjang kaki. Tiba-tiba seorang pelayan ceroboh menabraknya dan menumpahkan anggur merah kelantai. Piona terpeleset dan hampir terpelanting, melihat hal itu edwin berlari sekencang-kencangnya untuk menyelamatkan Piona agar tidak terjatuh dan terbentur kelantai. tubuh Piona spontan bersandar di lengan edwin, mata mereka bertemu lagi.
Apa ini ?kenapa dia berbeda?mana tatapan bengisnya dan raut wajah yang paling aku benci? Kenapa dia berubah. Piona terkejut melihat edwin menolongnya
Aku berharap jantungku tidak terdengar, Ratu kodok tidak boleh mendengarnya. Syukurlah dia baik-baik saja, Edwin mengalihkan tatapannya lalu membantu Piona berdiri. Piona juga tersadar dari lamunan nya dan merapikan gaunnya lalu pergi meninggalkan Edwin tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Hei jangan pergi! Dasar wanita tidak tahu Terimakasih,"teriak Edwin masih terengah-engah.
Kaki kecil Piona berlari, jantung nya berdetak kencang tidak terkontrol
Tidak, tidak! aku berhalusinasi kenapa Edwin jadi pria baik, tidak,tidak! ini pasti mimpi kenapa wajahnya terngiang dikepalaku?
__________________________________________
Jangan lupa untuk suport author yah dengan kasih reviewnya guys makasih
Kalau baca Novelku yang satu ini nggak boleh terlalu serius yah, novel ini nggak bikin setres kok tapi bikin kamu ketawa ketiwi nggak jelas. Author ingetin jangan kebablasan yah! jangan lupa dong tinggalin komentar dan bintangnya, biar author semangat lanjutin ceritanya.... Eh yang udah nungguin bab 23 sampai selanjutnya, sudah ready guys cuss... kalau udah di kunci, jangan patah semangat baca yah! login tiap hari di app goodnovel bisa dapet koin kok jadi bakal bisa baca ampe tamat. semoga terhibur semuanya SELAMAT MEMBACA!
Berlari ketempat dimana orang tua Edwin dan orang tua Piona bertemu. Mereka bercengkrama dengan serius diruang keluarga rumah itu. Piona tertatih-tatih dengan kaki telanjangnya menuju ruangan itu. Ketika piona tiba mereka sejenak hening dan menyembunyikan segala barang-barang seperti figura dan brosur entah apa yang mereka lakukan.Kenapa rasanya ada rahasia di ruangan ini, kali ini apalagi yang direncanakan?Pikiranku sedang tidak terkontrol dengan pertunangan yang mendadak ini, melihat mereka hening membuatku ingin berteriak dan cukup marah."Tante,om,ma,pah bisakah memberikan aku sedikit bocoran apa yang mau direncanakan? Rasanya paru-paru ku sesak dan jantungku hampir copot karena pertunangan yang tidak masuk akal ini?!"Piona menghela nafas panjang dengan emosi yang tertatahan
Sekitar pukul 04.00 pagi Seperti biasa Piona tertidur tapi akan berguling kesana kemari. Ini kebiasaan buruknya yang selalu bergerak ketika tertidur dan seketika itu Brukk! Piona jatuh dari ranjang Tapi matanya tidak juga terbuka sama sekali, tanganya meraih sesuatu disampingnya dan memeluknya seperti guling Piona tidak menyadari itu Edwin. Edwin yang juga tidur pulas sama sekali tidak membuka matanya bahkan dalam posisi nyaman dengan tidur terlentang, tangan kanannya tidak sadar tertindih tubuh Piona ditarik perlahan ke lengannya. Mereka tidak sadar gerakan itu saling memeluk dan Edwin yang merasa dingin dikakinya menarik selimut sampai kedadanya dan menutupi tubuh piona juga. Pukul 06.00 pagi hari
Pesta pernikahan diadakan dihalaman Rumah Edwin yang seperti halaman istana bangsawan karena cukup besar. Bunga- bunga sudah di pasang disetiap penjuru area pernikahan itu. Kursi tamu undangan sudah di tata rapi tepat di dua belah sayap panggung. Penataan taman yang begitu mewah dengan tema pesta kebun ini mungkin menjadi pernikahan impian bagi setiap wanita. Terdapat Balok Es juga yang bertuliskan Nama Piona dan Edwin.Diruang rias Piona diliputi rasa gelisah karena sampai detik ini belum memutuskan akan menghubungi sahabatnya atau tidak. Dengan perasaan takut akhirnya Piona menelpon Dina sahabatnya itu."Tut,tut,tut"Tanda panggilan masuk."Halo, beb. Ya ampun beb kemana aja?" Dina antusias menjawab telpon.
Edwin dan Piona mulai tersenyum, keadaannya masih sama terlihat sangat canggung. Setelah selesai piona memperbaiki make up nya Edwin mengulurkan tangannya. Lalu piona meraih tangan itu dan mereka berjalan menuju meja makan VIP "Jeng, aku punya berita bagus! Tadi waktu aku keruang rias mereka sudah berpelukan lo jeng, sepertinya mereka mulai akrap. Kayanya perjodohan ini tidak salah" Kata tante marta begitu antusias "Apa iya jeng ? Wahh bagus dong jeng" sahut mama piona ikut bahagia "Kalau begitu secepatnya kita menjadi kakek dan nenek sepertinya bagus ya jeng marta? " kata om dodi papa piona. "Iya betul aku setuju, sebentar lagi putra tunggalku juga akan menggantikan aku diperusahaan pakaian ini jadi aku akan punya banyak waktu untuk.bermain dengan cucuku nanti" kata papa edwin dengan bahagia. Raut tante marta tiba-tiba bersedih, dia juga belum memberita
"Tunggu!!"Piona tiba-tiba menghentikan Edwin. "Ada apa Piona?" Tanya Edwin dengan lembut "Biarkan aku, meredakan detak jantungku." Kata piona menghembuskan nafasnya. Edwin tertawa kecil,"Apakah kamu segugup itu?" Tanya Edwin sambil tersenyum "Apa kamu tidak gugup? Ini bukan masalah kecil bagiku?" Piona ngambek dan melepaskan tangan Edwin lalu berbalik membelakanginya. Edwin mendekatkan tubuhnya ke Piona dan memeluknya dari belakang. "Edwin, apa yang kamu lakukan??" Piona mencoba melepaskan pelukan Edwin. Tapi tetap tidak berhasil. "Ssttss dengarkan aku!" Edwin membisikkan ketelinga piona dengan lembut "Apa kamu sudah mulai menyukaiku?" tanya edwin masih ditelinga piona. Piona terdiam, aku nggak ngerti apa yang aku rasakan saat ini, tapi aku selalu d
Seketika itu pintu terbuka pelan, Piona dan edwin menaikkan selimutnya sambil saling mendekap. Suara pintu terbuka "Krekkkkkmm...." Ada kepala yang mengintip sambil menutup mata nya, ternyata itu adalah tante Marta. "Piona ... Edwin apa kalian sudah bangun ?" tanya tante Marta agak lirih Mereka berdua menghela nafas.... "Apa Mama boleh masuk?" Kata tante Marta sekali lagi. Edwin dan Piona serentak menjawab." Nggak ma, nggak boleh !" Kata mereka berdua panik. "Apa kalian--" Tante Marta mencoba membuka sedikit matanya. Aku tahu mereka nggak memakai sekalipun kain ditubuh mereka tante Marta tertawa kecil. Mereka semakin meringkuk diselimutnya dan tidak sengaja menahan nafas tanpa mengatakan sepatah katapun. "Mama bercanda, ay
Pukul 15.00 Masih didalam pesawat.....Piona terbangun dari tidurnya. Wajahnya terlihat kusut dengan selimut yang masih menempel dipahanya."Huaaammmmmmnnn."Piona menguap. Rasanya belum sadar dari tidur yang begitu lama."Kamu sudah bangun Piona?" Tanya Edwin masih membaca majalah style di pesawat itu."Kamu nggak tidur ? Kenapa mataku berat sekali? Bolehkah aku membuka pakaianku ? Kenapa rasanya gerah sekali ya Win?" Kata piona masih setengah membuka matanya dan mengibaskan bajunya serasa kepanasan.Edwin terperanjat dan tercengang mendengar pertanyaan piona.Buka baju?apakah ini efek ramuan itu jika digunakan wanita?Piona melepas kancing atas dressnya dan terlihatlah belahan dadanya. Edwin spontan mengambil selimutnya dan menutupi dada Piona.Gawat, kita masih di pesawat sayang. Kenapa efeknya bisa sec
Hembusan nafas itu memburu sekali lagi, perlahan tapi pasti, menikmati ritme yang membuat mereka tidak sadarkan diri. Busana Piona terjatuh begitu saja seakan waktu membuat mereka terhanyut lagi dan lagi menikmati setiap air yang mengguyur sekujur tubuh mereka sampai akhirnya mereka menghabiskan waktu sejenak disana.15 menit kemudian...Mereka selesai mandi dan berpakaian.Piona terdiam sejenak di depan kaca dan mulai berdandan memoles bagian mata dan alisnya kemudian bibirnya yang kecil itu.Edwin mendekapnya dari belakang"Sayang!" Edwin mulai manja dengan piona, sambil menciumi pipi istrinya itu."Edwin, berhenti untuk terus menciumku!"Seperti biasa nada jutek Piona selalu menghiasi hari-hari mereka."Akhirnya kita...."kata Edwin " Stop jangan bicara lagi!!" cegah Piona" Aku suka Piona yang ketus dan jutek"Edwin mulai terlihat nggak jelas d
Perasaan tidak menentu mulai menyelimuti pikiran Edwin, bagaimana tidak, seorang yang ada di telepon adalah saudara kembarnya. Banyak hal yang belum diceritakan ke Piona, walaupun papa Edwin sudah tahu semuanya, karena perasaan orang tua tidak bisa di bohongi. Mereka tahu perbedaan antara Edwin dan saudara kembarnya itu. Secepat kilat Edwin melajukan mobilnya untuk sampai di perusahaan, setelah membuka pintu ruangan kantornya. Dia mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruangannya itu, dia berusaha menenangkan diri sebelum akhirnya memutuskan untuk menelpon saudara kembarnya itu. “Kring, Kring, Kring.” Suara handphone berdering, saudara kembar Edwin sudah otomatis menerima panggilan dari Edwin yang merupakan adik kembarnya itu. “Lama sekali kamu menjawab pesanku?” suara yang tidak asing menyapa di telinga Edwin. “Aku harus menjauh dari istriku dulu, baru aku bisa menghubungimu.” Jawab Edwin sambil membetulkan posisi duduknya. “Salah sendiri ka
Setelah pertengkaran kecil yang terjadi di meja makan, mereka mulai menyelesaikan makan malam itu dengan lahap. Hari itu Papa dan Mama Piona tidak menginap di rumah Edwin dan Piona. Mereka memutuskan untuk pulang karena ada kepentingan yang harus mereka selesaikan. "Sayang, besok nenek akan kesini lagi ya, baik-baik dirumah sama mama dan papa," mama Piona memegang kedua pipi cucu kembar itu. Mereka berdua tersenyum memandang neneknya. "Kalian ini memang sangat menggemaskan," komentar mama Piona. "Win, Piona, papa sama mama pulang dulu ya. Buat kamu Edwin hati-hati dijalan saat keberangkatanmu ke Eropa!" jelas papa Piona. "Makasih pah, pasti!papa sama mama juga hati-hati dijalan!" ucap Edwin sambil bersalaman dan memberi hormat kepada mertuanya itu. Mama dan papa Piona juga berpamitan juga dengan papa Edwin. Akhirnya mereka keluar dan masuk ke dalam mobil. Mobil mereka sudah keluar dari gerbang, Piona yang masih kesal dengan Edw
Piona yang ikut berteriak langsung loncat dan menutupi suaminya dari pandangan mamanya yang berdiri masih terbelalak melihat kejadian yang tidak terduga ini. "Mama, kenapa nggak ketuk pintu dulu?" Piona yang sudah berdiri di depan Edwin menghalangi pandangan mamanya ke arah sana. "Apa kalian terbiasa teledor?Kenapa pintunya tidak di kunci?Aku kira tidak ada Edwin, kalau yang masuk Wibi dan Wiska gimana?" selagi mama Piona ngomel panjang Lebar, Edwin mengambil handuk yang terjatuh lalu kembali memakainya lagi. "Ma-maaf ma," Edwin tiba-tiba menyahut. "Iya, ma maaf!" Piona ikut memohon. "Ya udah, mama sama papa tunggu dibawah!" Mama Piona menutup pintu dengan segera. Kali ini mama Piona memang sangat terkejut dia juga mengelus dadanya dan ingin menghilangkan pemandangan milik menantunya itu di dalam kepalanya. Mataku benar-benar ternodai saat ini, Oh Tuhan! mama Piona langsung turun ke bawah. Piona memandang Edwin dan mem
“Nggak dong, sayang. Lagian ini sudah jam pulang kantor, biarkan saja!Yuk, aku kangen kedua anak kita,” Piona langsung menggeret lengan Edwin untuk pergi meninggalkan perusahaan saat itu juga. Edwin langsung berjalan bersama dengan istrinya itu,”Kamu memang istriku yang sangat hebat, sayang. Kamu mulai bisa seperti mama,” komentar Edwin yang membukakan pintu mobil untuknya. Piona masuk ke mobil dan disusul Edwin yang bersiap menyetir mobilnya, “Aku harus menjalankan amanat mama dengan baik, dia sudah mempercayakan perusahaan ini padaku, aku nggak mungkin kan akan menelantarkannya dan membuat perusahaan ini menurun?” “Aku terlalu bangga sama istriku yang satu ini, pinter ngurus rumah, ngurus anak, ngurus perusahaan, kamu memang nggak ada duanya sayang. Eh tadi kamu bilang kangen kedua anak kita, la kamu nggak kangen aku?” Puji Edwin membuat pipi Piona sedikit memerah dan sedikit ingin tertawa karena suaminya itu. “Jangan berlebihan!Nanti aku ngga
Nafas yang terus memburu membuat Dina dan Gandi sedikit terengah-engah sejenak mengambil nafas, menarik ciuman itu sebentar sambil saling memandang dengan begitu intens, Gandi membetulkan sehelai rambut Dina yang menutupi wajahnya, lalu menyingkirkan rambutnya ke belakang telinganya, “Bolehkah aku melakukannya sekarang?” Gandi masih memandang istrinya itu dengan intens. Dina mengangguk pelan sambil memandang suaminya yang benar-benar membuatnya terbuai saat itu juga, Gandi menyentuh bibir itu lagi. Memagutnya pelan membuat Dina menggeliat, suara desahan mulai nyaring terdengar, ketika dengan liar Gandi membuka kancing baju atas Dina dan memainkan jarinya disana. Gandi melepaskan kaosnya, kembali membuai istrinya itu dengan sentuhan yang beralih ke lehernya, Dina tak kuasa menahan desahan yang membuatnya sedikit meronta, Gandi mulai menelusuri tubuh Dina hingga ke area yang paling sensitif, perlahan segalanya terlepas dari tubuh mereka masing-masing, Gandi menar
Edwin dan Piona sama-sama masuk ke dalam kamar Wibi dan Wiska, mereka menangis sudah bersiap dengan tangan menengadah untuk minta di gendong.“Mama, hiks”“Papa, hiks”Piona dan Edwin tersenyum melihat anak mereka yang begitu manja,“Anak mama udah bangun, sini sayangku!” Piona berhasil menggendong Wiska.“Sini sama papa, Wibi ganteng , haus ya?” Edwin berhasil menggendong Wibi.Piona dengan cekatan membuatkan susu di dekat box mereka sembari menggendong Wiska, setelah di gendong anak kembar itu berhenti menangis, menunggu susu di dalam botol yang di buatkan oleh Piona jadi.“Dua botol sudah jadi,” Piona mengumumkan membuat anak mereka sudah siap untuk berbaring di pangkuan papa dan mamanya.Piona menyerahkan satu botol kepada Edwin, lalu dia mengambil sebotol lagi untuk di berikan kepada Wiska.Dikamar itu mereka menunggu susu yang di berikan habis di minum anak kembar mereka.“Sayang, anak kita semakin lahap saa
Perasaan tidak menentu mulai menyelimuti pikiran Edwin, bagaimana tidak, seorang yang ada di telepon adalah saudara kembarnya. Banyak hal yang belum diceritakan ke Piona, walaupun papa Edwin sudah tahu semuanya, karena perasaan orang tua tidak bisa di bohongi. Mereka tahu perbedaan antara Edwin dan saudara kembarnya itu. Secepat kilat Edwin melajukan mobilnya untuk sampai di perusahaan, setelah membuka pintu ruangan kantornya. Dia mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruangannya itu, dia berusaha menenangkan diri sebelum akhirnya memutuskan untuk menelpon saudara kembarnya itu. “Kring, Kring, Kring.” Suara handphone berdering, saudara kembar Edwin sudah otomatis menerima panggilan dari Edwin yang merupakan adik kembarnya itu. “Lama sekali kamu menjawab pesanku?” suara yang tidak asing menyapa di telinga Edwin. “Aku harus menjauh dari istriku dulu, baru aku bisa menghubungimu.” Jawab Edwin sambil membetulkan posisi duduknya. “Salah sendiri ka
Pernikahan itu selesai, lelah dirasakan sepasang pengantin baru yang duduk di sofa masih di Gedung Serbaguna itu. Tamu undangan satu persatu sudah pulang, tinggal mereka berdua, kru acara dan sahabat mereka yaitu Edwin dan Piona.“Capek, ya?” tanya Piona yang mengambilkan minum untuk Dina dan Gandi.“Iya, capek banget. Makasih ya, beb.” Tanpa menunggu Dina langsung meneguk minuman itu sampai habis.“Makasih Piona, ternyata perjuangan ya buat nikah aja. Belum juga malam pertama kok engos-engosan gini, yah?” Gandi ikut meneguk minuman itu sampai habis.“Lihat!Baru kaya gini aja udah ngeluh, apalagi entar udah punya anak. Masih mau ngeluh juga?”Edwin yang menidurkan Wibi dipelukannya mulai berkomentar melihat Gandi.Setelah keduanya menghabiskan minuman di gelas itu, bersamaan langsung memberikannya kepada Piona.“Enggak deh Win, nggak jadi ngeluh deh. “ ucap Gandi yang masih merebahkan tubuhnya di sofa.Edwin mengambil sebuah voucher di
Dina dan Gandi bermain bersama Wibi dan Wiska di taman depan rumah mereka, Gandi mengayun-ayunkan Wibi dan Dina menggendong Wiska untuk melihat ikan di kolam dekat taman. Gandi menggendong Wibi lalu mendekati Dina.“Kamu nggak mau, punya anak seperti mereka?” tanya Gandi.“Siapa yang bakal nolak punya anak selucu ini?” Dina tersenyum melirik Gandi di sebelahnya seraya memberikan kode.Aku tahu kamu mikir apa, Gan? Pikir Dina yang mencoba serius menatap Wiska yang tersenyum melihatny sejak tadi.“Ya, udah. Nikahnya dipercepat, gimana sayang?” Gandi terlihat bahagia sambil memainkan tangan Wibi untuk mencolek hidung Wiska.Dina menoleh ke arah Gandi, “Mau nggak ya?” Dina mencoba menggoda Gandi.“Ih, pake mikir segala sih. Tinggal bilang iya aja kok susah!” Gandi terlihat geram dan sangat tidak sabar.“Iya, iya deh. Yuk Nikah! Segitu ngebetnya pingin nikah sama aku?” Dina menyenggol lengan Gandi dengan lengannya.“Emang k