Sekitar pukul 04.00 pagi
Seperti biasa Piona tertidur tapi akan berguling kesana kemari. Ini kebiasaan buruknya yang selalu bergerak ketika tertidur dan seketika itu
Brukk!
Piona jatuh dari ranjang
Tapi matanya tidak juga terbuka sama sekali, tanganya meraih sesuatu disampingnya dan memeluknya seperti guling Piona tidak menyadari itu Edwin. Edwin yang juga tidur pulas sama sekali tidak membuka matanya bahkan dalam posisi nyaman dengan tidur terlentang, tangan kanannya tidak sadar tertindih tubuh Piona ditarik perlahan ke lengannya. Mereka tidak sadar gerakan itu saling memeluk dan Edwin yang merasa dingin dikakinya menarik selimut sampai kedadanya dan menutupi tubuh piona juga.
Pukul 06.00 pagi hari
Tante marta, mama Piona selesai memasak di dapur.
Para bapak sedang membaca koran sambil minum kopi diteras belakang.
Tante marta dan mama Piona mulai mebicarajan anak-anaknya itu dan berniat membangunkan mereka untuk sarapan.
"Piona!Edwin! Bangun sudah pagi nak! Ayo kita sarapan!"Tante Marta berteriak dari dapur.
"Jeng bukannya, mereka kita kunciin ya semalem, kan kuncinya di saya jeng?" Jelas mama Piona
" Astaga aku lupa, ayukk kita keatas jeng!!" tante Marta menarik mama Piona untuk ke lantai atas dimana kamar itu berada
" Tok tok tok,bangun sayang Piona! Bangun Edwin! "Ketuk tante Marta.
Tapi tidak ada satupun yang menjawab dari balik pintu itu.
" Jeng pikiranmu apa ?" Tante Marta. Membayangkan sesuatu yang liar
" Mungkin???"Mereka berdua mulai cengar cengir.
"Sekarang kita buka ya ... 1,2,3."
Mereka berdua mengintip sebentar dan melihat anak mereka tidur dilantai sambil berpelukan.
"Yess, yess,yess, kita berhasil!!" Tante Marta tos dengan mama Piona.
"Mereka bisa semesra itu ya jeng??" Kata mama Piona.
" Anak muda jaman sekarang, udah nggak heran makanya kalau mereka sudah seperti ini, mereka tidak akan bisa menolak untuk menikah. Setidaknya yang mereka lakukan sudah keluar batas dan hal itu bisa menjadi ancaman buat mereka"
Tante Marta mengeluarkan senyuman jahilnya dan terlihat begitu bahagia.
" Kamu benar-benar licik jeng, tapi Terimakasih kamu mau menerima anakku ya jeng." Mama Piona memandang tante Marta"
"Sama-sama Jeng" Tante Marta tersenyum.
Tante Marta mengambil hp di kantongnya lalu mengambil foto mereka.
" Ayok Jeng, waktunya kita membangunkan mereka!"Ajak tante Marta.
Pintunya dibuka perlahan dan Edwin sedikit demi sedikit menyeka matanya yang tidak mau terbuka, Edwin melihat kesamping kanan. Mengusap matanya sekali lagi, kali ini dia terdiam, ketika pintu yang satu dibuka lagi, Piona membuka matanya dan mendapati Edwin memeluknya dan mereka berpandangan mata,mereka heran dengan keadaan ini.Piona melihat kearah pintu dan menatap Edwin lagi.
Akhirnya mereka berdua berteriak dan melombat kearah yang beralawanan
" Arrrrrrgghhhhhhhh"
" Apa yang kamu lakukan?" Piona menyilangkan tanganya ke dadanya
" hei ... kamu yang menyusulku kebawah!" Jelas Edwin dengan muka santainya.
' Aku tak mampu mengingatnya, dasar bodoh pasti kebiasaan tidurku.' Piona menatap ranjang dan kebawah.
"Dasar mesum, lalu kenapa kamu memeluku ?"
"Siapa yang mesum? Jelas- jelas kamu duluan yang turun kebawah, aku tidak sadar kalau itu."
Piona mengambil bantal dan melemparnya ke Edwin dan Edwin juga membalasnya.
"Dasar Edwin mesum, kamu cari kesempatan ya ha?" Piona memukul Edwin dengan guling
"Sakit, aku nggak mesum nggak nyari kesempatan juga. Sakit Ratu Kodok."
" Jangan mengelak dasar MESUM!!"
"Eh, sudah, sudah, jangan bertengkar!"Piona dan Edwin akhirnya dilerai tante Marta dan mama Piona.
"Sepertinya kalian sudah melakukan?" Tangan tante Marta mengisyaratkan hal- hal yang biasa dilakukan anak muda.
"Apaan sih tante, nggak kok!" Piona segera menampik hal itu.
" Nggak lah ma,apaan sih ma?" Edwin menampik juga.
Mama Piona hanya tersenyum kecil melihat tingkah mereka.
" Coba lihat sendiri, kalian masih bilang tidak melakukan apa-apa?"
Tante Marta menunjukkan mereka yang berpelukan tadi.
" Ma, ini salah paham tadi aku..."Jelas Edwin. terputus.
" Apa?Mau mengelak, kira-kira kalau ini tersebar kalian malu nggak?" Tante Marta mengancam dengan jahil.
" Tante please jangan tante! " Piona mengatupkan tangannya dan memohon.
" Ma, please jangan melakukan hal diluar batas lagi, sini ma hpnya dihapus aja." Kata Edwin sambil meraih hp mamanya tapi tidak berhasil.
" Oke, syaratnya cukup mudah kalian menikah 2 hari lagi, aku tunggu kalian dibawah untuk sarapan, silahkan mandi karena sebentar lagi desainer baju pernikahan dan cincin pernikahan akan datang." Tante Marta dan mama Piona keluar dari kamar.
" What! tante, aku masuk kuliah tante !" Piona mengikuti.
" Kuliahmu sudah kubereskan, aku sudah minta cuti 2 minggu, lagian dosenmu bilang ke tante kalau 2 minggu ini banyak dosen yang cuti jadi tidak ada alasan lagi."
"Ihhh tante..." Piona sangat kesal dan mengertakan kaki nya kelantai berkali- kali.
Edwin yang sedari tadi diam hanya memperhtikan Piona dari dalam kamar, Edwin terkikih kecil melihat tingkah pina
Saat bangun tidur pun dia tetap cantik
Edwin tertawa kecil lagi
Edwin mendekat kesamping Piona yang duduk di anak tangga.
"Apa kamu.benar- benar sangat membenciku ? Sampai- sampai kamu nggak mau menikah dengan ku?"Edwin berbicara dengan muka menggodanya.
Piona melirik ke arah Edwin dengan mata sinisnya.
Kurang ajar dia menjebakku.
"Nggak!! apa kata dunia Edwin yang super sadis itu akhirnya menikah dengan gadis yang di bully,Terasa aneh. Kamu nggak sependapat? kamu juga membenciku kan? untuk apa kita menikah ?"Jelas Piona masih dengan wajah dilipat beberapa kali.
" Hhmmm kalau aku bilang aku tidak keberatan gimana? Aku tidak pernah membencimu?" Edwin membisikkan kecil ke Piona dan dia berdiri meninggalkan Piona sambil tertawa kecil.
Piona terkejut dan berhenti sejenak menelaah maksud ocehan Edwin tadi. Maksudnya dia setuju?Jantung Piona tiba-tiba berdetak kencang lagi ' apa- apaan ini ? Kalau dia setuju ?Terus nggak ada yang membantuku menolak ? Kalau aku ketemu Dina di kampus bisa gawat, dia pasti pingsan mendengarku menikah dengan orang yang paling dia benci saat SMA. Tidak ini GILA!!'
Piona kembali keatas dan bergegas mandi
Edwin selesai mandi mengenakan kaos dan setelah jas yang menutupi dada bidangnya itu, rambutnya yang masih basah di biarkan tanpa disisir. Aroma parfum sudah dipakainya diseluruh area di tubuhnya. Edwin membayangkan setiap kejadian semalam dari balkon sama ciuman dikamar dan tidur memeluk piona. Dia tertawa sendiri di depan kaca. Kemudian dia sedikit tersadar.
Apa aku jatuh cinta dengan Ratu Kodok??
Tanganya menuju kearah jantungnya, debaran di dadanya begitu cepat ketika memikirkan Piona.
"Sudahlah, terserah! Aku masih tak paham dengan perasaanku."
Edwin yang sudah selesai akhirnya pergi keruang makan dan Piona pun menyusul keruang makan.
"Tante, aku pinjam baju yang ada dilemari ya karena piona nggak bawa ganti " Tanya Piona ke tante Marta
"Pakai saja semuanya, itu buat kamu kok Piona. Aku sengaja membeli baju wanita untukmu." Jelas tante marta.
"Serius tante ?" tiba-tiba muka Piona senang karena dapat pakaian baru.
"Serius dong, tapi kamu menikah dulu dengan Edwin ya?" lanjut tante Marta.
Muka Piona berubah masam lagi mendengar hal itu dan mereka melanjutkan untuk makan.
" Nak menurut mu bagaimana dengan pernikahan ini,apa kamu setuju ? " Tiba - tiba om Dodi papa Piona bertanya pada Edwin
Mata Piona memberi isyarat tapi Edwin tidak peduli dengan senyum yang menggoda Edwin menjelaskan.
"Aku sudah bilang kok om, aku tidak keberatan dengan pernikahan ini."
Sambil menatap Piona dan tersenyum kecil.
Dasar kurang ajar, tamat sudah riwayatku tinggal aku saja yang dikeroyok ini. Gumam Piona kesal.
"Baiklah jika sudah selesai kita ke ruang tengah karena para desainer sudah datang."
Hari itu semua dipersiapkan dirumah dari foto prewedding, Baju pengantin bahkan cincin semua sudah dipersiapkan. Piona dan Edwin yang sudah selesei makan akhirnya pergi ke ke ruang tengah.
Aku kesal sekali hari ini, tidak ada lagi yang bisa aku lakukan.
Akhirnya viting baju pengantin di mulai
Kedua belah pihak dari orang tua mereka duduk dan memberi pendapat ketika mereka keluar dari ruang ganti.
Sampai akhirnya pengantin pria yang tidak lain adalah Edwin sudah mendapatkan pilihanya.
Kemudian dia menunggu baju yang akan dikenakan Piona kali ini.
Tirai akhirnya dibuka ....
Semua nya mengacungkan jempol, mata Edwin tidak berkedip ketika Piona keluar dengan gaun panjang putih brokat yang terurai sampai kelantai dilengkapi buket bunga dan segenap asesoris yang melekat ditubuhnya.
Ya, Tuhan, inikah Piona??
Mama Edwin tiba-tiba mencuri pandang ke Edwin yang sedari tadi tidak berkedip memandang Piona.
" Hei, Edwin??" Tante Marta atau mama Edwin membuyarkan lamunanya.
"Ah iya ma." Edwin tersadar
"Kamu terpesona ya ??" Goda tante Marta kepada anaknya itu.
"Nggak ma biasa aja..." Edwin mencoba menutupi kekagumanya.
Rasanya pingin kabur. Kata Piona dalam hati.
Wajah Piona masih dengan senyum terpaksa dia nggak berfikir sama sekali untuk kasih kabar semua sahabatnya tentang pernikahan ini.
Foto prewedding di persiapan dirumah juga
Para fotografer sudah siap. Piona dan Edwin semakin canggung foto mesra berdua di depan kamera.
Ada pengarah foto untuk prewedding ini yang membuat mereka semakin canggung
"Tangan Piona di dada Edwin ya satu aja!"
Piona gugup saat harus menyentuh dada Edwin. Tangannya sedikit gemetar, matanya tak mampu fokus menatap edwin.
"Tangan edwin dipinggang piona ya dua-duanya!"
Edwin pelan meraba pinggang piona mata edwin tertuju ke mata Piona mereka berdua cukup canggung dan terbayang ketika mereka berciuman semalam. Tatapan mata itu dalam.
"Oke bagus, sudah selesai."Kata fotografernya .
Mereka menarik diri mereka masing- masing
Jantung Piona terus berdetak tidak beraturan membuatnya haus dan ingin minum.
Melihat Piona mengelus dadannya karena gugup, lagi-lagi Edwin tertawa kecil.
Waktunya memilih cincin pernikahan.
Disini Piona benar- benar tidak berselera untuk memilih. Karena hal itu tante Marta yang memilih cincin untuk mereka.
Persiapan pernikahan ini selesai
Terasa berat di benak Piona tak ada yang bisa terbayangkan dari pandangan masa depanya. Piona mengikuti arus yang ada, nggak bisa menolak perjodohan yang tidak pernah masuk diakalnya.
Yah ketahuan deh.... Edwin dan Piona lucu kan? baca yukk kelanjutannya.... jangan lupa tinggalkan bintang dan komentarnya yah buat novel ini....
Pesta pernikahan diadakan dihalaman Rumah Edwin yang seperti halaman istana bangsawan karena cukup besar. Bunga- bunga sudah di pasang disetiap penjuru area pernikahan itu. Kursi tamu undangan sudah di tata rapi tepat di dua belah sayap panggung. Penataan taman yang begitu mewah dengan tema pesta kebun ini mungkin menjadi pernikahan impian bagi setiap wanita. Terdapat Balok Es juga yang bertuliskan Nama Piona dan Edwin.Diruang rias Piona diliputi rasa gelisah karena sampai detik ini belum memutuskan akan menghubungi sahabatnya atau tidak. Dengan perasaan takut akhirnya Piona menelpon Dina sahabatnya itu."Tut,tut,tut"Tanda panggilan masuk."Halo, beb. Ya ampun beb kemana aja?" Dina antusias menjawab telpon.
Edwin dan Piona mulai tersenyum, keadaannya masih sama terlihat sangat canggung. Setelah selesai piona memperbaiki make up nya Edwin mengulurkan tangannya. Lalu piona meraih tangan itu dan mereka berjalan menuju meja makan VIP "Jeng, aku punya berita bagus! Tadi waktu aku keruang rias mereka sudah berpelukan lo jeng, sepertinya mereka mulai akrap. Kayanya perjodohan ini tidak salah" Kata tante marta begitu antusias "Apa iya jeng ? Wahh bagus dong jeng" sahut mama piona ikut bahagia "Kalau begitu secepatnya kita menjadi kakek dan nenek sepertinya bagus ya jeng marta? " kata om dodi papa piona. "Iya betul aku setuju, sebentar lagi putra tunggalku juga akan menggantikan aku diperusahaan pakaian ini jadi aku akan punya banyak waktu untuk.bermain dengan cucuku nanti" kata papa edwin dengan bahagia. Raut tante marta tiba-tiba bersedih, dia juga belum memberita
"Tunggu!!"Piona tiba-tiba menghentikan Edwin. "Ada apa Piona?" Tanya Edwin dengan lembut "Biarkan aku, meredakan detak jantungku." Kata piona menghembuskan nafasnya. Edwin tertawa kecil,"Apakah kamu segugup itu?" Tanya Edwin sambil tersenyum "Apa kamu tidak gugup? Ini bukan masalah kecil bagiku?" Piona ngambek dan melepaskan tangan Edwin lalu berbalik membelakanginya. Edwin mendekatkan tubuhnya ke Piona dan memeluknya dari belakang. "Edwin, apa yang kamu lakukan??" Piona mencoba melepaskan pelukan Edwin. Tapi tetap tidak berhasil. "Ssttss dengarkan aku!" Edwin membisikkan ketelinga piona dengan lembut "Apa kamu sudah mulai menyukaiku?" tanya edwin masih ditelinga piona. Piona terdiam, aku nggak ngerti apa yang aku rasakan saat ini, tapi aku selalu d
Seketika itu pintu terbuka pelan, Piona dan edwin menaikkan selimutnya sambil saling mendekap. Suara pintu terbuka "Krekkkkkmm...." Ada kepala yang mengintip sambil menutup mata nya, ternyata itu adalah tante Marta. "Piona ... Edwin apa kalian sudah bangun ?" tanya tante Marta agak lirih Mereka berdua menghela nafas.... "Apa Mama boleh masuk?" Kata tante Marta sekali lagi. Edwin dan Piona serentak menjawab." Nggak ma, nggak boleh !" Kata mereka berdua panik. "Apa kalian--" Tante Marta mencoba membuka sedikit matanya. Aku tahu mereka nggak memakai sekalipun kain ditubuh mereka tante Marta tertawa kecil. Mereka semakin meringkuk diselimutnya dan tidak sengaja menahan nafas tanpa mengatakan sepatah katapun. "Mama bercanda, ay
Pukul 15.00 Masih didalam pesawat.....Piona terbangun dari tidurnya. Wajahnya terlihat kusut dengan selimut yang masih menempel dipahanya."Huaaammmmmmnnn."Piona menguap. Rasanya belum sadar dari tidur yang begitu lama."Kamu sudah bangun Piona?" Tanya Edwin masih membaca majalah style di pesawat itu."Kamu nggak tidur ? Kenapa mataku berat sekali? Bolehkah aku membuka pakaianku ? Kenapa rasanya gerah sekali ya Win?" Kata piona masih setengah membuka matanya dan mengibaskan bajunya serasa kepanasan.Edwin terperanjat dan tercengang mendengar pertanyaan piona.Buka baju?apakah ini efek ramuan itu jika digunakan wanita?Piona melepas kancing atas dressnya dan terlihatlah belahan dadanya. Edwin spontan mengambil selimutnya dan menutupi dada Piona.Gawat, kita masih di pesawat sayang. Kenapa efeknya bisa sec
Hembusan nafas itu memburu sekali lagi, perlahan tapi pasti, menikmati ritme yang membuat mereka tidak sadarkan diri. Busana Piona terjatuh begitu saja seakan waktu membuat mereka terhanyut lagi dan lagi menikmati setiap air yang mengguyur sekujur tubuh mereka sampai akhirnya mereka menghabiskan waktu sejenak disana.15 menit kemudian...Mereka selesai mandi dan berpakaian.Piona terdiam sejenak di depan kaca dan mulai berdandan memoles bagian mata dan alisnya kemudian bibirnya yang kecil itu.Edwin mendekapnya dari belakang"Sayang!" Edwin mulai manja dengan piona, sambil menciumi pipi istrinya itu."Edwin, berhenti untuk terus menciumku!"Seperti biasa nada jutek Piona selalu menghiasi hari-hari mereka."Akhirnya kita...."kata Edwin " Stop jangan bicara lagi!!" cegah Piona" Aku suka Piona yang ketus dan jutek"Edwin mulai terlihat nggak jelas d
Edwin masih asik mengobrol dengan lusi, lusi pun sangat antusias ketika Edwin mulai mengenang masa kecil bersamanya. Lusi adalah teman kecilnya yang tahu kalau Edwin punya penyakit psikologi yang takut untuk dikagumi dan disukai orang lain. Lusi tidak pernah jujur dengan perasaannya karena penyakit yang diderita Edwin waktu itu. Lusi juga takut ketika Edwin tahu perasaannya waktu itu dia akan otomatis membencinya. "Gila! Berapa tahun coba kita nggak ketemu?"Kata Edwin sangat ceria dan dia lupa dengan Piona. "Hampir 6 atau 7 tahun ya? Aku juga sampai lupa?"Kata Lusi sambil menyerutup es teh di tangannya. "Btw, gimana kuliahmu? Udah selesai?"Tanya Lusi "Udah dong.kamu gimana ?" Tanya Edwin. "Aku juga baru selesai?" Kata lusi "Kok kamu tahu aku disini?" Tanya Edwin penasaran. "Kebetulan aja sih, kemarin aku sempet telpon tante Marta. Aku kangen sama dia terus tahu aku ada di LA. Dia ngasih tahu ak
Matanya beralih ke bibir kecil yang memucat itu. Piona seakan mengerti apa yang akan terjadi dan apa yang harus dia lakukan, Edwin menutup matanya lalu menyentuhnya perlahan, menggerakkan bibir atas dan bawahnya menyentuh setiap garis yang mulai basah permukaannya. Piona menutup matanya seakan mengikuti gerak yang membuatnya semakin terhanyut.Edwin menarik sentuhan bibirnya dan memandang Piona dengan wajah tersenyum, tergambar nyata bahwa dia sangat mencintai Piona. Edwin mengecup sekali lagi kening Piona dengan penuh kasih sayang dan memeluk istrinya itu ke dadanya. Hangat pelukan itu membuat Piona sangat nyaman sampai suatu ketika ada bunyi yang membuat Piona tersenyum geli” Kruyuk … ” suara itu terdengar jelas dari perut Edwin yang memang sedari tadi belum terisi apapun.Edwin benar-benar belum makan?kata Piona dalam hati sambil tersenyum.” Kamu senang suamimu kelaparan?&rdq
Perasaan tidak menentu mulai menyelimuti pikiran Edwin, bagaimana tidak, seorang yang ada di telepon adalah saudara kembarnya. Banyak hal yang belum diceritakan ke Piona, walaupun papa Edwin sudah tahu semuanya, karena perasaan orang tua tidak bisa di bohongi. Mereka tahu perbedaan antara Edwin dan saudara kembarnya itu. Secepat kilat Edwin melajukan mobilnya untuk sampai di perusahaan, setelah membuka pintu ruangan kantornya. Dia mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruangannya itu, dia berusaha menenangkan diri sebelum akhirnya memutuskan untuk menelpon saudara kembarnya itu. “Kring, Kring, Kring.” Suara handphone berdering, saudara kembar Edwin sudah otomatis menerima panggilan dari Edwin yang merupakan adik kembarnya itu. “Lama sekali kamu menjawab pesanku?” suara yang tidak asing menyapa di telinga Edwin. “Aku harus menjauh dari istriku dulu, baru aku bisa menghubungimu.” Jawab Edwin sambil membetulkan posisi duduknya. “Salah sendiri ka
Setelah pertengkaran kecil yang terjadi di meja makan, mereka mulai menyelesaikan makan malam itu dengan lahap. Hari itu Papa dan Mama Piona tidak menginap di rumah Edwin dan Piona. Mereka memutuskan untuk pulang karena ada kepentingan yang harus mereka selesaikan. "Sayang, besok nenek akan kesini lagi ya, baik-baik dirumah sama mama dan papa," mama Piona memegang kedua pipi cucu kembar itu. Mereka berdua tersenyum memandang neneknya. "Kalian ini memang sangat menggemaskan," komentar mama Piona. "Win, Piona, papa sama mama pulang dulu ya. Buat kamu Edwin hati-hati dijalan saat keberangkatanmu ke Eropa!" jelas papa Piona. "Makasih pah, pasti!papa sama mama juga hati-hati dijalan!" ucap Edwin sambil bersalaman dan memberi hormat kepada mertuanya itu. Mama dan papa Piona juga berpamitan juga dengan papa Edwin. Akhirnya mereka keluar dan masuk ke dalam mobil. Mobil mereka sudah keluar dari gerbang, Piona yang masih kesal dengan Edw
Piona yang ikut berteriak langsung loncat dan menutupi suaminya dari pandangan mamanya yang berdiri masih terbelalak melihat kejadian yang tidak terduga ini. "Mama, kenapa nggak ketuk pintu dulu?" Piona yang sudah berdiri di depan Edwin menghalangi pandangan mamanya ke arah sana. "Apa kalian terbiasa teledor?Kenapa pintunya tidak di kunci?Aku kira tidak ada Edwin, kalau yang masuk Wibi dan Wiska gimana?" selagi mama Piona ngomel panjang Lebar, Edwin mengambil handuk yang terjatuh lalu kembali memakainya lagi. "Ma-maaf ma," Edwin tiba-tiba menyahut. "Iya, ma maaf!" Piona ikut memohon. "Ya udah, mama sama papa tunggu dibawah!" Mama Piona menutup pintu dengan segera. Kali ini mama Piona memang sangat terkejut dia juga mengelus dadanya dan ingin menghilangkan pemandangan milik menantunya itu di dalam kepalanya. Mataku benar-benar ternodai saat ini, Oh Tuhan! mama Piona langsung turun ke bawah. Piona memandang Edwin dan mem
“Nggak dong, sayang. Lagian ini sudah jam pulang kantor, biarkan saja!Yuk, aku kangen kedua anak kita,” Piona langsung menggeret lengan Edwin untuk pergi meninggalkan perusahaan saat itu juga. Edwin langsung berjalan bersama dengan istrinya itu,”Kamu memang istriku yang sangat hebat, sayang. Kamu mulai bisa seperti mama,” komentar Edwin yang membukakan pintu mobil untuknya. Piona masuk ke mobil dan disusul Edwin yang bersiap menyetir mobilnya, “Aku harus menjalankan amanat mama dengan baik, dia sudah mempercayakan perusahaan ini padaku, aku nggak mungkin kan akan menelantarkannya dan membuat perusahaan ini menurun?” “Aku terlalu bangga sama istriku yang satu ini, pinter ngurus rumah, ngurus anak, ngurus perusahaan, kamu memang nggak ada duanya sayang. Eh tadi kamu bilang kangen kedua anak kita, la kamu nggak kangen aku?” Puji Edwin membuat pipi Piona sedikit memerah dan sedikit ingin tertawa karena suaminya itu. “Jangan berlebihan!Nanti aku ngga
Nafas yang terus memburu membuat Dina dan Gandi sedikit terengah-engah sejenak mengambil nafas, menarik ciuman itu sebentar sambil saling memandang dengan begitu intens, Gandi membetulkan sehelai rambut Dina yang menutupi wajahnya, lalu menyingkirkan rambutnya ke belakang telinganya, “Bolehkah aku melakukannya sekarang?” Gandi masih memandang istrinya itu dengan intens. Dina mengangguk pelan sambil memandang suaminya yang benar-benar membuatnya terbuai saat itu juga, Gandi menyentuh bibir itu lagi. Memagutnya pelan membuat Dina menggeliat, suara desahan mulai nyaring terdengar, ketika dengan liar Gandi membuka kancing baju atas Dina dan memainkan jarinya disana. Gandi melepaskan kaosnya, kembali membuai istrinya itu dengan sentuhan yang beralih ke lehernya, Dina tak kuasa menahan desahan yang membuatnya sedikit meronta, Gandi mulai menelusuri tubuh Dina hingga ke area yang paling sensitif, perlahan segalanya terlepas dari tubuh mereka masing-masing, Gandi menar
Edwin dan Piona sama-sama masuk ke dalam kamar Wibi dan Wiska, mereka menangis sudah bersiap dengan tangan menengadah untuk minta di gendong.“Mama, hiks”“Papa, hiks”Piona dan Edwin tersenyum melihat anak mereka yang begitu manja,“Anak mama udah bangun, sini sayangku!” Piona berhasil menggendong Wiska.“Sini sama papa, Wibi ganteng , haus ya?” Edwin berhasil menggendong Wibi.Piona dengan cekatan membuatkan susu di dekat box mereka sembari menggendong Wiska, setelah di gendong anak kembar itu berhenti menangis, menunggu susu di dalam botol yang di buatkan oleh Piona jadi.“Dua botol sudah jadi,” Piona mengumumkan membuat anak mereka sudah siap untuk berbaring di pangkuan papa dan mamanya.Piona menyerahkan satu botol kepada Edwin, lalu dia mengambil sebotol lagi untuk di berikan kepada Wiska.Dikamar itu mereka menunggu susu yang di berikan habis di minum anak kembar mereka.“Sayang, anak kita semakin lahap saa
Perasaan tidak menentu mulai menyelimuti pikiran Edwin, bagaimana tidak, seorang yang ada di telepon adalah saudara kembarnya. Banyak hal yang belum diceritakan ke Piona, walaupun papa Edwin sudah tahu semuanya, karena perasaan orang tua tidak bisa di bohongi. Mereka tahu perbedaan antara Edwin dan saudara kembarnya itu. Secepat kilat Edwin melajukan mobilnya untuk sampai di perusahaan, setelah membuka pintu ruangan kantornya. Dia mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruangannya itu, dia berusaha menenangkan diri sebelum akhirnya memutuskan untuk menelpon saudara kembarnya itu. “Kring, Kring, Kring.” Suara handphone berdering, saudara kembar Edwin sudah otomatis menerima panggilan dari Edwin yang merupakan adik kembarnya itu. “Lama sekali kamu menjawab pesanku?” suara yang tidak asing menyapa di telinga Edwin. “Aku harus menjauh dari istriku dulu, baru aku bisa menghubungimu.” Jawab Edwin sambil membetulkan posisi duduknya. “Salah sendiri ka
Pernikahan itu selesai, lelah dirasakan sepasang pengantin baru yang duduk di sofa masih di Gedung Serbaguna itu. Tamu undangan satu persatu sudah pulang, tinggal mereka berdua, kru acara dan sahabat mereka yaitu Edwin dan Piona.“Capek, ya?” tanya Piona yang mengambilkan minum untuk Dina dan Gandi.“Iya, capek banget. Makasih ya, beb.” Tanpa menunggu Dina langsung meneguk minuman itu sampai habis.“Makasih Piona, ternyata perjuangan ya buat nikah aja. Belum juga malam pertama kok engos-engosan gini, yah?” Gandi ikut meneguk minuman itu sampai habis.“Lihat!Baru kaya gini aja udah ngeluh, apalagi entar udah punya anak. Masih mau ngeluh juga?”Edwin yang menidurkan Wibi dipelukannya mulai berkomentar melihat Gandi.Setelah keduanya menghabiskan minuman di gelas itu, bersamaan langsung memberikannya kepada Piona.“Enggak deh Win, nggak jadi ngeluh deh. “ ucap Gandi yang masih merebahkan tubuhnya di sofa.Edwin mengambil sebuah voucher di
Dina dan Gandi bermain bersama Wibi dan Wiska di taman depan rumah mereka, Gandi mengayun-ayunkan Wibi dan Dina menggendong Wiska untuk melihat ikan di kolam dekat taman. Gandi menggendong Wibi lalu mendekati Dina.“Kamu nggak mau, punya anak seperti mereka?” tanya Gandi.“Siapa yang bakal nolak punya anak selucu ini?” Dina tersenyum melirik Gandi di sebelahnya seraya memberikan kode.Aku tahu kamu mikir apa, Gan? Pikir Dina yang mencoba serius menatap Wiska yang tersenyum melihatny sejak tadi.“Ya, udah. Nikahnya dipercepat, gimana sayang?” Gandi terlihat bahagia sambil memainkan tangan Wibi untuk mencolek hidung Wiska.Dina menoleh ke arah Gandi, “Mau nggak ya?” Dina mencoba menggoda Gandi.“Ih, pake mikir segala sih. Tinggal bilang iya aja kok susah!” Gandi terlihat geram dan sangat tidak sabar.“Iya, iya deh. Yuk Nikah! Segitu ngebetnya pingin nikah sama aku?” Dina menyenggol lengan Gandi dengan lengannya.“Emang k