Edwin dan Piona mulai tersenyum, keadaannya masih sama terlihat sangat canggung. Setelah selesai piona memperbaiki make up nya
Edwin mengulurkan tangannya. Lalu piona meraih tangan itu dan mereka berjalan menuju meja makan VIP
"Jeng, aku punya berita bagus! Tadi waktu aku keruang rias mereka sudah berpelukan lo jeng, sepertinya mereka mulai akrap. Kayanya perjodohan ini tidak salah"
Kata tante marta begitu antusias
"Apa iya jeng ? Wahh bagus dong jeng" sahut mama piona ikut bahagia
"Kalau begitu secepatnya kita menjadi kakek dan nenek sepertinya bagus ya jeng marta? " kata om dodi papa piona.
"Iya betul aku setuju, sebentar lagi putra tunggalku juga akan menggantikan aku diperusahaan pakaian ini jadi aku akan punya banyak waktu untuk.bermain dengan cucuku nanti" kata papa edwin dengan bahagia.
Raut tante marta tiba-tiba bersedih, dia juga belum memberitahu kondisinya kepada suaminya itu
' aku berharap dengan cara ini mereka bisa bahagia '
"Jeng ratna ....." tante marta berbisik kepada mama piona.
"Iya jeng bagaimana ? " tanya mama piona
"Sudah kamu sampaikan ke piona tentang kondisiku ?" tante marta memastikan
"Sudah jeng, dia sangat sedih mendengar hal itu" jelas mama piona
"Ya sudah, aku minta tolong kepadamu. Jagalah edwin untukku ya? Masalah perusahaan mu aku sudah bereskan kemarin" jelas tante marta
"Jeng aku nggak enak, seharusnya aku tidak minta pertolongan saat itu. Jika aku tahu kondisinya seperti ini?!"kata mama piona dengan penyesalan
"Tidak, kesepakatan ini sudah tepat.Naluriku berkata tanpa perjodohan ini pun mereka juga akan bersama dan saling mencintai jeng."tanggapan tante marta
"Jangan sungkan untuk menelponku jeng, jika kamu butuh sesuatu atau butuh pertolonganku" kata mama piona
"Baiklah jeng " jawab tante marta
"Akhirnya kalian datang juga ayo duduk!!" tante marta mempersilahkan mereka berdua duduk
Suasana di meja makan sayang harmonis, pasalnya mereka membicarakan masa lalu mereka dan tidak luput dari perhatian mereka juga membicarakan tentang bulan madu.
"Ohh ya win...ini ada hadiah dari temen papa yang tadi nggak bisa dateng hari ini. Lumayan dapet paket bulan madu ke Amerika selama seminggu. Dan besok pagi sekitar jam 9 kalian bisa langsung terbang ke Amerika " kata papa edwin sambil memberikan tiket pesawat dan tiket bulan madu itu.
" sekalian win, kamu bereskan juga urusan kamu di Amerika setelah wisuda kemarin. Setelah kalian bulan madu, kamu bisa bantu papa kan diperusahaan?" tambah papa edwin
" Baik pa"
"Dan satu lagi " papa edwin mulai berbisik ditelinga edwin " berikan aku cucu secepatnya nanti aku beri ramuan khusus untukmu"
Seketika itu wajah edwin memerah dan melirik piona
kali ini edwin hanya bisa.menganggukan kepala
"Pah, apa yang kamu katakan?? Lihatlah edwin, mukanya sampai merah padam begitu ?" tante marta penasaran.
"Kalau ini urusan lelaki, pada intinya kita disini ingin segera menimang cucu" jelas papa edwin
Piona terkejut dan tersedak air putih yang sedang dia minum
"Uhuk, uhukkk....."
"Kamu nggak papa piona " tanya edwin sambil memberikan tisu.
"Kamu tidak usah terkejut begitu, karena nanti kalian pasti akan melakukan hal itu tanpa kami suruh" kata tante marta mulai menggoda Edwin dan piona
Muka mereka berdua semakin memerah
Bodohnya aku, pernikahan, malam pertama dan bulan madu sampai detik ini belum ada dikamusku. Kenapa waktu begitu cepat Oh Tuhan kata piona masih menggerutu
Aku sangat mengerti dia pasti memikirkan hal itu, tapi semakin dia malu dia terlihat semakin cantik, Edwin tersenyum sambil memandang piona'
Lagi- lagi edwin ketahuan mama nya
"Ehem, Win" tante marta mengagetkannya
"I-iya ma" Edwin menjatuhkan sendoknya lalu mengambilnya lagi
"Piona itu sudah resmi menjadi istrimu, kenapa kamu masih harus mencuri pandang lagi?" kata tante Marta
"Ahh enggak, ma-maksudku e" Edwin susah untuk menjelaskan.
Pesta Pernikahan itu pun berakhir
Malam itu terlihat langit begitu gelap dan benar- benar dingin, Piona merapikan beberapa pakaian yang masih berada didalam koper untuk diletakkan di lemari bersamaan dengan pakaian Edwin. Kala itu Edwin sedang mandi dan Piona masih mengenakan gaun penngantinya.
Beberapa menit kemudian Edwin keluar dari kamar mandi, betapa terkejutnya Piona ketika Edwin bertelanjang dada dan hanya mengenakan handuk putih. Piona benar- benar mengontrol detak jantungnya, Piona spontan berbalik arah.
Piona bingung dan salah tingkah sambil menutup mata dengan tangannya dia melewati Edwin
Edwin hanya tertawa melihat piona bertingkah seperti itu.
Ketika melewati Edwin ternyata Piona lupa kalau dia masih mengenakan gaun pengantin yang panjang, seketika itu juga secara tidak sengaja gaun pengantinya tersangkut di pojok lemari dekat kamar mandi dan piona pun terjatuh tepat dilengan edwin.
pandangan mata mereka berdua terjadi lagi
Jantungku, kumohon jangan sampai edwin tahu. kata piona dalam benaknya
Bibirnya dan matanya membuatku tak bisa menahan diri, tahan Edwin! Tahan!
Edwin menyangkal perasaannya sendiri
Tanpa sadar Piona menyentuh dada bidang edwin yang telanjang itu, Piona tersadar matanya turun kebawah dan ...
"Aarrrrrhhh!" Piona berteriak lalu menutup matanya dengan tangan
Edwin terkejut dan melepaskan lengannya,
Piona kembali berdiri dan berbalik kearah kamar mandi, gaun yang tersangkut itu dibiarkan Piona robek begitu saja. Cepat-cepat dia masuk kamar mandi dan mengunci pintunya.
"Hei, gaunnya" kata Edwin melihat gaun pengantin itu sobek.Edwin menggelengkan kepalanya dan tertawa kecil saat sadar piona menjadi sedikit aneh.
"Oh Tuhan, jantungku. Ini Gila! Apakah aku harus melihat pemandangan seperti ini setiap hari? Apa yang harus kulakukan?" piona berguman sendiri di depan kaca kamar mandi. Tanganya meraih ritsliting di belakang gaunnya dan itu sangat sulit, berulang kali meraihnya tapi tetap tidak berhasil.
"Kenapa gaun ini sulit sekali dilepas, aku harus bagaimana ? Tapi aku harus mandi?" rengek piona kebingungan.
Apa aku harus minta pertolongannya ?tapi kalau nanti, ah tidak,tidak,tidak jangan berfikir terlalu jauh.
Piona membuka pintu kamar mandi itu pelan dan dengan ragu mengintip dengan kepalanya, edwin yang sudah mengenakan kaos tidurnya berdiri sambil memegang sebuah majalah style, mendengar suara pintu terbuka, spontan dia menoleh kearah kamar mandi, dia pun terkejut
Kenapa Piona membuka pintu? tanya Edwin dalam hati.
"Ada yang bisa kubantu apakah kerannya mati?" dengan polosnya Edwin bertanya.
"Ee...tidak air kerannya baik-baik saja tapi, bolehkah aku meminta bantuanmu?" Piona sedikit bingung.
"Tentu, apa yang bisa aku bantu?" Edwin meletakkan majalahnya dan mendekat ke arah kamar mandi.
Apa yang harus ku katakan? Piona sedikit takut. seketika tanganya menarik Edwin masuk kamar mandi, Edwin terkejut suasana berubah menjadi sangat canggung.
"Bisakah kamu membantuku membuka ritsliting belakang gaunku? Sedari tadi aku kesulitan untuk melepasnya!" Piona juga merasa aneh dengan suasana ini.
Edwin sekali lagi tercengang dengan permintaan itu.
Apa membuka ritsliting gaun? Piona ga salah menyuruhku membantunya? Apa dia tidak takut aku seorang pria normal? Edwin bingung sendiri
"Baiklah, berbaliklah Piona!" Edwin mengatur nafasnya untuk berkata dengan biasa saja.
Detak jantung Piona mejadi sangat tidak beraturan dia menutup matanya. Hawa tubuhnya berubah panas dan benar- benar menyesakkan dadanya.
Jantungku kenapa tiba-tiba berdetak hebat,tanganku sedikit gemetar, aku mencoba membuka ritsliting itu pelan- pelan. Edwin mulai membayangkan hal yang tidak- tidak tapi selalu dia tampik sendiri. Ritsliting itu terbuka pelan- pelan sampai berakhir di area pinggang.
Edwin menelan ludah melihat punggung piona telanjang didepan matanya, dia berfikir 'ternyata selama pesta ini berlangsung piona sama sekali tidak menggunakan bra?' pikiran edwin semakin liar
Mung-mungkin dia memakai gaun yang sudah ada bra nya ? Edwin menampik sendiri perkataannya mencoba menghilangkan pikiran kotornya. Sekali lagi Edwin menghela nafas panjang dan memeberitahu piona bahwa dia sudah membuka ritsliting gaunya.
"Aku sudah membukanya," kata Edwin sangat gugup
Piona yang terpaku dan menahan bagian depan dadanya agar gaun itu tidak melorot spontan saja mengucapkan.
"Terimakasih" kata Piona dengan suara yang lembut.
Tubuh Edwin sama sekali tidak bisa berdamai dengan keadaan, keringat mulai sedikit membasahi sebagian tubuhnya itu. Apalagi setelah dia mendapatkan ucapan Terimakasih dengan nada yang membuatnya tergoda.
"Maaf, aku keluar," dia bergegas membuka dan menutup lagi pintu kamar mandi itu, dengan wajah yang sudah memerah.
Piona menoleh dan melihat edwin dengan heran. Piona juga tidak bisa berbohong jika dirinya sangat gugup saat edwin membuka ritsliting gaunya. Sejenak dia melupakan hal itu dan bergegas untuk mandi
"Huhhhh hahhh..…" nafas edwin tidak bisa ditahanya lagi,dia terus mengelus dadanya dan mengibaskan bajunya yang sudah penuh dengan keringat karena sangat gugup.
Edwin berjalan menuju ranjang tidurnya dan mencoba tiduran terlentang untuk menenangkan pikirannya.
Kenapa aku masih terus terbayang? berulang kali tangan Edwin mengusap raut wajahnya.
Beberapa menit kemudian Piona selesai Mandi. Kini rambutnya juga basah dan Piona mengenakan dress tidur berlengan pendek yang hanya setengah menutupi pahanya . Piona berjalan sambil menggosok handuk diatas kepalanya agar rambutnya cepat kering.
Edwin yang menoleh melihat hal itu tiba- tiba berbalik arah ke jendela sambil memeluk guling di sebelahnya.
kenapa kamu pakai baju seseksi itu? batin edwin bertanya.
Apa mungkin dia tidak menganggapku pria normal? lanjut Edwin dalam hati.
Edwin menelan ludah berkali- kali, mencoba menutup matanya dan mencoba untuk tertidur.
Piona yang melihat edwin terbaring diatas ranjang, merasa heran tapi juga sangat senang.
Apa dia sudah tertidur? Aku selamat dari malam pertama ini, gumamnya dalam hati
Setelah Piona selesai menggunakan skincare dia menoleh kearah ranjang dan berfikir sejenak, Mungkin dia sudah tertidur pulas, dan mungkin nggak jadi masalah jika aku tertidur disampingnya.
Piona naik keatas ranjang dan membenarkan selimut Edwin.
Edwin terbelalak dan tetap mematung di tempat yang sama
Dia sangat berani, gumam Edwin masih menahan segala hasratnya.
Piona berbaring menghadap kearah yang berlawanan Sambil mematikan lampu disampingnya. Mereka seolah tidur dengan jarak yang cukup jauh dalam satu ranjang.
Edwin masih sulit untuk tertidur begitu juga piona. Seketika itu edwin berbalik arah melihat punggung piona, dia masih membayangkan punggung telanjang piona tapi berhasil untuk menahanya, pelan- pelan edwin mendekatinya dan membetulkan selimut piona juga. Tangannya tidak tahan untuk menyentuh sehelai rambut yang menutupi wajah piona lalu menyingkirkan ketelinganya.
Piona yang terpejam merasakan sentuhan demi sentuhan yang dilakukan edwin kepadanya, perasaannya begitu takut membuat dia mematung di tempat yang sama. Edwin mendekatkan bibirnya untuk mengecup kening piona tapi tidak berhasil ketika piona sedikit bergerak. Edwin kembali ketempat semula dan menarik selimutnya untuk bergegas tidur.
Piona masih terjaga, Kenapa aku masih sulit untuk tidur ?
Berulang kali piona menggulingkan badannya
Aku takut, dengan kebiasaan tidurku yang buruk.Piona berbalik menatap punggung Edwin.
Piona teringat betapa edwin memperlakukannya dengan baik beberapa hari ini. Tapi masih ada sedikit trauma yang bersarang di hatinya.
Tangannya tidak sengaja menyentuh punggung edwin dan merabanya pelan.
Ini pertama kalinya aku menyentuh punggung pria, ternyata seperti ini bentuk punggung seorang pria? Edwin terkejut saat piona meraba bagian punggungnya, edwin semakin tidak bisa tidur.
Piona tanpa sadar juga meraba lengan edwin yang berotot itu, Aku baru sadar tangan pria itu berbeda dengan tangan seorang wanita.
Edwin merasakan suhu tubuhnya semakin panas, suasana yang gelap saat itu tidak bisa lagi untuk menahan apa yang yang edwin rasakan sedari tadi. Ketika tangan Edwin diraba oleh piona spontan tangan edwin yang satu menggenggam tangan piona tanpa berbalik badan.
Piona terkejut dan berusaha menarik tangannya tapi tidak berhasil. Mereka masih terdiam dalam gelap, edwin berbalik sambil menggenggam tangan piona. Mereka pun saling bertatapan diranjang, cahaya yang remang- remang itu semakin membuat suasana tidak menentu.
Jantung Piona berdetak sangat cepat begitu juga dengan Edwin, mereka sama- sama menelan ludah.
"Maaf aku tidak sengaja," kata Piona mencoba mencairkan suasana yang sangat canggung ini. Nafas piona mulai terengah tapi Edwin tetap diam dan hanya menatapnya saja
Tiba-tiba tangan piona ditarik oleh Edwin agar tubuh Piona lebih dekat dengan nya.
Nah ini nih, waspada 45 dikit lagi guys Eit jangan lupa yah komentar dan bintangnya... baca kelanjutannya yukk!!
"Tunggu!!"Piona tiba-tiba menghentikan Edwin. "Ada apa Piona?" Tanya Edwin dengan lembut "Biarkan aku, meredakan detak jantungku." Kata piona menghembuskan nafasnya. Edwin tertawa kecil,"Apakah kamu segugup itu?" Tanya Edwin sambil tersenyum "Apa kamu tidak gugup? Ini bukan masalah kecil bagiku?" Piona ngambek dan melepaskan tangan Edwin lalu berbalik membelakanginya. Edwin mendekatkan tubuhnya ke Piona dan memeluknya dari belakang. "Edwin, apa yang kamu lakukan??" Piona mencoba melepaskan pelukan Edwin. Tapi tetap tidak berhasil. "Ssttss dengarkan aku!" Edwin membisikkan ketelinga piona dengan lembut "Apa kamu sudah mulai menyukaiku?" tanya edwin masih ditelinga piona. Piona terdiam, aku nggak ngerti apa yang aku rasakan saat ini, tapi aku selalu d
Seketika itu pintu terbuka pelan, Piona dan edwin menaikkan selimutnya sambil saling mendekap. Suara pintu terbuka "Krekkkkkmm...." Ada kepala yang mengintip sambil menutup mata nya, ternyata itu adalah tante Marta. "Piona ... Edwin apa kalian sudah bangun ?" tanya tante Marta agak lirih Mereka berdua menghela nafas.... "Apa Mama boleh masuk?" Kata tante Marta sekali lagi. Edwin dan Piona serentak menjawab." Nggak ma, nggak boleh !" Kata mereka berdua panik. "Apa kalian--" Tante Marta mencoba membuka sedikit matanya. Aku tahu mereka nggak memakai sekalipun kain ditubuh mereka tante Marta tertawa kecil. Mereka semakin meringkuk diselimutnya dan tidak sengaja menahan nafas tanpa mengatakan sepatah katapun. "Mama bercanda, ay
Pukul 15.00 Masih didalam pesawat.....Piona terbangun dari tidurnya. Wajahnya terlihat kusut dengan selimut yang masih menempel dipahanya."Huaaammmmmmnnn."Piona menguap. Rasanya belum sadar dari tidur yang begitu lama."Kamu sudah bangun Piona?" Tanya Edwin masih membaca majalah style di pesawat itu."Kamu nggak tidur ? Kenapa mataku berat sekali? Bolehkah aku membuka pakaianku ? Kenapa rasanya gerah sekali ya Win?" Kata piona masih setengah membuka matanya dan mengibaskan bajunya serasa kepanasan.Edwin terperanjat dan tercengang mendengar pertanyaan piona.Buka baju?apakah ini efek ramuan itu jika digunakan wanita?Piona melepas kancing atas dressnya dan terlihatlah belahan dadanya. Edwin spontan mengambil selimutnya dan menutupi dada Piona.Gawat, kita masih di pesawat sayang. Kenapa efeknya bisa sec
Hembusan nafas itu memburu sekali lagi, perlahan tapi pasti, menikmati ritme yang membuat mereka tidak sadarkan diri. Busana Piona terjatuh begitu saja seakan waktu membuat mereka terhanyut lagi dan lagi menikmati setiap air yang mengguyur sekujur tubuh mereka sampai akhirnya mereka menghabiskan waktu sejenak disana.15 menit kemudian...Mereka selesai mandi dan berpakaian.Piona terdiam sejenak di depan kaca dan mulai berdandan memoles bagian mata dan alisnya kemudian bibirnya yang kecil itu.Edwin mendekapnya dari belakang"Sayang!" Edwin mulai manja dengan piona, sambil menciumi pipi istrinya itu."Edwin, berhenti untuk terus menciumku!"Seperti biasa nada jutek Piona selalu menghiasi hari-hari mereka."Akhirnya kita...."kata Edwin " Stop jangan bicara lagi!!" cegah Piona" Aku suka Piona yang ketus dan jutek"Edwin mulai terlihat nggak jelas d
Edwin masih asik mengobrol dengan lusi, lusi pun sangat antusias ketika Edwin mulai mengenang masa kecil bersamanya. Lusi adalah teman kecilnya yang tahu kalau Edwin punya penyakit psikologi yang takut untuk dikagumi dan disukai orang lain. Lusi tidak pernah jujur dengan perasaannya karena penyakit yang diderita Edwin waktu itu. Lusi juga takut ketika Edwin tahu perasaannya waktu itu dia akan otomatis membencinya. "Gila! Berapa tahun coba kita nggak ketemu?"Kata Edwin sangat ceria dan dia lupa dengan Piona. "Hampir 6 atau 7 tahun ya? Aku juga sampai lupa?"Kata Lusi sambil menyerutup es teh di tangannya. "Btw, gimana kuliahmu? Udah selesai?"Tanya Lusi "Udah dong.kamu gimana ?" Tanya Edwin. "Aku juga baru selesai?" Kata lusi "Kok kamu tahu aku disini?" Tanya Edwin penasaran. "Kebetulan aja sih, kemarin aku sempet telpon tante Marta. Aku kangen sama dia terus tahu aku ada di LA. Dia ngasih tahu ak
Matanya beralih ke bibir kecil yang memucat itu. Piona seakan mengerti apa yang akan terjadi dan apa yang harus dia lakukan, Edwin menutup matanya lalu menyentuhnya perlahan, menggerakkan bibir atas dan bawahnya menyentuh setiap garis yang mulai basah permukaannya. Piona menutup matanya seakan mengikuti gerak yang membuatnya semakin terhanyut.Edwin menarik sentuhan bibirnya dan memandang Piona dengan wajah tersenyum, tergambar nyata bahwa dia sangat mencintai Piona. Edwin mengecup sekali lagi kening Piona dengan penuh kasih sayang dan memeluk istrinya itu ke dadanya. Hangat pelukan itu membuat Piona sangat nyaman sampai suatu ketika ada bunyi yang membuat Piona tersenyum geli” Kruyuk … ” suara itu terdengar jelas dari perut Edwin yang memang sedari tadi belum terisi apapun.Edwin benar-benar belum makan?kata Piona dalam hati sambil tersenyum.” Kamu senang suamimu kelaparan?&rdq
Edwin berdiri dengan mengepalkan tangannya, hatinya serasa tertusuk duri besar yang membuatnya sedikit terengah untuk bernafas, mukanya memerah dan matanya kembali bengis seperti harimau yang ingin menerkam mangsanya. Edwin mencoba menahan emosinya ketika kejadian itu mengganggu pikirannya. Suasana hatinya semakin kacau, Edwin mendekati mereka berdua dan menarik baju Ardi lalu melemparnya kedinding. Tangan kiri edwin yang menahan pundak ardi untuk tetap berada dalam lingkupnya, kemudian tangan kanan Edwin mengepal bersiap untuk melayangkan pukulan ke wajah Ardi. Ardi pasrah dengan keadaan itu karna punggungnya sudah terasa sakit. Kepalan itu rasanya tertahan, Edwin terus melakukan pengendalian sampai akhirnya dia melepaskan Ardi. Edwin berlalu begitu saja setelah melihat Piona disampingnya, dia masuk ke dalam kamar tanpa sepatah katapun, pintu kamar itu dibanting cukup keras membuat Piona terkejut sekaligus ketakutan." Ardi, Maafkan Edwin!" Piona hanya bisa men
" Win kamu kok senyum-senyum sendiri mikirin apa ?" tanya Piona"Emm nggak mikirin apa-apa kok." mengelak tapi masih terus tersenyumEdwin membuka kamar penginapan." Aku mandi duluan ya win!" kata Piona sambil mengambil peralatan mandi dan piama tidurnya." Iya sayang." kata Edwin sambil membaringkan tubuhnya ke ranjang.Lima belas menit kemudian Piona selesai dan gantian Edwin yang mandi." Sayang, kamu nggak mau menggosok punggungku?" tanya Edwin" Nggak." Piona tiba-tiba ketus' Dia mulai berani lagi.'" Kamu kok galak sih sayang?" kata Edwin masih mengintip dari pintu kamar mandi." Sana Mandi, Edwin!!!" Piona menaikkan nada suaranya" Iya, iya aku mandi " kata Edwin sambil menutup kamar mandi.'Apa dia tidak pernah bosan menggoda
Perasaan tidak menentu mulai menyelimuti pikiran Edwin, bagaimana tidak, seorang yang ada di telepon adalah saudara kembarnya. Banyak hal yang belum diceritakan ke Piona, walaupun papa Edwin sudah tahu semuanya, karena perasaan orang tua tidak bisa di bohongi. Mereka tahu perbedaan antara Edwin dan saudara kembarnya itu. Secepat kilat Edwin melajukan mobilnya untuk sampai di perusahaan, setelah membuka pintu ruangan kantornya. Dia mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruangannya itu, dia berusaha menenangkan diri sebelum akhirnya memutuskan untuk menelpon saudara kembarnya itu. “Kring, Kring, Kring.” Suara handphone berdering, saudara kembar Edwin sudah otomatis menerima panggilan dari Edwin yang merupakan adik kembarnya itu. “Lama sekali kamu menjawab pesanku?” suara yang tidak asing menyapa di telinga Edwin. “Aku harus menjauh dari istriku dulu, baru aku bisa menghubungimu.” Jawab Edwin sambil membetulkan posisi duduknya. “Salah sendiri ka
Setelah pertengkaran kecil yang terjadi di meja makan, mereka mulai menyelesaikan makan malam itu dengan lahap. Hari itu Papa dan Mama Piona tidak menginap di rumah Edwin dan Piona. Mereka memutuskan untuk pulang karena ada kepentingan yang harus mereka selesaikan. "Sayang, besok nenek akan kesini lagi ya, baik-baik dirumah sama mama dan papa," mama Piona memegang kedua pipi cucu kembar itu. Mereka berdua tersenyum memandang neneknya. "Kalian ini memang sangat menggemaskan," komentar mama Piona. "Win, Piona, papa sama mama pulang dulu ya. Buat kamu Edwin hati-hati dijalan saat keberangkatanmu ke Eropa!" jelas papa Piona. "Makasih pah, pasti!papa sama mama juga hati-hati dijalan!" ucap Edwin sambil bersalaman dan memberi hormat kepada mertuanya itu. Mama dan papa Piona juga berpamitan juga dengan papa Edwin. Akhirnya mereka keluar dan masuk ke dalam mobil. Mobil mereka sudah keluar dari gerbang, Piona yang masih kesal dengan Edw
Piona yang ikut berteriak langsung loncat dan menutupi suaminya dari pandangan mamanya yang berdiri masih terbelalak melihat kejadian yang tidak terduga ini. "Mama, kenapa nggak ketuk pintu dulu?" Piona yang sudah berdiri di depan Edwin menghalangi pandangan mamanya ke arah sana. "Apa kalian terbiasa teledor?Kenapa pintunya tidak di kunci?Aku kira tidak ada Edwin, kalau yang masuk Wibi dan Wiska gimana?" selagi mama Piona ngomel panjang Lebar, Edwin mengambil handuk yang terjatuh lalu kembali memakainya lagi. "Ma-maaf ma," Edwin tiba-tiba menyahut. "Iya, ma maaf!" Piona ikut memohon. "Ya udah, mama sama papa tunggu dibawah!" Mama Piona menutup pintu dengan segera. Kali ini mama Piona memang sangat terkejut dia juga mengelus dadanya dan ingin menghilangkan pemandangan milik menantunya itu di dalam kepalanya. Mataku benar-benar ternodai saat ini, Oh Tuhan! mama Piona langsung turun ke bawah. Piona memandang Edwin dan mem
“Nggak dong, sayang. Lagian ini sudah jam pulang kantor, biarkan saja!Yuk, aku kangen kedua anak kita,” Piona langsung menggeret lengan Edwin untuk pergi meninggalkan perusahaan saat itu juga. Edwin langsung berjalan bersama dengan istrinya itu,”Kamu memang istriku yang sangat hebat, sayang. Kamu mulai bisa seperti mama,” komentar Edwin yang membukakan pintu mobil untuknya. Piona masuk ke mobil dan disusul Edwin yang bersiap menyetir mobilnya, “Aku harus menjalankan amanat mama dengan baik, dia sudah mempercayakan perusahaan ini padaku, aku nggak mungkin kan akan menelantarkannya dan membuat perusahaan ini menurun?” “Aku terlalu bangga sama istriku yang satu ini, pinter ngurus rumah, ngurus anak, ngurus perusahaan, kamu memang nggak ada duanya sayang. Eh tadi kamu bilang kangen kedua anak kita, la kamu nggak kangen aku?” Puji Edwin membuat pipi Piona sedikit memerah dan sedikit ingin tertawa karena suaminya itu. “Jangan berlebihan!Nanti aku ngga
Nafas yang terus memburu membuat Dina dan Gandi sedikit terengah-engah sejenak mengambil nafas, menarik ciuman itu sebentar sambil saling memandang dengan begitu intens, Gandi membetulkan sehelai rambut Dina yang menutupi wajahnya, lalu menyingkirkan rambutnya ke belakang telinganya, “Bolehkah aku melakukannya sekarang?” Gandi masih memandang istrinya itu dengan intens. Dina mengangguk pelan sambil memandang suaminya yang benar-benar membuatnya terbuai saat itu juga, Gandi menyentuh bibir itu lagi. Memagutnya pelan membuat Dina menggeliat, suara desahan mulai nyaring terdengar, ketika dengan liar Gandi membuka kancing baju atas Dina dan memainkan jarinya disana. Gandi melepaskan kaosnya, kembali membuai istrinya itu dengan sentuhan yang beralih ke lehernya, Dina tak kuasa menahan desahan yang membuatnya sedikit meronta, Gandi mulai menelusuri tubuh Dina hingga ke area yang paling sensitif, perlahan segalanya terlepas dari tubuh mereka masing-masing, Gandi menar
Edwin dan Piona sama-sama masuk ke dalam kamar Wibi dan Wiska, mereka menangis sudah bersiap dengan tangan menengadah untuk minta di gendong.“Mama, hiks”“Papa, hiks”Piona dan Edwin tersenyum melihat anak mereka yang begitu manja,“Anak mama udah bangun, sini sayangku!” Piona berhasil menggendong Wiska.“Sini sama papa, Wibi ganteng , haus ya?” Edwin berhasil menggendong Wibi.Piona dengan cekatan membuatkan susu di dekat box mereka sembari menggendong Wiska, setelah di gendong anak kembar itu berhenti menangis, menunggu susu di dalam botol yang di buatkan oleh Piona jadi.“Dua botol sudah jadi,” Piona mengumumkan membuat anak mereka sudah siap untuk berbaring di pangkuan papa dan mamanya.Piona menyerahkan satu botol kepada Edwin, lalu dia mengambil sebotol lagi untuk di berikan kepada Wiska.Dikamar itu mereka menunggu susu yang di berikan habis di minum anak kembar mereka.“Sayang, anak kita semakin lahap saa
Perasaan tidak menentu mulai menyelimuti pikiran Edwin, bagaimana tidak, seorang yang ada di telepon adalah saudara kembarnya. Banyak hal yang belum diceritakan ke Piona, walaupun papa Edwin sudah tahu semuanya, karena perasaan orang tua tidak bisa di bohongi. Mereka tahu perbedaan antara Edwin dan saudara kembarnya itu. Secepat kilat Edwin melajukan mobilnya untuk sampai di perusahaan, setelah membuka pintu ruangan kantornya. Dia mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruangannya itu, dia berusaha menenangkan diri sebelum akhirnya memutuskan untuk menelpon saudara kembarnya itu. “Kring, Kring, Kring.” Suara handphone berdering, saudara kembar Edwin sudah otomatis menerima panggilan dari Edwin yang merupakan adik kembarnya itu. “Lama sekali kamu menjawab pesanku?” suara yang tidak asing menyapa di telinga Edwin. “Aku harus menjauh dari istriku dulu, baru aku bisa menghubungimu.” Jawab Edwin sambil membetulkan posisi duduknya. “Salah sendiri ka
Pernikahan itu selesai, lelah dirasakan sepasang pengantin baru yang duduk di sofa masih di Gedung Serbaguna itu. Tamu undangan satu persatu sudah pulang, tinggal mereka berdua, kru acara dan sahabat mereka yaitu Edwin dan Piona.“Capek, ya?” tanya Piona yang mengambilkan minum untuk Dina dan Gandi.“Iya, capek banget. Makasih ya, beb.” Tanpa menunggu Dina langsung meneguk minuman itu sampai habis.“Makasih Piona, ternyata perjuangan ya buat nikah aja. Belum juga malam pertama kok engos-engosan gini, yah?” Gandi ikut meneguk minuman itu sampai habis.“Lihat!Baru kaya gini aja udah ngeluh, apalagi entar udah punya anak. Masih mau ngeluh juga?”Edwin yang menidurkan Wibi dipelukannya mulai berkomentar melihat Gandi.Setelah keduanya menghabiskan minuman di gelas itu, bersamaan langsung memberikannya kepada Piona.“Enggak deh Win, nggak jadi ngeluh deh. “ ucap Gandi yang masih merebahkan tubuhnya di sofa.Edwin mengambil sebuah voucher di
Dina dan Gandi bermain bersama Wibi dan Wiska di taman depan rumah mereka, Gandi mengayun-ayunkan Wibi dan Dina menggendong Wiska untuk melihat ikan di kolam dekat taman. Gandi menggendong Wibi lalu mendekati Dina.“Kamu nggak mau, punya anak seperti mereka?” tanya Gandi.“Siapa yang bakal nolak punya anak selucu ini?” Dina tersenyum melirik Gandi di sebelahnya seraya memberikan kode.Aku tahu kamu mikir apa, Gan? Pikir Dina yang mencoba serius menatap Wiska yang tersenyum melihatny sejak tadi.“Ya, udah. Nikahnya dipercepat, gimana sayang?” Gandi terlihat bahagia sambil memainkan tangan Wibi untuk mencolek hidung Wiska.Dina menoleh ke arah Gandi, “Mau nggak ya?” Dina mencoba menggoda Gandi.“Ih, pake mikir segala sih. Tinggal bilang iya aja kok susah!” Gandi terlihat geram dan sangat tidak sabar.“Iya, iya deh. Yuk Nikah! Segitu ngebetnya pingin nikah sama aku?” Dina menyenggol lengan Gandi dengan lengannya.“Emang k