Zack sadar ia telah salah bicara. Aurora memasang wajah datar. Ia kesal Zack malah memintanya tinggal di kastil.Apa lelaki itu tidak juga mengerti setelah ia terus-terang? Bukankah ia sudah bilang kalau dirinya nyaman dan merasa aman bersama Zack?"Bukan begitu. Jangan salah mengerti." Zack mendekati Aurora."Tidak. Ya, sudah. Kamu pulang saja sana. Aku akan tinggal di sini." Aurora merajuk.Apa-apaan ini? Aurora mendesah dalam hati. Kenapa ia cepat sekali ngambek pada Zack?Tentu saja Zack panik. Aurora memberengut di depannya."Hey. Aku tidak akan pergi. Aku sudah berjanji menemani, bukan?" Zack mengelus kepala Aurora.Sejenak mereka bertatapan. Wajah Aurora mulai bersemu merah jambu mendengar ucapan Zack."Aku nggak akan pergi. Kecuali kamu benar-benar menginginkanku pergi." Zack mengulangi pernyataannya.Kepala Aurora mengangguk. Detik berikutnya ia memeluk Zack."Aku mau sama kamu."Perkataan itu seperti bisikan. Pelan namun terdengar jelas. Zack termangu sambil memeluk Aurora.
Dua hari kemudian, Zack berpamitan. Aurora terlihat berat melepasnya. Namun begitu, ia mengerti Zack harus mengurus perusahaannya."Aku sudah berkordinasi dengan Agnes. Ia bisa dipercaya untuk menjadi wakilku selama aku bekerja online." Aurora berkata saat Zack berkemas."Iya. Aku sudah meminta Zavian mengamati kinerja Agnes dan kami setuju ia menjadi wakilmu."Aurora mengamati Zack yang telah selesai dengan barang bawaannya. Mereka kini berdiri berhadapan.Zack setuju pada pernyataan Kakek Viscout. Ia memang tidak bisa mencintai Aurora. Meyakini diri sendiri bahwa selama ini, ia hanya perhatian karena rasa sesal sudah pernah melecehkan adik angkatnya."Aku pergi, ya." Zack tersenyum, mengusak kepala Aurora.Tanpa pelukan, hanya kecupan singkat yang diberikan Zack pada Aurora sebelum ia naik ke mobil yang akan membawanya ke bandara. Meskipun ia ingin sekali memeluk dan mencium aroma rambut Aurora. Dadanya kini terasa sesak.Kantor menjadi pelampiasan emosi Zack. Ada saja yang tidak be
Acara bangsawan selesai. Setelah mengantar Kakek Viscout ke kamarnya, Aurora pun berpamitan. Wanita itu tidak langsung ke kamar melainkan berjalan-jalan di selasar kastil.Sepertinya ini akan menjadi tempat favoritnya di kastil. Malam hari, pemandangannya sangat indah. Di perbukitan, banyak rumah-rumah penduduk yang menyalakan penerangan hingga suasana terlihat meriah.Tiba-tiba sebuah selimut tersampir melewati bahunya. Aurora menatap selimut rajutan kemudian menoleh. Vigor telah berdiri di sampingnya.“Angin di kastil ini cukup kencang karena kita berada di tempat tinggi. Zack bilang, kamu tidak terlalu tahan angin dingin.” Vigor berkata pada Aurora.“Kapan Zack bilang begitu?”“Saat kamu dirawat di rumah sakit karena maagmu kambuh.”Akh. Itu kan karena saat itu semalaman ia dikurung di balkon. Kehujanan dan kedinginan sampai menggigil. Aurora mendengus dalam hati.“Apa kamu sedang rindu dengan keluarga Morgan?”“Tidak juga. Hampir setiap hari aku atau mereka meneleponku.” Aurora me
Aurora berdandan cantik dengan balutan gaun malam dari sahabatnya, June. Akhirnya pakaian mewah itu bisa ia kenakan pada acara yang tepat. Tanpa perhiasan dan make-up berlebih, Aurora keluar dari kamar.Zack menoleh saat mendengar suara ketukan heels. Ia terpana sesaat meihat kecantikan sang adik angkat. Apalagi, sejak identitas sebagai seorang bangsawan, wajah Aurora semakin terlihat aura ningratnya.“Seperti biasa, kamu cantik sekali.” Zack memuji sambil memberikan senyum manis. “Akh, tapi, kamu pasti telah terbiasa mendengar pujian itu.”Aurora tersenyum simpul. Ia mengucapkan terima kasih dan membalas pujian Zack sambil membenahi simpul dasi dan kerah lelaki itu.“Kamu juga tampan, Winter Bear.”Sesaat wajah tampan Zack menjadi datar. “Dari mana kamu dapatkan nama panggilan itu?”“Dari para sahabatmu.”“Para pengkhianat itu!” Zack mendesah sambil menggeleng kesal.Sebenarnya, empat sekawan pun mendapat undangan tersebut. Namun hanya Zavian dan Zack yang dapat hadir. Sementara Elvi
Tubuh Aurora bergetar pelan. Ciuman dalam pertamanya diambil oleh sang kakak angkat.Berbaring lemas di ranjang, jari Aurora mengusap bibirnya yang agak bengkak akibat lumatan bibir Zack.Ada apa dengan lelaki itu? Apa ia mulai mau merayunya lagi? Apa ia tidak tau jika sikapnya itu membuat Aurora sakit hati? Aurora bermonolog dalam hati."Ia hanya sekedar bermain denganmu, Aurora. Menjauhlah." Aurora mendengar kata hatinya.""Tidak. Bukankah perhatian akhir-akhir ini sangat kentara? Ia bahkan bersedia masuk penjara karena membela kehormatanmu." Suara lain di kepalanya terdengar.Kedua tangan Aurora menutup telinga. Ia menyumpal lubang telinganya dengan earphone dan berusaha tidur dengan alunan musik.Esok paginya, dengan canggung Aurora melangkah ke ruang makan. Zack belum ada di sana. Aurora menghela napas lega.Belum lama ia duduk, suara yang amat dikenalnya menyapa."Pagi, Aurora." Zack tersenyum lalu duduk di samping Aurora."Pagi." Aurora menjawab singkat lalu melanjutkan makan.
"Tolol! Bodoh! Kenapa kau biarkan Aurora pergi?" Zack marah pada dirinya sendiri.Setelah mengantar Aurora, Zack kembali dilanda galau. Ia bahkan hanya berputar-putar keliling kota tanpa arah yang jelas. Hingga akhirnya pulang menjelang pukul sebelas malam.Bahkan saat mobilnya sudah terparkir sempurna, ia hanya duduk bersandar. Lalu, dengan emosi memukul-mukul setir di depannya.Zack membanting pintu mobil saat keluar. Berteriak pada pelayan yang tidak menyambutnya datang. Kemudian melempar kunci mobil, sepatu dan jasnya ke sembarang tempat."Cepat ke sini!" Zack menelepon Zavian dan memerintahkannya datang. Cuma Zavian yang bisa menenangkannya saat ini.Namun, Zavian menolak. Dini hari ia biasa bergantian dengan sang istri merawat bayinya yang akan terbangun. Setelah memiliki bayi, Zavian pernah meminta pengertian Zack agar ia bisa lebih memprioritaskan keluarga."Ada apa, Zack?" Dengan sabar, Zavian bertanya."Tidak ada!" Zack menutup saluran komunikasinya. Lalu berteriak kencang.
Dan di sini lah Aurora. Kastil Chateau, dikelilingi taman yang dipenuhi bunga kamelia. Penghuni kastil adalah keluarga Lady Laurent yang sangat senang hati menerima kedatangan Aurora.Dengan kamera canggih, Aurora mendokumentasikan beberapa spot yang menurutnya indah. Ia lalu tiduran di hamparan rumput, memandang langit cerah.“Pasti di kota besar, kamu tidak bisa melakukan ini.”Aurora terduduk. Lady Amora adik dari Lady Laurent, pemilik kastil Chateau telah berdiri di sampingnya. Wanita tua yang masih terlihat cekatan itu lalu duduk di sisi Aurora.“Tidak, My Lady. Lagipula, tidak ada tempat seperti ini di kota besar.”Lady Amora terkekeh. Ia mengamati Aurora. Wajah, rambut dan kulitnya, semua sempurna. Pantas saja Viscout sangat bangga akhirnya dapat menemukan cucunya dan mengumumkan pada keluarga bangsawan bahwa cucunya telah kembali.“Apa yang membawamu ke sini, Aurora?” Lady Amora bertanya lembut. “Tentu saja selain memperkenalkan diri dan membawa bingkisan dari Kakekmu.”Pertam
Aurora menoleh dan tersentak melihat siapa yang datang. Ia mengamati sekeliling. Seharusnya tempat ini tidak dapat dimasuki oleh sembarang orang, kecuali ia memiliki izin.“Zack?”Lelaki itu hanya terpaku menatap Aurora. Wajahnya terlihat terharu. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana.“Hai. Akhirnya aku menemukanmu.”Aurora mencebik. “Memangnya kamu mencari-cariku?”Sampai gila! Bagaimana tidak? Aurora tidak membalas semua komunikasi. Telepon, pesan online, email. Hampir tiap detik Zack memeriksa dan semuanya tidak ada respon sama sekali.Zack sampai mengancam Vigor. Merendahkan diri pada Kakek Viscout. Semua ia lakukan untuk menemukan keberadaan Aurora.“Kalau kamu membalas semua pesanku, mungkin aku tidak akan kelabakan mencarimu.” Zack menyahut sambil tetap menatap intens wanita di depannya.“Maaf.” Aurora menunduk dengan raut wajah menyesal. “Apa ada masalah dengan pekerjaan yang kutinggalkan?”Hembusan napas panjang terdengar dari hidung Zack. Sejak tadi, ia pun berusaha me