Tubuh Aurora bergetar pelan. Ciuman dalam pertamanya diambil oleh sang kakak angkat.Berbaring lemas di ranjang, jari Aurora mengusap bibirnya yang agak bengkak akibat lumatan bibir Zack.Ada apa dengan lelaki itu? Apa ia mulai mau merayunya lagi? Apa ia tidak tau jika sikapnya itu membuat Aurora sakit hati? Aurora bermonolog dalam hati."Ia hanya sekedar bermain denganmu, Aurora. Menjauhlah." Aurora mendengar kata hatinya.""Tidak. Bukankah perhatian akhir-akhir ini sangat kentara? Ia bahkan bersedia masuk penjara karena membela kehormatanmu." Suara lain di kepalanya terdengar.Kedua tangan Aurora menutup telinga. Ia menyumpal lubang telinganya dengan earphone dan berusaha tidur dengan alunan musik.Esok paginya, dengan canggung Aurora melangkah ke ruang makan. Zack belum ada di sana. Aurora menghela napas lega.Belum lama ia duduk, suara yang amat dikenalnya menyapa."Pagi, Aurora." Zack tersenyum lalu duduk di samping Aurora."Pagi." Aurora menjawab singkat lalu melanjutkan makan.
"Tolol! Bodoh! Kenapa kau biarkan Aurora pergi?" Zack marah pada dirinya sendiri.Setelah mengantar Aurora, Zack kembali dilanda galau. Ia bahkan hanya berputar-putar keliling kota tanpa arah yang jelas. Hingga akhirnya pulang menjelang pukul sebelas malam.Bahkan saat mobilnya sudah terparkir sempurna, ia hanya duduk bersandar. Lalu, dengan emosi memukul-mukul setir di depannya.Zack membanting pintu mobil saat keluar. Berteriak pada pelayan yang tidak menyambutnya datang. Kemudian melempar kunci mobil, sepatu dan jasnya ke sembarang tempat."Cepat ke sini!" Zack menelepon Zavian dan memerintahkannya datang. Cuma Zavian yang bisa menenangkannya saat ini.Namun, Zavian menolak. Dini hari ia biasa bergantian dengan sang istri merawat bayinya yang akan terbangun. Setelah memiliki bayi, Zavian pernah meminta pengertian Zack agar ia bisa lebih memprioritaskan keluarga."Ada apa, Zack?" Dengan sabar, Zavian bertanya."Tidak ada!" Zack menutup saluran komunikasinya. Lalu berteriak kencang.
Dan di sini lah Aurora. Kastil Chateau, dikelilingi taman yang dipenuhi bunga kamelia. Penghuni kastil adalah keluarga Lady Laurent yang sangat senang hati menerima kedatangan Aurora.Dengan kamera canggih, Aurora mendokumentasikan beberapa spot yang menurutnya indah. Ia lalu tiduran di hamparan rumput, memandang langit cerah.“Pasti di kota besar, kamu tidak bisa melakukan ini.”Aurora terduduk. Lady Amora adik dari Lady Laurent, pemilik kastil Chateau telah berdiri di sampingnya. Wanita tua yang masih terlihat cekatan itu lalu duduk di sisi Aurora.“Tidak, My Lady. Lagipula, tidak ada tempat seperti ini di kota besar.”Lady Amora terkekeh. Ia mengamati Aurora. Wajah, rambut dan kulitnya, semua sempurna. Pantas saja Viscout sangat bangga akhirnya dapat menemukan cucunya dan mengumumkan pada keluarga bangsawan bahwa cucunya telah kembali.“Apa yang membawamu ke sini, Aurora?” Lady Amora bertanya lembut. “Tentu saja selain memperkenalkan diri dan membawa bingkisan dari Kakekmu.”Pertam
Aurora menoleh dan tersentak melihat siapa yang datang. Ia mengamati sekeliling. Seharusnya tempat ini tidak dapat dimasuki oleh sembarang orang, kecuali ia memiliki izin.“Zack?”Lelaki itu hanya terpaku menatap Aurora. Wajahnya terlihat terharu. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana.“Hai. Akhirnya aku menemukanmu.”Aurora mencebik. “Memangnya kamu mencari-cariku?”Sampai gila! Bagaimana tidak? Aurora tidak membalas semua komunikasi. Telepon, pesan online, email. Hampir tiap detik Zack memeriksa dan semuanya tidak ada respon sama sekali.Zack sampai mengancam Vigor. Merendahkan diri pada Kakek Viscout. Semua ia lakukan untuk menemukan keberadaan Aurora.“Kalau kamu membalas semua pesanku, mungkin aku tidak akan kelabakan mencarimu.” Zack menyahut sambil tetap menatap intens wanita di depannya.“Maaf.” Aurora menunduk dengan raut wajah menyesal. “Apa ada masalah dengan pekerjaan yang kutinggalkan?”Hembusan napas panjang terdengar dari hidung Zack. Sejak tadi, ia pun berusaha me
Viscout menyeringai mendengar ancaman adik iparnya. Lelaki dan wanita di usia senja itu menatap sepasang insan yang berciuman di jembatan.“Tidak. Aku akan memiliki cucu menantu keturunan Lord Gerald. Mana mungkin aku tolak?”Spontan, Amora menoleh. “Apa katamu? Jadi, lelaki tampan itu keturunan Lord Gerald?“Keturunan ketujuh. Ia sendiri tidak merasa istimewa dengan status itu. Ayahnya memilih bekerja mandiri dibanding mengabdi pada kerajaan sehingga putra-putranya tidak memiliki insting sebagai keluarga ningrat.”Amora mengangguk mengerti. Mereka kembali mengamati kedua insan yang kini berjalan sambil bergandengan tangan. Posisi Viscout dan Amora kini berada di atas kastil, hingga memudahkan keduanya memantau Zack dan Aurora.“Ya Tuhan!” desis Amora sambil mencengkram tangan Viscout yang juga tampak terkejut oleh pemandangan di bawah mereka.Bagaimana tidak? Saat ini, Zack sedang berlutut di depan Aurora. Menyodorkan sebuah benda kecil, sementara Aurora tampak diam terpana.“Aurora
Aurora sedang merajuk. Panjang lebar ia dan Zack mendengar nasehat Kakek Viscout hingga akhirnya Kakek Viscout itu meminta mereka merahasiakan hubungan ini.“Tak apa, Aurora. Yang penting Kakek Viscout dan Lady Amora sudah merestui kita. Kakek tadi menegaskan bahwa aku harus meyakinkan Mami dan Alzard lebih dulu sebelum kebahagiaan ini kita sebarluaskan.”“Tapi, Kakek juga menyuruhmu pulang dan menahanku di sini.” Aurora tetap memberengut.Secara tidak langsung, Kakek Viscout memang menginginkan Aurora dan Zack menjalankan hubungan jarak jauh dan tersembunyi. Zack meyakini itu salah satu ujian baginya.“Mungkin Kakek tidak juga jera. Padahal aku bisa saja kabur dan nikah lari,” cetus Aurora.Zack terkekeh. “Kamu mau kita nikah lari?”Wanita cantik itu berpikir sesaat, lalu kepalanya menggeleng keras. “Aku tidak mau seperti ibuku. Aku tidak mau anak kita bernasib sama seperti aku.”Spontan, Zack tersenyum mendengar pernyataan Aurora. “Anak kita? Kamu sudah memikirkan sampai ke sana?”W
Begitu mendarat, Aurora bersikeras untuk langsung menuju kantor. Akhirnya ia termakan ucapan Kakek Viscout. Ingin memberi kejutan pada Zack sekaligus melihat sendiri apa yang dilakukan tunangannya itu saat ia tidak ada.Zavian menatap bingung rombongan yang datang tanpa pemberitahuan. Aurora dan Kakek Viscout didampingi beberapa orang lelaki bertubuh kekar. Menuju ruang kerja CEO. Kakek Viscout langsung meletakkan telunjuk di bibir lalu hendak menggiring Zavian pergi.“Eh, Kakek mau ke mana?” Aurora berbisik sebelum sang kakek pergi.“Mau memberimu waktu berduaan dengan tunangan tampanmu itu.” Kakek Viscout berbisik di telinga cucunya.Kakek Viscout mengedipkan mata pada Aurora. Ia lalu menggapit lengan Zavian dan mulai bertanya-tanya tentang perusahaan The Morgan.Aurora tersenyum. Perlahan tangannya membuka pintu. Ia melihat Zack yang sedang menunduk sambil membaca banyak berkas di meja.“Apa kamu sudah bisa menghubungi Aurora? Sudah beberapa jam teleponnya tidak aktif.” Zack mengir
Kakek Viscout melipat tangannya di perut dan menghadang jalan. Zack dan Aurora serentak melepas pelukan lalu menunduk hormat. Tatapan Kakek Viscout yang tajam membuat keduanya merasa bersalah.“Um … Aurora hanya tertidur sebentar di kamarku, Kakek. Maaf. Sekarang, Aurora lapar, kami mau ke ruang makan.”Untungnya, mendengar sang cucu lapar, Kakek Viscout mengangguk cepat dan memberi jalan. Ketiganya duduk di kursi kitchen island, meja fungsional estetik yang berada di tengah dapur.Zack mengeluarkan makanan beku dari dalam kulkas. Ia sendiri yang memanaskan makanan untuk Aurora. Kakek Viscout menolak dan hanya meminta teh hangat.Beberapa saat kemudian, makanan dan minuman siap. Aurora tampak lahap membuat Zack tersenyum dan menggeleng-geleng. Sementara Kakek Viscout mengamati sambil menyesap tehnya.“Setelah selesai makan, kamu tidur di kamar Kakek, Aurora,” titah Kakek Viscout.“Baik, Kakek.” Aurora mengangguk, lalu melirik Zack.“Harus diingat. Kalian itu sedang backstreet. Tunanga