"Dokter judes itu menyuruhku ke psikolog. Memangnya aku gila karena mengkhawatirkan kesehatanku?" Zack mengadu pada Louis saat dalam perjalanan kembali ke rumah."Ferina tidak judes, ia baik hati.""Mungkin padamu, iya, karena kamu anak rekannya sesama dokter. Tapi ia sangat ketus padaku barusan."Louis menghela napas berat. Zack masih mengeluh di telinga tentang bagaimana hari ini jantungnya tiba-tiba terasa ingin berhenti. Bahkan kerap kali tangannya berkeringat.Hingga akhirnya Louis berjanji akan memberikan hasil skrining tes jantung itu pada Keyna. Mendengar pernyataan tersebut, Zack baru lebih tenang dan menutup telepon.Sampai di rumah, Zack langsung bertanya pada Jeff tentang Aurora. Saat pelayan setianya itu berkata adik angkatnya sudah makan dan telah beristirahat di kamar, ia pun pergi ke kamarnya."Besok, aku harus merayu Aurora agar tidak kesal lagi padaku. Meskipun aku tidak tau apa salahku," Zack bicara pada dirinya sendiri.***"Mommy Key, selamat pagi," sapa Louis sam
Akhir minggu ini Zack tidak mengajak Aurora ke mana pun. Lelaki itu sedang standby agar jika Keyna menelepon, ia bisa langsung pergi. Sementara itu, Aurora yang merasa bosan mengira Zack lebih senang bermain games dibanding menemani dirinya.“Zack,” panggil Aurora.“Ya?” Zack merespon singkat meski matanya tetap pada layar ponsel.“Aku mau pergi bersama teman, ya.”“June?”“Bukan, teman baru di kantor.”Mendengar ucapan Aurora, Zack menunda permainannya. Ia menatap sang adik angkat yang ternyata sudah rapi untuk pergi.“Siapa?”“Agnes.” Aurora memperlihatkan foto Agnes pada Zack. Lelaki itu menggeleng samar. “Aku tidak kenal.”Aurora menghela napas panjang. Zack memang sering kali melupakan nama ataupun wajah seseorang. Kecuali jika orang tersebut memiliki kesan yang mendalam di memori-nya.“Dia satu-satunya wanita yang tidak kamu pecat pada project A karena tidak terlibat dalam kecurangan.”Mendengar keterangan Aurora, kini Zack mengangguk mengerti. Ia akan ingat setiap peristiwa bu
Aurora pulang sebelum Zack datang. Ia langsung berpikir bahwa Zack pergi kencan. Padahal ingin sekali ia menunjukkan hasil karyanya hari ini.Saat makan malam, Zack belum pulang juga. Aurora meminta Jeff menyiapkan makanannya di kamar. Menurutnya lebih baik begitu daripada sendirian di ruang makan."Hai, June." Aurora memekik senang saat sahabatnya menelepon."Aurora, kamu dapat tawaran photoshoot lagi. Bersediakah?"Aurora berpikir sejenak. Ia belum cerita tentang identitas dirinya pada June. Sahabatnya itu masih berceloteh tentang kontrak yang akan didapat Aurora.Jujur, setelah mulai terkenal, Aurora menjadi risih. Terkadang, ada saja yang meminta foto atau mengarahkan kamera padanya dan ia mendapati dirinya tidak suka dengan keadaan itu."Aku harus izin pada keluarga dulu, June.""Keluarga Morgan pasti setuju. Kamu tinggal merayu Zack. Bukankah kalian sudah sangat dekat? Lagipula kamu sudah dewasa, kenapa sih masih izin segala?"June terdengar kesal. Ia juga protes karena Aurora t
Kakek Viscout terbujur lemah di ranjang. Kulitnya yang putih tampak semakin pucat. Sebuah infus tertancap di nadinya.Setelah melewati barisan bangsawan tua maupun muda yang datang menjenguk, Vigor, Aurora dan Zack kini berdiri di samping ranjang. Ketiganyta menatap sosok lelaki tua di sana.Aurora yang kemudian bergerak lebih dulu. Perlahan duduk di sisi ranjang dan mengelus pelan lengan sang kakek. “Kakek, Aurora pulang!” lirihnya.Tidak ada pergerakan. Kakek Viscout tetap terpejam. Hingga akhirnya Aurora menutup wajahnya dan menangis pelan.Zack yang paling tak tahan melihat Aurora menangis menghampiri. Ia memeluk Aurora dan mengelus punggung untuk menenangkannya.“Menurut dokter, Kakek hanya shock yang menyebabkan jantungnya melemah. Pelayan pribadi mengatakan Kakek memang sedang pusing sejak kemarin. Dokter pikir itu yang menyebabkan ia limbung saat menuruni undakan tangga.” Vigor menjelaskan panjang lebar.Aurora menatap sang kakek dengan wajah sendu. “Kakek beberapa kali menele
Zack sadar ia telah salah bicara. Aurora memasang wajah datar. Ia kesal Zack malah memintanya tinggal di kastil.Apa lelaki itu tidak juga mengerti setelah ia terus-terang? Bukankah ia sudah bilang kalau dirinya nyaman dan merasa aman bersama Zack?"Bukan begitu. Jangan salah mengerti." Zack mendekati Aurora."Tidak. Ya, sudah. Kamu pulang saja sana. Aku akan tinggal di sini." Aurora merajuk.Apa-apaan ini? Aurora mendesah dalam hati. Kenapa ia cepat sekali ngambek pada Zack?Tentu saja Zack panik. Aurora memberengut di depannya."Hey. Aku tidak akan pergi. Aku sudah berjanji menemani, bukan?" Zack mengelus kepala Aurora.Sejenak mereka bertatapan. Wajah Aurora mulai bersemu merah jambu mendengar ucapan Zack."Aku nggak akan pergi. Kecuali kamu benar-benar menginginkanku pergi." Zack mengulangi pernyataannya.Kepala Aurora mengangguk. Detik berikutnya ia memeluk Zack."Aku mau sama kamu."Perkataan itu seperti bisikan. Pelan namun terdengar jelas. Zack termangu sambil memeluk Aurora.
Dua hari kemudian, Zack berpamitan. Aurora terlihat berat melepasnya. Namun begitu, ia mengerti Zack harus mengurus perusahaannya."Aku sudah berkordinasi dengan Agnes. Ia bisa dipercaya untuk menjadi wakilku selama aku bekerja online." Aurora berkata saat Zack berkemas."Iya. Aku sudah meminta Zavian mengamati kinerja Agnes dan kami setuju ia menjadi wakilmu."Aurora mengamati Zack yang telah selesai dengan barang bawaannya. Mereka kini berdiri berhadapan.Zack setuju pada pernyataan Kakek Viscout. Ia memang tidak bisa mencintai Aurora. Meyakini diri sendiri bahwa selama ini, ia hanya perhatian karena rasa sesal sudah pernah melecehkan adik angkatnya."Aku pergi, ya." Zack tersenyum, mengusak kepala Aurora.Tanpa pelukan, hanya kecupan singkat yang diberikan Zack pada Aurora sebelum ia naik ke mobil yang akan membawanya ke bandara. Meskipun ia ingin sekali memeluk dan mencium aroma rambut Aurora. Dadanya kini terasa sesak.Kantor menjadi pelampiasan emosi Zack. Ada saja yang tidak be
Acara bangsawan selesai. Setelah mengantar Kakek Viscout ke kamarnya, Aurora pun berpamitan. Wanita itu tidak langsung ke kamar melainkan berjalan-jalan di selasar kastil.Sepertinya ini akan menjadi tempat favoritnya di kastil. Malam hari, pemandangannya sangat indah. Di perbukitan, banyak rumah-rumah penduduk yang menyalakan penerangan hingga suasana terlihat meriah.Tiba-tiba sebuah selimut tersampir melewati bahunya. Aurora menatap selimut rajutan kemudian menoleh. Vigor telah berdiri di sampingnya.“Angin di kastil ini cukup kencang karena kita berada di tempat tinggi. Zack bilang, kamu tidak terlalu tahan angin dingin.” Vigor berkata pada Aurora.“Kapan Zack bilang begitu?”“Saat kamu dirawat di rumah sakit karena maagmu kambuh.”Akh. Itu kan karena saat itu semalaman ia dikurung di balkon. Kehujanan dan kedinginan sampai menggigil. Aurora mendengus dalam hati.“Apa kamu sedang rindu dengan keluarga Morgan?”“Tidak juga. Hampir setiap hari aku atau mereka meneleponku.” Aurora me
Aurora berdandan cantik dengan balutan gaun malam dari sahabatnya, June. Akhirnya pakaian mewah itu bisa ia kenakan pada acara yang tepat. Tanpa perhiasan dan make-up berlebih, Aurora keluar dari kamar.Zack menoleh saat mendengar suara ketukan heels. Ia terpana sesaat meihat kecantikan sang adik angkat. Apalagi, sejak identitas sebagai seorang bangsawan, wajah Aurora semakin terlihat aura ningratnya.“Seperti biasa, kamu cantik sekali.” Zack memuji sambil memberikan senyum manis. “Akh, tapi, kamu pasti telah terbiasa mendengar pujian itu.”Aurora tersenyum simpul. Ia mengucapkan terima kasih dan membalas pujian Zack sambil membenahi simpul dasi dan kerah lelaki itu.“Kamu juga tampan, Winter Bear.”Sesaat wajah tampan Zack menjadi datar. “Dari mana kamu dapatkan nama panggilan itu?”“Dari para sahabatmu.”“Para pengkhianat itu!” Zack mendesah sambil menggeleng kesal.Sebenarnya, empat sekawan pun mendapat undangan tersebut. Namun hanya Zavian dan Zack yang dapat hadir. Sementara Elvi
Zack membuka mata. Ia berada di keramaian. Banyak wanita cantik dan bertubuh indah di sekelilingnya.Namun begitu, apa yang ia cari tidak ada. Zack mulai panik. Netranya memutar ke segala arah. Ia mengabaikan uluran tangan setiap wanita yang ingin meraihnya.“Ke mana Aurora? Kenapa aku tidak melihatnya? Ini di mana?”Matanya memicing saat melihat cahaya. Ia mengerjap-ngerjap dan kini melihat beberapa wajah yang sedang mengamatinya.“Syukurlah, kamu sudah sadar.”Zack tersenyum kala melihat wajah yang ia cari-cari kini berada di dekatnya. Dokter segera mendekat dan memeriksa keadaan Zack.“Kelelahan, kepanasan dan dehidrasi.” Dokter menyimpulkan apa yang diderita Zack sambil menyuntikkan vitamin pada lengan atas pasiennya yang baru saja siuman dari pingsan selama sepuluh menit.“Apa akan baik-baik saja?” Clara bertanya dengan khawatir.“Tentu.” Dokter terkekeh menatap Zack. “Sepanjang ingatan saya, Tuan Zack memiliki kondisi tubuh yang prima. Hanya saja saat ini aktifitasnya sudah melam
Satu tahun berlalu. Hari ini adalah hari besar bagi Zack dan para sahabat. Akhirnya bisnis mereka bersama diresmikan.Seluruh keluarga Zack, Zavian, Elvis, Vigor dan Louis berkumpul di pulau. Resort besar yang diberi nama DreamTeam itu memiliki konsep kebersamaan. Setiap resort memiliki ruang terbuka untuk berkumpul.Acara pembukaan hari ini tampak meriah. Persiapan sudah berjalan sejak satu bulan yang lalu. Mereka membentuk lingkaran dan berdoa bersama sebelum akhirnya membuka pita tanda resort mereka kini terbuka untuk umum.Aurora menarik tangan Alzard untuk mengikutinya. Mereka menghampiri seorang wanita cantik berkepala plontos.“Siapa?” Alzard terlihat bingung.“Jenny. Dia sengaja mencukur habis rambutnya agar sama dengan kepala putrinya yang masih pemulihan dari kanker.”Alzard mengangguk dan akhirnya mengenali wanita tersebut. Aurora bersama Mami dan June memang sudah bercerita pada Zack dan Alzard tentang pertemuan mereka dengan Jenny.“Aurora.” Jenny menyapa ramah.“Jenny. S
Aurora, June dan Clara menatap hamparan manusia di ruang keluarga. Televisi masih menyala. Remah-remah keripik dan popcorn bertebaran bersama kaleng-kaleng soda dan gelas-gelas jus.Perlahan, Aurora membangunkan Kakek Viscout. Ia tidak ingin sang Kakek pegal-pegal tubuhnya karena tidur di sofa.“Oh. Kalian sudah kembali,” gumam Kakek Viscout.Aurora mengangguk, lalu mengantar Kakek Viscout ke kamar. Wanita cantik itu memastikan sang kakak berbaring nyaman dan menyelimuti tubuhnya.Saat kembali ke ruang keluarga, June dan Alzard sudah memindahkan Felix dan Haven. Mereka ditidurkan bersama di ranjang Felix.Clara sudah akan mengangkat Angel, namun Aurora menghalanginya.“Biar aku yang angkat Angel. Dia sudah berat sekarang. Mami tolong gendong Alpha saja.” Perlahan, Aurora melepas pelukan Zack dari tubuh Alpha.Bayi mungil itu kini dibawa Clara ke kamarnya. Aurora menggendong putrinya dan duduk sebentar di sisi ranjang Angel.“Terima kasih Tuhan, karena memberikanku putri yang sangat ca
Zack sampai membangunkan semua suster untuk mencari Angel. Raut wajahnya dari santai kini menjadi tegang. Untung saja, Alpha yang berada di gendongannya tidak terbangun.“Dad!” pekik Haven.“Kenapa? Ada apa dengan Angel?”“Sstttt.” Felix langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir.Haven membuka taplak yang menutupi kaki meja. Di sana Angel tidu meringkuk. Zack, Kakek Viscout dan Alzard menghela napas penuh kelegaan.Suster mengeluarkan dan menggendong Angel. Zack meminta putrinya dibaringkan di kasur di depan televisi.Saking lelahnya, semuanya kini berbaring di kasur. Kakek Viscout memilih berbaring di atas sofa. Zack duduk bersandar di kasur sambil tetap menggendong Alpha.“Kenapa Alpha tidak dibaringkan di sebelah Angel saja agar kamu juga bisa tidur?”“Alpha menangis jika aku letakkan di kasur.” Zack menjawab pertanyaan Kakek Viscout dengan nada lemah.Lelaki itu memicingkan mata dan melihat Alzard, Haven dan Felix sudah tertidur. Zack mengusap sayang kepala Angel yang tidur di
Aurora sangat bersyukur. Zack begitu penuh support ikut merawat putra-putri mereka. Angel semakin manja dan lengket dengan sang Daddy. Sekarang, ke mana pun Zack pergi, Angel akan ikut.Perkembangan Alpha semakin hari semakin membaik. Berat badannya sudah mulai normal diusianya. Namun begitu, Aurora tidak mau lengah.Setiap hari, Alpha menjalani terapi perkembangan fisik dan kognitif. Aurora selalu menemani putranya.“Siapa hari ini yang bisa ikut menemani Alpha terapi?” Aurora bertanya pada anak-anaknya saat sarapan.“Felix, Mom. Nanti aku belajar online saja.” Felix mengajukan diri.“Maaf, Mom. Aku ada les golf, tapi setelahnya bisa menyusul.”“Angel mau rapat sama Daddy.”“Nanti kami menyusul setelah rapat, Sayang.” Segera, Zack menimpali.Aurora tersenyum dan mengembuskan napas lega. Dibanding Felix dan Haven, Angel lah yang masih menjaga jarak dengan Alpha. Anak perempuan lebih memilih bersama sang Daddy meskipun ia memiliki waktu untuk bersama Aurora.“Ayo, Angel. Pamit Mommy du
“Pasti habis dapat jatah semalam.” Zavian meledek sahabatnya. “Wajahmu sangat ceria dan bersinar.”Zack hanya tersenyum manis. Ia tidak akan menyangkal karena ucapan Zavian benar. Semalam akhirnya ia bisa melampiaskan kerinduannya pada sang istri.“Daripada meledekku terus, lebih baik kamu siapkan ruang rapat.”“Sudah.”“Katanya mau mencetak timeline terbaru proyek?”“Sudah.”“Pesan makanan untuk rapat ?”“Hem.”“Telepon desain pembuat boneka yang akan menjadi maskot pulau kita?”“Sudah semua. Tenang saja. Beres.”“Carilah pekerjaan lain agar kamu tidak menggangguku.” Zack bersungut kesal.“Ini sedang kulakukan. Menggodamu.”Zavian tergelak melihat tatapan Zack yang seperti ingin membunuhnya. Untunglah saat itu Angel masuk hingga wajah Zack langsung berubah manis.“Putri cantik Daddy.” Tangan Zack terentang lebar.Angel segera masuk ke dalam pelukan Zack. Lelaki itu menciumi setiap jengkal wajah sang putri satu-satunya.“Bagaimana sekolahnya?”“Kenapa setiap aku pulang sekolah, selalu
“Rumah sakit? Ada apa dengan putraku?”Zack menekan tombol speaker agar Kakek Viscout juga dapat mendengar. Dokter meminta Aurora datang ke rumah sakit untuk menyetor ASI-nya.Sambil mendengarkan instruksi dokter, Zack dan Kakek Viscout berjalan ke kamar utama. Mereka menemukan Aurora yang baru selesai mandi. Wanita itu terkejut melihat suami dan kakeknya tiba-tiba masuk bersamaan.“Ada apa?”“Alpha .... ““Alpha?”“Aku baru saja memberitahukan nama baby mochi pada Kakek lalu rumah sakit menelepon.”Sebelum Aurora khawatir berlebihan, Zack langsung bercerita. Dokter mengatakan bahwa Alpha mulai pintar minum susu. Bahkan ASI Aurora di rumah sakit sudah habis dan mereka meminta persediaan ASI lagi.Aurora menutup mulut saking senangnya. “Benarkah?”Zack memeluk Aurora dan menciuminya. Kakek Viscout memberi semangat saat keduanya langsung berjalan keluar untuk ke rumah sakit.“Aurora titip anak-anak ya, Kek.”“Iya, Aurora. Pergilah. Kakek akan menemani Felix, Haven dan Angel.”Di rumah s
Bayi teramat mungil itu dibawa ke kamar Aurora. Wanita cantik yang baru pertama kali melihat bayi yang dilahirkannya itu menangis. Mahluk itu terlihat memperihatinkan.“Tersenyumlah, Sayang. Kasihan baby mochi. Ia pasti ingin melihat wajah Mommynya yang bahagia melihatnya.” Sebelum suster meletakkan bayi di dada Aurora, Zack memohon.Aurora tersenyum dan mengangguk. Segera, ia menghapus air matanya dan memberi kode pada suster.Baby Mochi diletakkan di kulit dada Aurora. Matanya belum terbuka. Aurora mengelus perlahan kulit bayinya.“Hai, Sayang. Ini, Mommy.” Aurora menatap Zack yang juga memandangnya penuh haru. “Dia tampan, Zack.”“Tentu saja.” Zack segera menyahut.Aurora kembali menatap bayinya. “Mommy akan jaga kamu, Sayang. Maaf ya kamu sudah harus keluar dari perut Mommy.”Zack membuang muka ke arah dinding mendengar kata-kata istrinya. Aurora tak hentinya berbicara pada baby mochi.Bayi itu bahkan belum bisa menyusu langsung dari puncak dada Aurora. Mulutnya sangat kecil dan t
"Zack, sepertinya aku harus ke rumah sakit deh.""Kenapa, Sayang?" Zack mengamati istrinya yang terlihat sehat-sehat saja."Sejak bangun tidur tadi, aku pipis terus. Sedikit-sedikit.""Bukannya normal?" Zack yang sedang duduk menghadap laptopnya kini berdiri dan menghampiri sang istri.Lelaki itu mengusap perut Aurora yang besar. Kandungannya sudah hampir memasuki usia delapan bulan.Menurut pengalaman Zack setelah Aurora hamil sebelumnya, memasuki semester tiga, wanita hamil memang sering buang air kecil."Perasaanku gak enak. Ke dokter saja, ya.""Oke. Sekarang?"Aurora mengangguk. Ia tidak ingin membuang banyak waktu untuk segera memeriksa kandungannya.Mereka hanya sempat berpesan pada asisten yang mengurus anak-anak lalu segera meluncur ke rumah sakit."Aduuh." Aurora meringis membuat Zack yang sedang menyetir terpecah konsentrasinya."Sakit?"Namun, kepala Aurora menggeleng. "Tidak. Tapi, aku ngompol. Tidak bisa kutahan."Sudut mata Zack melirik jok kursi. Aurora langsung memint