Genggaman tangan Felix mengerat. Ia takjub melihat isi ruangan yang sangat besar itu. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan sambil tetap berjalan mengikuti langkah Zack.Berbagai layar televisi datar yang menampilkan permainan dan komputer tampak menarik. Suara berbagai games membuat orang-orang tertarik untuk mendekat.“Dad! Itu mainanku!” Felix menarik-narik tangan Zack.“Iya.”Namun mereka belum berhenti. Zack terus saja berjalan sambil menggenggam tangan Felix. Aurora sudah mengingatkannya agar tidak membiarkan Felix jalan sendirian agar anak itu tidak tersesat. Dan ia akan menepati janji.“Dad, aku mau lihat itu.” Felix menunjuk satu permainan.“Nanti saja.”Lama-kelamaan, Felix kesal karena Zack terus saja berjalan sementara ia ingin sekali melihat-lihat permainan di samping kiri kanannya dengan santai, tidak terburu-buru seperti saat ini.“Dad! Aku mau lihat-lihat!” Felix menghentakkan tangannya hingga terlepas dari genggaman Zack.Lelaki besar itu hanya mengembuskan napas panjan
Kemampuan bermain games Felix semakin hari semakin berkembang. Apalagi ia didukung sarana oleh Zack.Meski begitu perhatiannya pada Haven tidak berubah. Ia selalu sigap jika Aurora membutuhkan bantuannya untuk menemani Haven bermain.Meski semakin intens bersama Felix, Zack masih belum juga menunjukkan kasih sayang sesungguhnya seorang daddy pada putranya. Zack masih terlihat sungkan berinteraksi akrab dengan Felix.“Zack, lihat gambar Felix.” Aurora menjulurkan satu kertas gambar pada suaminya.Zack menerima kertas tersebut dan melihatnya dengan sedikit senyum.“Bagus. Kenapa sih dia selalu menggambar Haven dengan lingkaran di kepala?”“Artinya Felix menganggap Haven itu adalah malaikat.”“Justru itu membuatku takut, Sayang.”Aurora tersentak mendengar pernyataan Zack. Suaminya benar juga. Bukankah manusia dan malaikat berbeda alam?Melihat istrinya termangu, Zack sadar ia telah salah bicara. Ia menghampiri Aurora dan mendekapnya erat.“Maaf, sepertinya aku sangat berlebihan. Jangan
“Iya, aku menyesal.” Zack memasang wajah sedih.Alzard terkaget. Ia menatap sekeliling, takut ada yang mendengar perbincangan mereka.“Serius?” Alzard berbisik.Zack mengangguk. “Serius! Menyesal, kenapa tidak dari dulu aku bertemu Aurora dan langsung melamarnya. Daripada aku hidup luntang-lantung dari satu wanita ke wanita lain.”Alzard bersandar dan mengembuskan napas lega. Hampir saja ia memukul kakaknya karena jawabannya barusan.Kembali pandangannya teralih ke luar jendela. Zack menekan-nekan tombol televisi di depannya mencari-cari film yang menarik.“Jangan terlalu dipikirkan. Pernikahan itu memang sulit. Tetapi, semua dalam hidup ini sullit jika kamu menganggapnya demikian.”Mendengar penyataan Zack, Alzard tersenyum dan mengangguk.“Sebenarnya, aku hanya sedih, Papi tidak melihat kita menikah. Tidak melihat cucu-cucu. Papi bahkan pergi sebelum kita sukses berkarir.&
Satu tahun kemudian.Keluarga Morgan dan bangsawan Adora sedang berkumpul di kastil. Mereka menikmati kebersamaan sore itu dengan duduk-duduk di pekarangan belakang yang menghadap taman bermain.Sebelumnya mereka telah berjalan-jalan santai menyusuri pinggir sungai. Suasana sangat tenang dan damai membuat keluarga Morgan betah.Setelah lelah berjalan-jalan, mereka duduk dan menikmati hidangan sore.“Apa itu mainan baru, Kek?” Alzard memicingkan mata melihat permainan panjat-panjatan.“Iya. Mainan kan harus disesuaikan dengan usia Haven. Mainan yang lalu sudah dikuasai Haven karena terlalu mudah.” Kakek Viscout menjawab dengan senyum di bibirnya.Mereka lalu mengamati Haven yang dengan lincah berlari ke sana-ke mari. Di belakangnya, dengan sabar Felix mengikuti dan seringkali mengingatkan Haven untuk pelan-pelan.“Mereka sangat dekat walaupun kepribadiannya sangat berbeda.” Kakek Viscout berkomentar tentang Felix dan Haven.“Betul, Kek. Kalau tidak ada, saling mencari. Kalau ada, serin
Telah hampir dua jam berlalu. Felix dan Haven belum juga ditemukan. Bahkan matahari pun sudah tenggelam.Sudah dua kali Aurora pingsan. Kakek Viscout tampak lebih tegar dengan memeluk tubuh cucunya.“Berdoalah, Aurora. Minta Tuhan mengirimkan para leluhur kastil untuk membantu menemukan Felix dan Haven.” Kakek Viscout berkata dengan suara bergetar.Hanya isakan sedih yanng dikeluarkan Aurora. Tubuhnya benar-benar lemah. Tiba-tiba, ia duduk tegak.“Ada apa?”Aurora mneggeleng. Ia mengusap kasar air matanya lalu berdiri dan berlari ke arah sungai.Zack tak kenal lelah. Ia menolak bergantian mencari putra-putranya. Tak ia perdulikan tubuhnya yang basah oleh air sungai dan mulai kedinginan.Bibir Zack tak hentinya menyebut dan meneriakkan nama Haven. Hingga kini suaranya pun mulai parau. Tiba-tiba terlintas wajah Felix.Sedari tadi, ia tidak pernah memanggil putra pertamanya itu. Dengan sisa tenaga, Zack menyerukan nama tersebut.“Felixx ... jawab Daddy! Jangan buat Daddy marah. Felixxx!!
“Sayang.” Zack menyapa Aurora pada sambungan video call.Karena terburu-buru, Zack sampai tidak membawa ponsel. Untung saja Vigor menyusulnya hingga ia kini dapat bicara dengan sang istri menggunakan ponsel sang sahabat.“Zack.” Aurora hanya dapat tersenyum melihat betapa rapuhnya Zack saat ini.“Felix.” Satu kata meluncur dari bibir Zack yang bergetar.“Bagaimana, Felix?” Kekhawatiran dan ketegangan kini menyelimuti raut wajah Auror.“Felix .... “ Zack menghela napas panjang. “Masih koma. Paru-parunya terendam air berjam-jam. Dokter sudah melakukan tindakan mengeluarkan cairan itu.”Detik berikutnya, Aurora hanya menatap layar telepon dengan prihatin. Zack memijat dahinya sambil terisak.“Dokter kebangsawanan akan melakukan yang terbaik.” Aurora berkata pelan, berusaha menenangkan Zack.Kepala lelaki tampan itu mengangguk. Kemudian tersenyum tipis pada Aurora. “Haven? Bagaimana Havenku, Sayang?”Aurora tidak menjawab. Ia mengarahkan kamera ponsel pada sosok anak lelaki kecil pucat ya
Kedua tangan Kakek Viscout membentuk segitiga di atas meja. Di depannya belasan tim keamanan dan pengasuh Felix serta Haven bersimpuh di hadapannya.Selesai melihat tayangan CCTV, Kakek Viscout merenung. Dulu, ia berpikir area dalam kastil adalah tempat teraman untuk keluarganya.Kakek Viscout hanya memberikan banyak pengawalan ketika keluarga berada di luar. Ia sama sekali tak mengira bahaya justru datang dari alam di lingkungan tempat tinggalnya.Semua pengawal hari itu sudah menyisiri taman bermain dan sekitarnya sebelum keluarga berkumpul. Apalagi sekitar taman itu berpagar dan sangat privasi. Tidak ada yang menyangka Haven bisa memanjat dan keluar dari zona itu.Kejadian saat kedua putra Zack terseret arus pun sangat cepat. Tubuh anak-anak yang ringan itu segera terbawa jauh sebelum orang-orang dewasa mengejar mereka.Sungai itu ... seharusnya aman untuk berenang. Airnya jernih dan tidak terlalu dalam. Namun semua seolah lupa bahwa Felix dan Haven masih kecil.Aman untuk orang de
“Aurora, sayang. Aku ke kamar Felix dulu. Sampai ketemu lagi, Haven. Daddy sayang kalian.”Zack memutuskan saluran video callnya. Aurora tersenyum lega. Semoga saja benar Felix telah sadar.Kalau iya, berarti kontak batin Felix dan Haven memang sangat kuat. Mereka bahkan siuman dalam waktu hampir bersamaan.Pelayan datang untuk menggantikan seprei ranjang. Aurora menyerahkan Haven pada Mami agar ia dapat membilas dan mengganti pakaian.Namun Haven ternyata tidak mau ia lepaskan. Tangan balita itu tetap mencengkram pakaian Aurora sambil merengek.“Tidak apa Anda membawa Prince Haven mandi di pancuran. Asal jangan berendam dulu di bathtub, takut masih tersisa trauma.” Dokter menyarankan.Aurora mengangguk. Ditemani Clara, mereka masuk ke kamar mandi. Aurora memeluk Haven erat saat air pancuran hangat mengguyur tubuh mereka.Haven tampak tidak terganggu dengan kucuran air. Sepertinya ia merasa nyaman saja berada di dekapan sang Mommy.Sebentar saja mereka membilas diri. Aurora menyerahka
Zack membuka mata. Ia berada di keramaian. Banyak wanita cantik dan bertubuh indah di sekelilingnya.Namun begitu, apa yang ia cari tidak ada. Zack mulai panik. Netranya memutar ke segala arah. Ia mengabaikan uluran tangan setiap wanita yang ingin meraihnya.“Ke mana Aurora? Kenapa aku tidak melihatnya? Ini di mana?”Matanya memicing saat melihat cahaya. Ia mengerjap-ngerjap dan kini melihat beberapa wajah yang sedang mengamatinya.“Syukurlah, kamu sudah sadar.”Zack tersenyum kala melihat wajah yang ia cari-cari kini berada di dekatnya. Dokter segera mendekat dan memeriksa keadaan Zack.“Kelelahan, kepanasan dan dehidrasi.” Dokter menyimpulkan apa yang diderita Zack sambil menyuntikkan vitamin pada lengan atas pasiennya yang baru saja siuman dari pingsan selama sepuluh menit.“Apa akan baik-baik saja?” Clara bertanya dengan khawatir.“Tentu.” Dokter terkekeh menatap Zack. “Sepanjang ingatan saya, Tuan Zack memiliki kondisi tubuh yang prima. Hanya saja saat ini aktifitasnya sudah melam
Satu tahun berlalu. Hari ini adalah hari besar bagi Zack dan para sahabat. Akhirnya bisnis mereka bersama diresmikan.Seluruh keluarga Zack, Zavian, Elvis, Vigor dan Louis berkumpul di pulau. Resort besar yang diberi nama DreamTeam itu memiliki konsep kebersamaan. Setiap resort memiliki ruang terbuka untuk berkumpul.Acara pembukaan hari ini tampak meriah. Persiapan sudah berjalan sejak satu bulan yang lalu. Mereka membentuk lingkaran dan berdoa bersama sebelum akhirnya membuka pita tanda resort mereka kini terbuka untuk umum.Aurora menarik tangan Alzard untuk mengikutinya. Mereka menghampiri seorang wanita cantik berkepala plontos.“Siapa?” Alzard terlihat bingung.“Jenny. Dia sengaja mencukur habis rambutnya agar sama dengan kepala putrinya yang masih pemulihan dari kanker.”Alzard mengangguk dan akhirnya mengenali wanita tersebut. Aurora bersama Mami dan June memang sudah bercerita pada Zack dan Alzard tentang pertemuan mereka dengan Jenny.“Aurora.” Jenny menyapa ramah.“Jenny. S
Aurora, June dan Clara menatap hamparan manusia di ruang keluarga. Televisi masih menyala. Remah-remah keripik dan popcorn bertebaran bersama kaleng-kaleng soda dan gelas-gelas jus.Perlahan, Aurora membangunkan Kakek Viscout. Ia tidak ingin sang Kakek pegal-pegal tubuhnya karena tidur di sofa.“Oh. Kalian sudah kembali,” gumam Kakek Viscout.Aurora mengangguk, lalu mengantar Kakek Viscout ke kamar. Wanita cantik itu memastikan sang kakak berbaring nyaman dan menyelimuti tubuhnya.Saat kembali ke ruang keluarga, June dan Alzard sudah memindahkan Felix dan Haven. Mereka ditidurkan bersama di ranjang Felix.Clara sudah akan mengangkat Angel, namun Aurora menghalanginya.“Biar aku yang angkat Angel. Dia sudah berat sekarang. Mami tolong gendong Alpha saja.” Perlahan, Aurora melepas pelukan Zack dari tubuh Alpha.Bayi mungil itu kini dibawa Clara ke kamarnya. Aurora menggendong putrinya dan duduk sebentar di sisi ranjang Angel.“Terima kasih Tuhan, karena memberikanku putri yang sangat ca
Zack sampai membangunkan semua suster untuk mencari Angel. Raut wajahnya dari santai kini menjadi tegang. Untung saja, Alpha yang berada di gendongannya tidak terbangun.“Dad!” pekik Haven.“Kenapa? Ada apa dengan Angel?”“Sstttt.” Felix langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir.Haven membuka taplak yang menutupi kaki meja. Di sana Angel tidu meringkuk. Zack, Kakek Viscout dan Alzard menghela napas penuh kelegaan.Suster mengeluarkan dan menggendong Angel. Zack meminta putrinya dibaringkan di kasur di depan televisi.Saking lelahnya, semuanya kini berbaring di kasur. Kakek Viscout memilih berbaring di atas sofa. Zack duduk bersandar di kasur sambil tetap menggendong Alpha.“Kenapa Alpha tidak dibaringkan di sebelah Angel saja agar kamu juga bisa tidur?”“Alpha menangis jika aku letakkan di kasur.” Zack menjawab pertanyaan Kakek Viscout dengan nada lemah.Lelaki itu memicingkan mata dan melihat Alzard, Haven dan Felix sudah tertidur. Zack mengusap sayang kepala Angel yang tidur di
Aurora sangat bersyukur. Zack begitu penuh support ikut merawat putra-putri mereka. Angel semakin manja dan lengket dengan sang Daddy. Sekarang, ke mana pun Zack pergi, Angel akan ikut.Perkembangan Alpha semakin hari semakin membaik. Berat badannya sudah mulai normal diusianya. Namun begitu, Aurora tidak mau lengah.Setiap hari, Alpha menjalani terapi perkembangan fisik dan kognitif. Aurora selalu menemani putranya.“Siapa hari ini yang bisa ikut menemani Alpha terapi?” Aurora bertanya pada anak-anaknya saat sarapan.“Felix, Mom. Nanti aku belajar online saja.” Felix mengajukan diri.“Maaf, Mom. Aku ada les golf, tapi setelahnya bisa menyusul.”“Angel mau rapat sama Daddy.”“Nanti kami menyusul setelah rapat, Sayang.” Segera, Zack menimpali.Aurora tersenyum dan mengembuskan napas lega. Dibanding Felix dan Haven, Angel lah yang masih menjaga jarak dengan Alpha. Anak perempuan lebih memilih bersama sang Daddy meskipun ia memiliki waktu untuk bersama Aurora.“Ayo, Angel. Pamit Mommy du
“Pasti habis dapat jatah semalam.” Zavian meledek sahabatnya. “Wajahmu sangat ceria dan bersinar.”Zack hanya tersenyum manis. Ia tidak akan menyangkal karena ucapan Zavian benar. Semalam akhirnya ia bisa melampiaskan kerinduannya pada sang istri.“Daripada meledekku terus, lebih baik kamu siapkan ruang rapat.”“Sudah.”“Katanya mau mencetak timeline terbaru proyek?”“Sudah.”“Pesan makanan untuk rapat ?”“Hem.”“Telepon desain pembuat boneka yang akan menjadi maskot pulau kita?”“Sudah semua. Tenang saja. Beres.”“Carilah pekerjaan lain agar kamu tidak menggangguku.” Zack bersungut kesal.“Ini sedang kulakukan. Menggodamu.”Zavian tergelak melihat tatapan Zack yang seperti ingin membunuhnya. Untunglah saat itu Angel masuk hingga wajah Zack langsung berubah manis.“Putri cantik Daddy.” Tangan Zack terentang lebar.Angel segera masuk ke dalam pelukan Zack. Lelaki itu menciumi setiap jengkal wajah sang putri satu-satunya.“Bagaimana sekolahnya?”“Kenapa setiap aku pulang sekolah, selalu
“Rumah sakit? Ada apa dengan putraku?”Zack menekan tombol speaker agar Kakek Viscout juga dapat mendengar. Dokter meminta Aurora datang ke rumah sakit untuk menyetor ASI-nya.Sambil mendengarkan instruksi dokter, Zack dan Kakek Viscout berjalan ke kamar utama. Mereka menemukan Aurora yang baru selesai mandi. Wanita itu terkejut melihat suami dan kakeknya tiba-tiba masuk bersamaan.“Ada apa?”“Alpha .... ““Alpha?”“Aku baru saja memberitahukan nama baby mochi pada Kakek lalu rumah sakit menelepon.”Sebelum Aurora khawatir berlebihan, Zack langsung bercerita. Dokter mengatakan bahwa Alpha mulai pintar minum susu. Bahkan ASI Aurora di rumah sakit sudah habis dan mereka meminta persediaan ASI lagi.Aurora menutup mulut saking senangnya. “Benarkah?”Zack memeluk Aurora dan menciuminya. Kakek Viscout memberi semangat saat keduanya langsung berjalan keluar untuk ke rumah sakit.“Aurora titip anak-anak ya, Kek.”“Iya, Aurora. Pergilah. Kakek akan menemani Felix, Haven dan Angel.”Di rumah s
Bayi teramat mungil itu dibawa ke kamar Aurora. Wanita cantik yang baru pertama kali melihat bayi yang dilahirkannya itu menangis. Mahluk itu terlihat memperihatinkan.“Tersenyumlah, Sayang. Kasihan baby mochi. Ia pasti ingin melihat wajah Mommynya yang bahagia melihatnya.” Sebelum suster meletakkan bayi di dada Aurora, Zack memohon.Aurora tersenyum dan mengangguk. Segera, ia menghapus air matanya dan memberi kode pada suster.Baby Mochi diletakkan di kulit dada Aurora. Matanya belum terbuka. Aurora mengelus perlahan kulit bayinya.“Hai, Sayang. Ini, Mommy.” Aurora menatap Zack yang juga memandangnya penuh haru. “Dia tampan, Zack.”“Tentu saja.” Zack segera menyahut.Aurora kembali menatap bayinya. “Mommy akan jaga kamu, Sayang. Maaf ya kamu sudah harus keluar dari perut Mommy.”Zack membuang muka ke arah dinding mendengar kata-kata istrinya. Aurora tak hentinya berbicara pada baby mochi.Bayi itu bahkan belum bisa menyusu langsung dari puncak dada Aurora. Mulutnya sangat kecil dan t
"Zack, sepertinya aku harus ke rumah sakit deh.""Kenapa, Sayang?" Zack mengamati istrinya yang terlihat sehat-sehat saja."Sejak bangun tidur tadi, aku pipis terus. Sedikit-sedikit.""Bukannya normal?" Zack yang sedang duduk menghadap laptopnya kini berdiri dan menghampiri sang istri.Lelaki itu mengusap perut Aurora yang besar. Kandungannya sudah hampir memasuki usia delapan bulan.Menurut pengalaman Zack setelah Aurora hamil sebelumnya, memasuki semester tiga, wanita hamil memang sering buang air kecil."Perasaanku gak enak. Ke dokter saja, ya.""Oke. Sekarang?"Aurora mengangguk. Ia tidak ingin membuang banyak waktu untuk segera memeriksa kandungannya.Mereka hanya sempat berpesan pada asisten yang mengurus anak-anak lalu segera meluncur ke rumah sakit."Aduuh." Aurora meringis membuat Zack yang sedang menyetir terpecah konsentrasinya."Sakit?"Namun, kepala Aurora menggeleng. "Tidak. Tapi, aku ngompol. Tidak bisa kutahan."Sudut mata Zack melirik jok kursi. Aurora langsung memint