Zack tersentak mendengar pernyataan Felix. Ia merengkuh tubuh kurus anak lelaki itu dan mendekapnya.“Dari mana kamu dapat kata-kata itu? Daddy tidak mungkin melakukannya.”“Karena Daddy tidak ingin aku hidup. Daddy membuangku dan Mama Amber.” Felix berkata seiring derai air matanya.“Itu yang dikatakan Mamamu semasa ia masih hidup?” Zack mengangkat satu alisnya.Felix mengangguk takut-takut.Zack mengembuskan napas beratnya sebelum berkata lagi.“Sekarang, lupakan perkataan itu. Kamu akan tetap tinggal bersama Daddy, Mommy, Haven dan mungkin adik-adik kalian yang lain. Mengerti?!” Zack berucap tegas.Sekali lagi, Felix mengangguk. Ia menghapus cepat air matanya. Lalu, masuk ke dalam dada Zack dan memeluk tubuh besar sang Daddy.Akhirnya, Zack balas memeluk Felix. Ia meletakkan dagu di atas kepala putranya.“Daddy sayang kamu, Felix.”Vigor yang mendengar kalimat itu meluncur pelan dari bibir sahabat tersenyum. Ia mundur lalu keluar dari ruangan untuk memberi Zack dan Felix waktu berd
Dokter datang memeriksa Aurora. Zack mengamati sambil menggendong Haven. Untunglah balita itu sudah lebih tenang bersama sang Daddy.“Dokter, istriku baik-baik saja, kan?” Tak sabar, Zack bertanya.Kakek Viscout dan Mami Clara yang juga telah berada di dalam kamar jadi ikut khawatir. Mereka menatap dokter dengan pandangan penasaran.“Sebaiknya, Lady Aurora saja yang mengatakan kabar ini.” Dokter berkata sambil tersenyum pada Aurora.Zack mendekati istrinya. “Sayang, ada apa? Jangan membuatku khawatir.”“Hmmm ... sebenarnya aku ingin mengatakan padamu tetapi kemudian ada peristiwa di sungai itu.” Aurora tersenyum pada Zack.“Apa?” Zack semakin tak mengerti.“Aku ... sudah terlambat mens satu bulan.”Semua orang di ruangan terdiam. Mencerna ucapan Aurora dengan saling berpandangan.“Lady Aurora hamil, Tuan Zack.”“Oh, Diam lah, Dok.” Zack mendelik sewot mendengar pernyataan dokter yang terkekeh. “Aku tau apa artinya terlambat mens satu bulan.”Dokter kebangsawanan itu kembali terkekeh.
“Anak kita yang sekarang bukan bayi kastil.” Zack mengelus perut Aurora.Pagi hari ini Aurora mengatakan ia malas sekali bangun. Zack akhirnya menemani istrinya setelah meminta bantuan pada Mami untuk menjaga Haven dan Felix.“Iya.” Aurora hanya membalas singkat dengan mata terpejam.Saat merasa Aurora masih mengantuk, Zack hanya tersenyum dan menatap wajah cantik istrinya. Tangannya mengelus sayang punggung Aurora.Mata Aurora tiba-tiba terbuka, mengerjap-ngerjap sebentar. Lalu, menatap suaminya.“Zack.”“Ya, Sayang.”“Buka bajumu.”Kedua alis Zack terangkat mendengar permintaan sang istri. Melihat Aurora menunggu, ia langsung menarik ke atas pakaiannya. Kemudian ia melihat Aurora juga melepas pakaian.“Emm ... Sayang, kita harus pelan-pelan karena kehamilanmu masih muda dan ....”Sebelum selesai dengan kalimatnya, Aurora sudah masuk ke dalam pelukan Zack. Wanita itu terlihat tersenyum senang dan memeluk erat tubuh Zack.“Rasanya nyaman tidur dengan sentuhan kulit seperti ini.” Auror
Kehamilan Aurora kali ini membuat Zack sering cemas. Bukan karena gejala sakit atau ngidam. Justru karena Aurora sangat santai.“Kerjaannya hanya tidur. Sumpah, aku khawatir.” Zack berkeluh kesah pada Zavian.“Memang ada kok wanita hamil yang pemalas.”“Aku sampai merasa ia bukan Aurora. Bahkan mandi dan berdandan pun malas.”Kekehan kecil terdengar dari bibir Zavian. Merasa tidak puas dengan tanggapan sahabatnya, Zack menelepon Dokter Edwin.“Mungkin hanya di semester pertama saja. Hormon ibu hamil memang kadang membingungkan.”Jawaban tersebut membuat Zack mengangguk mengerti.“Jadi aman saja?”“Selama tidak ada keluhan dengan kesehatan, saya rasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”Beruntung, Zack menemukan dokter yang sangat sabar meladeninya. Akhirnya lelaki itu bisa bernapas lega.Semester satu kehamilan berhasil dilalui. Dokter benar, memasuki semester dua, Aurora mulai aktif kembali.Bahkan yang tadinya malas berhubungan badan dengan alasan perutnya kencang, kini malah kadang
Tiga tahun kemudian.Angelica Daphne Morgan, putri kedua Aurora dan Zack pagi ini akan masuk sekolah playgroup untuk pertama kalinya. Bersama sepupunya, Violet, kedua anak perempuan lucu dan cantik itu berceloteh riang.“Berisik!” Haven yang telah berumur lima tahun mendesis kesal. “Ini meja makan!”Mendapat teguran dari Haven, Angel dan Vio terdiam. Detik berikutnya, kedua anak itu menjulurkan lidah dan menantang Haven.“Sudah, cukup!” titah Felix tegas. “Angel, Vio, habiskan sarapan kalian, ya.” Suara Felix berubah lembut pada adik dan sepupunya.Lalu, Felix mengamati Haven yang sedang minum. “Sarapannya sudah selesai? Kita berangkat sekarang. Aku ada kegiatan pagi-pagi di sekolah.”Felix segera berdiri diikuti Haven yang kembali mendelik pada dua anak perempuan di kursi meja makan.“Kalian tunggu Mommy, ya. Mungkin sebentar lagi, Mommy selesai rapat dengan parlemen.” Sambil berkata pada Angel dan Vio, Felix membantu Haven membawa tasnya.Setelah itu, Felix juga bicara pada para pen
“Dad, hari ini aku mendapat banyak uang. Aku hebat, kan?” Haven berkata pada Zack saat mereka di mobil.Zack baru saja menjemput Felix dan Haven. Meski berbeda level, tetapi kedua putranya itu memang bersekolah di tempat yang sama.“Oh ya? Berapa banyak?” Dengan santai, Zack menanggapi.“Satu juta.”Zack menoleh. Lalu, menatap Felix yang sibuk bermain tablet. Anak lelaki itu tidak pernah menyia-nyiakan waktu yang diberikan untuk bermain games sepulang sekolah.“Satu juta? Dari mana?”“Dari Felix.”Kembali Zack menatap Felix. Anak lelaki itu menatap putra sulungnya dan bertanya. “Benar begitu, Felix?”“Terpaksa, Dad.”“Terpaksa bagaimana?”Kini, Zack menatap Haven meminta penjelasan. Anak lelaki berumur lima tahun itu terlihat sangat santai.“Aku menang taruhan.”Mata Zack membulat. “Hah? Taruhan? Taruhan apa?”“Aku taruhan sama Felix. Kalau aku berhasil mencium pipi Ameera, aku dapat satu juta. Dan aku berhasil. Yeaayy.” Haven mengangkat kedua tangannya ke udara.Wajah Zack kini meneg
Aurora mondar-mandir di depan Zack, Felix dan Haven. Tentu saja yang berwajah tegang hanya Zack dan Felix, sementara Haven tersenyum sangat manis pada sang Mommy.“Tidak ada pacar-pacaran karena kalian masih kecil!” Satu kalimat tegas tercetus dari bibir Aurora.“Tapi, aku tidak pacaran, Mom. Itu cuma akal-akalan Haven agar mendapat uang.” Perlahan, Felix berkomentar sambil melirik anak kecil di sampingnya.“Haven, kamu tidak boleh mengarang cerita begitu, apalagi ini tentang kakakmu sendiri.”“Iya, iya. Maaf.” Dengan tetap tersenyum manis, Haven turun dari kursi memeluk Aurora, Zack lalu Felix.“Tapi, aku tetap dapat uang satu juta, kan?” Sehabis bermaafan, Haven bertanya pada Felix.Keduanya harus belajar konsekuensi atas apa yang mereka lakukan. Zack mengatakan Felix tetap harus membayar adiknya sebesar satu juta. Anak kecil itu pun tidak keberatan.Sidang keluarga itu selesai dengan cepat. Mereka keluar dari kamar Felix agar anak lelaki itu bisa les melukis karena guru privatenya t
Aurora dan Zack berkonsultasi pada dokter anak tentang Felix. Menurut dokter, gejala awal pubertas memang sudah dialami anak-anak di usia sembilan tahun.“Mungkin, Felix termasuk cepat. Tapi, tidak perlu dikhawatirkan. Komunikasikan saja dengan baik terutama dengan Daddynya.”“Kenapa harus aku? Kenapa tidak dokter saja yang mengedukasi? Bukankah akan lebih jelas?” Bukannya tidak mau membimbing Felix, Zack hanya berkata ia takut salah omong.“Justru karena Anda adalah Daddynya. Hubungan antara Daddy dan putranya harus terjalin baik agar ia dapat mendapat contoh lelaki yang akan menjadi panutannya kelak.”Zack mengerti, namun ia meminta dokter menjelaskan apa yang harus ia diskusikan dengan Felix. Dengan penuh perhatian, Zack dan Aurora mendengarkan dan mengangguk mengerti.“Nanti malam aku akan mencoba bicara pada Felix.” Zack berjanji.Aurora dan Zack lalu berpamitan pada dokter. Zack mulai lebih percaya diri setelah mendengar penjelasan dokter apa saja yang harus ia diskusikan dengan