"Apa maksud papa?"Liam melupakan satu hal yaitu anak perempuannya. "Ah itu….""Angel kamu pergi ke kamar, Mama dan Papa akan berjicara sebentar."Angel mengangguk, segera berlari ke kamar dan menutup pintu. Anak sekecil itu bisa merasakan ketegangan yang terjadi, memutuskan meringkuk dan bersandar pada pintu kamarnya. "Ya Tuhan, tolong pisahkan Papa dan Mamaku, " pintanya.Liam tampak gusar, menyadari kesalahannya. "Aku... aku tidak bermaksud menyakiti Angel. Aku hanya...""Tidak, kamu tidak hanya menyakiti Angel melainkan hatiku juga." Matanya mulai berkaca-kaca. "Liam, kamu sungguh jahat," ucap Bella menangis histeris. "Kamu tidak berpikir tentang bagaimana ini akan mempengaruhi keluarga ini, tentang bagaimana Angel akan merasa sakit jika tahu ayahnya lebih memilih menghabiskan waktu dengan orang lain daripada dengannya."Ruang makan yang sebelumnya hanya dipenuhi dentingan sendok kini sunyi, hanya suara Bella yang lirih namun tajam mengisi ruangan, menunjukkan betapa kecewanya di
"Alesya, maukah kamu berdansa denganku?!""Apa?"Alesya tak percaya jika Liam mengajaknya berdansa, bahkan di depan anak anaknya. Merasa tak enak, wanita itu berniat menolaknya namun tiba tiba …."Ikutlah berdansa dengan papaku, Tante."Suara Angel menggema di ruangan itu membuat Alesya, Dev dan Liam membulatkan mata tak percaya. "Kenapa kalian melihatku begitu? Bukankah kita keluarga?" ucap Angel, seolah mengerti apa yang mereka pikirkan."Bagus sekali, Angel. Terima kasih sayang, Papa akan berdansa dengan Tante sebentar ya?"Angel mengangguk pasti sedangkan Dev, merasa tak rela. Ditatap penuh tanya, anak kecil yang sepadan dengan dirinya itu. Semakin menatap, rasa tak suka semakin dalam. "Huft, aku bisa gila!" keluh Dev sambil mengeluarkan ponsel beserta earphone bluetooth miliknya.Dev ingin bersantai sejenak, earphone terpasang di telinga, mata tertutup sambil mendengarkan musik dari ponselnya. Di sisi lain, kedua orang tuanya, Alesya dan Liam, sibuk berdansa di depan kedua anakny
"Wah, kalian terlihat sangat bahagia. Bolehkah aku bergabung?!?!""Kamu?""Bella," ucap Alesya, segera berdiri dari duduknya.Ketika malam menjelang, Bella yang dilanda kekhawatiran tak terbendung memutuskan untuk mengecek keberadaan Liam dan Angel. Sejak sore, mereka belum kembali dari kunjungan ke rumah Alesya, istri kedua Liam yang selalu membuat Bella resah. Setelah beberapa saat mencari, akhirnya Bella menemukan mereka di kafe yang sering didatangi Liam, terpampang jelas dari jendela besar kafe tersebut.Dari kejauhan, Bella melihat Liam dan Alesya sedang tertawa lepas bersama. Mereka berdansa dengan riang di tengah kafe. Detik itu juga, rasa sakit menggumpal di dada Bella. Matanya berkaca-kaca melihat keakraban yang terpampang begitu nyata, namun dia mengumpulkan keberaniannya untuk tidak menunjukkan air mata.Dengan nafas yang tercekat, Bella melangkah masuk ke kafe. Melihat Bella, Liam dan Alesya terkejut, namun Bella mengusap air matanya dan menarik senyum tipis. "Wah, kalian
"Jadi kamu membohongiku, Bella." "Untuk apa aku membohongimu, Liam. Aku benar benar ingin Alesya tinggal bersama kita." "Sudahlah kenapa kalian bertengkar? Aku benci orang dewasa yang bersikap seperti anak anak," ucap Angel menengahi perdebatan yang kini terjadi. Dia memutuskan untuk pergi seorang diri. Melihat sang anak pergi, Bella segera mengejarnya. "Angel, tunggu mama." Liam hanya bisa menyugar kasar rambutnya. Tak tahu harus melakukan apa lagi untuk menghentikan aksi Bella. Liam yakin betul jika Bella tak akan tinggal diam. Jadi, harus segera mengambil langkah untuk mengantisipasi seorang Bella.Kediaman Roderick. "Hufht, hari yang cukup melelahkan," keluh Bella saat tubuhnya mendarat empuk di ranjang. Angel yang tadinya tidur, tiba tiba saja mendatangi kamar Bella. "Angel, ada apa sayang?" "Aku tidak bisa tidur. Ma, bolehkah malam ini aku tidur bersamamu?" "Tentu saja. Sini sayang, tidur sama mama."Angel segera naik ranjang dan memeluk tubuh Bella, tersenyum manis dan me
"Alesya, aku akan menyerahkan Liam dan Angel padamu." Isi pesan dari Bella, membuat Alesya tak paham. Berkali kali menggelengkan kepalanya. "Apa maksudnya ini?"Zidan yang ikut membaca segera menutup ponselnya. "Sudah jangan hiraukan Bella. Mungkin saja dia ingin menghancurkan mentalmu dengan kalimat tak jelas seperti itu.""Tapi Zidan, Bella sepertinya berubah. Tadi, dia memintaku untuk tinggal bersama. Dari sorot matanya, dia sama sekali tak berbohong, terlihat tulus.""Jangan termakan rayuannya. Dari dulu dia seperti ular berbisa. Jika kamu mendekat dan lengah, kamu akan terkena bisanya," ucap Zidan menggebu gebu. "Sudah Ale, pergilah tidur dan jangan memikirkan Bella lagi."Alesya mengangguk pelan, menuruti saran Zidan.Satu minggu kemudian.Matahari tengah terik saat Alesya mencabut jemuran yang masih lembab. Tiba-tiba, derap langkah tergesa terdengar dan Liam muncul dengan nafas tersengal-sengal. Wajahnya pucat, matanya sayu. "Liam?""Alesya, Bella …, Bella di rumah sakit," kata
Alesya memasuki ruang rawat inap dengan langkah gontai, tangannya bergetar ketika ia mendekati tempat tidur di mana Bella terbaring lemah. Cahaya matahari yang menembus tirai jendela memperlihatkan wajah yang pucat dan mata yang sayu. Alesya duduk di sisi tempat tidur, menggenggam tangan Bella yang dingin."Dokter sudah memberitahuku, Kak," suara Alesya bergetar, "Aku tidak percaya ini terjadi padamu." Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Bella menatap adiknya, bibirnya bergetar hendak berkata namun hanya bisikan yang keluar."Sudahlah, Les...," Bella mencoba tersenyum, memberi kekuatan meski ia sendiri rapuh, "Yang penting kita masih bisa bersama sekarang."Alesya menundukkan kepala, menahan sesak yang menggumpal di dada. Di balik kedipan air matanya, ia mencari kata-kata yang bisa menghibur, namun yang ada hanya kehampaan. Bella mengusap air mata yang mulai jatuh di pipi adiknya dengan ibu jari."Jangan menangis untukku, Les. Aku ingin melihatmu tersenyum," ujar Bella lemah
"Aku..., akan menjaga Mama kamu."Alesya berjanji pada Angel jika dia akan menjaga Bella dengan baik. Bagaimanapun juga Bella adalah keluarga. Angel begitu bahagia mendengarnya, segera dipeluk manja wanita yang sangat mirip ibunya itu. "Terima kasih Bibi."Di saat Alesya dan Angel tersenyum dan menikmati kebersamaan, Liam datang dan bergabung. "Bagaimana keadaan Bella?" tanya Liam."Mama baru saja disuntik obat penenang, Pa.""Benarkah?" tanya Liam kaget dan mendekati dua orang tercinta. "Baik, kamu pasti lelah Sayang. Pulang sekolah tadi, kamu bersikeras untuk melihat keadaan Mama Bella. Bahkan papa kalah darimu. Sekarang, ayo kita pulang.""Tapi Pa, Mama Bella ....""Serahkan padaku, aku akan menjaganya," ucap Alesya penuh perhatian.Liam dan Angel memutuskan untuk pulang. Sampai di rumah Liam segera membersihkan diri, begitu pula Angel. Saat ini jam dinding menunjukkan pukul delapan malam. Liam melihat keadaan Angel di kamarnya."Papa.""Kamu belum tidur, Sayang? Tidurlah, Papa aka
"Ale, ayo cepat bawa aku keluar dari sini.""Apa yang kalian lakukan di sini?"DeghAlesya sengaja memberitahu kepada perawat jika Bella ingin keluar. Karena pihak rumah sakit tidak memperbolehkannya, Alesya terpaksa berbohong pada Bella. Kini mereka ketahuan oleh perawat lelaki yang bertugas menjaga ruangan Bella."Kami tak melakukan apapun," sahut Alesya ragu sedangkan Bella hanya diam saja."Maaf Nyonya tapi kamu terlalu lama di ruangan pasien. Dia harus istirahat.""Tapi Pak, saudara merasa sangat kesakitan. Dia hanya ingin ….""Kami tahu Nyonya, untuk itulah saya ke sini. Sudah waktunya Nyonya Bella disuntik obat. Mohon Anda segera pergi.""Baik."Dengan berat hati Alesya berjalan ke luar ruangan, meninggalkan Bella sendirian bersama perawat jaga. Ada tatapan tak biasa dari Bella, membuat Alesya merasa jika apa yang direncanakan telah diketahui oleh Bella. Tatapan kecewa yang begitu menusuk hati. Meski disembunyikan sebaik apapun Bella tetap mengerti.Di ruangan ICU yang dingin,