Beranda / Romansa / Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai! / 58. Jangan tinggalkan aku

Share

58. Jangan tinggalkan aku

Penulis: ZuniaZuny
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-02 13:14:31

"Pergi kataku. Pergi?!" teriak Alesya sekencang mungkin membuat bayinya kembali menangis.

Oekh.

Oekh.

"Cup cup sayang."

"Maaf, maafkan mama ya sayang? Maaf."

Bayi Alesya terus menangis hingga Alesya kesal. Dirinya juga lelah karena dari tadi pagi bayinya rewel, minta digendong terus. Liam melihat sang bayi, merasa tak tega. Melihat Alesya, semakin teriris. Meski kesal, Liam meraih sang bayi, mengambil paksa dari ibunya.

Liam menggendong bayinya dengan penuh kasih sayang, dia menopang kepala bayi yang mungil itu dengan hati-hati. Kedua tangannya merasa hangat saat memegang tubuh bayi yang lemah dan mungil itu. Liam merasa seolah-olah dia memiliki kekuatan super untuk melindungi bayi kecil itu dari segala bahaya yang mungkin mengintai.

Meski baru pertama kali menggendong bayinya, Liam begitu cekatan dan terlihat seperti sudah ahli menggendong.

Oekh.

Oekh.

Bayi itu masih menangis, tangisan yang menyayat hati Liam. Dia berusaha meredakan tangisan si kecil dengan cara mengayun-ayunkan tub
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   59. Tak punya harga diri

    "Jangan pergi, Ale!" gumam Liam dengan mata tertutup. Alesya memandang pilu, merasa jika dia adalah wanita yang paling kejam di dunia ini. "Ale, jangan pergi lagi. Jangan tinggalkan aku!"Tangan Alesya yang bebas terulur untuk melepas tangan Liam. Setelah terlepas, Alesya segera berlari masuk kamar dan menguncinya."Maaf Liam.""Maafkan aku."Hiks, hiks.Alesya terduduk lemah di tepi ranjang kamarnya, tangisannya tersedu-sedu tak terkendali. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya, mengingat kalimat permohonan Liam yang begitu menyayat hati, "Tolong jangan pergi, Alesya. Aku mohon."Dalam hatinya, Alesya merasa dilema yang sangat mendalam. Di satu sisi, ia begitu terluka oleh sikap egois suaminya itu, tapi di sisi lain, ia juga tak ingin anak yang baru lahir itu kehilangan sosok ayah."Haruskah aku memaafkan Liam demi bayi kita?" gumam Alesya pelan, merasa begitu terbebani oleh keputusan yang harus ia ambil.Alesya mencoba mengusap air matanya dan menarik napas dalam-dalam, mencob

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-02
  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   60. Kasih sayang seorang Ayah

    Bella merasa seperti disiram air panas, wajahnya memerah karena kemarahan yang memuncak. Anak buahnya yang berdiri di depannya dengan senyum sinis, telah mengolok-ngolok harga dirinya. "Jadi, kau bilang aku tidak punya harga diri?" tanya Bella dengan nada menggelegar.Anak buah tersebut tertawa kecil, "Itulah kenyataannya, Nyonya Bella. Seperti saat ini, Anda mencari Bos tanpa berpikir dua kali. Seperti boneka tanpa pendirian."Bella mengepalkan tangannya, berusaha menahan emosinya agar tidak meledak. Dia mendekati anak buahnya tersebut, berdiri tegap di depannya, dan menatap mata anak buahnya yang sinis itu dengan tatapan tajam."Kalian semua yang buta!" ucap Bella sambil menunjuk-nunjuk anak buahnya. "Aku melakukan semua ini bukan karena tak punya harga diri, melainkan karena aku punya tujuan yang lebih besar! Tujuan yang tidak bisa kalian pahami!"Anak buahnya itu tertegun, tak menyangka bahwa Bella akan melawan balik. Bella menatap mereka satu per satu, memastikan bahwa mereka men

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-02
  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   61. Ancaman Bella

    Malam hari.Alesya tampak gelisah, langkah kakinya bolak-balik di ruang tamu rumahnya, menantikan kedatangan sang ayah. Wajahnya pucat dan jelas terlihat kekhawatiran yang mendalam. Matanya menatap pintu utama, berharap segera melihat sosok ayah yang selalu ia sayangi itu muncul dengan selamat dan tanpa kekurangan apapun.Liam, melihat raut wajah istrinya yang ketakutan, berjalan mendekat, menepuk bahu Alesya dengan lembut, mencoba menenangkan hatinya. "Ale, tenanglah. Ayah pasti baik-baik saja. Tenanglah, jangan terlalu khawatir," ucap Liam dengan suara lembut dan penuh kasih sayang.Alesya menoleh, menatap Liam dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. "Tapi, Liam, aku takut ada yang terjadi pada ayah. Dia sudah terlambat beberapa jam dari waktu yang dijanjikan," gumam Alesya dengan suara yang bergetar.Liam menggenggam tangan Alesya erat, mencoba memberikan kekuatan dan dukungan pada istrinya. "Percayalah, Ayah pasti segera sampai. Mungkin ada hal yang membuatnya te

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-03
  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   62. Ciuman Liam

    "Liam, aku juga mengandung anakmu, mengapa kamu lebih memperhatikan Alesya dan bayinya?" tanyanya dengan suara yang keras.Liam, yang sedang duduk di sofa sambil memeluk Alesya, terkejut dan melepaskan pelukannya. "Apa maksudmu, Bella?" tanyanya dengan nada yang seolah olah terkejut, berusaha menutupi diri dari kenyataan bahwa dia mengetahui kehamilan Bella itu.Alesya sendiri menatap Liam, mencari penilaian terhadap sikap apa yang akan dilakukan Liam jika dihadapkan dengan dua kasus yang sama. Dan pada akhirnya salah satu diantara mereka akan mundur dari sisi Liam. Meski Alesya mengetahui kehamilan Bella, dia juga berpura pura tidak tahu."Aku ingin hak yang sama, Liam. Aku ingin kau kembali ke kota bersamaku dan menafkahi aku yang sedang hamil ini," ujar Bella dengan tegas. "Aku tak mau diperlakukan seperti ini lagi."Liam menatap Bella dengan tatapan yang bingung. Alesya, yang juga terkejut, menggenggam tangannya sendiri erat-erat. "Jadi, kamu juga hamil, Bella? Apakah dia juga ana

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-03
  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   63. Mandi dan ganti pakaianmu!

    Alesya memandang kepergian Liam beberapa menit yang lalu. Dia teringat kejadian tadi malam setelah Liam berjanji untuk kembali. Flasback.Liam berdiri, berjalan mengunci pintu kamar Alesya dan berbalik duduk di sampingnya. Sedangkan Alesya merasa gugup, menghadap lantai sambil meremas dressnya, dia merasa sangat tertekan saat ini. Antara menerima perlakuan Liam setelah ini atau menolaknya karena keraguan di hati.Tanpa persetujuan Alesya, Liam menggenggam tangan sang istri dan mengecupnya dengan lembut. Manik hitam pekat yang dimiliki Liam beradu pandang dengan manik coklat hazel Alesya. Berpandangan cukup lama bagai sihir ya membangkitkan api gairah di dalam diri mereka."Aku baru menyadari rasa cinta ini saat kamu pergi meninggalkanku, Ale. Semua terasa hampa, tak ada semangat untuk hidup. Setiap pagi, aku berharap kamu ada di sisi ketika aku membuka mata," jelas Liam, mengeluarkan isi hatinya. Alesya hanya diam, tak tahu harus berkata apa, Liam telah berhasil memporak porandakan

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-03
  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   64. Tidurlah denganku

    Malam makin larut, Liam tidak bisa tidur dengan nyenyak berbeda dengan Bella, wanita itu terlihat sedang tertidur pulas di sampingnya. Liam mengambil ponselnya di atas nakas dan mengetik pesan singkat untuk Alesya. "Aku merindukanmu, Sayang. Hanya tinggal menunggu bayi yang dikandung Bella lahir, lalu aku akan kembali padamu. Tunggu aku, ya," tulis Liam dengan perasaan campur aduk antara harap dan takut.Dalam hati, Liam tahu bahwa keputusannya mungkin akan mengecewakan banyak orang, terutama Bella yang telah menantikannya selama ini. Namun, Liam juga tahu bahwa dia tidak bisa membohongi hatinya sendiri. Cintanya pada Alesya begitu kuat, dan dia merasa tak bisa hidup tanpanya.Bayinya dengan Alesya telah lahir dengan selamat namun Liam tak bisa menunggu dan melihat perkembangan bayinya itu. Liam harus terjebak dengan Bella yang begitu bahagia. Liam tak sabar menunggu saat itu tiba dan mengambil keputusan yang sulit. Saat ini, Liam harus memilih antara menjalani hidup yang dipaksakan b

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-03
  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   65. Menyelamatkan dirinya

    Alesya tersenyum tipis, menepuk bahu Zidan dengan lembut. "Terima kasih, Zidan. Aku tahu, kau hanya peduli pada kami."Zidan mengangguk, mencoba menenangkan hatinya yang masih resah. Ia berharap, Alesya dan Marco segera menyadari betapa berbahayanya tinggal di tengah hutan dan mau menerima tawarannya untuk pindah ke tempat yang lebih aman dan nyaman.Tiba tiba ….Pletak."Suara apa itu?" tanya Zidan, terkejut bukan main mendengar suara asing di tengah kesunyian yang mencekam."Entahlah," jawab Marco ikut panik sedangkan Alesya segera memeluk erat Devano."Kita pergi saja dari sini, sekarang!" titah Zidan penuh penekanan.Hal itu berhasil, Alesya dan Marco mengangguk setuju. Mereka segera mengepaki barang barangnya dan bersiap untuk pergi."Ayo kita pergi, nak Zidan. Alesya juga setuju untuk pergi."Mereka telah memutuskan untuk pergi dari rumah yang dipenuhi teka teki penuh misteri. Berjalan beriringan untuk ke luar rumah.Setelah sampai di luar rumah, Zidan menatap rumah yang terleta

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-04
  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   66. Kemana Zidan?

    "Halo, Bos Bella? Kami punya kabar baik. Misi kita berhasil, Alesya mati bersama meledaknya mobil yang ditumpanginya.""Sungguh? Ha, akhirnya! Kalian telah melakukan pekerjaan yang luar biasa. Sekarang, dengarkan baik-baik. Setelah kalian mendapatkan uang hasil kerja keras kalian, segera pergi dan tinggalkan kota ini. Jangan biarkan jejak apapun dan pastikan kalian aman.""Baik, Bos Bella. Terima kasih atas kepercayaanmu kepada kami. Kami akan segera melakukannya dan bersembunyi sampai semuanya aman.""Sempurna. Jangan lupa untuk mengabari saya saat kalian sudah jauh dari kota. Selamat beraksi.""Tentu, Bos Bella. Terima kasih dan sampai jumpa."Mereka semua senyum bahagia sambil melihat puing-puing mobil sedan sidang yang masih terbakar."Apakah mereka benar benar terbakar bos?" tanya salah satu anak buah."Tentu saja, mereka semua sudah mati. Kenapa kamu mengatakan begitu?""Ah, tidak apa apa. Bukankah mereka saling berteriak jika memang tubuh mereka terbakar bos? Sedangkan sedari t

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-04

Bab terbaru

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   120. Malam ke-dua, penuh gairah

    Matahari telah tenggelam ketika Liam akhirnya sampai di rumah. Kepenatan terlihat jelas di raut wajahnya setelah lembur panjang di kantor. Namun, ketika ia membuka pintu kamar dan melihat Alesya, istrinya yang cantik, terbaring lelap dalam kedamaian, rasa lelah itu seolah sirna. "Alesya!" Liam duduk di tepi ranjang, menatap lembut wajah yang damai itu. Dengan hati-hati, Liam mengulurkan tangannya, mengelus pipi Alesya dengan penuh kasih. Dia tersenyum, merasa begitu bersyukur memiliki istri secantik dia, meski seharian ini Alesya marah padanya. Ya, Liam mengetahuinya dari Angel dan Devano.Sambil terus memandang, Liam tidak menyadari bahwa gerakan tangannya yang lembut telah membuat Alesya merasa tak nyaman. Tiba-tiba, Alesya membuka matanya, memandang objek yang mengganggunya sedangkan Liam yang terkejut, segera mengalihkan pandangannya."Alesya kenapa kamu bangun? Itu …. Itu, aku tidak bermaksud, em …."Liam bergumam dengan kata-kata yang tidak jelas, mencoba menyembunyikan kebing

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   119. Malam pertama

    "Aku tak sabar untuk memulai kembali malam pertama kita.""Liam!"Liam tersenyum menggoda, pergi ke tempat Marco. Mereka berbisik-bisik, entah membicarakan apa, Alesya tak bisa mendengarnya. Setelahnya, Liam kembali dan memegang tangan Alesya."Liam, apa yang baru saja kamu katakan pada Ayah?""Tidak penting. Ayo kita pergi.""Tapi …."Liam terus menyeret sang istri menuju kamar mereka. Baik Liam maupun Alesya terkejut bukan main saat masuk kamar. Ruangan yang semula rapi itu terlihat acak acakan dengan banyaknya kelopak bunga yang semburat seisi kamar. Ulah siapakah ini? Tentu saja ulah kedua anak mereka. Devano dan Angel, mereka sengaja menyulap kamar Liam yang biasa menjadi luar biasa. Bahkan tempat tidur mereka juga penuh kelopak mawar. Banyak juga balon beterbangan di langit langit kamar dengan berbagai tulisan. "Happy wedding, with love, I love you, making love dan masih banyak kata-kata cinta lainnya."Semua ini pasti ulah Angel dan devano," tebak Liam, mencoba menyingkirkan k

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   118. Pernikahan ulang

    "Ale, apa menurutmu kita harus menikah lagi?""Apa?"Alesya tidak mengerti, mengapa Liam tiba-tiba ingin menikah ulang? Mungkin karena perpisahan yang terlalu lama."Bagaimana, Sayang?""Terserah kamu saja, Liam.""Baiklah aku akan membicarakannya dengan Angel, Devano dan Ayah Marco."Liam tak mau menunggu lebih lama lagi. Dia segera menuruni tangga, menuju lantai bawah, di mana Marco berada. Terlihat jika lelaki yang berstatus mertua itu sedang menonton Televisi sendirian."Ayah, anak-anak sudah tidur?""Sudah.""Apa Ayah ada waktu sebentar?""Tentu saja. Ada perlu apa? Bicaralah!""Terima kasih telah meluangkan waktu sebentar.""Tidak masalah, jika ada yang ingin kamu bicarakan, bicara saja."Liam menghela napas panjang dan mulai berkata, "Baik, Ayah. Seperti yang Ayah tahu, aku dan Alesya telah berpisah selama lima tahun ini. Meskipun kami belum resmi bercerai dan masih dianggap suami istri, aku ingin meminta izin Ayah untuk mengadakan ritual pernikahan kami lagi.""Oh, begitu. Apa

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   117. Menikah lagi?

    Siang itu, langit tampak cerah seolah turut merayakan kebahagiaan yang dirasakan oleh Liam. Liam dengan langkah gembira mendekati Alesya yang sedang berdiri di samping mobilnya. "Aku datang, Sayang."Liam langsung memeluk Alesya dengan erat, seolah tak ingin melepaskan lagi. "Alesya, kabar baik! Mona akhirnya di penjara," bisik Liam dengan suara yang bergetar, mencampurkan rasa lega dan kebahagiaan.Wajah Alesya yang semula teduh itu berubah menjadi sangat cerah. Senyum lebarnya menghiasi wajah cantiknya, matanya bersinar-sinar menunjukkan kegembiraan yang tak terbendung. "Benarkah, Liam? Ini benar-benar kabar terbaik!" serunya, tidak bisa menyembunyikan antusiasme yang membanjiri hatinya.Liam mengangguk, matanya terpejam sejenak menikmati kehangatan dari orang yang dicintainya. Namun, Liam segera melihat sekitar. "Di mana Angel dan Dev?""Mereka pergi ke taman dengan Ayah Marco, mungkin pulang larut. Katanya akan bersenang-senang.""Wah mereka curang. Kita harus membalasnya.""Memb

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   116. Memberi balasan yang setimpal

    "Ini berkas berkas gugatan dari saya." Liam menggenggam erat berkas-berkas di tangannya, pandangannya tajam tertuju kepada Nyonya Mona yang duduk di sisi ruangan yang berlawanan. Tension di ruangan itu kian terasa ketika Hakim memasuki ruangan dengan wajah serius. Liam berniat menyerahkan berkas itu pada pengadilan."Pak Liam dan Nyonya Mona, saya memutuskan untuk memberi waktu kepada kedua belah pihak untuk mempertimbangkan kembali kasus yang diajukan hari ini," ujar Hakim dengan tegas. "Kita akan melanjutkan sidang esok hari."Liam, yang merasa keadilan harus segera ditegakkan, mendapati kekecewaan mendalam. Dia menatap Mona yang terlihat tenang dan tidak terganggu. Hal itu membuat Liam frustasi membara.Di sisi lain, Mona berusaha menampilkan ekspresi tenang. Namun, matanya sesekali berkedip cepat, menandakan kecemasan yang dia coba sembunyikan.Keduanya berdiri dan meninggalkan ruangan dengan langkah yang berat, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri tentang bagaiman

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   115. Akhirnya ....

    "Bagaimana, Hakim?""Diperbolehkan."Mata Angel terlihat berkaca-kaca saat dia berdiri di depan ruangan persidangan yang penuh sesak. Suara kecilnya bergetar, namun penuh tekad saat dia mulai berbicara. "Yang Mulia, saya ingin tinggal bersama ayah saya, Liam," ujarnya, menatap hakim dengan mata yang memohon.Liam, yang duduk di bangku belakang, memperhatikan putrinya dengan penuh kebanggaan dan sedikit kekhawatiran. Wajahnya yang biasanya tenang, kini tampak tegang."Sejak saya masih bayi, hanya ayah yang selalu ada untuk saya. Ayah yang mengajari saya berjalan, ayah yang selalu menyembuhkan luka saya," lanjut Angel, suaranya semakin mantap. Ruangan itu terdiam, semua mata tertuju padanya.Dia mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Ibu saya, Bella, dia... dia sudah meninggal. Tapi sebenarnya, sejak saya masih kecil, dia jarang ada untuk saya. Saya tidak merasa dicintai olehnya." Air mata mulai mengalir di pipi mungil Angel, tapi dia cepat-cepat menghapusnya."Saya tidak mau

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   114. Hasil putusan sidang adalah....

    Hari persidangan.Ruang sidang itu terasa besar dan berat dengan hiasan yang minimalis. Dindingnya berwarna abu-abu terang, memberikan suasana yang serius dan formal. Di tengah ruangan, terdapat meja panjang yang ditutupi dengan kain putih rapi, di atasnya berjejer dokumen-dokumen penting yang terorganisir dengan baik. Sidang telah dimulai dengan ruangan yang penuh ketegangan. Mona berdiri dengan mantap di hadapan Hakim, menggenggam beberapa dokumen penting. Raut wajahnya tegang namun bertekad, menunjukkan keseriusannya dalam memperjuangkan hak asuh atas putri sahabatnya, Angel."Yang Mulia, berikut adalah bukti-bukti yang menunjukkan bahwa saya adalah pihak yang lebih layak dalam membesarkan Angel," ucap Mona dengan suara yang bergetar sedikit karena emosi.Dia menyodorkan foto-foto, rekaman video, dan laporan sekolah yang menunjukkan keterlibatan aktifnya dalam kehidupan Angel. Setiap bukti diserahkan dengan tangan yang sedikit gemetar, namun determinasinya tidak luntur.Sementara

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   113. Seranjang tapi tak bersentuhan

    "Apa maksudmu, Bu?" tanya Liam tak mengerti."Haha, aku hanya bercanda. Ini, ambillah! Aku memberikan gratis untuk anakmu yang baru sembuh."Liam mengernyitkan kening, bingung mencerna ucapan wanita tua di depannya. Meski berusia lanjut, nenek itu terlihat cantik dan elegan. Sangat tak padu dengan kegiatannya malam ini, sebagai penjual bunga."Benarkah ini gratis? Ah tidak tidak. Aku akan membayarnya. Ini, terimalah!"Liam membuang kasar uang kertas itu, berlalu dengan cepat setelah mendapatkan seikat bunga mawar. Mobil melaju dengan kencang tanpa memperdulikan wanita penjual bunga tadi. Sesekali Liam melirik seikat bunga mawarnya, memikirkan Angel yang pasti tersenyum bahagia."Tunggu aku, Sayang."Kediaman Roderick."Aku pulang.""Papa."Angel menyambut Liam dengan sorot mata yang bersinar saat melihat bunga mawar merah di tangan ayahnya. Anak perempuan kecil itu melompat kegirangan dan berlari menghampiri Liam, "Papa bawa bunga kesukaan Angel!" teriaknya penuh kegembiraan. Dengan

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   112. Bantuan kawan lama

    "Aku …, baiklah. Aku akan membantumu."Liam segera memegang tangan Andi. Senyuman terulas di bibir seksinya, juga bulir bening menetes di pipi. Andi segera merengkuh sahabatnya itu, memberi dukungan terhadap Liam. Namun, pelukan segera diakhiri. Dengan tatapan penuh telisik, Andi memandang Liam."Katakan padaku, bagaimana bisa kamu menyembunyikan rahasia besar tentang pernikahanmu padaku?"Liam tersenyum kecut, mengingat betapa egoisnya kala itu. "Saat itu aku benar benar kecewa, saking kecewanya pada Bella, Alesya lah sebagai pelampiasan nya. Dan aku tak ingin mengumbar aib keluargaku. Bagaimanapun juga, Bella pernah menjadi wanita yang kucintai. Sekarang, aku hanya fokus hidup pada keluarga kecilku bersama Alesya."Andi mengangguk, memahami betapa sulitnya kehidupan Liam selama ini. Dan sahabatnya itu sukses menutup rapat masalah sehingga tak ada satupun yang mengerti kesulitan yang dihadapi. Bahkan perusahaan Roderick sama sekali tak terpengaruh. Sungguh lelaki yang bijaksana dan d

DMCA.com Protection Status