Halo teman-teman, jangan lupa tinggalkan komentar kalian, ya. Yang belum memberi ulasan dan bintang 5, bisa banget bantu kasih, ya. Untuk yang mau lebih dekat kenal aku, kalian bisa ke akun sossmeed ku, ya. ketik saja nama penaku, terima kasih.
“Ada apa? Kenapa datang-datang langsung memeluk?” Bintang melirik Aruna yang memeluknya. Dia keheranan karena tingkah Aruna di luar prediksi. “Jangan bilang kamu meluk karena ada maunya!” tuduh Bintang sambil menyipitkan mata. Aruna masih memeluk Bintang, lantas menatap sang mommy yang menatapnya curiga. “Iya, memang. Maunya ya peluk begini,” ucap Aruna lantas bergelayut manja dalam pelukan Bintang. Bintang merasa semakin aneh. Dia melepas kedua tangan Aruna dari lehernya, lantas menyentuhkan punggung tangan di kening putrinya itu. “Tidak panas,” ucap Bintang setelah menyentuh kening Aruna. “Ish … Mommy, aku tidak sakit. Apaan coba dicek suhu tubuh,” gerutu Aruna sambil memanyunkan bibir. “Ya, itu karena kamu juga. Ngapain datang-datang meluk posesif, sudah begitu ditanya jawabannya malah mau peluk,” ujar Bintang masih menatap aneh ke Aruna. Aruna tersenyum sambil menatap Bintang, lantas menggenggam telapak tangan ibunya itu. “Beneran tidak ada apa-apa, Mom. Hanya saja hari
“Terima kasih sudah mengantarku,” ucap Sarah sambil melepas seat belt. Ansel hanya mengangguk membalas ucapan Sarah. “Anda mau masuk sekalian, akan kutraktir karena sudah membantuku,” ucap Sarah memberi tawaran. “Tidak usah, aku harus segera pulang,” tolak Ansel halus. Sarah pun mengangguk karena tak mungkin memaksa Ansel. Dia hendak turun, tapi terhenti dan kembali menoleh ke Ansel. “Boleh aku tanya sesuatu?” tanya Sarah. “Silakan.” Ansel mempersilakan karena bagaimanapun Sarah adalah kliennya dan wajar jika dia bersikap sopan ke wanita itu. “Wanita malam itu, apa benar kalau dia calon istri Anda?” tanya Sarah seperti masih ragu kalau wanita yang ditemuinya adalah calon istri Ansel. Apalagi Sarah tahu kalau selama bertahun-tahun ini Ansel tak pernah dekat dengan wanita mana pun. “Ya, benar. Dia calon istriku,” jawab Ansel tanpa keraguan. Sarah hanya mengangguk-angguk mendengar jawaban Ansel. Dia lantas memilih segera turun dari mobil setelah mengucapkan terima kasih. Ansel
“Soal ucapan ibunya Citra, dia tak bermaksud apa-apa. Kamu jangan salah paham,” ujar Ayana saat menemui Ansel yang sedang di dapur mengambil minum. Ansel diam sejenak mendengar ucapan sang mama. Dia lantas membalikkan badan hingga saling tatap dengan Ayana. “Dia hanya merasa kamu layak mendapatkan kebahagiaanmu, Ans. Dia hanya takut kalau Emi mengganggu hubunganmu dengan Runa,” ujar Ayana menjelaskan. “Aku memang layak mendapat kebahagiaanku, Mom. Tapi itu aku dapat dari Runa dan Emi. Emi memang bukan anak kandungku, tapi semenjak dia ada dalam gendonganku, meski dalam sedih pun aku bisa tersenyum,” balas Ansel sambil menatap Ayana. “Runa pun sangat menyukai Emi. Bagaimana bisa aku menyingkirkan Emi setelah aku mendapatkan Runa. Tidak ada yang akan aku buang, baik itu Runa atau Emi. Emi akan tetap bersamaku, bahkan saat aku membangun rumah tangga dengan Runa,” ucap Ansel lagi. “Iya, mama tahu. Bibimu hanya takut kamu terbebani saja. Bukan maksud apa-apa, Ans. Dia juga tak bermaks
Aruna sesekali menengok ke gerbang juga merapikan pakaiannya. Malam ini Ansel akan datang sesuai dengan janji yang untuk menemui Bintang dan Langit. “Kenapa dia tak datang-datang?” Aruna mengecek ponsel. Dia melihat pesannya yang belum dibaca Ansel padahal sudah dikirim sejak setengah jam lalu. “Apa ada masalah di jalan?” Aruna pun mulai cemas karena Ansel tak membaca pesannya sama sekali. Aruna mondar-mandir menunggu Ansel datang, hingga akhirnya mobil kekasihnya itu memasuki halaman rumah, membuat Aruna begitu lega. Bahkan dia langsung turun dari teras untuk menghampiri mobil Ansel yang baru saja berhenti. “Kenapa tidak membalas pesanku? Apa terjadi masalah di jalan?” tanya Aruna. “Tidak ada, tadi sempat terkena macet saja. Ponselku juga tertinggal karena terburu-buru,” jawab Ansel agar Aruna tak cemas. Aruna mengangguk-angguk. Dia pun merapikan penampilan Ansel lantas mengajak pria itu masuk. “Ayo masuk!” ajak Aruna sambil menggandeng Ansel. Mereka masuk bersama, Bintang d
“Apa kamu yakin dengan keputusanmu, Ans?” tanya Ayana setengah tak percaya mendengar Ansel ingin tinggal di rumah orang tua Runa setelah menikah nanti. “Ya, aku sangat yakin,” jawab Ansel tanpa keraguan. “Lalu, kamu juga akan mengajak Emi ke sana?” tanya Deon. “Ya, tentunya,” jawab Ansel menatap sang papa lantas sang mama secara bergantian. Ayana benar-benar terkejut mendengar jawaban Ansel. Dia menoleh sang suami, lantas kembali memandang Ansel. “Ini keputusanku, bukankah aku berhak untuk memutuskan bagaimana hidup yang aku jalani?” Ansel mencoba meyakinkankan kedua orang tuanya jika pilihannya tak salah. Deon menghela napas kasar, lantas membalas, “Ya, itu hakmu. Kamu seorang pria dewasa yang berhak memutuskan mana yang terbaik untukmu.” Ayana sebenarnya tak setuju, tapi demi menebus kesalahannya di masa lalu, Ayana pun memilih menerima segala keputusan Ansel. “Asal itu bisa membuatmu bahagia. Kami tak masalah sama sekali,” ucap Ayana pada akhirnya. ** Hari berikutnya, Aru
“Seharusnya kamu tidak usah ikut berbelanja,” ucap Bintang keheranan karena Aruna memaksa untuk ikut. “Ya, sekali-kali, Mom. Siapa tahu aku juga pengen sesuatu, jadi sekalian beli,” balas Aruna sambil merangkul lengan Bintang. Bintang pun merasa aneh dengan tingkah Aruna, tapi di balik itu dia pun hanya berpikir jika Aruna mungkin hanya penasaran dengan apa yang akan disiapkan untuk acara malam nanti. Aruna melihat-lihat barang yang terpajang, sedangkan Bintang dan pembantu tampak mengambil beberapa bahan makanan yang dibutuhkan. Hingga Aruna melihat seseorang yang sedang melintas di depan supermarket mall itu. Dia pun buru-buru meletakkan barang yang sedang dipegangnya. “Mom, aku keluar sebentar,” ucap Aruna lantas berlari dengan terburu-buru. Bintang hendak bertanya mau ke mana putrinya itu, tapi karena Aruna berlari cukup kencang, membuat Bintang urung bertanya. Aruna ternyata mengejar Sarah. Dia melihat wanita itu sedang berjalan dengan asisten yang biasa menemani. “Tunggu
“Ada apa, Runa? Kenapa ekspresi wajahmu seperti itu?” tanya Sashi yang ikut panik saat melihat Aruna menatap ponsel. Aruna menatap Bintang dan Sashi bergantian, bibirnya mengkerut lantas dia kembali menatap ponselnya. “Ada apa? Jangan bikin mommy panik!” Bintang benar-benar cemas. “Tidak ada apa-apa. Ban mobil Ansel kempes, jadi rombongan keluarganya terpaksa ikut berhenti semua. Tapi dia bilang sudah diperbaiki, jadi mungkin sebentar lagi sampai,” jawab Aruna sedikit kecewa karena Ansel tak memberi kabar sejak tadi padahal dia sudah cemas setengah mati. Bintang dan Sashi menghela napas lega. Mereka sudah takut kalau Ansel kabur atau terjadi sesuatu, ternyata hanya ban mobil saja yang kempes. “Gitu doang, ngapain pasang wajah panik. Bikin mommy jantungan saja!” Bintang bicara setelah memukul punggung Aruna. “Ish … sakit, Mom.” Aruna mengusap punggungnya yang panas karena terkena pukul. “Salahmu sendiri bikin orang panik. Untung hanya ban kempes, kalau sampai di kabur, mommy bak
“Kamu masih sering bertemu dengan wanita itu?” tanya Aruna sambil menatap serius ke Ansel yang sedang menyetir. “Wanita mana?” tanya Ansel balik sambil menoleh sekilas ke Aruna. Aruna mencebik mendengar pertanyaan balik dari Ansel. “Sarah, memangnya siapa lagi!” Aruna menjawab dengan ketus. Ansel melihat Aruna yang tampak kesal, tentu saja dia menyadari jika Aruna memang cemburu jika membahas Sarah. “Tidak,” jawab Ansel. “Kamu tidak bohong?” tanya Aruna sambil menatap Ansel. Ansel menoleh sekilas ke Aruna, lantas menganggukan kepala. “Tidak, aku tidak bohong,” jawab Ansel meyakinkan, “aku sudah mengalihkan tanggung jawab proyek miliknya ke tim, jadi aku sudah tak berkomunikasi langsung dengannya. Misal ada masalah atau yang lainnya, harus lewat tim yang aku tunjuk,” ujar Ansel menjelaskan. Aruna langsung melebarkan senyum mendengar penjelasan Ansel. Dia lega karena Ansel mengambil keputusan itu. Ansel pun lega karena sudah mengambil keputusan yang tepat. Sejak Aruna merajuk
Aruna dan yang lain buru-buru pergi ke rumah sakit setelah mendapat kabar jika Winnie mau melahirkan, tapi siapa sangka saat masuk ruangan malah melihat Hanzel juga, membuat semua orang bingung.“Hanz, kenapa kamu di sini?” tanya Aruna bingung.“Milea melahirkan,” jawab Hanzel.“Lah, bukannya ini kamar Winnie?” tanya Aruna bingung.“Ya, mereka berdua di sini. tuh!” Hanzel menunjuk ke dalam.Ternyata Bumi dan Hanzel setuju jika istri mereka satu kamar agar bisa saling bantu menjaga.Aruna, Ansel, dan kedua orang tuanya terkejut mendengar ucapan Hanzel. Mereka buru-buru masuk untuk melihat apakah yang dikatakan Hanzel benar.“Kalian benar-benar janjian. Hamil dan melahirkan bisa barengan,” cerocos Aruna sangat tak menyangka.“Kebetulan saja, aku masuk duluan baru Winnie,” balas Milea.Semua orang yang ada di sana terlihat sangat bahagia, belum lagi setelah itu datang keluarga Hanzel dan Milea karena ingin menyambut cucu mereka.“Anak kalian seperti kembar.” Aruna dan yang lain memandang
“Mama, tadi Emily bantu gambar ini, lho.” Kai memperlihatkan gambar yang dibawanya.“Mana coba lihat.” Milea mengambil buku gambar dari tangan Kai.Milea sudah ambil cuti melahirkan karena usia kandungannya memasuki sembilan bulan. Dia fokus dengan kesehatan kehamilan dan Kai yang sekarang sudah duduk di bangku sekolah dasar.“Yang mewarnai siapa?” tanya Milea sambil memperhatikan gambar itu.“Kai dong. Kai pintar ‘kan?” Kai menjawab dengan bangga.“Iya, pintar,” balas Milea.Kai sangat bangga dapat pujian dari sang mama, hingga melihat Milea yang meringis.“Mama kenapa?” tanya Kai sambil menggenggam telapak tangan Milea.“Tidak kenapa-napa,” ucap Milea sambil tersenyum meski perutnya mendadak kencang.“Mama yakin?” tanya Kai yang cemas.Belum juga Milea menjawab, dia merasa kalau perutnya semakin sakit seperti mengalami kontraksi, tentu saja hal itu membuat Kai cemas.“Bibi! Mama sakit!” teriak Kai karena di rumah itu hanya ada dirinya, kedua orang tuanya, dan pembantu.Milea dan Han
“Pernyataanmu tadi, apa bisa aku anggap benar?”Jean tertegun hingga menoleh Raja yang duduk di belakang stir. Dia mengulum bibir menunjukkan kalau sedang dalam kondisi panik dan bingung.“Aku tidak tahu harus menyebutmu apa? Adik tidak mungkin, teman terlalu aneh.”Jean mencoba sedikit mengelak dari pengakuannya ke Milea.“Berarti memang bagus pacar. Jadi, apa bisa jadi pengakuan untuk seterusnya?” tanya Raja lantas menoleh Jean.Jean benar-benar salah tingkah mendengar pertanyaan Raja. Dia memberanikan diri menoleh ke pemuda itu.“Jangan berharap banyak kepadaku. Aku memiliki banyak kekurangan termasuk mungkin takkan bisa memberikan cinta yang sempurna untukmu,” ucap Jean takut Raja kecewa.“Kamu tahu, tidak ada yang namanya cinta sempurna. Yang ada, saling melengkapi kekurangan masing-masing. Asal kamu mengizinkan, aku akan menerima semua kekurangan itu.”Raja menatap Jean penuh harap. Dia menyadari jika Jean seperti tidak tertarik dengan sebuah hubungan percintaan, tapi dia pun ta
“Apa kamu tidak merasa aneh jalan denganku?”Jean mengamati sekitar, banyak remaja memperhatikannya yang sedang jalan dengan Raja.“Kenapa aku harus merasa aneh?” tanya Raja balik dengan santai.“Karena kamu jalan dengan wanita yang layak jadi kakak, tante, mungkin mama.”Jean menjawab sambil menoleh Raja.Raja tertawa mendengar ucapan Jean, lantas membalas, “Untuk apa memikirkan pandangan orang yang tidak ada habisnya. Yang menjalani aku, kenapa mereka yang repot?”“Lagi pula sekarang kita hanya jalan, kalau kamu menerima perasaanku, aku malah akan menggandeng tanganmu lantas memberitahu mereka kalau kamu kekasihku, bukan kakakku, tanteku, atau mamaku,” ujar Raja lagi memberi clue ke Jean untuk merepon perasaan yang diungkapkan sebelumnya.Jean langsung berdeham mendengar ucapan Raja, bahkan mengulum bibir sambil memalingkan muka.Raja menoleh Jean yang memalingkan muka darinya, dia pun lantas kembali berkata, “Apa kamu yakin belum mau memutuskan? Tapi kalau belum juga tidak apa, aku
“Jean,” panggil Ive saat melihat putrinya sedang menuruni anak tangga.Jean yang sedang ingin ke dapur mengambil minum, akhirnya berbelok ke ruang keluarga untuk menghampiri sang mama dan papa.“Ada apa, Ma?” tanya Jean.“Duduklah sini,” pinta Ive sambil menepuk sofa di sampingnya.Jean menuruti ucapan sang mama, lantas menatap kedua orang tuanya bergantian.“Apa ada masalah, Ma?” tanya Jean agak cemas karena tak biasanya kedua orang tuanya memanggil sambil memperlihatkan ekspresi serius seperti itu.“Apa kamu sebelumnya menolak kencan buta karena sudah punya pacar dan pacarmu itu yang tadi pagi jemput?” tanya Ive memastikan sebelum bicara ke pembahasan lebih lanjut.Jean sangat terkejut mendengar pertanyaan Ive, membuatnya gelagapan karena bingung harus menjawab apa.Ive dan Alex saling tatap, mereka pun semakin yakin kalau memang benar pria yang menjemput Jean adalah pacar putrinya.“Sebenarnya, asal kamu suka, tidak masalah kamu mau pacaran sama siapa, mau nikah sama siapa. Mama da
“Lain kali jangan mendatanginya dengan alasan kamu merasa bersalah! Bukankah kamu seharusnya merasa bersalah karena mendekati kekasih adikmu sendiri.”Raja baru saja sampai rumah saat sang kakak juga sampai di rumah. Dia memperingatkan kakaknya itu agar tak mendekati Jean lagi.Saat Arthur hendak membalas ucapan Raja, Amanda sudah lebih menegur mereka berdua.“Kenapa kalian bersitegang lagi?” tanya Amanda sambil menatap kedua putranya itu.Raja dan Arthur menoleh bersamaan ke Amanda. Raja terlihat tak senang karena menyadari jika sang mama pasti akan membela kakaknya.Amanda menatap Arthur yang hanya diam, hingga tatapannya tertuju ke Raja.“Raja, mama mau bicara denganmu sebentar, bisa?” tanya Amanda dengan suara halus agar putranya tak salah paham kepadanya.Raja menatap sang mama, lantas mengangguk karena tak bisa menolak permintaan wanita itu.Raja pun mengikuti sang mama yang berjalan lebih dulu di depannya. Dia mengikuti hingga sang mama masuk ke ruang kerja ayahnya.“Mama mau b
“Yang ini nanti kamu kirim ke bagian marketing. Jangan lupa minta untuk dicek ulang,” perintah Jean ke sekretarisnya.“Baik, Bu.” Sekretaris Jean mengangguk.Jean memberikan berkas yang baru dicek. Dia lantas kembali mengurus berkas lainnya yang bertumpuk di mejanya.Saat sedang fokus ke berkas, tiba-tiba saja telepon kabel di mejanya berdering, membuat Jean menjawab panggilan itu lebih dulu.“Selamat siang Bu Jean, ada seseorang yang ingin menemui Anda tapi belum membuat janji. Anda ingin menemuinya atau tidak?” tanya staff resepsionis dari seberang panggilan.Jean mengerutkan alis mendengar pertanyaan resepsionis.“Siapa?” tanya Jean penasaran hingga dia terdiam mendengar nama yang disebutkan resepsionis.Jean menutup panggilan itu, lantas memilih keluar dari ruangannya untuk menemui orang yang mencarinya.Jean pergi ke lobi, hingga melihat pria yang berdiri membawa sebuah paper bag.“Mau apa kamu menemuiku?” tanya Jean sambil menatap Arthur yang datang menemuinya.Arthur membalikka
Raja tersenyum melihat Jean keluar memakai celana. Dia tidak menyangka kalau wanita itu mau berganti pakaian hanya karena dirinya memaksa ingin mengantar.“Besok aku akan membawa mobil,” ucap Raja sambil menyodorkan helm ke Jean.“Kamu tidak perlu menjemputku setiap hari,” balas Jean sambil menerima helm dari Raja lantas memakainya.Siapa sangka Raja mendekat ke Jean, lantas membantu memasang tali pengaman helm.Jean cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Raja, tapi dia berusaha untuk tenang.“Aku suka melakukannya,” balas Raja setelah selesai memasang tali helm sambil menatap Jean.Jean mengalihkan pandangan dari pemuda itu, bahkan menggeser posisi agar tak terlalu dekat dengan Raja.“Bisa kita berangkat sekarang?” tanya Jean karena mulai salah tingkah melihat tatapan Raja.Raja hanya mengulum senyum, lantas naik ke motor disusul Jean. Pemuda itu pun melajukan motor meninggalkan rumah Jean.Di rumah, ayah Jean keheranan karena mobil putrinya masih di garasi.“Jean ke kantor naik ap
[Jill, jika ada yang menyukaiku, tapi tak sesuai ekspektasiku. Apa yang harus aku lakukan?]Jean mengirimkan pesan ke Jill karena tak tahu harus bagaimana mengatasi masalah yang sedang dialaminya.Jean duduk di kasur sambil menatap pesan yang baru saja dikirimkan ke Jill. Hingga beberapa saat kemudian pesan itu dibaca sepupunya itu.[Fokus pada keinginan awalmu, Jean. Baru kamu bisa memutuskan apa yang kamu inginkan.]Jean membaca pesan dari Jill, memang tak banyak membantu tapi setidaknya itu bisa membuatnya tenang. Dia pun mengirimkan balasan terima kasih ke sepupunya itu, lantas mengembuskan napas kasar.Hari berikutnya, Jean sarapan bersama kedua orang tuanya seperti biasa.Ive terlihat menatap Jean yang makan tanpa bicara, banyak perubahan yang membuat wanita paruh baya itu sedih.“Akhir minggu ini, bagaimana kalau kita Me Time bersama, Jean?” tanya sang mama ingin kembali mempererat hubungan keduanya.Jean memandang sang mama, lantas menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis.