“Apa kamu yakin dengan keputusanmu, Ans?” tanya Ayana setengah tak percaya mendengar Ansel ingin tinggal di rumah orang tua Runa setelah menikah nanti. “Ya, aku sangat yakin,” jawab Ansel tanpa keraguan. “Lalu, kamu juga akan mengajak Emi ke sana?” tanya Deon. “Ya, tentunya,” jawab Ansel menatap sang papa lantas sang mama secara bergantian. Ayana benar-benar terkejut mendengar jawaban Ansel. Dia menoleh sang suami, lantas kembali memandang Ansel. “Ini keputusanku, bukankah aku berhak untuk memutuskan bagaimana hidup yang aku jalani?” Ansel mencoba meyakinkankan kedua orang tuanya jika pilihannya tak salah. Deon menghela napas kasar, lantas membalas, “Ya, itu hakmu. Kamu seorang pria dewasa yang berhak memutuskan mana yang terbaik untukmu.” Ayana sebenarnya tak setuju, tapi demi menebus kesalahannya di masa lalu, Ayana pun memilih menerima segala keputusan Ansel. “Asal itu bisa membuatmu bahagia. Kami tak masalah sama sekali,” ucap Ayana pada akhirnya. ** Hari berikutnya, Aru
“Seharusnya kamu tidak usah ikut berbelanja,” ucap Bintang keheranan karena Aruna memaksa untuk ikut. “Ya, sekali-kali, Mom. Siapa tahu aku juga pengen sesuatu, jadi sekalian beli,” balas Aruna sambil merangkul lengan Bintang. Bintang pun merasa aneh dengan tingkah Aruna, tapi di balik itu dia pun hanya berpikir jika Aruna mungkin hanya penasaran dengan apa yang akan disiapkan untuk acara malam nanti. Aruna melihat-lihat barang yang terpajang, sedangkan Bintang dan pembantu tampak mengambil beberapa bahan makanan yang dibutuhkan. Hingga Aruna melihat seseorang yang sedang melintas di depan supermarket mall itu. Dia pun buru-buru meletakkan barang yang sedang dipegangnya. “Mom, aku keluar sebentar,” ucap Aruna lantas berlari dengan terburu-buru. Bintang hendak bertanya mau ke mana putrinya itu, tapi karena Aruna berlari cukup kencang, membuat Bintang urung bertanya. Aruna ternyata mengejar Sarah. Dia melihat wanita itu sedang berjalan dengan asisten yang biasa menemani. “Tunggu
“Ada apa, Runa? Kenapa ekspresi wajahmu seperti itu?” tanya Sashi yang ikut panik saat melihat Aruna menatap ponsel. Aruna menatap Bintang dan Sashi bergantian, bibirnya mengkerut lantas dia kembali menatap ponselnya. “Ada apa? Jangan bikin mommy panik!” Bintang benar-benar cemas. “Tidak ada apa-apa. Ban mobil Ansel kempes, jadi rombongan keluarganya terpaksa ikut berhenti semua. Tapi dia bilang sudah diperbaiki, jadi mungkin sebentar lagi sampai,” jawab Aruna sedikit kecewa karena Ansel tak memberi kabar sejak tadi padahal dia sudah cemas setengah mati. Bintang dan Sashi menghela napas lega. Mereka sudah takut kalau Ansel kabur atau terjadi sesuatu, ternyata hanya ban mobil saja yang kempes. “Gitu doang, ngapain pasang wajah panik. Bikin mommy jantungan saja!” Bintang bicara setelah memukul punggung Aruna. “Ish … sakit, Mom.” Aruna mengusap punggungnya yang panas karena terkena pukul. “Salahmu sendiri bikin orang panik. Untung hanya ban kempes, kalau sampai di kabur, mommy bak
“Kamu masih sering bertemu dengan wanita itu?” tanya Aruna sambil menatap serius ke Ansel yang sedang menyetir. “Wanita mana?” tanya Ansel balik sambil menoleh sekilas ke Aruna. Aruna mencebik mendengar pertanyaan balik dari Ansel. “Sarah, memangnya siapa lagi!” Aruna menjawab dengan ketus. Ansel melihat Aruna yang tampak kesal, tentu saja dia menyadari jika Aruna memang cemburu jika membahas Sarah. “Tidak,” jawab Ansel. “Kamu tidak bohong?” tanya Aruna sambil menatap Ansel. Ansel menoleh sekilas ke Aruna, lantas menganggukan kepala. “Tidak, aku tidak bohong,” jawab Ansel meyakinkan, “aku sudah mengalihkan tanggung jawab proyek miliknya ke tim, jadi aku sudah tak berkomunikasi langsung dengannya. Misal ada masalah atau yang lainnya, harus lewat tim yang aku tunjuk,” ujar Ansel menjelaskan. Aruna langsung melebarkan senyum mendengar penjelasan Ansel. Dia lega karena Ansel mengambil keputusan itu. Ansel pun lega karena sudah mengambil keputusan yang tepat. Sejak Aruna merajuk
Ansel menoleh Aruna yang hanya diam sejak bertemu dengan Sarah. Dia menyadari jika calon istrinya itu cemburu. “Kenapa?” tanya Ansel mencoba memancing Aruna bicara. “Apanya yang kenapa?” tanya balik Aruna tanpa menoleh Ansel. “Iya kenapa jadi diam terus sejak tadi?” tanya Ansel menjelaskan. “Lagi malas bicara,” balas Aruna sambil memasang wajah kesal. Ansel menepikan mobil ke bahu jalan. Dia tak mau melihat Aruna yang merajuk seperti itu. Aruna terkejut melihat Ansel menepikan mobil, tapi dia juga tak mau langsung bertanya. “Marah karena tadi bertemu Sarah? Aku juga tidak tahu kalau akan bertemu dengannya,” ujar Ansel karena sikap Aruna tak seperti sebelum bertemu dengan Sarah. Aruna awalnya tak mau bicara dan masih memalingkan muka, tapi karena sangat kesal dia pun mau menoleh ke Ansel. “Kamu lihat sikapnya tadi, kan? Dia itu sok dekat, bertanya ini itu seolah kehadirannya itu diterima. Apa dia tidak keterlaluan? Aku benar-benar tak menyukainya, apalagi dia selalu memasang wa
“Mau ke mana?” tanya Bintang saat melihat Aruna menuruni anak tangga. Aruna sendiri turun menghampiri sang mommy yang ada di ruang keluarga. Dia berpakaian rapi dan santai karena ingin jalan-jalan. “Aku dan Ans mau jalan-jalan berdua, Mom.” Aruna menjawab sekalian pamit ke Bintang. “Ke mana?” tanya Bintang penasaran. Aruna melebarkan senyum mendengar pertanyaan Bintang. Dia mencium pipi ibunya itu kemudian menjawab, “Paling nonton bioskop.” “Kami ingin mengenang kebersamaan saat dulu kuliah saja, janji tidak akan pulang larut,” ujar Aruna agar sang mommy tidak melarang pergi. “Baiklah, hati-hati di jalan. Jam makan malam sudah harus di rumah,” balas Bintang mengingatkan. Aruna mengangguk lantas pergi untuk menunggu Ansel datang menjemput. Saat baru saja menginjakkan kaki di luar, mobil Ansel terlihat memasuki halaman rumah. Aruna pun menghampiri dengan wajah semringah penuh kebahagiaan. “Sudah lama nunggu?” tanya Ansel saat Aruna baru saja masuk. “Tidak, aku baru juga keluar
Aruna memperhatikan jalanan yang dilewati. Ansel berkata ingin mengajaknya ke suatu tempat setelah mereka nonton dan jalan-jalan, tapi Ansel tak memberitahu mau mengajak ke mana. “Sebenarnya kita mau ke mana?” tanya Aruna sambil menatap Ansel yang sedang menyetir. Aruna sejak tadi sudah sangat penasaran, tapi Ansel tetap tak mau memberitahu ke mana mereka akan pergi. “Lihat saja nanti, kalau aku bilang dulu, bukan kejutan namanya,” balas Ansel sambil tersenyum, lantas kembali fokus ke jalanan. Aruna benar-benar penasaran tapi Ansel tetap tak mau bicara meski sudah dibujuk. Aruna memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga dia terkejut sampai menoleh Ansel saat mobil mereka memasuki area sebuah apartemen elite. “Ans!” Aruna menatap Ansel dengan rasa tak percaya. “Dulu kamu bilang mau tinggal di apartemen ini setelah kita menikah, kan? Aku dapat unit bagus di gedung ini, jadi tak menyiakan untuk membelinya,” ujar Ansel menjelaskan. Sebagai pengusaha properti yang memiliki b
“Apa kamu mengenal ciri orang ini? Dia memakai masker dan topi, makanya susah dikenali,” ucap Ayana sambil memperlihatkan rekaman Cctv.Ansel pun memperhatikan dengan seksama orang yang tampak mencurigakan itu. Sayangnya dia pun tak mengenali ciri-ciri orang itu.Aruna duduk sambil memangku Emily. Dia pun cemas dan takut jika orang yang mengawasi Emily berniat berbuat jahat.“Aku tidak mengenalinya,” ucap Ansel dengan tatapan masih tertuju ke monitor.Ansel menoleh ke Emily yang duduk bersama Aruna. Dia pun menghampiri putrinya itu, lantas berjongkok di depan Emily.“Apa benar orang itu yang lihatin Emi di sekolah?” tanya Ansel memastikan.“Iya, jaketnya sama, topinya sama, dia juga pakai masker waktu kemarin lihatin,” jawab Emily jujur apa adanya.Ansel langsung menatap Aruna setelah mendengar jawaban Emily. Terlihat jelas raut kecemasan dalam tatapan matanya.“Emi tidak usah sekolah dulu sampai kami menikah. Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan, kalau Emi di rumah Mommy dul