“Bibi tidak bohong, kan? Kemarin Bibi bohong, ga izin ke Papi. Papi jadi marah,” ucap Emily sambil menatap Grace yang sedang menyetir. “Ga bohong. Nanti Mami dan Papi juga pasti nyusul. Sekarang Emi pergi dulu sama bibi,” jawab Grace memastikan. Emily sedikit cemas, tapi Grace tadi mengatakan jika kedua orang tuanya akan menyusul. Emily pun diam sambil berdoa Grace tidak berbohong lagi. Grace mengajak Emily ke sebuah restoran bintang lima. Di sana dia mengajak gadis kecil itu masuk ke private room yang ada di sana. “Kenapa sepi?” tanya Emily saat melihat tidak ada siapa pun di ruangan yang dipesan Grace. Grace tersenyum sambil masih menggandeng tangan Emily. “Ya, karena hanya Emi yang datang merayakan bersama Bibi,” kata Grace sambil mengajak Emily masuk. Dia juga dengan sengaja mengunci ruangan itu agar tak ada yang mengganggu. Emily bingung kenapa Grace mengajaknya ke sana, belum lagi di sana ada kue ulang tahu juga hiasan ruangan yang penuh dengan balon. “Emi, Emi tiup lilin
Emilio duduk dengan cemas menunggu orang suruhannya memberi kabar. Bahkan dia mengabaikan rasa sakit di seluruh wajah karena pukulan Ansel. [Saya sudah menemukannya, Tuan.] Emilio akhirnya mendapat pesan dari orang suruhannya yang melacak mobil Grace. Mobil sang istri memang diberi pelacak untuk memudahkannya mencari jika Grace tiba-tiba tak bisa dihubungi. [Awasi tempat itu, jika Grace tampak pergi dari sana, segera hubungi! Aku akan segera ke sana.] Setelah mengirimkan pesan ke orang suruhannya, Emilio pun pergi begitu saja dari ruangannya untuk menemui sang istri yang diyakini membawa kabur Emily. Emilio berjalan menuju lift dengan terburu-buru. Dia lantas mengetik pesan ke nomor asisten Ansel yang didapatkannya dari orang suruhannya. [Aku menemukan di mana istriku, jika bosmu percaya kepadaku, datang ke sini.] Emilio mengirim pesan sambil memberikan alamat restoran tempat Grace kini berada. Emilio pergi bersama sopirnya. Dia duduk dengan gelisah sambil menatap layar ponseln
“Grace.” Emilio mendekati Grace dengan perlahan. Grace memeluk Emily semakin erat. Dia terlihat takut kalau suaminya itu mengambil Emily darinya. “Mau apa? Dia anakku, jangan ambil dia.” Grace mencoba menyembunyikan Emily dari suaminya. Aruna menggenggam erat tangan Ansel. Dia takut kalau Grace melakukan sesuatu ke Emily, apalagi sekarang gadis kecil itu tak bergerak sama sekali membuatnya begitu cemas. “Tidak, aku tidak akan mengambilnya,” ujar Emilio membujuk. Emilio menoleh ke kue yang sudah bercampur lilin, lantas menatap Grace yang sedang membelai Emily. “Dia ulang tahun hari ini, kan?” tanya Emilio mencoba mengalihkan perhatian Grace agar bisa mendekat. “Iya, kamu lihatkan aku menyiapkan kue, balon, juga hadiah untuknya,” jawab Grace mau menanggapi ucapan Emilio. Emilio tersenyum agar Grace merasa tenang. Sikap Grace yang seperti sekarang ini, sama dengan enam tahun lalu setelah satu bulan kehilangan calon anak mereka. “Kuenya cantik, pasti Emi senang, kan?” tanya Emili
“Emi, bangun.” Ansel menepuk pipi Emily untuk membangunkan saat mereka sudah berada di mobil. Emily tak bereaksi sama sekali, membuat Ansel semakin cemas. “Kenapa Emi tidak bangun? Biasanya Emi mudah dibangunkan,” ucap Ansel sambil menatap Aruna dengan kecemasan yang tak bisa disembunyikan dari tatapan matanya. “Kita ke rumah sakit, ada kemungkinan Emi diberi obat tidur. Kamu dengar tadi wanita itu bilang kalau dia membuat Emi tidur karena terus rewel,” balas Aruna yang juga cemas. Ansel pun berpikir demikian. Dia pun meminta Rio untuk mengantar mereka ke rumah sakit tempat Sashi bertugas. Ansel menatap Emily sambil mengusap kening putrinya itu. Dia begitu takut jika terjadi sesuatu dengan Emily. Rio mengemudikan mobil menuju rumah sakit. Saat sampai di sana, Sashi dan perawat sudah menunggu di IGD karena Aruna sudah menghubungi lebih dulu sambil menjelaskan kondisi Emily. “Baringkan di sini,” ucap Sashi saat mereka sampai di ruang IGD. Ansel membaringkan Emily perlahan, lanta
Grace berjalan keluar dari lift. Perutnya terlihat besar karena dia sedang hamil delapan bulan. Grace berjalan sambil sesekali mengusap perut, satu tangan menenteng paper bag berisi kotak makanan untuk suaminya. “Siang, Nona.” Staff Emilio menyapa Grace yang berpapasan dengannya. Grace mengangguk dengan senyum ramah. Dia terus mengayunkan langkah riang, meski perutnya besar dan mudah lelah saat berjalan. Grace sudah sampai di depan pintu ruangan Emilio. Dia tidak mengetuk pintu, tapi langsung membuka pintu itu. Namun, baru saja Grace membuka sedikit pintu ruangan itu, dia berhenti mendorong saat mendengar percakapan suaminya dengan pengacara pribadi Emilio yang tak lain Citra. “Tidak bisa, kamu gugurkan kandungan itu. Grace hampir melahirkan, aku tidak mau jika dia sampai tahu soal hubungan kita.” “Kamu tidak bisa lepas tanggung jawab begitu saja. Kita melakukannya atas kesadaran kita, bagaimana bisa kamu sekarang lepas tanggung jawab!” “Bukankah aku sudah bilang, ini kesalahank
“Lalu maksudmu sekarang apa? Kamu tahu jelas jika itu salahmu. Kalau kamu bisa menahan perilakumu, kamu juga tidak akan terjebak masalah seperti ini.”Aruna mendengar suara Emilio, hingga dia keluar lantas mendengarkan cerita pria itu.“Kamu tahu istrimu sakit, tapi bagaimana bisa kamu membiarkannya pergi begitu saja sendirian. Bagaimana kalau dia melukai orang lain?” Aruna terus bicara untuk meluapkan kekesalannya.“Kupikir dia sembuh. Dia meminta agar bisa kembali menata hidupnya yang baru. Aku benar-benar tak menyangka kalau Grace ternyata mencari tahu soal Emily,” balas Emilio menjelaskan.“Meski kamu ayah kandungnya, tapi kamu tidak pernah berhak memilikinya,” ucap Ayana.Emilio menatap satu persatu orang di sana. Dia pun mengembuskan napas pelan.“Aku tidak pernah bermaksud mengambil Emi dari kalian. Aku menyadari kesalahanku sejak tahu Citra meninggal, aku tidak mungkin bisa membalikkan semuanya, meski aku sudah berusaha memperbaikinya,” ucap Emilio dengan ekspresi wajah penuh
Emily masih berada dalam pelukan Ansel. Dia masih mengumpulkan seluruh kesadarannya karena kepala masih terasa berat.Hingga Emily memandang ke arah pintu, membuat semua orang termasuk Ansel ikut menatap ke pintu.Emilio masuk ke ruangan itu, membuat semua orang langsung menatap tak senang.“Paman itu siapa? Kenapa di sini?” tanya Emily sambil mendongak untuk bisa menatap Ansel.Ansel menurunkan pandangan ke Emily, lantas kembali menatap ke Emilio yang masuk tanpa izin.“Pa … paman ke sini untuk minta maaf,” ujar Emilio sambil melangkah perlahan ke arah semua orang. Dia ingin menyebut dirinya dengan kata papa, tapi Emilio sadar diri jika tak punya hak untuk menyandang sebutan itu.Emily masih bingung. Dia hanya menatap Emilio yang datang mendekat.Ayana meminta suami dan besannya untuk menyingkir, tapi tentunya mereka tetap berada di ruangan itu untuk mengawasi.Aruna berdiri di samping Ansel duduk. Dia memegang pundak suaminya itu agar tak bertindak gegabah karena ada Emily.Emily me
Emilio pulang setelah menemui Emily. Saat sampai di rumah, Grace berada di kamar masih tidur karena pengaruh obat tidur. Emilio mendekat ke ranjang, lantas duduk di samping Grace sambil menggenggam salah satu telapak tangan wanita itu. “Maafkan semua kesalahanku, Grace.” Emilio menunduk hingga keningnya menyentuh genggaman tangannya dengan Grace. Grace ternyata mulai sadar. Dia melihat Emilio yang sedang menunduk sambil menggenggam telapak tangannya. “Di mana putriku?” tanya Grace dengan suara lirih. Emilio langsung mengangkat wajah saat mendengar suara Grace. “Kamu sudah bangun.” Emilio mengusap lembut kening Grace. “Di mana dia? Tadi dia masih di gendonganku,” ujar Grace mencari gadis kecil yang dipeluknya. Emilio menguatkan genggaman tangan mereka sambil menundukkan kepala karena air mata yang hampir luruh. “Dia bukan anak kita, Grace. Putri kita sudah tiada karena kesalahanku. Maafkan aku, Grace.” Sekali lagi Emilio mengakui kesalahannya. Dia tak ingin terus larut di masa