"Boleh saja iya, boleh saja tidak. Itu kembali kepada bapak.""Kita ikuti saja lah, Bu."Akhirnya bubur makanan Rusly habis juga. Bu Aisyah mengukir senyum simpul. Dia berhasil merawat bayi yang bukan darah dagingnya sendiri.Bu Aisyah memang sudah lama.menhinhkan anak. Namun, Allah belum mengabulkan apa yang dia inginkan. Segala macam cara, usaha dan kerja keras sudah dilakukan. Mulai dari berobat ke dokter spesialis kandungan, berobat kampung bahkan berobat ke luar negeri sudah dilakukan. Mungkin saja Allah menguji Bu Aisyah dan Pak Hermanto.Flash Back off****"Ja-jadi Rusly bukan anak kandung ibu?" tanyaku kaget dan terkejut."Iya, Nesya."Bu Aisyah terus menangis dan sesenggukan. Air matanya jatuh tiada henti. Pantas saja Rusly bisa nafsunya membara melihat Bu Aisyah. Ternyata ini jawaban dari semua itu."Nggak mungkin! Itu pasti karangan bebas ibu saja."Rusly tidak tahu apakah sedih atau senang? Jelas, hati kecilnya merasa tersayat mendengar penjelasan Bu Aisyah baru saja."Ka
"Iya."Bu Aisyah masih belum percaya kalau Rusly seperti itu jahatnya kepada dia. Air susu dibalas dengan air tuba. Padahal, dia tidak ada sama sekali mengharapkan secuil imbalan."Pergi dari sini sekarang juga!" usirku kepada Rusly, Lala dan Ririn.Kehadiran mereka sangat melukai hatiku juga Bu Aisyah. Walaupun semuanya sudah terbongkar. Aku tetap sayang dan tulus merawat Bu Aisyah. Walaupun dia bukan ibu mertuaku kandung.Mereka semua memunguti pakaian yang sudah terletak di atas lantai. Aku merasa jijik melihat kelakuan mereka.****Hari berlalu begitu saja. Aku dan Bu Aisyah mulai menata hidup tanpa kehadiran toxic dalam rumahku."Bu, nggak usah meratapi semua yang telah terjadi!" Aku mencoba menguatkan Bu Aisyah. Padahal, aku juga masih belum percaya atas semua pengakuan Bu Aisyah.Bu Aisyah hanya mengangguk dan tidak ada sama sekali berkata."Bu, ayo makan!" ajakku agar Bu Aisyah tidak jatuh sakit.Kalau Bu Aisyah jatuh sakit, pasti aku juga yang repot merawatnya.Bu Aisyah san
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 31: Telepon dari Pak BambangAku menghela napas lalu membereskan alat makan yang sudah selesai."Biar aku saja, Nesya," ucap Bu Aisyah."Ibu istirahat saja."Bu Aisyah terus mengangkat piring kotor lalu meletakkannya ke atas westafel. Walau bagaimana pun, aku tidak tega Bu Aisyah yang membereskan piring kotor. Apalagi sampai mencucinya sebanyak ini.Tidak berapa lama, cucian piring kotor selesai kucuci. Kini saatnya istirahat.Baru saja selesai mencuci piring, ponselku berdering kembali.Kuambil ponsel lalu melihat layar yang sudah menyala. Kuperharikan dengan seksama nomor yang tertera di layar ponsel.'Nomor ini lagi, siapa sih dia sebenarnya?' tanyaku dalam hati."Lah, kenapa nggak dijawab, Nesy? Kali aja penting," ucap Bu Aisyah.Bu Aisyah melihat wajahku murung."Aa-anu, Bu."Aku menjawab asal saja."Sudah langsung jawab saja!"Aku berdiri lalu melangkah pelan berputar-putar sekitar dapur. "Halo," jawabku pelan setelah panggilan telepon t
'Ya Allah, kenapa cobaan datang bertubi-tubi? Belum kelar satu sudah datang yang lain.'Aku berpikir sejenak, dosa apa yang aku perbuat akhir-akhir ini? Aku mencoba pasrah walaupun itu tidak ikhlas hadir di dalam diriku."Nesya, kenapa kamu diam?" tanya Bu Aisyah mulai panik.Aku hanya menggeleng. Bibirku kelu seolah beku. Tidak tahu lagi harus berkata apa."Nggak usah kamu takut atau sungkan, Nesya!"Bu Aisyah terus memaksaku. Padahal, aku sudah mencoba untuk merahasiakan masalah ini dari Bu Aisyah.Tiba-tiba, sambungan telepon terputus.Aku mencari kontak sekretarisku. Aku mulai mencari tahu tentang kebenaran yang baru saja kudapat."Maaf nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi. Mohon periksa kembali nomor tujuan anda."Suara operator sangat jelas membuat tensiku naik. Aku ingin bercakap kotor semua isi kebun binatang. Namun, aku teringat kalau ibu mertuaku ada di sampingku.Perlahan, kutarik napas berat lalu membuangnya secara kasar. Kepalaku terasa pening membuatku tidak sanggu
"Terima kasih banyak, Bu."Aku tidak lupa mengucap terima kasih kepada Bu Aisyah. Hanya terima kasih dan terima kasih yang bisa aku katakan."Bu ... Aku permisi sebentar mau mengurus perusahaanku yang sudah diambang bangkrut.""Apa?!" tanya Bu Aisyah kaget.Bu Aisyah menghampiriku lalu memukul bahuku memberi empati."Perusahaan yang papa bangun dari nol sudah mau gulung tikar, Bu.""Kenapa bisa?!" tanya Bu Aisyah panik.Aku melangkah menuju kursi di ruang tamu. Perasaanku sudah tidak karuan. Pikirku sudah mau pecah memikirkan semua yang datang tiada henti.Bu Aisyah mengekoriku."Aku juga nggak tahu kenapa bisa begini, Bu.""Sudah kamu coba cek data uang masuk dan keluar? Mana tahu ada yang bermain di belakang kamu."Aku menatap ke arah Bu Aisyah. Benar juga apa katanya. Aku harus bangkit dan mencari tahu siapa dalang dari semua ini."Belum, Bu. Aku hanya percaya saja kepada Rusly dan asistenku. Selama ini tidak ada masalah.""Kamu itu terlalu percaya kepada orang, Nak! Ibu juga sudah
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 32: Terkuak"Mana nomor yang baru saja menghubungi kamu?" tanya Bu Aisyah kepadaku."Buat apa, Bu?" tanyaku kembali.Aku heran kenapa ibu mertuaku malah meminta nomor itu. Perasaan cemas dan curiga kutepis dari pikiranku. Aku merogoh ponsel milikku di saku celana."Sebentar, Bu."Aku mengotak-atik layar ponselku. Tidak butuh waktu lama nomor baru yang menghubungiku telah kutemukan."Ini, Bu."Aku memberikan ponselku kepada Bu Aisyah.Tidak berapa lama, Bu Aisyah mengetik nomor itu ke layar ponselnya. Suara dering terdengar jelas dari gawai milik ibu mertuaku.[Halo ...,] ucap Bu Aisyah setelah sambungan telepon terhubung.[Halo. Maaf dengan siapa?] jawab pria itu di ujung sana.Bu Aisyah memberikan kode kepadaku agar tidak ribut atau ikut campur.[Aku Bu Saskia. Ingin menawarkan kerja sama dengan perusahaan bapak. Kalau boleh tahu bisa ketemu sekarang juga?]Aku tidak mengerti apa maksud dan tujuan ibu mertuaku menghubungi nomor itu. Aku hanya bi
"Nesya ...! Nesya ...! Kamu itu terlalu polos atau lugu? Ririn dan Lala itu seperti ulat bulu.""Maksudnya, Bu?" tanyaku spontan.Bu Aisyah menghela napas lalu membuangnya dengan kasar. Dia harus membasmi kejahatan yang dilakukan Ririn dan Lala."Aku belum mudeng, Bu. Tolong jelaskan dengan detail dan pelan!""Kita harus memberikan iming-iming kepada Bambang agar dia datang bersua dengan kita. Kita harus minta keterangan detail dari dia lalu jangan lupa untuk direkam sebagai bukti."Bu Aisyah sangat semangat bercerita sehingga tenggorokannya merasa kering."Aduh nggak ada minum ini?" celetuk Bu Aisyah."Oh sebentar, Bu."Aku berjalan menuju dapur. Kuambil gelas kaca lalu menuang air minum dari teko. Tidak berapa lama air itu penuh dan aku kembali melangkah ke ruang tamu dimana Bu Aisyah menungguku."Ini, Bu."Aku memberikan gelas berisi air putih kepada Bu Aisyah. Dia meneguk minum itu sekali teguk langsung habis. Aku terkejut melihat Bu Aisyah minum sekali teguk."Maafkan aku, soalny
"Sebelum kita mengundang Rusly, Lala dan Ririn ke sini. Kita ke kantor polisi terlebih dahulu.""Ibu kok menjelaskannya berbelit-belit sih kek uget-uget kalau jalan."Aku tidak tahu kenapa emosiku tidak bisa diredam. Apakah ini faktor lelah menghadapi masalah yang ada atau apa?"Kamu jangan emosian. Tenang saja, Nesya. Pokoknya aku tidak akan menjerumuskan kamu.""Terus rencana ibu apa?" desakku tidak sabar."Setelah kita lapor ke pihak berwajib. Kita setting polisi datang setelah mereka sudah datang. Jadi, mereka bakalan mendekam dibalik jeruji besi seumur hidup."Aku langsung semangat mendengar ide cemerlang ibu mertuaku. Ternyata, beliau sangat cerdas dan berbakat."Aku sudah tidak sabar melihat Ririn dan Lala mendekam di balik jejuji besi.""Pokoknya kita buat mereka itu menyesal dan menuai hasil dari yang mereka semai."Bu Aisyah meneguk air putih di gelas itu. Dia tidak ingat kalau air minumnya sudah ludes diteguk tadi.Aku tertawa geli melihat tingkah ibu mertuaku. Namun, seket