Atama POV
*****Aku memesan minum, sebotol Wishkey mungkin bisa menghangatkan hatiku yang beku. Atau setidaknya aku bisa melepaskan kepedihanku walaupun sesaat, dan tentu saja aku belum pernah menyentuh minuman beralkohol sebelumnya.Kutuang minuman berwarna pekat itu ke dalam gelas model Serry copita yang berlekuk, menggoyangkannya sampai isinya teraduk.Aku meminumnya, tidak peduli minuman ini memiliki rasa yang kuat, pahit, dan aroma tajam yang terasa tabu bagi lidahku. Namun, aku tidak mencari rasa. Aku hanya ingin lupa jika hari ini pernah ada.Selama Whiskey masih di mulut, minuman ini dapat berganti rasa. Unik memang. Bisa manis, sedikit pahit, sedikit rasa buah, dan sebagainya yang sulit kudefinisikan.Aku menyulut sebatang rokok. Menikmatinya, tidak peduli aku bagaikan perempuan jalang hari ini. Aku hanya ingin melupakan sejenak saja sakit hati, sejenak saja tanpa air mata.Jujur aku lelah.Perkataan Wahyu semakin membuatku berantakan, apakah benar semua yang dia katakan, dan seribu asumsi ini-itu terus berkecamuk di hatiku.Tuhan...Takdir apa yang kau siapkan untukku?Aljabar terasa seperti membunuhku secara perlahan. Aku membencinya dengan seluruh cinta. Aku menangisinya dengan semua air mata yang kumiliki."Kamu ngapain di sini? Kamu minum, Ta?"Laki-laki itu, aku tidak tahu kapan datang, ya Tuhan, semua makhluk sudah seperti jailangkung yang datang tak dijemput pulang tak diantar.Aku diam. Tidak menjawabnya barang sepatah pun.Kuraih gelasku lagi, mengisinya hingga penuh lalu menghabiskannya sekali teguk."Ada apa, Ta?" Lelaki itu mengambil botol minumanku. Mencoba menghentikanku dan merebut botol sesaat setelah kuraih gelas kedua."Nggak usah ikut campur! Aku mau sendiri. Balikin minumanku," ucapku angkuh.Lexi menatapku, kepala ini terasa pusing dan berdenyut, tapi aku masih bisa melihatnya dengan sangat jelas."Kamu kurus banget, Ta. Ada yang salah? Apa dia nggak bisa menghidupi kamu?"Aku menatapnya sendu. Tersenyum getir.Lebih dari itu, Lexi. Dia hampir membunuhku dengan cinta ini. Hatiku berbunga lalu aku terpedaya sampai tak berdaya, ucap batinku pedih."Bisa lah, beliin Hp ceweknya aja dia mampu, apalagi cuma ngasih makan aku," ucapku sambil tertawa hambar."Ata... " ucap Lexi cepat. "Ata, ada apa?" ulangnya.Mataku menatapnya, lalu berlarian meneliti seluruh ruangan seolah mencari jawaban atas berbagai pertanyaan yang menggantung di benakku. Apakah Al sudah tidak mencintaiku lagi?"Al selingkuh, Lex." Ucapan spontanku membuatnya mengerjap. Aku tidak tahu kenapa aku hanya bisa menangis dan hanya ingin menangis."Aku udah pernah bilang sama kamu, dia nggak pantes buat kamu," kata Lexi sambil mengusap bahuku.Aku berdiri impulsif. Terhuyung lalu menarik-narik bajunya dan memukul-mukul dadanya dengan tangisan yang semakin menjadi-jadi. Bagaimana mungkin aku sendiri tidak tahu, kenapa Al Mampu menjadikan aku serapuh ini?"Aku benci sama dia, Lex... aku benci. Benci karena aku nggak bisa ninggalin dia.""Buat apa kamu masih bertahan? Kamu bisa mengasuh bayi kamu sendiri, membesarkannya sendiri, dan setelah itu kamu bisa menata masa depan kamu."Nyatanya tak semudah itu, aku tak sanggup menyaksikan bayiku hidup tanpa ayah. Aku juga tak sanggup jika harus kehilangan dia. Bodohnya aku."Aku cinta sama dia, Lex. Dia masa depanku."Tangisan ini tidak pernah bisa kuhentikan, aku tidak tahu kenapa mencintai Al akan semenyakitkan ini?"Bentar lagi aku bakalan lulus, kamu bisa ngelanjutin hidup bareng aku. Tinggalin dia. Kita mulai semuanya, aku udah pernah bilang sama kamu, aku bakal nerima kamu kapan pun kamu mau, dan aku pasti nerima kamu," ucapnya tulus. Dan ketulusan semacam ini pernah juga kudapatkan dari Aljabar. Laki-laki macam apakah yang masih pantas kupercaya?"Mempunyai status sebagai janda? Aku belum dua puluh tahun, Lex.""Ini soal hati, bukan soal umur.""Plis, balikin minumanku," pintaku."Nggak akan!""Plis, Lex... kali ini aja!"Aku merebut botol minuman, meneguknya kembali, membuat perutku mual seperti teraduk. Kepalaku pusing dan berat, tubuhku terasa aneh. Sedikit mengantuk.Lantai marmer yang kupijak terasa seperti lunak, meja yang kusentuh seperti lembek. Mendadak rasanya ingin tertawa, lalu tiba-tiba aku sedih dan ingin menangis. Sesaat kemudian aku merasa seperti berada di sebuah labirin dan aku terperangkap di dalamnya.Aku berlari, bernapas terengah-engah, dan Aljabar berada di hadapanku, aku meraih tubuhnya, mencium bibirnya dalam-dalam memeluknya begitu erat.Aku tidak ingin melepasnya. Dan dia menyambutku dengan hangat, sejenak aku merasa sangat bahagia dan beban ini terlalu ringan di pikiran. Sampai aku merasa tubuhku sulit bergerak.Tidak tahu apa yang terjadi malam itu, banyak potongan-potongan ingatan yang masih berada di kepala. Namun, sebagian lainnya hilang. Seperti puzzle yang tidak lengkap. Aku tidur di kamar lamaku, kamar yang kurindukan.Siapa yang membawaku pulang semalam? Kemana Aljabar yang semalam begitu hangat kepadaku? Dan benarkah Aljabar yang membawaku pulang ke rumah ini?Aljabar, kamu kah itu?*****Mencoba mengingat-ingat siapa yang membawaku pulang malam itu, dan hal yang tertinggal di ingatan adalah Aljabar yang menggendong dan menyelimuti tubuhku semalam, tapi kemana dia pergi?Aku menghambur keluar, masih dengan celana pensil dan kaos gambar kartun karakter Doraemon yang kupakai semalam. Sempat berpapasan dengan Wulan di dekat meja dan hendak berjalan menuju kamarnya."Dek, Kak Al, semalem ke sini, kan? Kemana dia sekarang?""Aku nggak tau, Mbak. olang aku udah tidul dali jam setengah sembilan," ucapnya dengan suara cadel khasnya."Eh... sundalnya Mama udah bangun, gimana tidurnya? Nyenyak?" celetuk Arlan yang sedang mengambil air dari lemari pendingin. Nadanya sangat sinis, membuatku muak, apakah dia orang suci bisa terus memakiku sesuka hatinya?Aku menunduk, tidak berani menatap mata Arlan yang sudah pasti menatapku penuh kebencian. Dia mendekat padaku setelah meneguk air dari botol di lemari es. Bersedekap dan berdiri angkuh di hadapanku."Masuk kamar, Wulan! Kamu harus belajar jadi anak baek-baek, jangan jadi sampah!"Wulan mengangguk patuh, lalu pergi."Al selingkuh? Sukurin!" ucapnya sadis.Aku hanya diam, berusaha untuk meredam sakit hati."Dan ngapain mabok-mabokan? Mau jadi apa? Kimcil? Alasan patah hati kamu yang jadi kambing hitamnya? Emang kamu punya hati, kok masih patah?""Kakak nggak berhak ngomong kayak gitu!" Jawabku tidak terima dengan kalimat yang Kak Arlan lontarkan.PLAK!Aku memegangi pipiku yang memerah.Lagi?Untuk yang kesekian kali Kak Arlan memukulku!Adilkah ini untukku?"Apa sih salah Ata sama Ka---?"PLAK!Panasnya tamparan kembali menyalami pipiku lagi sebelum aku selesai dengan kalimatku."Contoh tuh, Wulan. Anaknya Papa, adik aku tuh. Nggak kayak kamu. Bisanya cuma bikin malu keluarga doang. Anak haram!" Dia menunjuk-nunjuk wajahku dengan tatapan penuh kebencian.Apa tadi?Apa aku salah dengar?Anak haram katanya?Apa aku sehina itu di matanya hanya karena aku anak dari hasil perselingkuhan?Atama POV*****"Contoh tuh, Wulan. Anaknya Papa, adik aku tuh. Nggak kayak kamu. Bisanya cuma bikin malu keluarga doang. Anak haram!" Dia menunjuk-nunjuk wajahku dengan tatapan penuh kebencian.Saat itu, Kak Arlan hendak pergi tapi aku menahan lengannya dengan cepat. Tak terima dengan ucapannya yang menyebut aku sebagai anak haram."Salahku, Kak? Semuanya salahku Papa sama Mama bertengkar terus? Salahku punya kakak yang kasar dan suka mukul? Salahku punya adik yang hampir sempurna? Salahku, Kak? Salahku juga kenapa aku harus lahir?" Ucapku dengan air mata yang mengumpul di pelupuk mata. Menahan gejolak sesak yang seakan merampas oksigen dari paru-paruku."Ya, semua salah kamu! Kamu bikin aku sadar, ada yang salah sama keluarga kita!" Tekan Kak Arlan sama sengitnya.Aku bergeming, satu pertanyaan yang selama ini tersimpan rapat di hati seolah meluncur bergitu saja dalam pikiranku.Lantas, jika aku hanya anak haram, siapa ayah biologisku?"Kalo otak kamu di kepala, pasti nggak bakal ke
Atama POV*****Entah ke berapa puluh kali ku kirimkan pesan pendek kepada Al, sampai pukul tujuh malam dia baru membalas pesan pendekku.Nanti malam aku pulang, Ta.Aku langsung membalas.Kamu nggak apa-apa kan, Al?Tidak ada jawaban lagi setelahnya.Sampai malam telah larut, akhirnya terdengar suara ketukan pintu. Sesuai seperti yang kukatakan sebelumnya, aku akan memeluknya ketika dia kembali.Ya, menjatuhkan diriku ke pelukannya dan menangis ketika dia datang, aku takut sekali kehilangan dia.Sangat takut.Tapi saat aku membuka pintu dan mendapati wajah Aljabar pun sama babak belurnya, aku pun tahu satu hal bahwa apa yang dikatakan Tante Dayu pasti benar adanya.Aku berjalan menuju kamar setelah memutar kenop pintu dan membiarkan Aljabar masuk. Mengekor di belakangnya dengan degup jantung yang bertalu tak menentu."Apa yang udah kamu lakuin sama Lexi? Kamu mukulin dia?" Tanyaku saat itu. Aku tidak tahu kenapa pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutku karena pada dasarnya a
Atama POV*****Dua hari sejak hari itu, Aljabar sama sekali tidak kembali ke rumah.Perasaan takut, khawatir, semuanya bercokol kuat di hatiku. Terlebih, dia benar. Aku takut kehilangannya. Aku lelah berkutat dengan gelisah itu tiap waktu. Butuh tempat bercerita kuputuskan datang pada keluargaku. Menceritakan semuanya dan berharap mereka akan menguatkan atau menenangkanku."Aljabar adalah pilihan kamu, Ata. menikah dengannya adalah konsekuensi dari perbuatan kamu sendiri, jadi buat apa ditangisin?"Itu yang Mama ucapkan dengan acuhnya saat aku bercerita sambil menangis mengenai perselingkuhan Aljabar. "Udah mau jadi janda aja, nih? kasian bener tuh bayi."Itu yang Kak Arlan ucapkan dengan entengnya."Aku nggak ngerti urusan orang dewasa, Mbak. Bukan karena aku nggak peduli. Sungguh."Setidaknya benar, adikku memang belum mengerti."Papa udah bilang, lepasin kalo itu berat. Papa sibuk, Ata. Hari ini banyak masalah di tempat kerja. Belajarlah mengatasi masalah kamu sendiri. Papa pusi
Aljabar tidak tahu apa yang terjadi setelah malam itu, yang dia tahu, saat dia kembali ke rumah, Ata sudah tidak ada bahkan beberapa pakaian milik istrinya itu juga ikut raib dari lemari.Pertengkaran hebat yang terjadi malam tadi membuat Aljabar hampir gila, saat dia tersadar bahwa perbuatannya mungkin nyaris membunuh istrinya sendiri.Dan dia menyesal, sungguh.Dia ingin meminta maaf dan memeluk istrinya."Ma, Ata di sini?" Tanya Aljabar pada Ibu mertuanya. Aljabar yakin Ata pulang ke rumah orang tuanya itulah sebabnya dia datang ke sini."Loh, dia nggak kesini. Emang dia pamit ke sini?" Mama mertuanya balik bertanya. Membuat bibir pemuda yang mengenakan kaus hitam itu bergetar, bingung harus menjawab apa."Eng... Nggak sih, Ma. Tepatnya dia nggak pamit mau kemana. Tapi, dia nggak ada di rumah sekarang," jawab Aljabar sambil menunduk. Tenggelam dalam tumpukan sesal."Maksud kamu Ata minggat?" Mama mertuanya mendelik, tatapannya mengintimidasi. Namun Aljabar tak berhak membalasnya de
Aljabar POV*****Bola api raksasa semburatkan pendar cahaya menyilaukan mata.Aku menipiskan penglihatanku yang kabur akibat air yang membendung di kelopaknya. Berusaha menyempurnakan tatapan pada sebidang gundukan tanah berbingkai keramik marmer berwarna putih gading di hadapanku.Makam ini selalu bersih dan terawat karena pihak keluarga yang memang menyewa jasa pembersih makam untuk membersihkannya secara rutin."Apa kabar, Ta?" Ucapku hampir tak bersuara. Saking pelannya suara itu. Posisiku kini sudah berjongkok di sisi makam. Menyentuh ukiran nama yang bertuliskan "Atama Lovenia" di batu nisannya.Air mataku menitik seketika.Ada sesak yang mengutuk hatiku di senja hari yang sunyi ini. Serangan membabi buta yang berdiam di dadaku dan tak bisa kuantisipasi.Meski sudah lima tahun berlalu, namun penyesalan atas rasa bersalahku pada Atama tak juga lenyap dari kehidupanku.Kepergian Atama sukses menjadi hukuman terberat yang Tuhan beri untukku.Lima tahun yang lalu, ketika pihak kel
Hujan semakin deras, mengguyur jalanan dengan menyebarkan aroma petrichor merasuk penghidu. Debu-debu yang tadinya terbang bebas di udara kini jatuh terhempas bersama buliran-buliran kristal dingin yang membasahi bumi.Perempuan bernama Rassi itu mengusap kepala Althair yang tampak asyik bermain dengan teman sekolahnya di sebuah arena permainan anak di dalam Mall. Mereka begitu cepat akrab.Sementara di luar area bermain, Aljabar dan Kinan menunggu sambil menikmati kopi hangat. Mereka tidak ikut masuk karena memang hanya satu orang penjaga saja yang diizinkan masuk olek pihak wahana permainan dan mereka mempercayakan Chelsea pada Rassi.Ada perasaan lain yang kini mengkontaminasi pikiran Aljabar. Matanya memang tertuju pada di mana kini Chelsea berada, namun pikirannya melekat pada perempuan dewasa nan cantik jelita bernama Rassi itu. Ini bukan soal paras sempurna yang dimiliki Rassi, tapi lebih pada cara Rassi menatapnya tadi.Sebuah tatapan yang begitu dalam Aljabar rasakan. Menusuk
"Pa, Papa? Papa?"Sebuah guncangan yang cukup keras di lengannya membuat lamunan Aljabar terpecah.Lelaki itu mengalihkan pandangannya ke arah sang anak di sisinya. "Ya sayang," sahutnya mencoba menunjukkan perhatian."Papa kenapa sih, seneng banget ngelamun nggak jelas? Nggak di lumah, nggak di lumah Oma, di kantol, seling banget ngelamun," keluh Chelsea yang memang sudah hafal akan kebiasaan buruk Aljabar selama ini.Aljabar terkekeh. "Maaf, Papa cuma lagi seneng aja kalau Chelsea sekarang punya teman dekat di sekolah. Jadi nggak ada alasan lagi besok-besok Chelsea nangis kalau mau berangkat sekolah ya?" Balas Aljabar berusaha mengalihkan percakapan."Loh, emangnya Chelsea suka nangis kalau mau sekolah?" Sambung Althair yang tampak terkejut.Sementara Chelsea hanya memasang wajah cemberut, Aljabar pun menjawab, "iya Al, Chelsea itu susah banget kalau diajak sekolah. Tapi sekarang Om yakin Chelsea akan lebih semangat sekolah karena ada Al, iyakan sayang?" Tanya Aljabar pada Chelsea,
"Dan mobil yang meledak itu adalah kendaraan taksi online yang ditumpangi Atama, putri Bapak dan Ibu. Sebelumnya saya mohon maaf atas kelalaian istri saya dalam berkendara. Tapi, dalam hal ini, saya maupun Bapak dan Ibu, sama-sama kehilangan karena Istri saya pun turut meninggal dalam insiden tersebut setelah mobilnya menabrak taksi online yang ditumpangi Atama,""Apa hak lo memakamkan jasad istri gue tanpa persetujuan keluarga? Hah? Jangan coba-coba memanipulasi keadaan! Atama nggak mungkin meninggal semudah itu! Lo pasti udah sembunyiin dia, kan? Di mana Atama? DI MANA ISTRI GUE BRENGSEK!"*Dalam keheningan malam di balkon kamar kediaman pribadinya, Aljabar kembali teringat akan kejadian lima tahun silam di Solo, sewaktu dirinya mengetahui bahwa Atama sudah meninggal.Orang pertama yang menjelaskan kronologi kejadian selain pihak kepolisian adalah lelaki bernama Abraham. Ia berprofesi sebagai seorang dokter bedah plastik di rumah sakit yang menampung jasad Atama pasca kecelakaan it
TIGA TAHUN KEMUDIAN...Abraham POV*****"Kamu... bukan Rassi...” kataku lirih, melemah, terduduk lunglai di lantai. Bersandar pada dinding ruangan gelap itu.Kedua rahangku kembali mengeras. Menahan sesak yang kian menjadi-jadi.Aku menggigit bibir bagian bawah, sekadar berusaha menahan genangan air di kelopak mataku supaya tidak jatuh membanjiri pipi.Jelas, aku tak ingin terlihat cengeng dihadapan wanita ini. Meski aku harus mengakui kekeliruanku selama ini, kalau wanita yang kini berdiri di hadapanku ini, bukan, dia bukan Rassiku.Wanita ini bukan istriku...*****Jakarta, Sepuluh Tahun SilamAku terdiam saat berbicara. Aku terhenti saat berjalan. Seperti ketika aku melewati taman-taman surga. Walau mata ini tertutup, tapi dia tetap terlihat. Bahkan ketika mata ini terbuka, seketika senyumnya menyambut tanpa jeda, membuatku lupa bagaimana cara untuk berkedip. Tingkah manjanya membuatku merasa menjadi satu-satunya pria paling perkasa, karena aku satu-satunya pria yang bisa melindun
Tak ada yang pernah menyangka jika Rassi Pramudita adalah anak dari salah satu pengusaha ternama di New York.Ayahanda Rassi adalah orang Indonesia yang sudah lama menetap di New York dan menjadi warga negara Amerika Serikat, sementara Ibunda Rassi sendiri merupakan wanita keturunan Korea Selatan.Paras cantik Rassi diturunkan dari sang Ibu yang awalnya berprofesi sebagai aktris ternama di Korea, namun dia pensiun sejak memutuskan untuk menikah dengan Ayah Rassi.Tidak mendapat persetujuan keluarga, itulah yang menjadi penyebab Ayah Rassi pergi ke luar negeri dan memulai karirnya sebagai pebisnis dari titik nol di New York.Siapa sangka, keuletan dan ketekunannya membuahkan hasil yang sangat memuaskan.Sementara alasan mengapa Rassi dan Rissa bisa terpisah, itu semua karena ulah seorang lelaki bernama Mo Seo Jin yang merupakan fans garis keras Ibunda Rassi.Mo Seo Jin kecewa karena idolanya pensiun dari dunia perfilman dan memilih untuk menjadi Ibu Rumah tangga biasa sehingga lelaki i
Sesampainya Atama dan Aljabar di kediaman mereka, hal tak terduga mengejutkan keduanya saat sosok Chelsea yang tiba-tiba berlari ke arah Aljabar di pintu masuk dengan senyuman yang merekah di wajah imutnya."Papa... Elsi kangen Papa..." ucap Chelsea yang langsung berhambur memeluk Aljabar."Chelsea? Kamu..." ucap Atama bingung saat tiba-tiba Arlan dan Althair diikuti Lyra dan Rama ikutan menghampiri mereka di ambang pintu utama."Chelsea baik-baik aja, Ata! Lagian sih, lo nggak angkat telepon gue!" ucap Arlan saat itu setengah berteriak."Ini, gimana bisa?" Tanya Atama yang masih saja bingung, meski dalam hati dia sangat senang."Chelsea itu udah lama kabur dari Abraham. Dan selama itu juga dia hidup terlunta-lunta sendirian di luar sana. Untungnya ada temen gue yang nemuin Chelsea." ucap Arlan setelahnya."Alhamdulillah, syukur kalau begitu? Aku harus cepet telepon Lexi, dia pasti senang mendengar kabar ini," balas Atama yang lekas mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya."Elsi nggak m
Setelah Atama memberitahu Lexi bahwa dia sendiri pun tidak mengetahui di mana kini Abraham menyekap Chelsea, lalu tak lama, wanita itu mendapati pesan masuk yang dikirim dari nomor tak dikenal, di mana nomor tersebut mengaku bahwa dia adalah Abraham.Lelaki itu mengancam Atama juga Aljabar akan membunuh Chelsea jika mereka tak datang ke lokasi di mana Abraham berada.Tak mau membuang waktu, Atama dan Aljabar pun melaporkan ancaman itu pada pihak kepolisian, selain itu, mereka juga melibatkan Lexi dalam pemecahan masalah kali ini.Hingga akhirnya, setelah mereka semua berembuk, Atama dan Aljabar pun menyanggupi permintaan Abraham.Keesokan malamnya, mereka benar-benar mendatangi lokasi yang alamatnya diberikan Abraham pada mereka.Arlan yang awalnya ingin ikut tak diizinkan oleh Nando karena kondisi kesehatan Arlan yang memang belum sepenuhnya membaik.Menahan kesal, Arlan hanya bisa menatap kepergian iring-iringan kendaraan Aljabar, Lexi dan pihak kepolisian yang meninggalkan pelatara
Mungkin, semua manusia di dunia ini pernah mengalami sebuah kejadian yang dinamakan kebetulan.Ya, kebetulan.Kebetulan yang pada akhirnya kembali mempertemukan sepasang insan manusia yang saling jatuh cinta.Semua yang terjadi seperti mimpi bagi Aljabar saat tatapannya yang tanpa sengaja tertuju ke arah sebuah motor yang melaju perlahan di sisi kendaraannya.Saat itu, Aljabar sedang berada dalam perjalanan menuju Bandung untuk menemui Ibu Marfuah. Kepergiannya ditemani Nando dan pihak kepolisian.Sesosok wanita bergaun hijau yang duduk diboncengan motor terlihat tidak asing, sehingga Aljabar pun menajamkan penglihatannya.Dan saat itulah, dia pun tersadar bahwa wanita itu adalah Atama, istrinya yang hilang satu minggu ini.Menepuk cepat bahu Nando yang mengendarai mobil, Aljabar berteriak panik."Nan, berhenti Nan! Berhenti! Hadang motor itu, Nan! Itu Atama, Nando! Itu Atama," ucapnya dengan telunjuk yang mengarah ke motor di sisi kendaraannya.Nando pun bergerak cepat mengikuti inst
Hari ini, Mami Keke dikejutkan dengan kabar hilangnya Ratu dari rumah sakit.Salah satu anak buahnya tersebut melarikan diri saat pengawasan rumah sakit sedang berkurang, terlebih saat Andra, yang merupakan salah satu bodyguard Mami Keke yang ditugaskan sang gremo menjaga Ratu sedang lengah.Masih dengan seragam rumah sakit yang dia kenakan, Ratu berjalan tertatih saat luka tembak di perutnya belum sepenuhnya pulih.Ratu harus lekas pulang ke kostannya untuk mengambil barang pribadinya sebelum dia pergi jauh dari kota ini.Setelah menjalani perawatan intensif pasca kejadian penembakan itu, Ratu terus berpikir bahwa dia tak ingin lagi kembali pada profesinya sebagai pelacur.Ratu ingin berhenti dari pekerjaan kotor itu dan mulai menata kehidupannya yang baru.Meski sampai detik ini, dia belum tahu kemana dia harus pergi.Dan mengenai alasan mengapa Ratu tiba-tiba berpikir seperti ini, itu semua tak lepas dari perasaan yang dia miliki terhadap Arlan sejauh ini.Ratu sadar sampai kapan p
Sudah satu minggu berlalu Atama disekap Abraham di Villa pribadinya.Sikap Atama yang tetap menunjukkan kepatuhan, perlahan meruntuhkan kecurigaan dalam benak Abraham yang awalnya berpikir Atama hanya berpura-pura baik padanya.Dan kejadian tadi malam, saat Atama tak menolak diajak berciuman oleh Abraham sukses membuat lelaki itu terkecoh dan mulai percaya bahwa Atama tidak sedang bersandiwara.Hingga akhirnya, Abraham pun mencoba untuk mengetes Atama, apakah wanita itu benar-benar serius dengan kata-katanya tempo hari, atau memang hanya sekadar ingin mengelabui dirinya.Hari ini, Abraham yang awalnya menyekap Atama di lantai teratas Villa pribadinya, sengaja mengajak wanita itu keluar dari persembunyian untuk menikmati indahnya hari.Abraham membiarkan Atama berkeliaran bebas di Villa itu hanya dengan penjagaan seadanya."Ini Bu Marfuah. Dia asisten rumah tangga di sini yang akan membantumu menyiapkan kebutuhanmu, sayang," ucap Abraham memperkenalkan seorang wanita paruh baya bernama
"Sudah cukup aku bersabar menunggumu kembali padaku, sayang... Dan sekarang, aku tak sudi menunggu lagi!" ucap Abraham yang dengan cepat merobek pakaian yang dikenakan Atama saat itu.Atama menjerit saat Abraham hendak memperkosanya.Namun, semua usaha pemberontakannya tak kuasa menahan keganasan Abraham. Lelaki itu sudah seperti monster yang siap menerkam Atama.Masih berusaha mempertahankan diri, Atama tiba-tiba berteriak, "Baik, baiklah, aku akan menuruti semua perintahmu, Ab. Tapi aku mohon, jangan sakiti aku untuk saat ini. Beri aku waktu sampai aku benar-benar siap. Aku berjanji, setelah ini, aku akan selalu mendampingimu..." Atama bicara sambil menangis. Menutupi kedua bukit kembarnya yang masih tertutup pakaian dalam dengan kedua tangannya yang dia silangkan.Mendengar ucapan Atama, nafsu Abraham yang tadinya sudah menggebu perlahan surut. Lelaki itu tak menyangka jika Atama akan berbicara seperti itu."Apa, kamu tidak berbohong, Ata?" ucapnya serak.Atama mengangguk. "Ya, aku
Hari sudah beranjak sore, Atama masih terkurung di sana.Di dalam kamar itu.Dia kelaparan dan kehausan.Sudah berbagai cara dia coba untuk melarikan diri, namun tak ada satu pun usahanya yang berhasil.Bahkan jendela kamarnya saja dilapisi dengan teralis besi. Atama tak menemukan celah sedikit pun untuknya bisa keluar dari kamar ini.Satu hal yang hanya bisa dia lakukan adalah menutup tubuhnya yang terbuka dengan pakaian wanita yang dia temukan di dalam lemari kamar.Entah itu pakaian siapa, Atama tak memperdulikannya. AC di kamar itu begitu dingin, dan dia butuh pakaian yang lebih tertutup.Setelah lelah menangis bahkan suaranya nyaris hilang karena terus menerus berteriak seperti orang gila sejak tadi pagi, Atama kini hanya bisa tergolek lemah di sudut lantai kamar.Duduk memeluk lutut dan berurai air mata.Pikirannya tak lepas dari Aljabar dan Althair.Atama benar-benar menyesal karena tidak mempercayai ucapan suaminya.Hingga malam pun akhirnya tiba.Atama yang sudah lemas hampir