Atama POV
*****"Contoh tuh, Wulan. Anaknya Papa, adik aku tuh. Nggak kayak kamu. Bisanya cuma bikin malu keluarga doang. Anak haram!" Dia menunjuk-nunjuk wajahku dengan tatapan penuh kebencian.Saat itu, Kak Arlan hendak pergi tapi aku menahan lengannya dengan cepat. Tak terima dengan ucapannya yang menyebut aku sebagai anak haram."Salahku, Kak? Semuanya salahku Papa sama Mama bertengkar terus? Salahku punya kakak yang kasar dan suka mukul? Salahku punya adik yang hampir sempurna? Salahku, Kak? Salahku juga kenapa aku harus lahir?" Ucapku dengan air mata yang mengumpul di pelupuk mata. Menahan gejolak sesak yang seakan merampas oksigen dari paru-paruku."Ya, semua salah kamu! Kamu bikin aku sadar, ada yang salah sama keluarga kita!" Tekan Kak Arlan sama sengitnya.Aku bergeming, satu pertanyaan yang selama ini tersimpan rapat di hati seolah meluncur bergitu saja dalam pikiranku.Lantas, jika aku hanya anak haram, siapa ayah biologisku?"Kalo otak kamu di kepala, pasti nggak bakal kejadian kamu hamil, nikah pas kamu masih ingusan dan bego! Susah ya, ngomong sama anak pelacur, kamu sama Mama tuh nggak ada bedanya! Apa? Mau ngelawan lagi?" Rahang Kak Arlan mengeras sampai tampak urat-urat lehernya. Matanya berlarian tanpa tahu kemana hendak bermuara.Cukup!Aku lelah!"Maaf, Kak. Ata nggak maksud ngelawan, tapi Kakak udah kelewatan... " Air mataku kembali memenuhi kelopak, luruh bulir demi bulir, namun ucapanku tak lagi berapi-api. Suaraku melemah. Selemah tubuhku saat ini."Sudah, sudah!" timpal Papa yang datang tiba-tiba. Entah sejak kapan Papa berada di sini."Masuk kamar, Ata," ucap Papa sambil mengusap kepalaku.Tanpa bicara aku pun menuruti perintah Papa."Kamu ini kenapa sih, susah dibilangin. Biar bagaimana pun Ata itu adikmu. Nggak bosan kamu merundungnya terus?" Omel Papa pada Kak Arlan yang masih terdengar meski derap langkahku mulai menjauh menuju kamar.Tidak adakah satu saja manusia di dunia ini yang mencintaiku sepenuh hati? Yang menganggap aku penting dan memiliki sedikit saja rasa empati, secuil saja! Atau taruhlah sedikit saja rasa iba jika cinta atau simpati tidak pantas melekat pada diriku.Kenop pintu kuputar, menutup daun pintu dan memutar pula anak kuncinya. Kemudian aku rebah di atas tempat tidur.Aku menatap langit-langit ruangan, berharap air mata yang menggenang dan kutahan agar tidak jatuh, tetapi sekuat apa pun aku berusaha air mata itu tetap meronta dan menjatuhkan diri satu persatu.Penghakiman, sebuah kata yang paling sulit kuterima, kenapa tidak ada seorang pun yang mengusap pundakku lalu berkata, tenanglah, semua akan baik-baik saja. Bukankah kalimat itu lebih mudah diucapkan dari pada hujatan dan caci maki?Di kamar ini aku terdiam dalam kebekuan dan mengunci diri.Ada tangan mengetuk pintu dan segera kupersilakan masuk. Kubuka daun pintu. Ada Papa berdiri di sana dan seketika Papa meraihku dalam pelukannya."Ada apa sampai kamu sekacau ini, Ata?""Al selingkuh, Pah," jawabku sambil memeluk Papa dengan manja."Kalau kamu udah nggak kuat sama dia, maka tinggalkan dia. Bukankah Papa udah pernah bilang itu sama kamu?"Aku menatap mata Papa lekat-lekat, dia mengusap air mata yang meleleh di pipiku dengan ujung jari."Sama seperti Papa nggak bisa kehilangan Mama? Ada lubang dalam di dada, Pa," jawabku sambil tergugu. Membongkar fakta yang ada tentang sosok Papa yang kini memelukku. Bukan, dia bukan laki-laki yang sudah menanam benih di rahim Ibuku hingga benih itu tumbuh menjadi diriku, dia hanya seorang lelaki dengan hati seluas samudra yang bisa memberi maaf meski sudah dikhianati dengan sangat."Kamu mencintai Al?" Tanya Papa lagi.Aku mengangguk."Bagaimana dengan Papa? Bagaimana jika pertanyaan itu Ata kembalikan pada Papa? Apa Papa mencintai Mama?"Dia mengangguk mantap, menyematkan ciuman di dahiku lalu menjawab, "Sangat, sama seperti Papa mencintaimu walau kamu bukan anak kandung Papa, Ata,"Jantungku memompa darah dengan cepat. Tak bisa kukendalikan vibrasinya. Secara visual tampak kesedihan di hati Papa saat mengatakan itu padaku. Kenapa Papa tak jujur dari dulu?"Jadi aku anak siapa, Pa?"Geming sejenak."Jawab, Papa!" tuntutku."Papa minta maaf, Ata. Semuanya terasa nggak adil jika kamu melewati hidup dengan tanda tanya. Sebaiknya kamu tahu alasan kenapa Kakak membencimu, agar kamu nggak perlu menebak-nebak apa yang terjadi.""Sebenernya apa yang Ata nggak tau, Papa?"Papa menuntunku, kami duduk di bibir ranjang dan berbicara hati ke hati."Papa dan Mama menikah karena perjodohan. Mamamu nggak pernah mencintai Papa. Dan ketika Kak Arlan berusia sembilan tahun, Mamamu mengandung kamu. Tapi bukan dengan Papa."Objek pandangku menyebar ke seluruh ruangan. Air mata lagi-lagi mengaburkan penglihatanku. Apa lagi ini? Kau mau apa lagi, Tuhan?"Mamamu hamil ketika Papa sedang sakit liver dan terbaring di rumah sakit selama 6 bulan lamanya. Dan kami pernah bercerai selama tiga tahun. Kakakmu menganggap kamulah penyebab Mama menelantarkannya. Semua karena kesalahan Papa kandungmu, Ramond. Dia mantan kekasih Mamamu."Aku mendengarkannya dengan seksama. Meski ada sesal begitu besar menggeliat di dadaku. Sejauh ini aku hanya sebatas tahu bahwa aku ini anak haram yang terlahir dari hasil perselingkuhan Mama tanpa pernah tau seperti apa kronologi kisah masa lalu kedua orang tuaku.Aku menjatuhkan diri di pelukan Papa, laki-laki ini yang seharusnya membenciku, tapi dialah yang justru menjadi ayah yang paling mencintaiku."Ata nggak mau dengar. Papa Ata cuma satu. Papa... Papa dan cukup Papa saja," ungkapku meluapkan semua rasa sayang."Maafkan Papa. Seharusnya Papa bisa mengajarkan Arlan agar bersikap lebih baik sama kamu, tapi Papa gagal." Dia mengusap suraiku. Lagi-lagi mencium dahiku dengan sayang."Maafin Ata jika selama ini sering bersikap nggak hormat sama Papa. Ata seperti hilang respect saat Papa nggak mau menceraikan Mama dan kalian selalu ribut. Sekarang Ata paham, Ata tau rasanya. Ata nggak tau diri karena sempat merasa kecewa sama Papa. Ata sayang Papa," ucapku di tengah isak.*****Aku menyambar tas slempang kecil yang kubawa kemarin, membawa kakiku pergi setelah puas bercerita kepada Papa.Pulang?Aku tidak punya tempat untuk pulang. Tidak ada rumah yang menjadi surga untukku.Bohong, jika orang mengatakan rumahku adalah surga, nyatanya aku sama sekali tidak pernah memiliki itu.Al, dialah satu-satunya rumah bagiku, rumah yang begitu kudambakan kedamaian darinya, yang akhirnya juga membuat kata 'rumah' menjadi terlalu menakutkan bagiku. Al, aku mencintai dia dengan sepenuh jiwa dan raga. Meski dia tak pernah menyadari itu semua.Memasuki rumah kontrakan yang kutinggali beberapa bulan belakangan, aku tidak mendapati siapa-siapa di sana, apakah artinya Aljabar juga tidak pulang?Mengedarkan pandangan, mencari sesuatu yang mungkin bisa menjadi petunjuk. Hingga kutemukan baju Al di dalam keranjang pakaian kotor, dan noda percikan darah.Hatiku semakin bimbang, apa yang terjadi semalam?Apakah Al sedang dalam bahaya?Dari mana percikan darah ini berasal?Kenapa aku tidak mampu mengingatnya, apakah Al sempat bertemu Lexi dan terjadi perkelahian?Demi Tuhan, jika dia pulang aku akan meminta maaf dan memeluknya karena aku telah membuat satu kesalahan.Aku yang salah, seharusnya kubiarkan dia berselingkuh. Apa harus begitu?Aku tahu tidak seharusnya aku menyentuh minuman beralkohol. Walau aku tahu sebenarnya ini bukan sepenuhnya salahku. Seharusnya aku tahu konsekuensinya.Aku hanya wanita biasa yang butuh tempat untuk menyandarkan diriku yang terlalu rapuh menghadapi dunia. Kutuklah aku jika memang sikap bucinku ini salah, asal Aljabar tetap baik-baik saja. Tetap di sisiku.Sampai memasuki pukul tiga sore berikutnya, aku sama sekali tidak bisa menghubungi Aljabar, kucoba menelepon Ibu mertuaku dan beberapa teman-temannya, tapi hasilnya nihil.Bunyi dering telepon membuyarkan pikiranku yang sedang berkelana, nomor baru. Mungkinkah suamiku?"Al, apa ini kamu?" Todongku penuh harap."Bukan, ini Mamanya Lexi, Tante cuma mau ngasih tau kamu Ata, jauhi Lexi. Tante nggak mau anak Tante mati konyol gara-gara kamu! Ngerti?"Seketika keningku berkerut, menahan bingung."Maksud Tante?""Lexi babak belur! Dia ada di rumah sakit sejak kemarin dan belum sadarkan diri sampai sekarang! Dan setelah Tante cari informasi lebih jauh mengenai penyebabnya, semua ini ulah Al. Suami kamu, Ata! Tapi sayangnya, dia kabur sekarang!"Jantungku berdesir.Nggak!Nggak mungkin!Ini pasti salah paham!"Nggak mungkin, Tante," Ulangku menyangkal ucapan Tante Dayu meski pun aku belum mengetahui lebih pasti kejadian yang sebenarnya. Setidaknya, aku mencoba untuk berpikir positif bahwa Aljabar tidak mungkin melakukan tindak kekerasan pada Lexi."Apanya yang tidak mungkin? Banyak saksi yang melihat kebrutalan suami kamu itu, Ata! Biar hukum yang menjelaskan nanti!"Hukum?Kenapa harus ada kata hukum?"Tante! Tante!" Panggilku namun sambungan telepon telah terputus.Hukum?Apakah itu artinya Aljabar akan masuk penjara?Tidak aku tidak ingin itu terjadi!Kumohon, jangan penjarakan Aljabarku!Untuk itu, aku harus mencari tahu, apa yang sebenarnya terjadi pada Lexi dan di mana Aljabar sekarang!Atama POV*****Entah ke berapa puluh kali ku kirimkan pesan pendek kepada Al, sampai pukul tujuh malam dia baru membalas pesan pendekku.Nanti malam aku pulang, Ta.Aku langsung membalas.Kamu nggak apa-apa kan, Al?Tidak ada jawaban lagi setelahnya.Sampai malam telah larut, akhirnya terdengar suara ketukan pintu. Sesuai seperti yang kukatakan sebelumnya, aku akan memeluknya ketika dia kembali.Ya, menjatuhkan diriku ke pelukannya dan menangis ketika dia datang, aku takut sekali kehilangan dia.Sangat takut.Tapi saat aku membuka pintu dan mendapati wajah Aljabar pun sama babak belurnya, aku pun tahu satu hal bahwa apa yang dikatakan Tante Dayu pasti benar adanya.Aku berjalan menuju kamar setelah memutar kenop pintu dan membiarkan Aljabar masuk. Mengekor di belakangnya dengan degup jantung yang bertalu tak menentu."Apa yang udah kamu lakuin sama Lexi? Kamu mukulin dia?" Tanyaku saat itu. Aku tidak tahu kenapa pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutku karena pada dasarnya a
Atama POV*****Dua hari sejak hari itu, Aljabar sama sekali tidak kembali ke rumah.Perasaan takut, khawatir, semuanya bercokol kuat di hatiku. Terlebih, dia benar. Aku takut kehilangannya. Aku lelah berkutat dengan gelisah itu tiap waktu. Butuh tempat bercerita kuputuskan datang pada keluargaku. Menceritakan semuanya dan berharap mereka akan menguatkan atau menenangkanku."Aljabar adalah pilihan kamu, Ata. menikah dengannya adalah konsekuensi dari perbuatan kamu sendiri, jadi buat apa ditangisin?"Itu yang Mama ucapkan dengan acuhnya saat aku bercerita sambil menangis mengenai perselingkuhan Aljabar. "Udah mau jadi janda aja, nih? kasian bener tuh bayi."Itu yang Kak Arlan ucapkan dengan entengnya."Aku nggak ngerti urusan orang dewasa, Mbak. Bukan karena aku nggak peduli. Sungguh."Setidaknya benar, adikku memang belum mengerti."Papa udah bilang, lepasin kalo itu berat. Papa sibuk, Ata. Hari ini banyak masalah di tempat kerja. Belajarlah mengatasi masalah kamu sendiri. Papa pusi
Aljabar tidak tahu apa yang terjadi setelah malam itu, yang dia tahu, saat dia kembali ke rumah, Ata sudah tidak ada bahkan beberapa pakaian milik istrinya itu juga ikut raib dari lemari.Pertengkaran hebat yang terjadi malam tadi membuat Aljabar hampir gila, saat dia tersadar bahwa perbuatannya mungkin nyaris membunuh istrinya sendiri.Dan dia menyesal, sungguh.Dia ingin meminta maaf dan memeluk istrinya."Ma, Ata di sini?" Tanya Aljabar pada Ibu mertuanya. Aljabar yakin Ata pulang ke rumah orang tuanya itulah sebabnya dia datang ke sini."Loh, dia nggak kesini. Emang dia pamit ke sini?" Mama mertuanya balik bertanya. Membuat bibir pemuda yang mengenakan kaus hitam itu bergetar, bingung harus menjawab apa."Eng... Nggak sih, Ma. Tepatnya dia nggak pamit mau kemana. Tapi, dia nggak ada di rumah sekarang," jawab Aljabar sambil menunduk. Tenggelam dalam tumpukan sesal."Maksud kamu Ata minggat?" Mama mertuanya mendelik, tatapannya mengintimidasi. Namun Aljabar tak berhak membalasnya de
Aljabar POV*****Bola api raksasa semburatkan pendar cahaya menyilaukan mata.Aku menipiskan penglihatanku yang kabur akibat air yang membendung di kelopaknya. Berusaha menyempurnakan tatapan pada sebidang gundukan tanah berbingkai keramik marmer berwarna putih gading di hadapanku.Makam ini selalu bersih dan terawat karena pihak keluarga yang memang menyewa jasa pembersih makam untuk membersihkannya secara rutin."Apa kabar, Ta?" Ucapku hampir tak bersuara. Saking pelannya suara itu. Posisiku kini sudah berjongkok di sisi makam. Menyentuh ukiran nama yang bertuliskan "Atama Lovenia" di batu nisannya.Air mataku menitik seketika.Ada sesak yang mengutuk hatiku di senja hari yang sunyi ini. Serangan membabi buta yang berdiam di dadaku dan tak bisa kuantisipasi.Meski sudah lima tahun berlalu, namun penyesalan atas rasa bersalahku pada Atama tak juga lenyap dari kehidupanku.Kepergian Atama sukses menjadi hukuman terberat yang Tuhan beri untukku.Lima tahun yang lalu, ketika pihak kel
Hujan semakin deras, mengguyur jalanan dengan menyebarkan aroma petrichor merasuk penghidu. Debu-debu yang tadinya terbang bebas di udara kini jatuh terhempas bersama buliran-buliran kristal dingin yang membasahi bumi.Perempuan bernama Rassi itu mengusap kepala Althair yang tampak asyik bermain dengan teman sekolahnya di sebuah arena permainan anak di dalam Mall. Mereka begitu cepat akrab.Sementara di luar area bermain, Aljabar dan Kinan menunggu sambil menikmati kopi hangat. Mereka tidak ikut masuk karena memang hanya satu orang penjaga saja yang diizinkan masuk olek pihak wahana permainan dan mereka mempercayakan Chelsea pada Rassi.Ada perasaan lain yang kini mengkontaminasi pikiran Aljabar. Matanya memang tertuju pada di mana kini Chelsea berada, namun pikirannya melekat pada perempuan dewasa nan cantik jelita bernama Rassi itu. Ini bukan soal paras sempurna yang dimiliki Rassi, tapi lebih pada cara Rassi menatapnya tadi.Sebuah tatapan yang begitu dalam Aljabar rasakan. Menusuk
"Pa, Papa? Papa?"Sebuah guncangan yang cukup keras di lengannya membuat lamunan Aljabar terpecah.Lelaki itu mengalihkan pandangannya ke arah sang anak di sisinya. "Ya sayang," sahutnya mencoba menunjukkan perhatian."Papa kenapa sih, seneng banget ngelamun nggak jelas? Nggak di lumah, nggak di lumah Oma, di kantol, seling banget ngelamun," keluh Chelsea yang memang sudah hafal akan kebiasaan buruk Aljabar selama ini.Aljabar terkekeh. "Maaf, Papa cuma lagi seneng aja kalau Chelsea sekarang punya teman dekat di sekolah. Jadi nggak ada alasan lagi besok-besok Chelsea nangis kalau mau berangkat sekolah ya?" Balas Aljabar berusaha mengalihkan percakapan."Loh, emangnya Chelsea suka nangis kalau mau sekolah?" Sambung Althair yang tampak terkejut.Sementara Chelsea hanya memasang wajah cemberut, Aljabar pun menjawab, "iya Al, Chelsea itu susah banget kalau diajak sekolah. Tapi sekarang Om yakin Chelsea akan lebih semangat sekolah karena ada Al, iyakan sayang?" Tanya Aljabar pada Chelsea,
"Dan mobil yang meledak itu adalah kendaraan taksi online yang ditumpangi Atama, putri Bapak dan Ibu. Sebelumnya saya mohon maaf atas kelalaian istri saya dalam berkendara. Tapi, dalam hal ini, saya maupun Bapak dan Ibu, sama-sama kehilangan karena Istri saya pun turut meninggal dalam insiden tersebut setelah mobilnya menabrak taksi online yang ditumpangi Atama,""Apa hak lo memakamkan jasad istri gue tanpa persetujuan keluarga? Hah? Jangan coba-coba memanipulasi keadaan! Atama nggak mungkin meninggal semudah itu! Lo pasti udah sembunyiin dia, kan? Di mana Atama? DI MANA ISTRI GUE BRENGSEK!"*Dalam keheningan malam di balkon kamar kediaman pribadinya, Aljabar kembali teringat akan kejadian lima tahun silam di Solo, sewaktu dirinya mengetahui bahwa Atama sudah meninggal.Orang pertama yang menjelaskan kronologi kejadian selain pihak kepolisian adalah lelaki bernama Abraham. Ia berprofesi sebagai seorang dokter bedah plastik di rumah sakit yang menampung jasad Atama pasca kecelakaan it
Setelah pertengkaran yang terjadi di antara Aljabar dengan Kinan tadi malam, lalu keduanya kembali berbaikan dengan Aljabar yang berjanji untuk mulai membuka hati pada Kinan, berusaha sebisa mungkin untuk menata kehidupannya yang sudah tersia-siakan selama lima tahun belakangan karena tak berhasil move on dari Atama.Sudah saatnya Aljabar menatap masa depan dan memulai kehidupan barunya bersama Kinan dan Chelsea tanpa lagi harus dihantui oleh rasa bersalahnya terhadap Atama.Meski dirinya tahu itu sulit, karena dari sudut hatinya yang terdalam, sosok Atama tetap tak mungkin bisa tergantikan sampai kapan pun dan oleh siapa pun juga.Seperti biasa, pagi itu Aljabar berangkat ke kantor bersama Chelsea untuk mengantar sang anak ke sekolah terlebih dahulu.Aljabar melirik dua buah kotak makan yang Chelsea bawa di tas makanannya."Tumben bawa bekalnya banyak banget? Satunya buat Papa ya? Bolehkan?" Goda Aljabar sambil menyetir."Nggak boleh! Ini bekal buat Althail. Soalnya kemalin dia nggak
TIGA TAHUN KEMUDIAN...Abraham POV*****"Kamu... bukan Rassi...” kataku lirih, melemah, terduduk lunglai di lantai. Bersandar pada dinding ruangan gelap itu.Kedua rahangku kembali mengeras. Menahan sesak yang kian menjadi-jadi.Aku menggigit bibir bagian bawah, sekadar berusaha menahan genangan air di kelopak mataku supaya tidak jatuh membanjiri pipi.Jelas, aku tak ingin terlihat cengeng dihadapan wanita ini. Meski aku harus mengakui kekeliruanku selama ini, kalau wanita yang kini berdiri di hadapanku ini, bukan, dia bukan Rassiku.Wanita ini bukan istriku...*****Jakarta, Sepuluh Tahun SilamAku terdiam saat berbicara. Aku terhenti saat berjalan. Seperti ketika aku melewati taman-taman surga. Walau mata ini tertutup, tapi dia tetap terlihat. Bahkan ketika mata ini terbuka, seketika senyumnya menyambut tanpa jeda, membuatku lupa bagaimana cara untuk berkedip. Tingkah manjanya membuatku merasa menjadi satu-satunya pria paling perkasa, karena aku satu-satunya pria yang bisa melindun
Tak ada yang pernah menyangka jika Rassi Pramudita adalah anak dari salah satu pengusaha ternama di New York.Ayahanda Rassi adalah orang Indonesia yang sudah lama menetap di New York dan menjadi warga negara Amerika Serikat, sementara Ibunda Rassi sendiri merupakan wanita keturunan Korea Selatan.Paras cantik Rassi diturunkan dari sang Ibu yang awalnya berprofesi sebagai aktris ternama di Korea, namun dia pensiun sejak memutuskan untuk menikah dengan Ayah Rassi.Tidak mendapat persetujuan keluarga, itulah yang menjadi penyebab Ayah Rassi pergi ke luar negeri dan memulai karirnya sebagai pebisnis dari titik nol di New York.Siapa sangka, keuletan dan ketekunannya membuahkan hasil yang sangat memuaskan.Sementara alasan mengapa Rassi dan Rissa bisa terpisah, itu semua karena ulah seorang lelaki bernama Mo Seo Jin yang merupakan fans garis keras Ibunda Rassi.Mo Seo Jin kecewa karena idolanya pensiun dari dunia perfilman dan memilih untuk menjadi Ibu Rumah tangga biasa sehingga lelaki i
Sesampainya Atama dan Aljabar di kediaman mereka, hal tak terduga mengejutkan keduanya saat sosok Chelsea yang tiba-tiba berlari ke arah Aljabar di pintu masuk dengan senyuman yang merekah di wajah imutnya."Papa... Elsi kangen Papa..." ucap Chelsea yang langsung berhambur memeluk Aljabar."Chelsea? Kamu..." ucap Atama bingung saat tiba-tiba Arlan dan Althair diikuti Lyra dan Rama ikutan menghampiri mereka di ambang pintu utama."Chelsea baik-baik aja, Ata! Lagian sih, lo nggak angkat telepon gue!" ucap Arlan saat itu setengah berteriak."Ini, gimana bisa?" Tanya Atama yang masih saja bingung, meski dalam hati dia sangat senang."Chelsea itu udah lama kabur dari Abraham. Dan selama itu juga dia hidup terlunta-lunta sendirian di luar sana. Untungnya ada temen gue yang nemuin Chelsea." ucap Arlan setelahnya."Alhamdulillah, syukur kalau begitu? Aku harus cepet telepon Lexi, dia pasti senang mendengar kabar ini," balas Atama yang lekas mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya."Elsi nggak m
Setelah Atama memberitahu Lexi bahwa dia sendiri pun tidak mengetahui di mana kini Abraham menyekap Chelsea, lalu tak lama, wanita itu mendapati pesan masuk yang dikirim dari nomor tak dikenal, di mana nomor tersebut mengaku bahwa dia adalah Abraham.Lelaki itu mengancam Atama juga Aljabar akan membunuh Chelsea jika mereka tak datang ke lokasi di mana Abraham berada.Tak mau membuang waktu, Atama dan Aljabar pun melaporkan ancaman itu pada pihak kepolisian, selain itu, mereka juga melibatkan Lexi dalam pemecahan masalah kali ini.Hingga akhirnya, setelah mereka semua berembuk, Atama dan Aljabar pun menyanggupi permintaan Abraham.Keesokan malamnya, mereka benar-benar mendatangi lokasi yang alamatnya diberikan Abraham pada mereka.Arlan yang awalnya ingin ikut tak diizinkan oleh Nando karena kondisi kesehatan Arlan yang memang belum sepenuhnya membaik.Menahan kesal, Arlan hanya bisa menatap kepergian iring-iringan kendaraan Aljabar, Lexi dan pihak kepolisian yang meninggalkan pelatara
Mungkin, semua manusia di dunia ini pernah mengalami sebuah kejadian yang dinamakan kebetulan.Ya, kebetulan.Kebetulan yang pada akhirnya kembali mempertemukan sepasang insan manusia yang saling jatuh cinta.Semua yang terjadi seperti mimpi bagi Aljabar saat tatapannya yang tanpa sengaja tertuju ke arah sebuah motor yang melaju perlahan di sisi kendaraannya.Saat itu, Aljabar sedang berada dalam perjalanan menuju Bandung untuk menemui Ibu Marfuah. Kepergiannya ditemani Nando dan pihak kepolisian.Sesosok wanita bergaun hijau yang duduk diboncengan motor terlihat tidak asing, sehingga Aljabar pun menajamkan penglihatannya.Dan saat itulah, dia pun tersadar bahwa wanita itu adalah Atama, istrinya yang hilang satu minggu ini.Menepuk cepat bahu Nando yang mengendarai mobil, Aljabar berteriak panik."Nan, berhenti Nan! Berhenti! Hadang motor itu, Nan! Itu Atama, Nando! Itu Atama," ucapnya dengan telunjuk yang mengarah ke motor di sisi kendaraannya.Nando pun bergerak cepat mengikuti inst
Hari ini, Mami Keke dikejutkan dengan kabar hilangnya Ratu dari rumah sakit.Salah satu anak buahnya tersebut melarikan diri saat pengawasan rumah sakit sedang berkurang, terlebih saat Andra, yang merupakan salah satu bodyguard Mami Keke yang ditugaskan sang gremo menjaga Ratu sedang lengah.Masih dengan seragam rumah sakit yang dia kenakan, Ratu berjalan tertatih saat luka tembak di perutnya belum sepenuhnya pulih.Ratu harus lekas pulang ke kostannya untuk mengambil barang pribadinya sebelum dia pergi jauh dari kota ini.Setelah menjalani perawatan intensif pasca kejadian penembakan itu, Ratu terus berpikir bahwa dia tak ingin lagi kembali pada profesinya sebagai pelacur.Ratu ingin berhenti dari pekerjaan kotor itu dan mulai menata kehidupannya yang baru.Meski sampai detik ini, dia belum tahu kemana dia harus pergi.Dan mengenai alasan mengapa Ratu tiba-tiba berpikir seperti ini, itu semua tak lepas dari perasaan yang dia miliki terhadap Arlan sejauh ini.Ratu sadar sampai kapan p
Sudah satu minggu berlalu Atama disekap Abraham di Villa pribadinya.Sikap Atama yang tetap menunjukkan kepatuhan, perlahan meruntuhkan kecurigaan dalam benak Abraham yang awalnya berpikir Atama hanya berpura-pura baik padanya.Dan kejadian tadi malam, saat Atama tak menolak diajak berciuman oleh Abraham sukses membuat lelaki itu terkecoh dan mulai percaya bahwa Atama tidak sedang bersandiwara.Hingga akhirnya, Abraham pun mencoba untuk mengetes Atama, apakah wanita itu benar-benar serius dengan kata-katanya tempo hari, atau memang hanya sekadar ingin mengelabui dirinya.Hari ini, Abraham yang awalnya menyekap Atama di lantai teratas Villa pribadinya, sengaja mengajak wanita itu keluar dari persembunyian untuk menikmati indahnya hari.Abraham membiarkan Atama berkeliaran bebas di Villa itu hanya dengan penjagaan seadanya."Ini Bu Marfuah. Dia asisten rumah tangga di sini yang akan membantumu menyiapkan kebutuhanmu, sayang," ucap Abraham memperkenalkan seorang wanita paruh baya bernama
"Sudah cukup aku bersabar menunggumu kembali padaku, sayang... Dan sekarang, aku tak sudi menunggu lagi!" ucap Abraham yang dengan cepat merobek pakaian yang dikenakan Atama saat itu.Atama menjerit saat Abraham hendak memperkosanya.Namun, semua usaha pemberontakannya tak kuasa menahan keganasan Abraham. Lelaki itu sudah seperti monster yang siap menerkam Atama.Masih berusaha mempertahankan diri, Atama tiba-tiba berteriak, "Baik, baiklah, aku akan menuruti semua perintahmu, Ab. Tapi aku mohon, jangan sakiti aku untuk saat ini. Beri aku waktu sampai aku benar-benar siap. Aku berjanji, setelah ini, aku akan selalu mendampingimu..." Atama bicara sambil menangis. Menutupi kedua bukit kembarnya yang masih tertutup pakaian dalam dengan kedua tangannya yang dia silangkan.Mendengar ucapan Atama, nafsu Abraham yang tadinya sudah menggebu perlahan surut. Lelaki itu tak menyangka jika Atama akan berbicara seperti itu."Apa, kamu tidak berbohong, Ata?" ucapnya serak.Atama mengangguk. "Ya, aku
Hari sudah beranjak sore, Atama masih terkurung di sana.Di dalam kamar itu.Dia kelaparan dan kehausan.Sudah berbagai cara dia coba untuk melarikan diri, namun tak ada satu pun usahanya yang berhasil.Bahkan jendela kamarnya saja dilapisi dengan teralis besi. Atama tak menemukan celah sedikit pun untuknya bisa keluar dari kamar ini.Satu hal yang hanya bisa dia lakukan adalah menutup tubuhnya yang terbuka dengan pakaian wanita yang dia temukan di dalam lemari kamar.Entah itu pakaian siapa, Atama tak memperdulikannya. AC di kamar itu begitu dingin, dan dia butuh pakaian yang lebih tertutup.Setelah lelah menangis bahkan suaranya nyaris hilang karena terus menerus berteriak seperti orang gila sejak tadi pagi, Atama kini hanya bisa tergolek lemah di sudut lantai kamar.Duduk memeluk lutut dan berurai air mata.Pikirannya tak lepas dari Aljabar dan Althair.Atama benar-benar menyesal karena tidak mempercayai ucapan suaminya.Hingga malam pun akhirnya tiba.Atama yang sudah lemas hampir