Atama POV
*****Cukup sudah.Aku sudah tidak sanggup membayangkannya. Jika Aku tidak secinta ini padanya, tentu rasa yang aku tanggung tidak akan sesakit ini.Cinta, Aku tidak yakin apakah kata itu anugerah atau kutukan. Terlalu menyakitkan untuk ditelan."Mungkin, kalau aja kamu nggak hamil aku juga nggak akan nikahin kamu. Nikah sama kamu tuh mimpi buruk! Kamu hidup sama aku tapi kamu cuma jadi perempuan gampangan. Penyesalan terbesarku dalam hidup ini adalah, menikahi kamu, Atta!""Pulangkan aku, Al." Kaki ini terasa tak lagi mampu menopang tubuh, gravitasi seakan meninggalkanku.Hanya tangis pilu yang mampu aku suarakan. Aku berharap hidup sialan ini segera selesai. Berharap kematian membuat diriku sedikit berharga. Karena hidup tidak pernah membuatku merasa dibutuhkan."Nggak usah drama. Kamu tau dengan jelas siapa antagonisnya!"Kepercayaan, adalah sebuah hal yang sangat mustahil Aku dapatkan dari suamiku. Aljabar adalah sosok kasar dan arogan. Dan Aku berharap keajaiban akan mengubahnya.Meski itu entah kapan?Aljabar meninggalkan aku malam itu, usai pertengkaran untuk ke sekian kali setelah melewati beberapa purnama bersama. Seolah semuanya sama sekali tak berarti. Seolah saling menyakiti adalah bagian dari rutinitas.*****Rasa penasaranku tidak berhenti menghantui, aku ingin tahu siapa Wanita itu, aku ingin tahu bagaimana kisah itu dimulai meski pun kisah itu pasti akan menyakiti hatiku.Aku mengunjungi rumah Mama mertuaku.Berasumsi, mungkin saja Nando tahu mengenai Aljabar dan kekasih gelapnya.Pukul empat sore, aku masih punya kesempatan mengobrol dengan Kakak iparku sebelum malam dan harus pulang ke kontrakan. Lagian aku tak punya tempat untuk pulang. Aljabar ternyata bukan rumah bagiku."Kak Nando nggak ada, kamu telpon aja, emang ada apa, Ta?" tanya Mama mertuaku beberapa saat setelah aku sampai di sana."Nggak ada, Ma. Cuma, ada yang pengin Ata tanyain aja.""Tentang apa?""Tentang Al," jawabku pendek."Kamu nggak lagi mata-matain Al, kan?""Enggak lah, Ma. Lagipula mata-matain, kaya Ata tim investigasi aja.""Kali aja, nggak pantes istri cari tau tentang suami tanpa sepengetahuannya.""Al itu suami Ata, Ma. Jadi Ata berhak tau tentang dia, sama seperti Al berhak tau tentang Ata. Ya udah, Ma. Ata mau cari Kak Nando."Aku menghubungi Nando setelahnya, kakak iparku itu bilang dia sedang berada di sebuah cafe sore itu. Aku segera menyusulnya dan kutemukan Nando di sebuah cafe kecil bernama Mozza cafe. Tampaknya dia sedang sibuk dengan laptopnya.Jarinya bergerak lincah mengetik entah apa, aku mengambil tempat duduk tepat di hadapannya, tetapi dia seperti tidak menganggap aku ada.Dasar keluarga nyebelin!"Ehem! " Aku berdeham. Berusaha mencairkan suasana, dia melirikku sejenak, sibuk lagi dengan laptopnya.Fix, demi bikini Bottom dan seisinya, sampai upin-ipin gondrong aku nggak ingin mengobrol dengan makhluk astral ini lagi kecuali urgent."Ada apa, Ta. Tumben nyariin?""Ada yang penting, Kak.""Tentang?" Dia berbicara seraya memperhatikan benda berlayar persegi itu tanpa henti. Seolah aku tidak penting, atau mungkin aku yang mengganggu?"Ganggu ya, Kak?" Tanyaku pada akhirnya, seraya bergerak, bangun dari tempat dudukku. Lebih baik aku pergi, tidak ada gunanya bicara dengan orang sok sibuk seperti itu."Tunggu, Ta. Sorry bukannya gitu. Duduk lagi, ya,"Nando menutup laptopnya, memasukkannya ke dalam tas ranselnya."Kan, Kakak sibuk?""Nggak sibuk banget, kok! Itu tadi ngetik hasil kerja yang udah kelar kemarin buat dikirim ke Pak Haris, dibutuhin cepet soalnya. Bosen ngerjain di rumah jadi aku bawa ke sini. Kamu ada apa?""Ata pingin tanya ke Kakak sesuatu. Barangkali Kakak tau.""Tentang?""Kinan, siapa dia?"Nando memutar bola matanya, membuatku tidak mampu membaca apa yang tersirat dari ekspresinya."Kamu tau darimana tentang dia?""Kakak hanya harus jawab, nggak susah kan, Kak. Atau Kak Nando tau tapi menutupinya karena Al adiknya Kak Nando?""Enggak gitu, Ta.""Jadi Kakak tau siapa dia?"Nando menatapku sekilas lalu menghela napas panjang. Mengangguk samar dan menatapku kembali."Siapa dia, Kak? Sejauh mana hubungan Aljabar sama dia?""Soal sejauh mana, Kakak nggak tau, tapi kalau mereka ada hubungan aku tau. Namanya Kinanta Aurelia Wilhelmina, selain teman kecil Al sebelum kami meninggalkan Jakarta dan menetap di Bandung, dia juga cinta pertama Al. Usianya lima tahun lebih tua. Dia meninggalkan Al lalu menikah. Sekarang dia udah bercerai dan tinggal di Bandung sejak lima bulan lalu," jelasnya.Nando kembali membuka laptopnya, membuka file foto dan menunjukkannya padaku."Cewek yang pakai baju kuning itu Kinan, itu waktu mereka masih SMP dan makan malam bersama dua keluarga. Keluarga kami cukup dekat, karena sejak kecil memang bertetangga."Aku menatap sejenak foto itu, memperbesar fotonya, wajah manis dengan rambut ikal mayang sebahu. Cantik sih, tapi brengsek karena sudah berani menggoda suamiku!"Sejak kapan mereka dekat?""Mereka sering jalan bareng, coba kamu tanya sama Wahyu, dia sahabat Al, ke mana-mana sama dia, mungkin dia tau sesuatu.""Ini kontaknya Wahyu," Nando menyodorkan secarik kertas yang telah dibubuhi nomor berjajar rapi."Makasih, Kak.""Kamu nggak harus bertahan dengan apa yang kamu pilih, apalagi jika jalan yang kamu pilih jalan yang salah. Kamu bisa memulai semuanya dari awal, Ta. Kamu nggak harus sakit hati." Ucap Nando kemudian, menatapku lekat, sementara aku mengusap perutku pelan, lalu menunduk."Aku nggak bisa ninggalin dia, Kak." Air mataku menitik, tidak mungkin aku sanggup bersembunyi dari rasa sakit yang menggigit."Tapi kamu berhak bahagia, Ata,""Aku nggak akan bahagia kalo nggak sama dia," ucapku sedih."Tapi kamu juga nggak bahagiakan, sama dia?""Gimana bisa aku ninggalin dia, Kak. Kalo ngebayangin aja aku nggak sanggup. Dan anak ini, gimana nasibnya nanti?""Jangan terlalu dipikirin, aku tau Al sayang sama kamu, aku bakal bantu kamu buat ngomong sama dia tentang Kinan. Aku harap Kinan memang cuma masa lalu dia."Aku mengangguk pelan."Aku masih ada urusan, kamu bisa pulang sendiri kan?""Iya, Kak.""Perlu aku telepon Al supaya dia jemput kamu? Ini udah mulai malem, kayaknya Al bakal nyariin.""Biarin aja, iya kalo dia masih inget punya istri. Nggak usah ditelepon, Kak.""Ya udah, aku balik." Nando pun berlalu dari hadapanku, memperluas jarak denganku, meninggalkan aku yang masih terpekur menangisi takdir. Namun sejenak kemudian, lelaki yang kini berstatus kakak iparku itu berhenti sejenak untuk menoleh, bukan, Nando bukan hanya menoleh, tapi dia berbalik.Berbalik seraya berjalan cepat kembali mendekatiku. Menarik tubuhku ringkihku yang masih terduduk di kursi hingga aku terjengit berdiri.Lalu...Sebuah pelukan hangat terasa mendekap ragaku."Maafin Al, Ta. Kamu nggak pantes nangisin dia." Bisik Nando saat dia memelukku.Sadar bahwa apa yang terjadi ini salah, aku pun lekas menarik diri dari pelukannya.Tidak, ini tidak benar. Ada sesuatu yang kurasa tidak pada tempatnya. Nando dan juga tatapan anehnya, dan kini?"Sorry-sorry, aku nggak ada maksud apa-apa." Ucap Nando seolah-olah membenarkan apa yang baru saja dia lakukan."Nggak apa-apa Kak. Santai aja. Kakak bisa pergi sekarang. Maaf ya, Ata udah ganggu Kakak." Ucapku yang masih belum bisa move on dari rasa terkejut akibat pelukan mendadak yang diberikan Nando tadi."Jangan sedih terus, liat deh. Kamu makin kurus belakangan ini,""Iya kak, terima kasih atas perhatiannya," ucapku kemudian hingga setelahnya Nando pun benar-benar pergi bahkan tanpa lelaki itu menoleh kembali ke arahku.Sepeninggal Nando, cepat-cepat kuambil ponselku untuk menelepon nomor yang diberikan Nando tadi, nomor lelaki bernama Wahyu yang katanya teman dekat suamiku."Halo, bener Ini Mas Wahyu?""Siapa ya?""Istrinya Al,""Oh, Mbak Ata?""Iya," jawabku cepat sambil mengangguk, tak peduli yang di seberang sana tak akan melihat anggukanku."Mas Wahyu suka bareng Aljabar ke mana aja kan?""Iya,""Mas Wahyu kenal sama cewek yang namanya Kinan?"Suara Wahyu cukup lama terdengar saat aku mulai membahas Kinan. Itu artinya, apa yang dikatakan Aljabar kemarin benar?"Ya, aku kenal Kinan," jawab Wahyu setelah lelaki itu cukup lama terdiam."Kalau boleh tau, kira-kira kemana aja Al sering pergi sama Kinan?""Wah, kalau soal itu, aku nggak mau ikut campur deh, Mba Ta. Mba bisa tanya sendiri deh sama suaminya, lagian aku cuma orang luar yang nggak berhak ngomong apa-apa ke Mba.""Ata, aku belum setua itu buat dipanggil mba, kalo Mas Wahyu ada di posisiku, apa Mas juga tetep bakal ngomong kayak gitu?" Aku terdiam sepersekian detik. "Lagian kalau aku bisa tanya sendiri sama Al, aku juga nggak akan ribet nyari tau ke Mas Wahyu. Emangnya ada maling yang mau ngaku?" lanjutku dengan sedikit letupan amarah."Oke, tapi aku nggak banyak tau tentang mereka. Lagian buat apa aku ngurusin mereka juga.""Kemana Al sering pergi ama cewek itu, Mas?""Paling nemenin belanja atau nggak, nonton, terakhir aku tau Al beliin Kinan ponsel. Tapi, ya balik lagi, aku nggak tau sejauh mana hubungan mereka. Cowokkan gitu, Ta. Mana mungkin mau korban duit kalo nggak ngapa-ngapain."Jemariku mengepal erat, dari mana dia dapat uang untuk membeli ponsel?"Coba aja kamu komunikasi lagi sama Al, kalo emang udah nggak bisa ngerem yang di bawah perut mending buang aja, Ta. Ganti yang baru, jangan bego, cowok bukan dia aja kan?""Apa menurut Mas Wahyu mereka udah sejauh itu?""Yah, aku nggak tau. Kan tadi aku udah bilang coba tanya dia, komunikasi lagi gimana enaknya. kalo dia udah ngamar, ya mana tahu, orang aku nggak diajakin kok," jawabnya santai dan tampak seperti sedang melawak."Lagian nih, Ta. Cowok kalo sekalinya udah selingkuh, buat apa dipertahanin. Nyiksa diri banget. Kalau kamu ngerasa cakep, aku masih single loh... dan aku setia.""Maaf, Mas. Cari aja di biro jodoh!" ucapku kesal."Jangan lupain ini, ada sesuatu yang bisa aku banggain dan bikin cewek happy banget, bisa bikin ketagihan deh. Ukuran panjang 17cm dengan ketebalan 25cm, real, bayangin aja gimana rasanya, Mba Ta.""Anj*ng!" Kataku sambil mematikan sambungan telepon.Nggak Aljabar, nggak temennya, semua brengsek!Otak selangkangan!Atama POV*****Aku memesan minum, sebotol Wishkey mungkin bisa menghangatkan hatiku yang beku. Atau setidaknya aku bisa melepaskan kepedihanku walaupun sesaat, dan tentu saja aku belum pernah menyentuh minuman beralkohol sebelumnya.Kutuang minuman berwarna pekat itu ke dalam gelas model Serry copita yang berlekuk, menggoyangkannya sampai isinya teraduk.Aku meminumnya, tidak peduli minuman ini memiliki rasa yang kuat, pahit, dan aroma tajam yang terasa tabu bagi lidahku. Namun, aku tidak mencari rasa. Aku hanya ingin lupa jika hari ini pernah ada.Selama Whiskey masih di mulut, minuman ini dapat berganti rasa. Unik memang. Bisa manis, sedikit pahit, sedikit rasa buah, dan sebagainya yang sulit kudefinisikan.Aku menyulut sebatang rokok. Menikmatinya, tidak peduli aku bagaikan perempuan jalang hari ini. Aku hanya ingin melupakan sejenak saja sakit hati, sejenak saja tanpa air mata.Jujur aku lelah.Perkataan Wahyu semakin membuatku berantakan, apakah benar semua yang dia katakan, dan
Atama POV*****"Contoh tuh, Wulan. Anaknya Papa, adik aku tuh. Nggak kayak kamu. Bisanya cuma bikin malu keluarga doang. Anak haram!" Dia menunjuk-nunjuk wajahku dengan tatapan penuh kebencian.Saat itu, Kak Arlan hendak pergi tapi aku menahan lengannya dengan cepat. Tak terima dengan ucapannya yang menyebut aku sebagai anak haram."Salahku, Kak? Semuanya salahku Papa sama Mama bertengkar terus? Salahku punya kakak yang kasar dan suka mukul? Salahku punya adik yang hampir sempurna? Salahku, Kak? Salahku juga kenapa aku harus lahir?" Ucapku dengan air mata yang mengumpul di pelupuk mata. Menahan gejolak sesak yang seakan merampas oksigen dari paru-paruku."Ya, semua salah kamu! Kamu bikin aku sadar, ada yang salah sama keluarga kita!" Tekan Kak Arlan sama sengitnya.Aku bergeming, satu pertanyaan yang selama ini tersimpan rapat di hati seolah meluncur bergitu saja dalam pikiranku.Lantas, jika aku hanya anak haram, siapa ayah biologisku?"Kalo otak kamu di kepala, pasti nggak bakal ke
Atama POV*****Entah ke berapa puluh kali ku kirimkan pesan pendek kepada Al, sampai pukul tujuh malam dia baru membalas pesan pendekku.Nanti malam aku pulang, Ta.Aku langsung membalas.Kamu nggak apa-apa kan, Al?Tidak ada jawaban lagi setelahnya.Sampai malam telah larut, akhirnya terdengar suara ketukan pintu. Sesuai seperti yang kukatakan sebelumnya, aku akan memeluknya ketika dia kembali.Ya, menjatuhkan diriku ke pelukannya dan menangis ketika dia datang, aku takut sekali kehilangan dia.Sangat takut.Tapi saat aku membuka pintu dan mendapati wajah Aljabar pun sama babak belurnya, aku pun tahu satu hal bahwa apa yang dikatakan Tante Dayu pasti benar adanya.Aku berjalan menuju kamar setelah memutar kenop pintu dan membiarkan Aljabar masuk. Mengekor di belakangnya dengan degup jantung yang bertalu tak menentu."Apa yang udah kamu lakuin sama Lexi? Kamu mukulin dia?" Tanyaku saat itu. Aku tidak tahu kenapa pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutku karena pada dasarnya a
Atama POV*****Dua hari sejak hari itu, Aljabar sama sekali tidak kembali ke rumah.Perasaan takut, khawatir, semuanya bercokol kuat di hatiku. Terlebih, dia benar. Aku takut kehilangannya. Aku lelah berkutat dengan gelisah itu tiap waktu. Butuh tempat bercerita kuputuskan datang pada keluargaku. Menceritakan semuanya dan berharap mereka akan menguatkan atau menenangkanku."Aljabar adalah pilihan kamu, Ata. menikah dengannya adalah konsekuensi dari perbuatan kamu sendiri, jadi buat apa ditangisin?"Itu yang Mama ucapkan dengan acuhnya saat aku bercerita sambil menangis mengenai perselingkuhan Aljabar. "Udah mau jadi janda aja, nih? kasian bener tuh bayi."Itu yang Kak Arlan ucapkan dengan entengnya."Aku nggak ngerti urusan orang dewasa, Mbak. Bukan karena aku nggak peduli. Sungguh."Setidaknya benar, adikku memang belum mengerti."Papa udah bilang, lepasin kalo itu berat. Papa sibuk, Ata. Hari ini banyak masalah di tempat kerja. Belajarlah mengatasi masalah kamu sendiri. Papa pusi
Aljabar tidak tahu apa yang terjadi setelah malam itu, yang dia tahu, saat dia kembali ke rumah, Ata sudah tidak ada bahkan beberapa pakaian milik istrinya itu juga ikut raib dari lemari.Pertengkaran hebat yang terjadi malam tadi membuat Aljabar hampir gila, saat dia tersadar bahwa perbuatannya mungkin nyaris membunuh istrinya sendiri.Dan dia menyesal, sungguh.Dia ingin meminta maaf dan memeluk istrinya."Ma, Ata di sini?" Tanya Aljabar pada Ibu mertuanya. Aljabar yakin Ata pulang ke rumah orang tuanya itulah sebabnya dia datang ke sini."Loh, dia nggak kesini. Emang dia pamit ke sini?" Mama mertuanya balik bertanya. Membuat bibir pemuda yang mengenakan kaus hitam itu bergetar, bingung harus menjawab apa."Eng... Nggak sih, Ma. Tepatnya dia nggak pamit mau kemana. Tapi, dia nggak ada di rumah sekarang," jawab Aljabar sambil menunduk. Tenggelam dalam tumpukan sesal."Maksud kamu Ata minggat?" Mama mertuanya mendelik, tatapannya mengintimidasi. Namun Aljabar tak berhak membalasnya de
Aljabar POV*****Bola api raksasa semburatkan pendar cahaya menyilaukan mata.Aku menipiskan penglihatanku yang kabur akibat air yang membendung di kelopaknya. Berusaha menyempurnakan tatapan pada sebidang gundukan tanah berbingkai keramik marmer berwarna putih gading di hadapanku.Makam ini selalu bersih dan terawat karena pihak keluarga yang memang menyewa jasa pembersih makam untuk membersihkannya secara rutin."Apa kabar, Ta?" Ucapku hampir tak bersuara. Saking pelannya suara itu. Posisiku kini sudah berjongkok di sisi makam. Menyentuh ukiran nama yang bertuliskan "Atama Lovenia" di batu nisannya.Air mataku menitik seketika.Ada sesak yang mengutuk hatiku di senja hari yang sunyi ini. Serangan membabi buta yang berdiam di dadaku dan tak bisa kuantisipasi.Meski sudah lima tahun berlalu, namun penyesalan atas rasa bersalahku pada Atama tak juga lenyap dari kehidupanku.Kepergian Atama sukses menjadi hukuman terberat yang Tuhan beri untukku.Lima tahun yang lalu, ketika pihak kel
Hujan semakin deras, mengguyur jalanan dengan menyebarkan aroma petrichor merasuk penghidu. Debu-debu yang tadinya terbang bebas di udara kini jatuh terhempas bersama buliran-buliran kristal dingin yang membasahi bumi.Perempuan bernama Rassi itu mengusap kepala Althair yang tampak asyik bermain dengan teman sekolahnya di sebuah arena permainan anak di dalam Mall. Mereka begitu cepat akrab.Sementara di luar area bermain, Aljabar dan Kinan menunggu sambil menikmati kopi hangat. Mereka tidak ikut masuk karena memang hanya satu orang penjaga saja yang diizinkan masuk olek pihak wahana permainan dan mereka mempercayakan Chelsea pada Rassi.Ada perasaan lain yang kini mengkontaminasi pikiran Aljabar. Matanya memang tertuju pada di mana kini Chelsea berada, namun pikirannya melekat pada perempuan dewasa nan cantik jelita bernama Rassi itu. Ini bukan soal paras sempurna yang dimiliki Rassi, tapi lebih pada cara Rassi menatapnya tadi.Sebuah tatapan yang begitu dalam Aljabar rasakan. Menusuk
"Pa, Papa? Papa?"Sebuah guncangan yang cukup keras di lengannya membuat lamunan Aljabar terpecah.Lelaki itu mengalihkan pandangannya ke arah sang anak di sisinya. "Ya sayang," sahutnya mencoba menunjukkan perhatian."Papa kenapa sih, seneng banget ngelamun nggak jelas? Nggak di lumah, nggak di lumah Oma, di kantol, seling banget ngelamun," keluh Chelsea yang memang sudah hafal akan kebiasaan buruk Aljabar selama ini.Aljabar terkekeh. "Maaf, Papa cuma lagi seneng aja kalau Chelsea sekarang punya teman dekat di sekolah. Jadi nggak ada alasan lagi besok-besok Chelsea nangis kalau mau berangkat sekolah ya?" Balas Aljabar berusaha mengalihkan percakapan."Loh, emangnya Chelsea suka nangis kalau mau sekolah?" Sambung Althair yang tampak terkejut.Sementara Chelsea hanya memasang wajah cemberut, Aljabar pun menjawab, "iya Al, Chelsea itu susah banget kalau diajak sekolah. Tapi sekarang Om yakin Chelsea akan lebih semangat sekolah karena ada Al, iyakan sayang?" Tanya Aljabar pada Chelsea,
TIGA TAHUN KEMUDIAN...Abraham POV*****"Kamu... bukan Rassi...” kataku lirih, melemah, terduduk lunglai di lantai. Bersandar pada dinding ruangan gelap itu.Kedua rahangku kembali mengeras. Menahan sesak yang kian menjadi-jadi.Aku menggigit bibir bagian bawah, sekadar berusaha menahan genangan air di kelopak mataku supaya tidak jatuh membanjiri pipi.Jelas, aku tak ingin terlihat cengeng dihadapan wanita ini. Meski aku harus mengakui kekeliruanku selama ini, kalau wanita yang kini berdiri di hadapanku ini, bukan, dia bukan Rassiku.Wanita ini bukan istriku...*****Jakarta, Sepuluh Tahun SilamAku terdiam saat berbicara. Aku terhenti saat berjalan. Seperti ketika aku melewati taman-taman surga. Walau mata ini tertutup, tapi dia tetap terlihat. Bahkan ketika mata ini terbuka, seketika senyumnya menyambut tanpa jeda, membuatku lupa bagaimana cara untuk berkedip. Tingkah manjanya membuatku merasa menjadi satu-satunya pria paling perkasa, karena aku satu-satunya pria yang bisa melindun
Tak ada yang pernah menyangka jika Rassi Pramudita adalah anak dari salah satu pengusaha ternama di New York.Ayahanda Rassi adalah orang Indonesia yang sudah lama menetap di New York dan menjadi warga negara Amerika Serikat, sementara Ibunda Rassi sendiri merupakan wanita keturunan Korea Selatan.Paras cantik Rassi diturunkan dari sang Ibu yang awalnya berprofesi sebagai aktris ternama di Korea, namun dia pensiun sejak memutuskan untuk menikah dengan Ayah Rassi.Tidak mendapat persetujuan keluarga, itulah yang menjadi penyebab Ayah Rassi pergi ke luar negeri dan memulai karirnya sebagai pebisnis dari titik nol di New York.Siapa sangka, keuletan dan ketekunannya membuahkan hasil yang sangat memuaskan.Sementara alasan mengapa Rassi dan Rissa bisa terpisah, itu semua karena ulah seorang lelaki bernama Mo Seo Jin yang merupakan fans garis keras Ibunda Rassi.Mo Seo Jin kecewa karena idolanya pensiun dari dunia perfilman dan memilih untuk menjadi Ibu Rumah tangga biasa sehingga lelaki i
Sesampainya Atama dan Aljabar di kediaman mereka, hal tak terduga mengejutkan keduanya saat sosok Chelsea yang tiba-tiba berlari ke arah Aljabar di pintu masuk dengan senyuman yang merekah di wajah imutnya."Papa... Elsi kangen Papa..." ucap Chelsea yang langsung berhambur memeluk Aljabar."Chelsea? Kamu..." ucap Atama bingung saat tiba-tiba Arlan dan Althair diikuti Lyra dan Rama ikutan menghampiri mereka di ambang pintu utama."Chelsea baik-baik aja, Ata! Lagian sih, lo nggak angkat telepon gue!" ucap Arlan saat itu setengah berteriak."Ini, gimana bisa?" Tanya Atama yang masih saja bingung, meski dalam hati dia sangat senang."Chelsea itu udah lama kabur dari Abraham. Dan selama itu juga dia hidup terlunta-lunta sendirian di luar sana. Untungnya ada temen gue yang nemuin Chelsea." ucap Arlan setelahnya."Alhamdulillah, syukur kalau begitu? Aku harus cepet telepon Lexi, dia pasti senang mendengar kabar ini," balas Atama yang lekas mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya."Elsi nggak m
Setelah Atama memberitahu Lexi bahwa dia sendiri pun tidak mengetahui di mana kini Abraham menyekap Chelsea, lalu tak lama, wanita itu mendapati pesan masuk yang dikirim dari nomor tak dikenal, di mana nomor tersebut mengaku bahwa dia adalah Abraham.Lelaki itu mengancam Atama juga Aljabar akan membunuh Chelsea jika mereka tak datang ke lokasi di mana Abraham berada.Tak mau membuang waktu, Atama dan Aljabar pun melaporkan ancaman itu pada pihak kepolisian, selain itu, mereka juga melibatkan Lexi dalam pemecahan masalah kali ini.Hingga akhirnya, setelah mereka semua berembuk, Atama dan Aljabar pun menyanggupi permintaan Abraham.Keesokan malamnya, mereka benar-benar mendatangi lokasi yang alamatnya diberikan Abraham pada mereka.Arlan yang awalnya ingin ikut tak diizinkan oleh Nando karena kondisi kesehatan Arlan yang memang belum sepenuhnya membaik.Menahan kesal, Arlan hanya bisa menatap kepergian iring-iringan kendaraan Aljabar, Lexi dan pihak kepolisian yang meninggalkan pelatara
Mungkin, semua manusia di dunia ini pernah mengalami sebuah kejadian yang dinamakan kebetulan.Ya, kebetulan.Kebetulan yang pada akhirnya kembali mempertemukan sepasang insan manusia yang saling jatuh cinta.Semua yang terjadi seperti mimpi bagi Aljabar saat tatapannya yang tanpa sengaja tertuju ke arah sebuah motor yang melaju perlahan di sisi kendaraannya.Saat itu, Aljabar sedang berada dalam perjalanan menuju Bandung untuk menemui Ibu Marfuah. Kepergiannya ditemani Nando dan pihak kepolisian.Sesosok wanita bergaun hijau yang duduk diboncengan motor terlihat tidak asing, sehingga Aljabar pun menajamkan penglihatannya.Dan saat itulah, dia pun tersadar bahwa wanita itu adalah Atama, istrinya yang hilang satu minggu ini.Menepuk cepat bahu Nando yang mengendarai mobil, Aljabar berteriak panik."Nan, berhenti Nan! Berhenti! Hadang motor itu, Nan! Itu Atama, Nando! Itu Atama," ucapnya dengan telunjuk yang mengarah ke motor di sisi kendaraannya.Nando pun bergerak cepat mengikuti inst
Hari ini, Mami Keke dikejutkan dengan kabar hilangnya Ratu dari rumah sakit.Salah satu anak buahnya tersebut melarikan diri saat pengawasan rumah sakit sedang berkurang, terlebih saat Andra, yang merupakan salah satu bodyguard Mami Keke yang ditugaskan sang gremo menjaga Ratu sedang lengah.Masih dengan seragam rumah sakit yang dia kenakan, Ratu berjalan tertatih saat luka tembak di perutnya belum sepenuhnya pulih.Ratu harus lekas pulang ke kostannya untuk mengambil barang pribadinya sebelum dia pergi jauh dari kota ini.Setelah menjalani perawatan intensif pasca kejadian penembakan itu, Ratu terus berpikir bahwa dia tak ingin lagi kembali pada profesinya sebagai pelacur.Ratu ingin berhenti dari pekerjaan kotor itu dan mulai menata kehidupannya yang baru.Meski sampai detik ini, dia belum tahu kemana dia harus pergi.Dan mengenai alasan mengapa Ratu tiba-tiba berpikir seperti ini, itu semua tak lepas dari perasaan yang dia miliki terhadap Arlan sejauh ini.Ratu sadar sampai kapan p
Sudah satu minggu berlalu Atama disekap Abraham di Villa pribadinya.Sikap Atama yang tetap menunjukkan kepatuhan, perlahan meruntuhkan kecurigaan dalam benak Abraham yang awalnya berpikir Atama hanya berpura-pura baik padanya.Dan kejadian tadi malam, saat Atama tak menolak diajak berciuman oleh Abraham sukses membuat lelaki itu terkecoh dan mulai percaya bahwa Atama tidak sedang bersandiwara.Hingga akhirnya, Abraham pun mencoba untuk mengetes Atama, apakah wanita itu benar-benar serius dengan kata-katanya tempo hari, atau memang hanya sekadar ingin mengelabui dirinya.Hari ini, Abraham yang awalnya menyekap Atama di lantai teratas Villa pribadinya, sengaja mengajak wanita itu keluar dari persembunyian untuk menikmati indahnya hari.Abraham membiarkan Atama berkeliaran bebas di Villa itu hanya dengan penjagaan seadanya."Ini Bu Marfuah. Dia asisten rumah tangga di sini yang akan membantumu menyiapkan kebutuhanmu, sayang," ucap Abraham memperkenalkan seorang wanita paruh baya bernama
"Sudah cukup aku bersabar menunggumu kembali padaku, sayang... Dan sekarang, aku tak sudi menunggu lagi!" ucap Abraham yang dengan cepat merobek pakaian yang dikenakan Atama saat itu.Atama menjerit saat Abraham hendak memperkosanya.Namun, semua usaha pemberontakannya tak kuasa menahan keganasan Abraham. Lelaki itu sudah seperti monster yang siap menerkam Atama.Masih berusaha mempertahankan diri, Atama tiba-tiba berteriak, "Baik, baiklah, aku akan menuruti semua perintahmu, Ab. Tapi aku mohon, jangan sakiti aku untuk saat ini. Beri aku waktu sampai aku benar-benar siap. Aku berjanji, setelah ini, aku akan selalu mendampingimu..." Atama bicara sambil menangis. Menutupi kedua bukit kembarnya yang masih tertutup pakaian dalam dengan kedua tangannya yang dia silangkan.Mendengar ucapan Atama, nafsu Abraham yang tadinya sudah menggebu perlahan surut. Lelaki itu tak menyangka jika Atama akan berbicara seperti itu."Apa, kamu tidak berbohong, Ata?" ucapnya serak.Atama mengangguk. "Ya, aku
Hari sudah beranjak sore, Atama masih terkurung di sana.Di dalam kamar itu.Dia kelaparan dan kehausan.Sudah berbagai cara dia coba untuk melarikan diri, namun tak ada satu pun usahanya yang berhasil.Bahkan jendela kamarnya saja dilapisi dengan teralis besi. Atama tak menemukan celah sedikit pun untuknya bisa keluar dari kamar ini.Satu hal yang hanya bisa dia lakukan adalah menutup tubuhnya yang terbuka dengan pakaian wanita yang dia temukan di dalam lemari kamar.Entah itu pakaian siapa, Atama tak memperdulikannya. AC di kamar itu begitu dingin, dan dia butuh pakaian yang lebih tertutup.Setelah lelah menangis bahkan suaranya nyaris hilang karena terus menerus berteriak seperti orang gila sejak tadi pagi, Atama kini hanya bisa tergolek lemah di sudut lantai kamar.Duduk memeluk lutut dan berurai air mata.Pikirannya tak lepas dari Aljabar dan Althair.Atama benar-benar menyesal karena tidak mempercayai ucapan suaminya.Hingga malam pun akhirnya tiba.Atama yang sudah lemas hampir