Gunung Sepuh yang penuh misteri, terkadang melahap siapa saja yang masuk ke dalamnya pada malam hari. Banyak sekali kasus orang yang hilang seperti ditelan bumi ketika mereka datang ke Gunung Sepuh, mereka tidak menyangka, bahwa gunung tersebut adalah tempat tinggal terakhir mereka selama hidup dan menghilang selamanya disana. Meskipun, berita tentang kehilangan orang-orang tersebut jarang sekali terdengar. Atau memang sengaja ditutup-tutupi oleh para warga Kampung Sepuh pada saat itu. Mereka hanya mencari satu atau dua hari saja ke dalam hutan. Selebihnya, mereka akan membiarkan mereka yang hilang di dalam hutan dengan segala kemungkinan yang mungkin saja sedang sekarat atau meninggal di dalam sana. Jalanan yang terjal ketika kita melewati lapangan yang menjadi titik pertama pendakian di Gunung Sepuh, juga banyak sekali jurang-jurang, gua, air terjun serta semak-semak yang bisa membuat mereka terperosok bahkan sampai mereka semua tersesat dan kehilangan arah untuk bisa kembali, mem
Pintu masuk Gunung Sepuh memang banyak, meskipun para manusia sering kali masuk ke jalur Kampung Sepuh, karena itu adalah satu-satunya jalan yang paling mudah ditempuh daripada jalur-jalur lain yang lebih terjal dan lebih curam untuk ditelusuri, namun banyak juga orang yang datang ke Gunung Sepuh melalui jalan-jalan yang lain. Karena mungkin dia tidak ingin apa yang dia lakukan di ketahui oleh warga Kampung Sepuh. Ada sebuah jalan, sebuah pintu masuk yang letaknya berbatasan langsung dengan kebun teh yang sangat luas, kebun teh yang membentang sebanyak ratusan hektar dan berakhir di Gunung Sepuh sebagai pembatasnya, sebuah pintu masuk kecil yang telah lama tidak terpakai, sehingga jalanan setapaknya pun dipenuhi oleh daun-daun kering yang menutupi jalanan tersebut selama bertahun-tahun. Namun kini, terdengar sebuah langkah kaki. Langkah kaki yang melewati jalanan tersebut dengan suara daun-daun kering yang terinjak oleh kakinya di tengah malam. Srak, Srak, Srak, Orang tersebut berj
Pada pagi ini, di depan warung. tampak ramai para warga yang berkumpul, terutama para laki-laki yang duduk dan bercengkrama satu sama lain dengan kopi dan rokok yang mereka hisap, juga dengan makanan ringan yang mereka makan untuk menemani mereka ketika sedang berkumpul pada pagi itu.Rasa dingin yang menusuk kulit mereka rasakan, sehingga mereka sekarang memakai jaket tebal, sarung, bahkan topi kupluk untuk menghangatkan tubuh mereka semua.Sudah beberapa hari ini mereka terlihat rajin berkumpul di depan warung, bahkan mengalahkan matahari yang beberapa menit lagi baru menampakan dirinya di belakang Gunung Sepuh dengan sinarnya yang hangat.Mereka sangat kompak keluar rumah ketika suara kokok ayam pertama terdengar di hari itu, dan berkumpul di depan warung dengan api unggun yang sengaja mereka bakar di sisi jalan untuk menghangatkan tubuh mereka semua.“Udah hampir tiga hari nih Mang, mereka belum keluar juga,” Kata Mang Yayat kepada Mas Parto pada saat itu.Mas Parto yang kini di t
Satu bulan telah berlalu dengan begitu cepat, kabar hilangnya Cepi dan Gema belum disadari oleh keluarga mereka. Odeng rupanya sengaja membuat surat, surat yang berisi seolah-olah kedua orang tersebut yang menulis, akan kepergiannya dari Kota Bandung dan bekerja diluar pulau karena ada proyek perkebunan kelapa sawit yang ada disana. Uang gaji yang biasa dikirimkan oleh Cepi dan Gema kepada keluarga mereka, kini Odeng kirimkan juga. Apalagi Odeng seringkali mengantar mereka berdua ke kantor pos untuk mengirim uang ketika mereka masih bekerja di satu tempat yang sama. “Duh laper, sepertinya nyari warung padang buat sarapan enak.” “Eh tapi warung padang di sekitar sini sudah pada didatangi semua, aku harus pergi agak jauhan.” Pikir Odeng, yang kini baru saja keluar dari kantor pos untuk mengirimkan uang kepada keluarga Gema dan Cepi di pagi itu. Odeng kini sudah pulang, di salah satu pinggiran kota kecil di daerah Bandung Barat. Namun, keluarganya tampak tidak tahu menahu tentang apa
Mang Badru yang baru sadar bahwa wanita yang menjadi tamunya masih berdiri tanpa mempersilakan nya masuk ke dalam rumahnya, tiba-tiba langsung berdiri. Dan mempersilakan masuk sembari membuka pintu rumahnya yang masih tertutup pada saat itu. “Aduh lupa Teh, malah dibiarin berdiri di luar. ” “Ngobrolnya di dalam aja, biar nanti enak ngobrolnya, mau layar yang sebesar apa, film-film yang mau diputar apa aja, sama....” “Ah nanti aja kita ngobrol di dalam, ” Kata Mang Badru sambil tersenyum. Seketika, Mang Badru pun menoleh ke arah Mang Suhay, yang masih sibuk dengan rol-rol film yang sedang dia rapikan. Lalu dia berkata secara perlahan untuk menyiapkan minuman untuk tamu yang jauh-jauh datang ke rumahnya untuk menyewa layar tancap yang nantinya akan di selenggarakan di kampungnya. “Mang, Mang ke dapur dulu, bikinin teh manis, kasian si Teteh nya nungguin di luar, biar kita ajak masuk buat ngobrol dulu,” Kata Mang Badru kepada Mang Suhay dengan nada yang pelan. Mang Suhay yang tahu m
Mang Suhay hanya bisa terdiam, apa yang dia lihat di depannya hanya sebuah jalanan berbatu dan kabut yang menutupi pandangannya. Dia yakin atas apa yang dia lihat, sesosok nenek-nenek pembawa kayu bakar muncul dan melintas di depan mobil yang sedang dia bawa secara tiba-tiba, dan hal itu membuat dirinya mengerem dengan sangat cepat, karena takut menabrak sosok nenek-nenek itu. Keringat dingin tiba-tiba muncul dari kepalanya, tubuhnya tiba-tiba kaku dan bergetar dengan hebat. Dia yang awalnya menatap jalan kini berbalik kembali ke arah Mang Badru. “Mang, jangan-jangan aku telat mengerem sehingga aku menabrak nenek-nenek itu,” Kata Mang Suhay dengan wajah yang pucat. Setelah dia berkata seperti itu kepada Mang Suhay, secara tiba-tiba dia langsung turun dari mobil nya. Turun dengan keadaan panik karena dia takut mobil yang sedang dia kendarai telat untuk berhenti, dan akhirnya menabrak nenek-nenek tersebut di dalam hutan yang penuh kabut. BRAK Pintu mobil ditutup dengan keras, tepat
“Ahhh, Mang Badru dan Mang Suhay, akhirnya datang juga.”“Selamat malam,” Kata Nengsih dengan suaranya yang sangat merdu.Mang Suhay yang menghentikan mobilnya tepat di dekat Nengsih yang sedang berdiri, kini mulai turun dan menyapa Nengsih dengan senyuman dari wajah mereka.“Gimana tadi perjalanannya, gak ada kendala kan ya?”Mang Badru yang baru turun dari mobil langsung menjawab perkataan Nengsih dengan segera, dia seperti terlihat terpesona oleh kecantikan Nengsih pada malam itu.Bagaimana tidak, di saat malam saja Nengsih masih terlihat cantik. Seperti permata yang belum pernah tersentuh oleh tangan-tangan manusia sehingga tampak indah dan alami.“Mang, Mang, jawab atuh itu si Teh Nengsihnya kan tanya,” Kata Mang Suhay yang terlihat menepuk-nepuk pundak Mang Badru pada saat itu.“Eh, hehehehe, apa tadi pertanyaanya?” Kata Mang Badru yang tersenyum malu di depan Nengsih.Nengsih hanya tersenyum, dia sedikit menggelengkan kepalanya sebelum akhirnya kembali berkata kepada Mang Badru
Semakin lama berjalan, Mang Suhay tampak merasakan sesuatu yang aneh. kedua orang yang awalnya berada di depan Nengsih, tidak terlihat melintas melewatinya. Padahal barang-barang tersebut sangatlah berat, dan tidak mungkin bisa mereka bawa dengan sekali jalan.Apalagi, kini sudah hampir dua puluh menit mereka berjalan. Tapi sama sekali belum ada tanda-tanda kampung yang dimaksud oleh Nengsih pada saat itu.Namun, sepertinya Mang Badru tampak tidak sadar akan hal tersebut, dia terlihat sedang asik dengan Nengsih yang ada di sebelahnya. Obrolan demi obrolan yang membuat Mang Badru tersipu malu membuatnya sedikit melupakan tentang mobil dan barang-barang yang harus mereka setting setibanya di kampung.“Euuu, kalau Teh Nengsih itu sudah nikah?” Kata Mang Badru.“Ah belum Kang, kalau aku mah ya gini-gini aja kerjanya, ngebantu Bu Laras ngurusin warga. Soalnya seringkali ada warga luar yang masuk dan keluar ke Kampung Sepuh.”“Ya tahu sendiri lah banyak orang yang dateng dari luar kampung,