Mohon maaf hari ini saya ada keperluan jadi hanya bisa upload satu bab
“Ahhh, Mang Badru dan Mang Suhay, akhirnya datang juga.”“Selamat malam,” Kata Nengsih dengan suaranya yang sangat merdu.Mang Suhay yang menghentikan mobilnya tepat di dekat Nengsih yang sedang berdiri, kini mulai turun dan menyapa Nengsih dengan senyuman dari wajah mereka.“Gimana tadi perjalanannya, gak ada kendala kan ya?”Mang Badru yang baru turun dari mobil langsung menjawab perkataan Nengsih dengan segera, dia seperti terlihat terpesona oleh kecantikan Nengsih pada malam itu.Bagaimana tidak, di saat malam saja Nengsih masih terlihat cantik. Seperti permata yang belum pernah tersentuh oleh tangan-tangan manusia sehingga tampak indah dan alami.“Mang, Mang, jawab atuh itu si Teh Nengsihnya kan tanya,” Kata Mang Suhay yang terlihat menepuk-nepuk pundak Mang Badru pada saat itu.“Eh, hehehehe, apa tadi pertanyaanya?” Kata Mang Badru yang tersenyum malu di depan Nengsih.Nengsih hanya tersenyum, dia sedikit menggelengkan kepalanya sebelum akhirnya kembali berkata kepada Mang Badru
Semakin lama berjalan, Mang Suhay tampak merasakan sesuatu yang aneh. kedua orang yang awalnya berada di depan Nengsih, tidak terlihat melintas melewatinya. Padahal barang-barang tersebut sangatlah berat, dan tidak mungkin bisa mereka bawa dengan sekali jalan.Apalagi, kini sudah hampir dua puluh menit mereka berjalan. Tapi sama sekali belum ada tanda-tanda kampung yang dimaksud oleh Nengsih pada saat itu.Namun, sepertinya Mang Badru tampak tidak sadar akan hal tersebut, dia terlihat sedang asik dengan Nengsih yang ada di sebelahnya. Obrolan demi obrolan yang membuat Mang Badru tersipu malu membuatnya sedikit melupakan tentang mobil dan barang-barang yang harus mereka setting setibanya di kampung.“Euuu, kalau Teh Nengsih itu sudah nikah?” Kata Mang Badru.“Ah belum Kang, kalau aku mah ya gini-gini aja kerjanya, ngebantu Bu Laras ngurusin warga. Soalnya seringkali ada warga luar yang masuk dan keluar ke Kampung Sepuh.”“Ya tahu sendiri lah banyak orang yang dateng dari luar kampung,
Sepi.Itu yang aku rasakan ketika aku setiap malam menjaga warung ini, suasana Kampung Sepuh yang berubah secara drastis dari siang ke malam, karena sudah sering ku lalui membuat aku semakin terbiasa akan hal tersebut.Aku sekarang tahu, perasaan Bapak ketika masih hidup. Ketika masih menanggung beban yang sedang aku tanggung sekarang, ketika pikiran-pikiran melayang mencari jalan keluar yang tak tentu arah setiap malam.Petunjuk-petunjuk yang Bapak dan Kakek kumpulkan tampak tidak berguna, semuanya sudah aku cari selama satu tahun lebih ini. Namun tidak ada satupun petunjuk lain tentang misteri yang menyelimuti kampung ini.Aku tidak tahu makhluk apa yang dulu melakukan perjanjian dengan leluhurku, aku juga tidak tahu kenapa leluhurku bisa sampai melakukan perjanjian dengannya. Bahkan aku tidak tahu tempat yang ada di foto usang yang diturunkan oleh keluargaku secara turun-temurun.Hampir seisi gunung sudah aku kelilingi, setiap tebing yang bisa ku raih sudah aku datangi, juga setiap
Di tengah-tengah keramaian yang terjadi di dalam pasar, Nengsih hanya berdiri di depan stan makanan yang bersebelahan dengan jalanan besar. Kedua tangannya tampak bergetar dengan hebat, wajahnya yang cantik terlihat sangat pucat dan tidak terlihat lagi senyuman yang muncul dari wajahnya yang cantik jelita itu.Hanya cahaya dari obor yang menerangi dia sendirian disana, dimana pada saat itu para warga sedang asik dengan film-film yang disuguhkan oleh Mang Suhay dan Mang Badru di malam itu.Tampak suara tertawa beberapa kali terdengar, suara tawa dari pada warga yang melihat si Bokir dalam film tersebut di takut-takuti oleh Suzanna yang sudah menjadi sundel bolong, sehingga tingkah lakunya membuat siapapun yang menonton adegan tersebut akan tertawa dibuatnya.Sedangkan Nengsih, hanya bisa berdiri, dengan tatapannya yang pucat dan mengarah ke ujung kampung yang tampak gelap gulita dan tidak ada cahaya penerangan sama sekali.Apalagi,Ketika orang yang dia tunggu-tunggu tiba, mata Nengsih
Malam semakin larut, bintang-bintang yang berkerlip memenuhi langit malam terlihat dengan jelas di depan kebun teh yang tampak tidak ada ujungnya itu. Langit yang tidak tertutup oleh apapun bisa menjadi pemandangan yang indah bagi beberapa orang, bisa menjadi tempat untuk menyendiri dan memikirkan segala permasalahan yang ada di dalam hidupnya. Juga bisa menjadi tempat bagi para makhluk yang bisa memunculkan ekstensinya kepada para manusia, karena sinar bulan bisa menjadi kekuatan bagi mereka untuk bisa menampakan dirinya agar para manusia ketakutan saat melihat wujudnya yang menakutkan. Namun, hal itu tampaknya tidak berlaku bagi kedua orang disana. Wanita yang masih muda dengan memakai baju kaos dan jaket berwarna biru muda dengan celana yang trendi pada masanya, juga sesosok laki-laki yang mungkin saja itu adalah Bapaknya dengan pakaian yang lebih santai. Dia hanya memakai kaos oblong bergambar band luar negeri yang sedang populer pada waktu itu, juga hanya memakai sendal jepit d
Tidak semua orang yang bisa akan mengatakan bahwa dirinya adalah seseorang yang mempunyai suatu keilmuan yang sudah dia pelajari selama hidupnya. Mereka biasanya lebih menyembunyikan dirinya dari kerumunan orang dan menganggap dirinya adalah orang biasa seperti layaknya orang-orang yang ada di sekitarnya. Seperti Pak Uki, dia adalah orang yang tidak ingin apa yang dia dapatkan dari leluhurnya diketahui oleh banyak orang. Hanya orang-orang tertentu saja yang tahu bahwa dia mempunyai keilmuan yang ada di dalam dirinya seperti Pak Darsa, namun dia juga tidak mencap dirinya sebagai orang yang bisa seperti layaknya Abah Ido, yang menjadikan apa yang dia pelajari tentang hal-hal seperti ini, untuk dijadikan sebagai mata pencaharian seperti sekarang. Pak Uki hanya seorang petani, petani dari sebuah kampung kecil di salah satu gunung yang berbatasan dengan Kabupaten Garut, sebuah gunung yang mempunyai sumber panas bumi alami sehingga tanahnya yang begitu subur, sehingga dapat ditanami oleh b
Layar tancap yang di gelar di pasar malam, masih terlihat meriah. Mereka semakin berkerumun di depan layar karena ini adalah salah satu hiburan bagi mereka semua, film-film horror yang Mang Badru putar disana, malah terlihat seperti film action oleh mereka semua. Tidak ada tatapan dan raut wajah yang ketakutan, tidak ada teriakan-teriakan ketika hantu yang di film muncul untuk menakuti para manusia yang ada di dalamnya. Yang ada mereka malah bersorak-sorai dan menunggu hantu itu muncul di dalam film tersebut. Mang Badru yang ada di bawah bersama dengan para penonton, secara tak sadar merasakan sesuatu yang aneh atas tingkah laku para penonton yang ada di dekatnya, apalagi seringkali bau busuk yang menyengat tercium olehnya, juga wangi-wangi bunga yang seringkali melintas sekilas ketika film sedang berlangsung pada malam itu. Hanya Mang Suhay yang mungkin masih belum sadar, mungkin karena dia duduk di atas dekat dengan proyektor, sehingga dia tidak mengamati dengan sangat jelas situa
Di Saat yang bersamaan, Pak Uki masih berdiri di tengah-tengah kebun teh yang gelap itu. Bersamaan dengan sosok Nenek yang seringkali muncul di tengah-tengah kebun teh dan seringkali menghalangi manusia yang akan datang ke Gunung Sepuh. Meskipun, semua tindakannya diabaikan oleh para manusia itu, karena mereka sudah terbutakan oleh ambisinya untuk mendapatkan kekayaan dan kejayaan dengan instan di dalam gunung. Nenek tersebut tidak berwujud sebagai makhluk yang menyeramkan, giginya tidak bertaring, wajahnya tidak menakutkan, pakaian yang dia kenakan pun terlihat rapi tidak kotor dan berdarah-darah seperti makhluk lainnya. Dia mewujudkan dirinya sebagai Nenek-nenek biasa, yang sering kali muncul sambil membawa kayu bakar di tengah-tengah kebun teh yang luas tersebut. Para warga di Kampung Sepuh, atau para warga yang melintas di jalur tersebut, seringkali menyebut sosok itu dengan nama Nini Enteh, yang berarti Nenek Teh. Karena wujudnya sering kali memunculkan dirinya di tengah-tenga