POV. LunaRasa jijik yang kemarin sempat hilang, karena sikap manis dan lembutnya suamiku, kini menyeruak dengan lebih ganas lagi. Aku jijik sejijiknya, membayangkan keb*jatan moral mereka.Segera kurebut ponsel yang ada dalam genggaman perempuan s*ndal itu. Kupukulkan ke punggung laki-laki yang tengah duduk dengan menunduk itu. Kupukulkan berkali-kali, hingga ponsel itu menjadi mati. Layar ponsel itu, bahkan sampai pecah tidak beraturan.Setelah puas, aku pun melemparkan ponsel itu, ke wajah perempuan itu. Kulempar dengan sekuat tenagaku."Percuma. Kamu remukkan ponsel ini pun, video itu sudah ada duplikatnya. Bahkan masih ada banyak video yang lainnya. Yang aku yakin, kamu pasti bakalan lebih syok, jika melihatnya. Bahwa suami yang sering kamu banggakan itu, yang katanya hanya mencintaimu, namun ternyata telah berbagi raga denganku!" ucap Bunga dengan begitu jumawa.Sementara, perempuan tua yang ada di sampingnya, yang kuduga sebagai ibu dari perempuan itu, hanya tersenyum-senyum, m
POV. Bunga Setelah selesai memuntahkan isi perutku, aku memutuskan untuk masuk ke kamar lagi. Aku ingin memulihkan tenagaku terlebih dahulu.Setelah rasa pusing ini berangsur-angsur menghilang, aku pun beranjak dari ranjang.Keluar dari rumah, menstater motorku, menuju apotik di ujung jalan. Betapa pikiranku sudah sangat tidak tenang. Bagaimana jika aku benar-benar hamil?"Lu kenapa pagi-pagi sudah muntah-muntah? Hamidun?" tanya salah seorang Ibu-ibu yang sedang membeli sayur.Spontan, semua orang yang sedang ada di situ pun, mengarahkan pandangannya ke arahku. Mereka menatapku dari ujung kepala hingga sampai ke ujung kakiku. Kebanyakan dari mereka, menatap ke arah perutku.Motor yang sudah kustarter pun, kumatikan lagi. Aku tidak suka dengan caranya bertanya. Usianya saja yang tua. Namun tidak punya sopan santun dalam berbicara."Eh, Bu, kalau ngomong hati-hati, jangan asal bicara. Siapa juga, yang hamil. Saya ini, masih perawan. Perawan ting ting. Saya muntah-muntah, karena asam la
POV. Bunga Aku pun menyimpan semua tespek yang ada. Akan kuberikan kejutan ini kepada Aksa, saat dia pulang liburan nanti.Pagi ini, hari Senin, aku sudah tidak sabar. Ingin segera berangkat ke kantor. Pasti Aksa sudah pulang kemarin, dari liburannya. Dan pagi ini, dia pasti datang ke kantor, untuk bekerja. Dia adalah karyawan teladan. Dia pasti tidak akan cuti berlama-lama.Dengan sangat bersemangat, aku segera mandi, kemudian berdandan. Kupoleskan blossom di pipiku, untuk menyamarkan wajahku yang sangat pucat ini. Aku pun memoleskan lipstik yang berwarna merah menyala, agar bibirku terlihat semakin menggoda.Tidak lupa, kumasukkan tespek itu, ke dalam tasku. Jika nanti Aksa bertanya, aku memiliki buktinya.Segera aku berjalan ke luar rumah. Kulihat Ibu-ibu itu bergerombol, dan berbisik-bisik. Biar saja. Aku tidak peduli.Aku segera menstarter sepeda motorku. Namun baru saja aku hendak menancap gas, aku justru merasakan mual yang teramat sangat.Meski aku sudah mencoba menahan denga
POV. Bunga"Mas, kamu tidak kasihan, kepadaku?" bujuknya."Aku mencintaimu dengan sangat. Bahkan aku sudah mengorbankan perasaanku, demi menerima perjodohan dari orang tua kita. Aku menerimamu. Setiap hari, aku belajar mencintaimu. Dan setelah aku menjadi begitu mencintaimu, kamu mengkhianatiku. Kamu berselingkuh, di belakangku. Sakit sekali rasanya. Dan mulai satu minggu yang lalu, aku mulai belajar untuk memaafkanmu. Aku belajar mengalahkan egoku. Berharap kita bisa kembali mesra, seperti dulu lagi. Dan satu minggu ini, aku sudah berhasil melaluinya. Kita kembali lagi, seperti pengantin baru. Sikapmu begitu manis kepadaku. Namun hari ini, aku mendapati kenyataan yang begitu pahit. Ternyata benih yang kamu tanam, sekarang sedang tumbuh di rahim perempuan itu. Sakit, Mas .... Di sini, akulah orang yang paling merasa tersakiti. Dan kamu masih ingin menambah bebanku, dengan cara ingin menusuk perutmu. Padahal kakimu saja baru sembuh. Aku yang merawatmu. Aku yang membuang kotoranmu, seti
POV. LunaHingga akhirnya aku melihat bagaimana perempuan itu nekat menusukkan pisau itu, ke perutnya.Aku segera mendorong tubuh suamiku, agar menolong perempuan itu. Semua terjadi secara spontan.Mas Aksa segera meraih tubuh itu. Direbutnya, pisau yang sudah sempat tertancap pucuknya itu.Melihat bagaimana suamiku menopang tubuh perempuan itu, hatiku terasa berdenyut begitu perih.Terlihat dengan mataku, dari perut perempuan itu, sempat mengeluarkan darah. Sementara, perempuan itu sudah pingsan.Aku pun bergegas menstater mobilku. Karena memang tadi pagi aku berangkat dengan mobil suamiku."Cepetan, Mas, kita bawa ke rumah sakit," teriakku.Mas Aksa lekas membopong tubuh perempuan itu, dan dimasukkan ke dalam mobil. Ditempatkan di jok bagian tengah.Aku segera menancap gas. Bahkan aku sampai lupa, jika Ibu dari perempuan itu, masih tertinggal di rumahku.Di sepanjang jalan, air mataku terus bercucuran. Aku yang bahkan tidak pernah berbuat zina, kenapa sekarang rumah tanggaku mengala
POV. Luna"Mas, jika kamu mencintaiku, nikahi perempuan itu ...."Ada yang berdenyut begitu perih, saat aku mengucapkan itu. Dalam mata terpejam, air mataku jatuh lebih deras, berdesak-desakan.Aku tidak mau ikut menanggung dosa suamiku. Entah nanti ke depannya akan seperti apa. Aku belum memikirkan. Aku juga tidak tahu, apakah pemikiranku ini benar atau tidak.Dari tangannya yang mencengkram lenganku dengan kuat, aku bisa menilai, bahwa suamiku tidak menyukai kalimat yang kuucapkan.Tapi saat tadi suamiku menjaga tubuh perempuan itu, aku bisa menilai, jika Mas Aksa seperti mengkhawatirkan perempuan itu. Entah mana yang benar. Ucapannya, atau gestur tubuhnya. Atau aku yang justru salah menilainya.Ponselnya berdering. Suamiku segera mengambil benda pipih itu dari saku celananya. Diusapnya ke atas, logo bergambar gagang telpon itu."Hallo," sapa suamiku."Dengan Pak Aksa?" tanya seseorang yang ada di seberang. Aku bisa mendengarnya, karena memang aku berdiri tepat di sisinya."Iya. And
POV. Luna"Mereka meminta, supaya Pak Aksa, menikahi Bunga. Karena sekarang Bunga sedang mengandung benihnya Pak Aksa. Makanya, saya melarang mereka untuk ikut masuk, karena saya ingin berbicara dari hati ke hati dengan kalian berdua. Jika sampai mereka ikut masuk, yang ada nanti justru mereka akan memaksakan kehendak mereka. Nanti keputusan Mas Aksa seperti apa, biar saya sampaikan kepada mereka," ujar Pak RT."Begini, Pak. Terus terang saja, saya merasa keberatan, jika saya harus menikahi perempuan itu. Karena apa? Kami melakukannya atas dasar suka sama suka. Bukan karena aku telah memperk*sanya. Apalagi saya sudah punya istri. Tentu saja, saya tidak mau menikahinya!" Suamiku menjawab dengan tegas."Baiklah, akan saya sampaikan, di luar. Saya takutnya, jika orang-orang kerabatnya Bunga itu ikut masuk, yang ada justru nanti akan menjadi gaduh," ucap Pak RT."Suruh masuk sekalian saja tidak apa-apa. Gaduh juga biar gaduh. Biar semuanya cepat selesai!" Mas Aksa berucap dengan lantang.
POV. AksaPenyesalan memang selalu datang terlambat. Seandainya saja, aku bisa memutar waktu. Bisa mengulang kembali hari itu. Hari di mana aku berzina dengan bekas pacarku. Tentu, aku tidak akan melakukannya.Besarnya penyesalan ini, sungguh tiada terkira.Hingga akhirnya Bunga hamil, mengandung benihku. Hal yang sama sekali tidak kuinginkan.Sejak Bunga memberitahu perihal kehamilannya, hidupku menjadi sangat kacau.Semua orang menekanku, agar aku mau menikahi perempuan itu. Demikian juga dengan Luna, istriku.Apalagi Bunga masih menyimpan kartu asku. Dia mengancam, akan menyebarkan video itu. Hal itulah yang membuat istriku semakin mendesakku, agar aku segera mengambil keputusan.Aku tahu, istriku terpaksa memaksaku untuk menikahi Bunga, karena dia tidak ingin nama baik ayahnya tercemar, terseret-seret dalam pusaran berita, jika sampai video itu tersebar ke jagat maya.Aku sadar. Semua adalah salahku. Akulah penyebab kekacauan itu. Gara-gara kesalahanku yang hanya satu kali kulakuk