Yumna menghentikan langkahnya. Lalu menoleh pada Mariana.
"Ada apa?"
"Aku meletakkan surat yang aku bungkus dengan plastik hitam. Biar enggak ketahuan kalau itu sebuah surat, Mbak."
"Buat, Mariyati?"
"I-iya. Tolong sampaikan surat itu padanya. Penting!"
"Kamu taruh di mana?"
"Di dalam tas, Mbak.
"Naik, Mar., Nanti aku akan sampaikan."
Dia mengambil mukena yang ditaruhnya dalam tas. Lalu menggelar sajadah. Bersamaan waktu itu. Petir terus menyambar dan menggelegar. Hujan angin pun mulai menyertai.
"Allahu Akbar!"
Di saat rakaat pertama. Yumna seperti mendengar suara seseorang yang menjerit keras, ditelinganya. Namun diabaikan.
"Allahu Akbar!"
Tiba-tiba ....
Bruaaakkk!
Pintu kamar Mariana telah terbuka lebar. Tampak Naning telah berdiri di ambang pintu dengan muka yang berusngut-sungut. Tanpa banyak bicara. Naning menarik sajadah Yumna, dan melempar ke luar jendela.
Serta dia mendo
"Setiap tahun. Pasti ada buruhnya yang meninggal. Setahun butuh tumbal dua orang.""Haaaaa?!"Yumna terbelalak. Apa yang ada dalam pikirannya menjadi kenyataan."Ja-jadi, Mbak Nnaing pesugihan?""Kata orang-orang seperti itu, Mbak. Makanya dia bisa kaya. Suaminya pun kita enggak pernah tahu yang mana. Karena ngakunya sudah bersuami.""Haaaaa ...!"Yumana semakin terperanjat dengan cerita ini."Yang kasihan itu, anak gadisnya. Kayak enggak boleh main keluar. Dia selalu berdiri termenung di depan jendela atas. Sebelumnya, gadis itu enggak pernah melakukannya. Sekitar beberapa bulan terakhir ini aja. Seperti orang tertekan.""Marianaaa!" desis Yumna.Kesedihan dalam hatinya tak mampu terbendung lagi."Sampean tahu, bagaimana cara dia memberi umpan pada tumbalnya?"Yumna menggeleng."Dia selalu suka memberikan makanan pada beberapa orang. Kalau istilah orang sini itu mbesang. Atau memberi umpan."
Tubuh Yumna sampai terhuyung ke belakang. Dia meringis kesakitan. Sembari memegang pipi yang memerah bekas tamparan.Di saat yang bersamaan. Saat tangan Mariman melayang pada wajah Yumna. Mariyati berteriak kencang."Bapaaaak!"Sedangkan Yumna masih sibuk dengan pikirannya sendiri.'Dari mana dia tahu? Apa Mbak Naning yang memberikan kabar padanya?'"Kau masih saja mau mengelak Yum?" bentak Mariman.Yumna hanya mampu membalas pandangan lelaki yang terlihat marah besar padanya. Tanpa Yumna ingin mengucapkan sepatah kata. Walau hanya mengerang. Dia ingin menunjukkan pada Mariman bahwa dirinya tak takut sama sekali."Sepertinya kau benar-benar ingin menantang aku!"Saat Mariman ingin melayangkan tamparan yang kedua. Mariyati sudah berlari ke arah. Dia memeluk sang Bapak, dengan terus berteriak."Pak! Aku mohon jangan memukul Mbak Yum lagi. Kalau Bapak ingin mukul, nih pipi aku. Bapak bisa tampar sepuasnya!" sergah
"Hilang?" ulang Mariyati."Iya. Kamu bisa lihat kembang yang tadi ada di sini, tiba-tiba hilang. Aneh kan?""Bener, Mbak. Kembang-kembang yang tadi enggak ada di sini," bisik Mariyati.Yumna segera menarik tangan Mariyati, agar segera meninggalkan tempat itu."Ayo cepetan ambil makanan yang ada di meja!" seru Yumna.Mereka hanya membawa mangkok, sendok, air putih, termos dan beberapa mis instan. Buru-buru pergi ke kamar."Kamu seharian apa enggak makan?""Enggak, Mbak.""Enggak beli juga?"Mariyati menggeleng."Hemmm, kamu sama kayak Mariana. Sukanya hanya di kamar aja."Tampak Yumna mulai merebus menggunakan heating. Hanya itu yang bisa mereka lakukan. Baik Yumna atau Mariyati tak mau berurusan dengan sosok makhluk penghuni kamar."Mbak, kok bisa kembang tadi menghilang ya?""Entahlah, Mar. Ada satu hal yang bikin aku bingung."Kali ini, Mariyati menghentikan
"Sejak aku dari rumah Naning. Jadi, sakit-sakitan. Mariyati juga sangat khawatir sama aku.""Memangnya Mbok Yumna, kenapa? Apa karena suguhan yang diberikan Bu Naning itu, Mbok?" Kali ini, Raisa langsung mengeluarkan semua tanya yang sedari tadi dia simpan."Iya, Nak. Aku ternyata menjadi target tumbal dia. Dia memakai pesugihan juga.""Tapi, dari mana Mbok Yumna, bisa tau?" tanya Delon penasaran.Tanpa menjawab. Wanita tua itu, beranjak dari tempat dia duduk. Berjalan menuju kamar.Delon, Raisa dan Hamaz saling berpandangan. Merasa aneh, kenapa dia langsung menuju kamar."Mungkin ada yang ingin dia tunjukkan sama kita.""Iya, Mas. Aku sepemikiran denagn Mas Hamaz," cetus Raisa.Tak lama wanita itu, telah kembali duduk bersama mereka. Meletakkan sesuatu di atas meja. Seperti sebuah surat."Surat?" Hampir bersamaan Delon, Raisa, dan Hamaz mengucapkannya."Iya. Kalian baca. Sambil aku menceritakan bagaimana aku bisa
"Haaahhh? Ja-jadi, aku emang dijadikan tumbal sama Naning? Dan, dia menikah sama Bapak? Tapi, kapan?" Yumna semakin terperanjat saat membaca surat itu. Buru-buru dia memasukkan ke dalam tas kecilnya. "Aku harus segera pergi dari rumah ini!" Sebelum dia pergi. Yumna sempat menuliskan surat. Untuk Mariyati. * Mariyati, kalau kamu membaca surat ini. Berarti aku sudah pergi jauh. Aku mencari seseorang yang bisa melenyapkan tumbal yang ditujukan buat aku, Mar. Jaga diri kalian baik-baik. Sampai kapan pun aku sangat menyayangi kalian. _Yumna_ * Kemudian, wanita itu melipat kertas dan meletakkan di atas bantal. Sengaja Yumna membawa surat dari Mariana. sebagai kenang-kenangan untuknya. Di dalam tas masih tersisa sedikit uang, bekas perjalanan kemarin. Yumna pun nekat untuk pergi. Tanpa menunggu Mariyati datang. Namun entah mengapa perasaannya begitu berat pada Mariana, dari pada Mariyati. Dia sendiri tak tahu a
"Mana bisa? seharusnya dengan kematian Mariana, pesugihan itu sudah berhenti. Karena anak-anaknya tidak mau melanjutkan semuanya.""Tapi, Mbok Yumna. Kenyataan yang ada, pesugihan itu masih memburu tumbal. Membunuh orang-orang yang lewat depan rumah itu. Dan sekarang, Raisa," jelas Hamaz."Ke-kenapa dengan dia?" tanya Mbok Yumna terkejut.Mbok Yumna sangat terkejut dengan penjelasan dari Hamaz.“Apa Mbok Yumna enggak pernah dengar, setelah kematian Bu Sapto. Kematian itu masih saja terus muncul. Termasuk para pemandi jenazah Bu Sapto. Dan, Raisa!”“Dia? Pemandi jenazah Bu Sapto?”“Iya, Mbok. Dan sudah tiga orang pemandi yang sudah meninggal. Serta seorang tetangga yang sangat dekat sama Raisa. Semua kematian mereka berhubungan dengan Bu Sapto ini, Mbok.”Mendengar semua itu. Yumna semakin terperanjat. Dia mengira semua sudah usai karena sudah tak ada lagi penerus ilmu pesugihan itu. Maka ilmu it
"Hayoo, masuk akal enggak itu. Yang melihat ini enggak satu dua orang. Banyak orang.Hanya saja dengan meninggalnya Mariman, beberapa warga merasa lega. Karena sudah tak ada warga desa mereka yang melakukan pesugihan. Namun, mereka salah besar!""Ternyata Mariana melanjutkan jalannya pesugihan itu lagi, Mbok?" sahut Hamaz."Iya, dengan syarat baru untuk tumbalnya. Kalau Bapak, dia menumbalkan dirinya sendiri dan orang yang yang menentang dirinya. Termasuk Ibu, biarpun sebenarnya bukan murni dari Bapak," ucapnya seraya tertunduk."Pasti dari makhluk itu!" tegas Raisa."Kamu benar, Nak.""Ja-jadi, termasuk mengambil sebagian anggota badan korban?" tanya Delon melotot.Yumna menggeleng."Aku tidak tahu kalau soal itu. Sepertinya kalian yang lebih tahu.""Kami pun sebenarnya tidak tahu, Mbok Yumna. Hanya menebak saja. Karena di rumah itu penuh dengan toples yang berisi bagian badan korban. Ada Mata, kuku, rambut, kulit pipi,
Mobil yang dikemudi oleh Delon melaju kencang melewati jalan tol. Meninggalkan semua kisah kenangan masa lalu bersama Mbok Yumna. Tampak Raisa masih terngiang semua ceritanya itu."Masih ada yang ganjil?"Tiba-tiba Raisa menyeletuk. Membuat Hamaz menoleh ke arahnya."Maksud Mbak Raisa?""Aku masih pensaran, Mas. Apa yang sebenarnya terjadi, saat Mariyati pergi meninggalkan rumah? Yang kata Mbok Yumna sekitar satu bulan itu.""Ohhh, benarnya juga kamu Raisa. Aku sebenarnya juga bertanya-tanya itu. Tapi, lupa saat mau tanya," sahut Delon."Kurasa Mbok Yum, juga enggak tau apa yang telah terjadi semasa itu. Cuman, ini pasti saling berhubungan dengan saudara kembarnya, Mariana," lanjut Hamaz.Sesaat ketiganya terdiam."Kenapa kamu kepikiran hal ini, Sa?""Menurut aku pasti terjadi hal luar biasa pada Mariyati. Yang aneh lagi, kenapa Mariyati akhirnya kembali? Padahal Mbok Yum sudah menyutuh dia pergi.""Bener, M