"Tidak usah memikirkan pendapat orang lain, Rena. Yang menjalani hidup itu, kan, kita. Kalau boleh saya minta, panggil saja saya Mas," pinta Rendy dengan wajah memerah. Rena bisa melihat itu. Dia sungguh merasa tidak enak dengan semua kebaikan Rendy. Namun, jauh di dasar hatinya, dia masih belum bisa melupakan mantan suaminya.Pandangan Rena tersentak, saat melihat sepasang laki-laki dan perempuan yang juga memasuki area parkir. Rena hendak bersembunyi, tapi wanita di seberang sana sudah keburu melihatnya. Selina melangkah mendekat pada Rena."Hai, Rena, apakabar?" ucapnya berbasa-basi. "Wah ... wah ... sepertinya kamu sedang hamil?" tanyanya seraya menatap bergantian pada Rena dan Rendy."Perasaan kamu baru saja cerai dari Eric, tapi kehamilanmu sudah sebesar ini. Apa jangan-jangan kamu jual diri lagi?" telisik Selina dengan tatapan mengejek. Rena melengos."Rena?" sapa Dokter Fredy yang ternyata mengekori Selina. Sekilas dia pun menatap heran pada perut Rena yang hanya berbalut dres
Kehamilan Rena kini sudah menginjak bulan kedelapan. Dia mulai kesusahan bergerak. Rendy sudah tidak mengizinkan lagi Rena untuk bekerja. Bahkan dengan tulus dia membelikan segala perlengkapan bayi yang belum ada.Setiap pagi Rendy sengaja mampir ke kontrakan Rena hanya untuk mengantarkan makanan. Walau Rena sudah sering menolaknya, tetapi Rendy tetap bersikukuh.Di dalam hatinya, Rena merasa tidak nyaman dengan kebaikan yang ditunjukkan oleh Rendy. Terlebih lagi, laki-laki itu sudah berulang kali melamarnya. Namun, dengan berat hati Rena menolaknya dengan halus. Dia masih merasa trauma dengan segala hal tentang cinta.Walaupun Rena seringkali menunjukkan penolakan, tetapi Rendy tidak patah arang. Dia berpikir, jika wanita itu akan luluh seiring berjalannya waktu. Dia percaya, jika setiap kebaikannya itu akan meninggalkan kesan baik dalam hati Rena.Kehamilan Rena tampak sehat. Hampir setiap minggu Dewi memeriksa kondisi kehamilan Rena. Memberikannya vitamin dan juga dukungan moril.S
Selama tinggal di kediaman Bu Wulan, Rena diperlakukan dengan baik sekali. Bu Wulan menyiapkan sebuh kamar yang cukup besar untuk Rena juga calon bayinya. Peralatan bayi juga sudah dipersiapkan dengan lengkap, ditambah lagi dengan perlengkapan yang dibelikan oleh Rendy.Rena sengaja tidak menanyakan jenis kelamin, setiap dia memeriksa kandungannya. Biar menjadi kejutan pada saatnya nanti.“Mau laki-laki atau perempuan, sama saja. Aku udah kebelet nimang cucu,” ujar Bu Wulan saat mengantar Rena ke dokter kandungan.“Bapakmu itu, dokter kandungan, tapi dia sama sekali tidak pernah merawatmu. Biar oma saja yang merawatmu.” Bu Wulan mengelus perut Rena yang sudah membuncit. Melihat itu, hati Rena benar-benar tersentuh. Walapun dicampakkan oleh sang suami, tetapi masih banyak orang yang menyayanginya. Matanya mulai berembun.“Terima kasih, Ibu,” ucap Rena lirih. Bu Wulan menoleh.“Lha, kamu ini tidak perlu berterima kasih. Aku seharusnya yang minta maaf karena kelakuan anakku itu, kamu dan
Di sebuah hotel mewah di hari yang sama, Dokter Fredy dan Selina pun sedang berbahagia. Mereka melakukan akad nikah dengan meriah. Dilanjutkan dengan resepsi yang tak kalah mewah.Di atas pelaminan dengan aneka bunga hidup. Dokter Fredy tampak gagah dengan tuksedo abu-abu dan kemeja putih. Tak kalah dari suaminya, Selina pun tampil cantik dengan gaun pengantin putih bak puteri raja. Rambutnya disanggul dengan riasan minimalis, tetapi dia tampak memukau. Pada dasarnya Selina memang sangat cantik.Deretan tamu undangan datang silih berganti. Menikmati jamuan dengan aneka hidangan lezat.Panggilan alam, memaksa Dokter Fredy untuk bernjak sebentar dari kursi pelaminan dan pergi ke toilet. Saat memasuki gang menuju ke sana, sebuah tangan menjegalnya.“Hai, Fredy. Kamu nikah gak undang-undang aku,” ucapnya dengan nada manja. Dokter Fredy tersentak kaget saat melihat kehadiran orang yang tidak diduganya.“Amy? Ngapain kamu di sini?” tanyanya ketus.“Aku di sini mau melihat mantan suamiku men
Selina keluar dari kamar mandi dengan menggunakan lingerie yang sangat menggoda. Warna merah menyala begitu kontras saat menempel di kulitnya yang putih mulus. Dia memandangi punggung suaminya yang berdiri di balkon. Dia menghampirinya perlahan, lalu memeluknya dari belakang.“Sayang,” ucapnya lirih.“Aku bahagia karena kini kita sudah bersama. Tidak ada lagi yang bisa memisahkan kita,” lanjutnya dengan wajah menempel di punggung suaminya. Dokter Fredy bergeming. Malam ini bukanlah malam pertama bagi mereka. Telah mereka lalui puluhan malam dalam jurang perzinahan. Dan kini, saat mereka telah resmi menjadi suami istri, Dokter Fredy malah merasa jijik.Jijik saat membayangan para lelaki itu menikmati tubuh indah Selina. Jijik dengan semua kebohongan yang dibuatnya. Membuat cerita rekayasa seolah dia trauma karena diperkosa. Padahal, dia menikmati bergelimangan harta dari para lelaki durjana.Perlahan Dokter Fredy melepaskan tangan Selina dari perutnya. Tanpa memandangnya Dokter Fredy k
Sehari di rumah sakit, Rena sudah diperbolehkan pulang, karena kondisi Rena dan bayinya memang sehat.Bu Wulan, Rendy dan Dewi sudah siap mengantar kepulangan Rena ke rumah sang mantan mertua.Segala administrasi sudah diselesaikan oleh Bu Wulan. Dia terlihat sudah tidak sabar untuk menggendong sang cucu tercinta."Dewi, bisa minta tolong bantu Rena dorong kursi roda, ya," pinta Bu Wulan.Namun, malah Rendy yang dengan sigap segera mendekat ke arah wanita yang baru melahirkan itu."Duh ... duh ... Rendy, kamu semangat amat," goda Dewi. Yang digoda tampak tersenyum malu-malu."Sama, Mbak Dewi aja, Pak," tolak Rena."Emangnya kalau sama saya, kenapa?" tanya Rendy."Gak apa-apa, Pak. Cuman saya ... merasa gak enak saja," jawab Rena. Rendy sepertinya paham. Dia segera menggeser posisinya dan membiarkan Dewi untuk membantu Rena berjalan ke arah kursi roda."Hati-hati, Ren. Ayo, pegangan sama saya," ujar Dewi sambil meraih punggung Rena."Mbak, ini jahitannya gak akan apa-apa, kan?" tanya Re
Dengan malas Dokter Fredy segera mandi dan berganti pakaian. Dia berharap dengan tinggal sejenak di rumah ibunya bisa mengurangi sedikit keruwetan hati.Siang itu, Dokter Fredy segera meluncur menuju kediaman ibunya yang berjarak sekitar empat jam dari rumahnya. Beruntung jalanan tidak begitu padat. Hingga melewati pintu tol Dokter Fredy langsung menancap gasnya. Dia sudah merasakan kerinduan yang teramat sangat pada sang ibu tercinta.Saat memasuki jalanan menuju rumah ibunya, terlihat dari jauh jika rumah besar itu sedang mengadakan acara. Tenda terpasang cantik di depan rumah. Orang-orang pun terlihat bergerombol di sana.Sejenak Dokter Fredy merasa kaget dan heran. Ada acara apa di rumah ibunya? Pikirnya.Dia menambah kecepatan laju mobilnya, lalu segera memarkir di lapangan yang tidak jauh dari sana.Tampak ibu-ibu berduyun-duyun datang ke sana. Dokter Fredy segera turun dan menghampiri rombongan ibu-ibu itu.“Maaf, Bu. Ada acara apa ya?” tanyanya sopan. Ibu-ibu itu menoleh sere
Karena keributan di luar semakin menjadi, Dokter Fredy segera menghampiri. Di sana terlihat Selina berkacak pinggang berhadapan dengan Dewi, mantan staff-nya.Selina berteriak-teriak.“Eric, keluar! Jangan kamu biarkan aku seperti ini. Aku tau kamu di dalam!” teriaknya. Dia hendak merangsek masuk, tetapi ditahan oleh Dewi.“Hei, kau wanita kurang ajar. Keluar kau! Kembalikan suamiku!” teriaknya lagi. Mendengar itu Rena segera keluar dan menyerahkan bayinya pada Bu Wulan yang tampak geleng-geleng melihat tamu tak diundang.Melihat Dokter Fredy dan Rena keluar dari kamar yang sama, membuat Selina semakin naik pitam.“Begini kau rupanya ya? Dasar pelacur kau! Kau rebut suamiku!” Selina kembali berteriak. Dia sepertinya tidak malu menjadi tontonan ibu-ibu yang datang untuk pengajian.“Kau yang pelacur!” balas Dewi.“Hei, siapa kau berani ikut campur?!” semprot Selina ke muka Dewi. Melihat itu Dokter Fredy segera menghampiri istrinya dan berusaha menahannya.“Selina, hentikan! Tidakkah kau