Dengan malas Dokter Fredy segera mandi dan berganti pakaian. Dia berharap dengan tinggal sejenak di rumah ibunya bisa mengurangi sedikit keruwetan hati.Siang itu, Dokter Fredy segera meluncur menuju kediaman ibunya yang berjarak sekitar empat jam dari rumahnya. Beruntung jalanan tidak begitu padat. Hingga melewati pintu tol Dokter Fredy langsung menancap gasnya. Dia sudah merasakan kerinduan yang teramat sangat pada sang ibu tercinta.Saat memasuki jalanan menuju rumah ibunya, terlihat dari jauh jika rumah besar itu sedang mengadakan acara. Tenda terpasang cantik di depan rumah. Orang-orang pun terlihat bergerombol di sana.Sejenak Dokter Fredy merasa kaget dan heran. Ada acara apa di rumah ibunya? Pikirnya.Dia menambah kecepatan laju mobilnya, lalu segera memarkir di lapangan yang tidak jauh dari sana.Tampak ibu-ibu berduyun-duyun datang ke sana. Dokter Fredy segera turun dan menghampiri rombongan ibu-ibu itu.“Maaf, Bu. Ada acara apa ya?” tanyanya sopan. Ibu-ibu itu menoleh sere
Karena keributan di luar semakin menjadi, Dokter Fredy segera menghampiri. Di sana terlihat Selina berkacak pinggang berhadapan dengan Dewi, mantan staff-nya.Selina berteriak-teriak.“Eric, keluar! Jangan kamu biarkan aku seperti ini. Aku tau kamu di dalam!” teriaknya. Dia hendak merangsek masuk, tetapi ditahan oleh Dewi.“Hei, kau wanita kurang ajar. Keluar kau! Kembalikan suamiku!” teriaknya lagi. Mendengar itu Rena segera keluar dan menyerahkan bayinya pada Bu Wulan yang tampak geleng-geleng melihat tamu tak diundang.Melihat Dokter Fredy dan Rena keluar dari kamar yang sama, membuat Selina semakin naik pitam.“Begini kau rupanya ya? Dasar pelacur kau! Kau rebut suamiku!” Selina kembali berteriak. Dia sepertinya tidak malu menjadi tontonan ibu-ibu yang datang untuk pengajian.“Kau yang pelacur!” balas Dewi.“Hei, siapa kau berani ikut campur?!” semprot Selina ke muka Dewi. Melihat itu Dokter Fredy segera menghampiri istrinya dan berusaha menahannya.“Selina, hentikan! Tidakkah kau
"Awas kau, Rena, Eric. Aku tidak terima dengan semua perlakuan kalian ini." Selina mondar-mandir di dalam kamarnya. Giginya bergemerutuk dengan tangan terkepal."Gara-gara si Amy sialan itu, semuanya jadi kacau. Aku harus cari cara biar Eric mau kembali padaku. Gimana ini ...," gumamnya sambil berkacak pinggang. Satu tangannya lagi memegang dagu."Padahal semuanya sudah sempurna. Eric percaya dengan semua ceritaku, terlebih lagi dia mau menikahiku. Sekarang semuanya hancur berantakan!" pekiknya sambil melempar sebuah vas bunga hingga hancur berantakan. Selina luruh ke lantai dengan napas tersengal."Aku harus hamil! Ya, ya, ya. Kalau aku hamil, Eric pasti mau kembali padaku. Tapi bagaimana caranya, selama ini aku selalu minum obat agar tidak hamil. Aku harus cari cara. Harus! Toh Eric selama ini tidak tau kalau aku pakai pengaman."Selina bangkit dan meriah ponselnya. Dia terlihat menekan tombol-tombol di layarnya."Dia pasti bisa menolongku. Aku harus bisa hamil secepatnya," gumamnya
"Cepet pake baju lo!" ujar Selina sambil memunguti setiap helai baju tidurnya yang tergeletak di lantai.Bel kembali ditekan beberapa kali. Sepertinya sang tamu sudah tidak sabar. Selina segera memakai baju dan memberi kode pada Andrew agar segera pergi ke mini bar yang berada di antara ruang tengah dan dapur.Selina segera berlari ke depan pintu. Dari lensa pembesar, dia bisa melihat tubuh jangkung Dokter Fredy sedang berdiri di balik pintu. Dengan wajah semringah Selina segera membuka pintu itu. Sebuah senyuman manis dia sunggingkan saat mantan suaminya itu menoleh ke arahnya. Wajah Dokter Fredy sangat tidak bersahabat. Dia merangsek masuk tanpa permisi. Selina mengekori di belakangnya."Sayang, kamu baru pulang. Kita sarapan bersama, ya?" Selina mencoba merayu.Tanpa mempedulikan rayuan Selina, Dokter Fredy memindai seisi ruangan hendak mengambil beberapa barang miliknya yang masih berada di sana.Dia langsung menuju kamar untuk mengambil baju-bajunya. Sebuah tas besar yang pernah
"Sayang, aku merasa ingin tinggal di rumah kamu, ya?" rengek Selina."Hmm ...." Dokter Fredy hanya menjawab dengan gumaman. Matanya fokus ke jalanan."Kok, kamu jawabnya males-malesan gitu, sih? Please deh, ini keinginan bayi ini. Dia mau tinggal dekat dengan papanya." Selina kembali merajuk. Dokter Fredy melengos."Iya, kamu boleh tinggal di rumahku. Sekarang kita cari makan dulu, setelah itu baru kita pulang," jawab Dokter Fredy. Wajah Selina langsung semringah."Makasih, Sayang." Selina meremas tangan Dokter Fredy yang berada di tuas gigi. Lelaki menyunggingkan seulas senyum hambar."Kamu mau makan apa?" tanya Dokter Fredy."Aku mau pasta. Boleh?" Selina balik bertanya. Dokter Fredy hanya mengangguk.'Iyeesss!' pekik hati Selina. Sesekali dia melirik pada lelaki yang fokus menyetir."Beli pasta di sini aja, ya. Aku lagi males makan pasta. Dulu biasanya Rena suka masakin aku sayur-sayuran," ujar Dokter Fredy tanpa sadar seraya membanting setir ke sebelah kanan untuk parkir. Mata Se
"Kamu berbohong?" tanyanya pelan. Selina tampak menyunggingkan senyuman terpaksa."Emh, itu. Aku tidak berbohong, Eric. Mungkin test pack-nya saja yang salah. Ini coba saja kamu lihat. Di sini hasilnya positif, kan?" ujarnya mencari alasan. Dokter Fredy melengos."Kamu berusaha membohongiku lagi, Selina! Untuk apa? Hah? Sekarang sudah jelas, kamu tidak hamil,. Jadi ... tidak ada alasan lagi kita bersama." Dokter Fredy bangkit dari kursi kebesarannya."Eric, tunggu! Ini semua karena aku benar-benar mencintaimu. Aku tidak mau kehilanganmu!" jerit Selina."Apakah cinta harus berbohong? Kau tau, yang membuatku membencimu karena semua kebohonganmu, Selina. Kau mengada-ngada, sudah diperkosa, padahal kau pergi berkelana dengan pria-pria yang memberimu gelimang harta."Please, Selina. kebohonganmu, malah membuatku semakin jijik padamu."Pergilah! Kita sudah tidak ada urusan lagi. Aku akan segera mengajukan gugatan cerai," ujar Dokter Fredy sambil membukakan pintu untuk mantan istrinya.Selin
"Ren, kamu dendam ya sama dokter itu?" tanya Rendy, sesaat setelah mereka di luar. Mereka menyusuri jalan komplek yang tampak lengang. Jalanan cukup terang karena terdapat banyak lampu di sepanjang jalan.Rena terdiam."Sebetulnya saya tidak ingin menyimpan dendam. Terlebih pada ayah Rafa. Saya hanya ingin menjaga jarak darinya. Hanya keledai yang jatuh ke lobang yang sama." Rena tersenyum miring."Kalau begitu ... apa kamu sudah siap menerima orang lain sebagai teman hidupmu?" tanya Rendy seraya melirik pada wanita yang berjalan di sebelahnya. Rena berhenti sesaat, menatap kosong pada gelapnya langit malam."Saya tidak tau, Pak. Hati saya rasanya sudah mati. Salah saya, telah menyerahkan segenap hati pada seorang pengkhianat." Rena kembali tersenyum miring. Merasa miris pada hidupnya yang mudah percaya pada pria yang baru dikenalnya."Oh, ya. Boleh aku tanya sesuatu?" tanya Rendy yang kembali jalan mengikuti langkah Rena."Ya?" Rena menoleh pada pria di sampingnya."Apa bener kamu me
Dokter Fredy memegangi pipinya yang terasa panas."Kau masih menganggapku pelacurmu, hah? Begitu? Jangan harap kau bisa menyentuhku lagi!" pekik Rena sambil berlalu ke dalam rumah.Dokter Fredy terdiam. Dia tidak menyangka jika Rena akan berlaku seperti itu. Wanita yang begitu penuh cinta kasih, kini berubah bengis. Karena dirinya. Karena rasa sakit yang telah diberikannya. Karena pengkhianatannya. Dan entah sejuta karena apalagi yang membuat Rena berubah seperti itu.*Saat masuk kamarnya terlihat Bu Wulan sudah terlelap dan Rafa ada di sampingnya. Rena tersenyum bahagia melihat dua orang yang begitu disayanginya. Rena tak tega membangunkan sang mantan ibu mertua yang tampak sedang menikmati tidur nyenyaknya. Akhirnya Rena meraih sebuah bantal dan kembali ke luar. Menuju sebuah sofa dan membaringkan diri di sana. Tak menunggu lama, dia langsung terlelap karena lelah.Dokter Fredy menatap tubuh kurus itu dengan tatapan nanar. Dia membopong tubuh yang semakin kurus itu ke kamar lamanya