Satu jam berlalu ketika Yumna duduk melipat lutut di depan kamar operasi. Meskipun Syahdu adalah orang ketiga dalam rumah tangganya, tetapi Yumna masih terlalu takut untuk ditinggal.Rasa trauma sebab kehilangan ayah membuat gadis itu sedikit sulit untuk ikhlas. Tidak berapa lama kemudian, Gus Hanan datang bersama ibunya Yumna disusul Bu Wenda di belakang bersama Amel."Gimana keadaan Syahdu?"Yumna menggeleng. "Belum ada kabar, Mas.""Kenapa? Maksudku kenapa tiba-tiba begini? Bukannya kalian mau ke klinik?"Gadis itu terisak, dia menceritakan semua kejadian dengan sangat detail. "Syahdu minta singgah ke alfamart lebih dulu. Aku kan mau masukin cemilan ke bagasi karena dia yang minta, tiba-tiba dia teriak nyuruh aku minggir. Jujur saat itu aku cuma mematung dan kaget, pas menoleh, Syahdu sudah bersimbah darah.""Kamu gak liat siapa yang mau celakain kamu?" tanya Amel juga."Nggak, Mel. Aku gak liat karena kan posisinya membelakang, mungkin Syahdu yang liat. Kalau gak percaya, cek CCTV
Selesai proses pemakaman tepat pukul lima sore, Bu Arin menghampiri Yumna yang terduduk lesu di depan rumah. Dia tidak peduli apa yang dirasakan Yumna saat itu yang penting dia harus mencemoohnya.Dia mendekat, Amel berusaha melarang, tetapi Bu Arin seperti orang kesetanan. Dia terus maju bahkan hampir saja Amel tersungkur ke belakang. Dia menarik jilbab Yumna yang sedang tidak berdaya.Gadis itu berteriak karena lehernya sakit. Akan tetapi, hal itu tidak membuat Bu Arin merasa luluh apalagi Bu Wenda, dia malah mengambil kesempatan untuk merekam kejadian itu."Gara-gara kamu Syahdu meninggal. Mentang dia dulu makanya kamu injak seenak hati? Harusnya yang mati itu kamu! Dasar, Pembunuh!""Maksud Bu Arin apa?" Amel langsung menepis kasar tangan Bu Arin, dia tidak peduli apakah orang tua itu tersinggung atau tidak. Amel hanya memikirkan mental sahabatnya yang sedang down.Gadis itu sangat tahu kalau Yumna tidak bersalah. Dia sudah menyuruh sepupunya untuk menyelidiki kasus itu diam-diam
Yumna berlari masuk kamar di mana Syahdu tinggal selama beberapa hari ini, dia mencari sesuatu yang bisa menjadi kenangan atau keluh kesah Syahdu. Dia tidak ingin menyesal jika tahu di akhir cerita.Apalagi situasi saat ini begitu tidak mendukung. Yumna mendapat hujatan karena dituduh sengaja ingin membunuh adik madunya. Padahal dia sama sekali tidak berniat demikian dan Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu."Kamu cari apa, Yum?" tanya Amel yang menyusulnya."Cari sesuatu yang bisa ditemukan, entah diary atau apa gitu yang berkaitan sama diri Syahdu. Aku butuh itu untuk tahu siapa dia sebenarnya."Amel mengerti, dia menggulung kasur dan menemukan buku harian warna hijau muda. Tebakannya tepat sekali karena dia juga menyimpan diary di tempat yang sama.Buku itu diraih dan disodorkan pada Yumna. Gadis itu menerimanya dan membaca lembar demi lembar yang ada. Banyak rahasia yang terkuak dalam buku itu.Syahdu adalah gadis yatim piatu yang diadopsi, tetapi kemudian kembali dibuang kar
Tausyiah oleh Gus Qabil sudah berlangsung sekitar lima belas menit, mereka semua mendengarkan dengan penuh penghayatan. Ada yang sampai berpikir, bagaimana jika dirinya yang mengalami kehilangan itu sementara selama ini terlalu sering menyakiti istri hanya karena masalah nafkah?Tujuh dari mereka benar-benar sadar karena sejak menikah, dia selalu menyepelekan kebutuhan istrinya demi sang ibu karena beranggapan bahwa surga suami masih ada pada ibunya.Sekarang mereka yang hadir baru mengerti bahwa adil yang sesungguhnya antara ibu dan istri adalah yang sesuai kebutuhan, bukan keinginan. Misalnya saja, jika kebutuhan istri adalah satu juta sementara bersihnya gaji suami adalah satu juta setengah, maka lima ratus itu untuk ibunya.Cara yang seperti itu jarang dilakukan karena adil lagi mereka adalah satu juta dibagi dua atau bahkan istrinya hanya dijatah lima ratus ribu perbulan, sedangkan ibunya bisa tembus tiga juta."Sayang istri kalian selagi masih ada karena kehilangan untuk selaman
Suasana pagi yang indah karena matahari bersinar begitu terang, kicau burung terdengar seperti alunan melodi cinta. Pada deru angin terdengar bisikan fatihah dari sang kekasih.Yumna duduk bersama Gus Hanan di samping makam yang masih basah bertabur bunga, pada nisan bertuliskan sebuah nama yang indah. Syahdu Amaliyah.Mereka berdua mengusap wajah lepas membacakan doa untuk gadis itu. Yumna memegang tangan suaminya yang gemetaran karena air mata kembali menggenang di pelupuknya.Apakah lelakinya sedang rindu? Apakah lelakinya tersadar telah cinta? Apakah lelakinya diselimuti penyesalan? Ataukah lelakinya sedang bertanya-tanya sekalipun tidak akan menemukan jawabnya?Syahdu pergi tanpa pamit pada semua orang. Akan tetapi, meninggalkan cinta dan kerinduan yang begitu mendalam. Tingkahnya yang kadang menggemaskan bagi Yumna membuat hati itu remuk redam."Mas, ayo kita pulang. Matahari sudah semakin tinggi loh."Gus Hanan tidak mendengar apa yang dikatakan istrinya. Dia diam bagai orang b
Gus Hanan kembali mengajar pukul sepuluh karena itu berguna untuk mengalihkan pikirannya sementara Yumna meminta Amel untuk datang jika mendapat izin. Dia juga ingin bertanya tentang kasus yang dia pegang.Sambil menunggu, gadis berusia 29 tahun itu pergi ke rumah ibunya untuk membantu memasak atau beres-beres. Di rumahnya masih ada sate dan lauk yang lumayan kalau dihangatin.Akan tetapi begitu sampai, dia melihat ibunya sedang menangis menunduk melihat album foto. Ya, itu album pernikahan Yumna dan Gus Hanan, bukan dengan Syahdu.Saat suaminya menikah lagi, dia tidak mengizinkan orang lain untuk mengambil foto kecuali oleh fotografer untuk berfoto secara resmi dan semuanya disimpan oleh Syahdu sendiri. Hanya ada lima lembar dan Yumna yakin foto itu sangat penting baginya.Foto berdua, bertiga dengan Yumna, bersama keluarganya, keluarga suami dan kakak madunya."Kenapa menangis, Bu?"Sang ibu yang semula tidak menyadari kehadiran anaknya tersentak, reflek menutup album berukuran besa
Setibanya di pesantren lima belas menit yang lalu mereka duduk di sebuah ruang tunggu khusus menunggu kedatangan Gus Qabil. Hati Yumna resah karena dia sendiri bingung harus bicara apa jika bertemu nanti."Jangankan untuk bertemu, memandang pun saja sudah tak boleh," bisik Amel menyanyikan lagu viral yang Yumna tidak tahu judulnya.Dia menertawakan diri sendiri karena kalimat yang dia susun sepanjang jalan tadi langsung buyar begitu melihat Gus Qabil datang seorang diri. Ingin bertanya tentang Fatimah juga malu."Ahlan, ada yang bisa dibantu?"Yumna memberanikan diri karena Amel sudah mengancam, jika dirinya tidak bisa menjelaskan tujuan ke pesantren, maka Amel sendiri yang berbicara dan Yumna tidak mau itu terjadi.Seperti yang sudah semua orang tahu kalau Amel adalah manusia yang paling nekat bahkan jika diminta teriak di jalan, kemungkinan besar dia akan melakukannya. Akan tetapi, Amel adalah sahabat yang baik dan sangat bertanggungjawab, makanya Yumna merasa betah."Begini, Gus. M
Hari Sabtu yang mendung, Amel datang dengan napas tersengal tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Setelah empat hari tanpa kabar, akhirnya dia memunculkan batang hidungnya.Yumna yang melihat Amel terlihat lelah sekali langsung menuju dapur, menuangkan segelas air putih dan mengantarnya ke depan. "Minum dulu!""Yum, aku sudah tahu pelakunya!" seru Amel berhasil membangkitkan rasa penasaran Yumna. Gadis itu menghela napas. "Bram. Kamu ingat sama dia?""Pa-acarnya Nurul?" Suara Yumna nampak sekali menggambarkan kalau gadis itu terkejut bukan main.Pasalnya sudah lama dia tidak pernah bertemu dengan lelaki itu, tetapi ternyata merencanakan pembunuhan untuknya. Yumna jadi teringat pada masa lalu ketika sepedanya rusak, bahkan harga dirinya diinjak-injak.Beruntung saat itu ada Gus Hanan yang selalu menolongnya diam-diam. Kalau Allah tidak mengirim Gus Hanan, maka tidak ada yang tahu apa yang terjadi padanya.Yumna merasa heran, apakah dendam itu masih ada? Lagi pula dia tidak merasa punya