“Keluar dari taman yang membuatmu sakit, meski di sana banyak sekali bunga-bunga yang indah.”—Boy Candra.***Pada hari ke tujuh kepergian Syahdu, semuanya sudah kembali pulih. Yumna bahkan ikut hadir menimba ilmu pada suaminya bersama para santri dan santriwati.Beberapa dari mereka mencoba akrab pada Yumna mengingat selama ini Gus Hanan selalu memberitahu kalau istrinya adalah perempuan shalihah. Tidak ingin membuat malu sang suami, Yumna tentu saja menerima uluran tangan mereka.Sekalipun memang sejak dulu dia tidak mau pandang bulu dalam berteman karena itu akan menyakiti hati mereka. Selama seorang teman itu tidak mengajak pada keburukan, maka harus menerimanya dengan baik.Semakin banyak teman, semakin banyak rezeki dari Tuhan. Jika salah seorang teman itu berubah, maka jangan meninggalkannya. Rangkul dia sampai merasa kalau kamu tulus bersahabat dengannya.Berikutnya adalah jadwal pengajian kelas al-qur'an di mana mereka dituntut untuk menghafal surah sesuai dengan kelas yang d
Masalah Bu Wenda dan Bu Arin yang datang meminta maaf belum Yumna ceritakan pada suaminya karena lelaki itu terlalu sibuk hari ini. Kelas yang padat juga tuntutan untuk mencari konsep khutbah yang bagus membuat job-nya semakin bertambah.Gus Hanan, meskipun dia bukan seorang khatib, tetapi diminta oleh jamaah untuk membaca khutbah dan ceramah satu kali dalam seminggu malam malam rabu. Apalagi jika Gus Qabil ada urusan, maka dia yang dipanggil ke pesantren untuk menggantikannya.Begitulah suka duka menikah dengan lelaki jebolan pesantren. Dakwah adalah segalanya, meskipun mengajar di masjid tidak dibayar sepeserpun, tetapi Gus Hanan selalu semangat demi mengejar ridho Ilahi.Yumna kembali teringat pada niat suaminya untuk tinggal di luar pesantren yakni memberi kesempatan bagi mereka yang mau menuntut ilmu, tetapi tidak mampu ke penjara suci itu entah karena terhalang biaya atau tidak bisa meninggalkan orang tuanya.Dengan adanya kegiatan yang Gus Hanan lakukan itu membuat sebagian dar
Yumna bertemu ibunya di jalan karena dia terlalu lama padahal hanya membeli sebungkus kaldu ayam. Tidak perlu menutupi perkara itu, Yumna memberitahu pada ibunya tentang Bu Wenda sambil melangkah menuju dapur."Jangan kasar sama orang tua, Nduk. Gak baik meskipun di salah. Menegur Bu Wenda atau yang lain gak harus seperti itu.""Lalu caranya kayak giman, Bu? Abis sudah bertahun-tahun, tapi gak ada tobat-tobatnya. Masa dibiarin terus dan kita sendiri yang sakit hati."Bu Dahlia tersenyum, dia tahu kalau Yumna kadang memiliki watak yang keras, jadi jika disangkal berulang kali pun kalau tidak sesuai dengan pikirannya, maka tidak akan mengalah.Ibarat kata, dia seperti batu. Akan tetapi, di sisi lain bisa melunak juga. Mungkin memang kebanyakan perempuan berwatak demikian. Lembut dan penyayang, tetapi kadang seperti singa kelaparan."Lain kali kalau Bu Wenda bicara, gak usah dihiraukan. Biar saja dia terus bicara pasti berhenti juga kalah sudah capek. Ibu tahu kamu gak mau difitnah terus
Bingkai foto ukuran besar itu Gus Hanan ambil, dia duduk di ranjang yang pernah dia tempati bersama Syahdu. Hanya dua kali mereka tidur bersama sebelum Syahdu meninggal.Di foto itu, Syahdu nampak begitu cantik dengan riasan yang tidak terlalu menor. Jilbabnya yang panjang menutupi dada menambah keanggunan dirinya.Gus Hanan tersenyum meskipun hatinya terasa perih. Aneh sekali, jika para pengantin menunggu hasil foto mereka dalam sebuah album besar, maka Gus Hanan tidak sama sekali. Bahkan foto itu baru dia lihat pertama kali sebulan setelah pernikahan.Dia salah, itu yang dirasakan Gus Hanan saat ini. Foto itu dia peluk karena rasa bersalah belum juga pergi dari hatinya. Dia memang seorang lelaki, tetapi hatinya tidak sekeras baja sehingga penyesalan tidak pernah alpa menghantui."Aku terlalu bodoh bahkan tidak bisa mengelabui hati sendiri. Kalau saja aku bisa pura-pura menerimamu atau paling tidak, berlaku adil, apa kelak kamu tidak akan menuntutku di hadapan Tuhan?" Sekali lagi Gus
"Kamu tahu nggak kalau jengkol itu dibenci karena aromanya, tetapi dicintai karena rasanya?" Mas Ilham terus mengikuti Yumna yang terburu-buru menuju masjid sebelum didapat oleh kamera CCTV alisa Bu Wenda dan antek-anteknya."Dia seperti kamu loh, Yum. Kamu dibenci orang karena fitnah dari Bu Wenda, tetapi dicintai karena pribadimu yang baik!" teriak Mas Ilham ketika Yumna menambah kecepatan sepedanya.Bagaimana mungkin Mas Ilham menganggap Yumna sama dengan jengkol yang bahkan gadis itu belum pernah mencicipinya. Tiba-tiba dia terjatuh karena menabrak batu besar membuat Mas Ilham mendekat hendak menolongnya, tetapi Yumna tidak mau menerima uluran tangan itu.Dia lebih memilih menahan sakit daripada harus menyentuh tangan yang tidak halal baginya apalagi tangan itu milik Mas Ilham, seseorang yang pernah ada di masa lalunya.Menurut Yumna, lelaki itu sudah tidak waras lagi karena masih mengganggu perempuan yang sudah bersuami. Bagaimana jika orang lain melihatnya menerima uluran tangan
Perputaran waktu tidak terasa bagi mereka yang sibuk dengan banyak urusan. Seperti Yumna yang saat ini mengenang empat puluh hari kepergian Syahdu. Siapa yang bisa menduga gadis itu pergi begitu cepat di usia pernikahannya yang belum genap satu bulan?Ajal adalah takdir yang tidak bisa diubah. Semakin bertambah umur di dunia, maka sesungguhnya semakin dekat dengan kematian. Yumna mendesah berat karena selalu takut jika sudah teringat ajal.Bukan dia tidak mau mati dan meninggalkan dunia yang fana, tetapi masih belum yakin bekalnya cukup untuk menghindari siksa kubur. Begitu banyak ceramah yang dia dengar tentang beratnya siksa kubur sehingga hatinya terus merintih dalam malam-malam yang pekat."Dalam sujudku berdoa, dalam tangisku menyesal. Astaghfirullah bukalah pintu taubat-Mu...." Alunan musik itu mengalun merdu dalam kamar Yumna.Air mata gadis itu terus menetes mengingat selama ini kurang dekat kepada Allah. Dia mendapat ujian, tetapi terkadang masih mengeluh padahal tahu bahwa A
"Mbak, kamu siapa? Aku menunggu sudah lima belas menit, tetapi belum bicara sepatah kata pun." Yumna melipat kedua tangan di depan dada karena sudah lelah menunggu.Pasalnya banyak pekerjaan lain yang harus dia lakukan, sementara gadis di hadapannya belum membuka mulut sama sekali. Yumna pun menyerah setelah menunggu dua menit lagi. "Maaf, Mbak, ini bukan piala dunia yang ada extra time kalau skornya seri. Jadi silakan keluar kalau tidak ada kebutuhan soalnya aku mau masak, nyapu, ngepel, nyuci.""Aku butuh, Mbak." Akhirnya gadis itu membuka suara."Butuh apa?""Suamimu." Dia pun tersenyum tanpa rasa bersalah.Yumna yang semula santai langsung tegang. Gadis di hadapannya tidak dia kenali sama sekali, kemudian datang mengaku membutuhkan Gus Hanan? Selain penampilannya yang terbilang seksi karena memakai rok mini dan baju lengan pendek, dia juga memiliki rambut dua warna yakni kuning dan ungu.Kalau penampilan seperti ini, seharusnya mencintai lelaki yang entah hobi basket atau balapan
Yumna resah karena Gus Hanan hanya pulang makan siang, lalu kembali ke masjid soalnya hari ini banyak santri yang hadir dan menyetorkan hafalannya. Yumna sudah mencoba untuk berbicara, tetapi Gus Hanan bilang untuk menundanya sampai sore nanti.Siang ini pun dia tidak bisa tidur karena pikirannya merajalela ke mana-mana. Yumna ingin cerita pada sang ibu juga tidak bisa karena Bu Dahlia harus tidur siang karena tadi malam terlalu sibuk menonton Indonesia's Got Talent.Pintu rumahnya terketuk pelan berulang kali, mau tidak mau Yumna harus bangun dan melangkah cepat ke depan. Dugaannya benar, Cybele datang lagi untuk ke tiga kalinya dan sekarang sudah pakai gamis."Jilbabnya ke mana, Saibel?""Terbang ke Argentina, Mbak nyari Paulo Dybala."Yumna memutar mata, dia sama sekali tidak tahu siapa Paulo Dybala yang gadis itu sebut. Tanpa permisi, gadis itu malah mendesak untuk masuk ke rumah Yumna dan duduk di kursi yang sama dengan sebelumnya.Memang Yumna sedang kesepian, tetapi kalau tamun