Yumna terjaga begitu mendengar pintu rumahnya terketuk, tetapi dia tidak langsung membukanya. Gadis itu terlalu lemah sehingga hanya bisa terbaring menunggu seseorang itu masuk.Dalam hitungan menit saja, Gus Hanan sudah muncul dengan pakaian pengantinnya sendirian. Hal itu lantas membuat Yumna terusik untuk menanyakan keberadaan sang adik madu."Kita harus bicara berdua, Mas Dika bilang ada sesuatu yang harus kamu beritahu padaku tanpa kehadiran Syahdu.""Syahdu ada di mana?""Di rumah ibu." Gus Hanan langsung duduk di tepi ranjang. "Katakan, apa yang mau kamu sampaikan, Dek? Dan kenapa tadi sampai pingsan?"Meskipun berat, Yumna juga harus memberitahu perkara besar itu pada suaminya. Dia tidak boleh menyimpan sendiri atau akan disalahkan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan."Mas, aku hamil."Gus Hanan terpengarah, dia ragu dengan apa yang didengarnya. Apakah dia salah dengar karena terlalu menginginkan anak dari istri tercintanya itu?Akhirnya dia bertanya, "apa? Tadi kamu ng
Tentu akan marah, tapi mas juga bingung harus gimana, Dek. Selama ini mas gak ada niat buat menikah lagi dan selalu mau menanti sampai belasan tahun, kamu gak sabaran. Sekarang lihat, kamu hamil dan mas sudah menikah lagi."Yumna tahu hal itu sangat menyakiti hati suaminya, maka dia meminta maaf dan mengaku tidak menyesal dengan keputusan itu. Sebagai bentuk permintaan maafnya, dia akan selalu setuju apapun keputusan sang suami asal bukan menceraikan Syahdu."Baiklah, mas akan meminta Syahdu tinggal di rumah ibu dulu dan meminta untuk diam sampai keadaan kita membaik. Aku sendiri yang akan bicara sama dia, kamu lebih baik istirahat dulu." Gus Hanan mengusap kepala Yumna lembut, setelah itu kembali ke luar rumah menemui Syahdu.Di rumah Mas Dika, Syahdu duduk di ruang tamu, mengobrol dengan Mas Dika dan sang ibu. Gus Hanan langsung duduk di antara mereka yang kebetulan hendak menyampaikan maksud.Dia merasa mereka berdua akan setuju karena ini demi kebaikan Yumna sendiri. Maka Gus Hana
"Kamu beneran mau jambu manis gak sih, Dek? Kasian tau mas Dika kalau ternyata kamu kerjain dia doang.""Ya betul lah, Mas.""Tapi kok mendadak bahagia banget padahal tadi lesu gitu.""Sepertinya pengaruh ngidam, Mas. Emang gitu kok ibu hamil kalau ngidam, gak percaya tanya aja sama orang lain." Yumna langsung pura-pura cemberut, dia melipat kedua tangan di depan dada."Bukan gitu, Dek. Mas cuman takut aja kamu ngerjain mas Dika. Kasian dia kalau ternyata kamu bercanda."Yumna hanya menanggapi dengan tawa karena malas berdebat. Lagi pula dia tidak sengaja meminta itu karena memang sedang ngiler sama jambu air.***Tepat setelah salat isya, Mas Dika kembali dengan sekantong jambu air di tangan kanannya. Dia lelah karena jarang sekali ada yang menjualnya. Terlalu peduli pada sang adik, akhirnya Mas Dika mencari di tempat lain yang sangat jauh dari rumahnya.Dia duduk di ruang tamu menunggu Yumna keluar. Gus Hanan sampai meminta maaf berulang kali karena merasa tidak enak padahal lelaki
Yumna menikmati hotdog itu tanpa menawarkan sedikit pun pada suaminya, padahal Gus Hanan begitu ingin ikut menyantap habis. Sudah lama lelaki itu tidak makan hotdog karena terlalu sibuk mengajar dan belajar.Rabu besok, dia ada kunjungan ke pondok pesantren menggantikan Gus Qabil mengajar kitab mantik dan balaghah. Sebenarnya dia ingin menolak karena masih belum terlalu fokus, tetapi Fatimah si keponakan salihahnya sedang sakit."Mas, besok kita jalan-jalan, ya. Kok aku ngerasa pengen makan bubur yang deket pasar itu loh.""Besok?" Gus Hanan tampak berpikir. Dia tidak enak untuk menolak ajakan istrinya yang sedang ngidam, tetapi mengajar adalah sebuah amanah yang sulit dia hindari.Sebagaimana pesan Kyai Sholeh ketika masih hidup bahwa setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan harus meluangkan waktu untuk belajar, bukan belajar di waktu luang. Begitu pula jika dia seorang pengajar, jangan meninggalkan amanah itu kecuali jika ada sesuatu yang sama sekali tidak bisa ditunda.Gus Ha
Sore hari, mereka berdua baru kembali ke rumah. Betapa terkejutnya Yumna melihat Bu Wenda sedang berbicara dengan Syahdu. Gus Hanan langsung memegang tangan istrinya karena tidak mau Yumna merasa sendirian."Eh, sudah pulang? Enak banget jalan-jalan berdua gak ngajak Syahdu!" sindir Bu Wenda telak.Yumna ingin menjawab, tetapi mendapat isyarat dari Gus Hanan. Lelaki itu tersenyum. "Maaf, Bu, kami gak jalan-jalan. Aku ada tugas ke pesantren, kalau Yumna ngejenguk Fatimah.""Tan, aku kan sudah bilang kalau Gus Hanan sama Mbak Yumna ke pesantren, kenapa masih tanya sama mereka?" sela Syahdu terlihat gugup. Dia pasti takut mendapat teguran dari suaminya."Syahdu bilang, kalian gak bawa dia karena Syahdu sendiri yang menolak. Apa itu benar?"Yumna diam, dia tidak berani mengangguk karena sedang mengandung, takut kelak anak yang dilahirkan jadi tukang bohong. Apalagi Gus Hanan yang sangat menjaga dirinya untuk selalu jujur kepada siapapun dan dalam keadaan apapun."Yuk masuk rumah, Mas, bia
Mereka berlima sudah duduk di meja makan di mana Gus Hanan duduk di samping Mas Dika tepat di depan Yumna. Suasana malam itu masih terkesan canggung bagi Syahdu sendiri.Dia tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana karena masih belum akrab dengan suami dan anggota keluarga kakak madunya. Sangat lucu bukan, di mana ada dua lelaki di sana, tetapi salah satunya masih sendiri sementara yang lainnya memiliki dua istri.Mas Dika diam-diam tersenyum karena dua gadis di depannya adalah istri dari Gus Hanan. Dia berpikir, kapan dirinya bisa memiliki seorang istri?"Nanti pakaian kamu kita angkut sekalian ke rumah, kamu sudah beres-beres, kan, Syahdu?"Pertanyaan Yumna berhasil membuat Syahdu terpengarah untuk beberapa detik. Setelah berhasil mencerna, dia mengangguk, lalu kembali menundukkan kepala ketika pandangannya tidak sengaja bertemu dengan Gus Hanan.Jantung Syahdu memompa begitu cepat. Bagaimana mungkin dia memili seorang suami yang bahkan bicara dengannya pun dia enggan? Tepatny
Yumna mengikuti Syahdu masuk ke kamar yang kosong. Sebenarnya kamar itu sengaja mereka buat untuk keluarga yang mau datang menginap, tetapi ternyata malah menjadi milik Syahdu."Barang-barangnya langsung masukin lemari, kamu jangan sungkan karena ini rumah kamu juga.""Iya, Mbak." Syahdu masih terus merasa tidak enak.Posisinya sebagai istri kedua sudah sepatutnya mendapat banyak ujian. Entah itu berupa hinaan dari teman dekat istri pertama atau malah tetangga rumahnya. Akan tetapi, setiap orang memang beda cerita, Bu Wenda bilang kalau grupnya sudah sibuk membicarakan Yumna.Dia ingin menyampaikan berita itu, tetapi terlalu takut disebut biang kerok dari semua masalah. Syahdu mendesah dalam keputus-asaan, dia memilih diam dan memasukkan pakaiannya ke dalam lemari berukuran sedang."Syahdu, kalau kamu butuh sesuatu bilang saja. Misal tidak suka kamar ini karena warnanya atau apa gitu? Kalau masalah luas, sama luas dengan kamar sebelah kok.""Sudah bagus, Mbak. Aku suka warna hijau mud
Selesai menjemur pakaian, Yumna langsung keluar menuju warung Mpok Asih untuk membeli garam dan tepung karena dia mau makan bakwan buatan sendiri. Sebenarnya mau minta tolong pada Syahdu, tetapi mengingat gadis itu ngambek tadi, jadi urung.Sepanjang perjalanan, Yumna terus berzikir memohon dikuatkan fisiknya karena saat ini dia merasa sangat kelelahan. Semua pekerjaan rumah dia lakukan sendiri. Mau minta tolong pada sang ibu nanti malah memarahi Syahdu."Mpok, beli garam!" kata Yumna begitu sampai."Yumna, tumben baru muncul?""Iya, Mpok. Biasanya nitip belanja sama ibu, ini mau beli garam."Mpok Asih mengangguk, lalu memberikan sebungkus garam itu. Setelah membayar sesuai nominal, Mpok Asih kembali memanggil namanya karena dia penasaran akan sesuatu."Kata Bu Wenda, kamu mau dicerai Gus Hanan karena mandul, ya, Yum? Maaf, mpok bukan kepo sama urusan rumah tangga orang lain, cuman kesal aja kalau denger mereka ngegosip di sini.""Nggak gitu, Mpok. Aku ndak mandul, kok. Ini lagi menga