Bab 56
Aku benar-benar merasa lega karena sudah berhasil mengungkapkan perasaanku pada Mas Hendra. Mas Hendra juga sudah menyatakan isi hatinya langsung padaku. Kami berdua sudah saling terbuka satu sama lain, kami juga sudah siap untuk membangun hubungan baru setelah kami mengetahui isi hati masing-masing.Aku memang sudah mengakui perasaanku pada Mas Hendra, tapi bukan berarti aku akan langsung menerima ajakannya untuk menikah. Aku sudah memberi penjelasan pada Mas Hendra, dan dia mau memahami kondisiku saat ini yang masih berusaha move on dari kegagalan pernikahanku sebelumnya."Makasih ya, Mel. Aku kira kamu bakal menolakku lagi," ucap Mas Hendra."Aku bukannya menolak kamu, Mas. Aku cuma ragu sama diriku sendiri," sahutku."Kamu harus lebih percaya diri, Mel. Jangan merasa rendah diri karena status kamu yang sekarang. Aku udah memilih kamu dan aku yakin nggak akan menyesali keputusanku. Aku juga nggak akan buru-buru, aku akan menunggBab 57Rambutku dijambak oleh seseorang yang tiba-tiba muncul di rumahku. Saat aku menoleh, ternyata orang itu adalah Ayu."Dari mana Ayu tahu rumahku?" batinku. Sepertinya Ayu juga melihat saat aku diantar pulang oleh Mas Hendra. Aku tidak ingin berburuk sangka, tapi mungkin saja Ayu memang mengikutiku sejak tadi dan dia mengetahui kegiatanku bersama Mas Hendra."Kamu itu cuma orang asing! Aku yang harusnya jadi istri Mas Hendra! Aku udah pacaran sama Mas Hendra selama bertahun-tahun dan hampir nikah sama dia! Aku nggak akan biarin siapa pun nikah sama Mas Hendra, termasuk kamu!" Ayu berteriak histeris hingga membuatku merinding.Sebelumnya aku sudah pernah diancam dengan pisau oleh Mas Iqbal. Kalau melihat amarah Ayu, kemungkinan besar Ayu juga membawa senjata tajam untuk menyakitiku. Waktu itu aku beruntung bisa selamat dari serangan Mas Iqbal berkat bantuan Mas Hendra. Tapi kali ini, mungkin aku tidak akan mendapatkan keberuntungan l
Bab 58Aku langsung dibawa pulang setelah menginap selama satu malam di rumah sakit. Karena tidak mendapat luka yang parah, jadi aku bisa meninggalkan rumah sakit lebih cepat.Setelah insiden kecelakaan itu, Ayu tidak pernah muncul lagi di hadapanku. Dari informasi yang kudapatkan dari Mba Mira, Ayu juga sudah tidak bekerja lagi di hotel Alfarizi. Ayu mengalami cacat permanen, dia juga sudah bercerai dari suaminya.Usai beristirahat di rumah selama beberapa hari, aku pun kembali beraktivitas di kafe. Tidak hanya sibuk mengurus kafe, aku juga mulai mempersiapkan pernikahanku dengan Mas Hendra.Ya, setelah aku dan Mas Hendra memastikan Ayu tidak akan menggangguku lagi, kami berdua pun memutuskan untuk mempercepat pernikahan. Setelah acara lamaran sederhana selesai digelar, aku dan Mas Hendra mulai mempersiapkan acara resepsi yang hanya akan dihadiri oleh kerabat dan teman dekat."Mel, kirain kamu nggak ke kafe hari ini," sapa Mba Mira padak
Bab 59Satu minggu begitu cepat berlalu. Tak terasa, esok hari akan menjadi penentuan dari penantian panjangku.Hari ini aku benar-benar merasa gelisah. Aku tak fokus melakukan apa pun dan tak bisa beristirahat dengan tenang.Besok adalah hari pernikahanku dengan Mas Hendra. Setelah melalui perjalanan yang panjang, akhirnya aku kembali berlabuh di pelabuhan cinta yang baru."Aku harus tidur lebih awal hari ini."Kupikir aku tidak akan gugup karena aku sudah pernah menikah sebelumnya. Tapi ternyata dugaanku salah. Sekarang aku bahkan jauh lebih gugup dibandingkan dengan pernikahan pertamaku dulu.Sekali lagi aku harus menjaga komitmenku dan membangun bahtera rumah tangga. Dan kali ini aku tidak boleh gagal lagi. Aku berharap pernikahan ini akan menjadi pernikahan terakhirku."Kenapa belum tidur, Mel?" tegur Mba Mira padaku.Mba Mira sudah menginap di rumahku selama beberapa hari terakhir ini. Dia sengaja menginap
Bab 60Aku berbincang sejenak dengan Mas Iqbal dan Bu Dahlia di pintu masuk pemakaman. Kami saling bertukar kabar dan menanyakan keadaan masing-masing setelah berpisah."Iya, Mas, aku udah nikah. Ini suamiku, Mas Hendra," jawabku.Mas Iqbal pasti masih ingat dengan wajah Mas Hendra. Dia juga sudah tahu kalau Mas Hendra adalah seorang polisi."Selamat ya. Kamu hebat bisa jadi istri polisi," cetus Mas Iqbal."Makasih, Mas. Udah lama kita nggak ketemu, gimana kabar kamu sama Ibu?""Seperti yang kamu lihat. Sekarang aku bukan Iqbal yang dulu lagi. Penampilan kita beda banget, ya? Kupikir, aku akan hidup makmur terus. Kupikir juga, kamu yang akan jadi penjual pempek terus," sahut Mas Iqbal. "Tapi ternyata aku salah. Keberuntunganku udah habis, sekarang aku udah nggak punya apa-apa lagi."Mas Hendra tidak memberikan banyak tanggapan. Dia hanya diam dan mendengarkan percakapanku dengan Mas Iqbal.Dilihat dari penampila
SEASON 2 Cerita ini merupakan lanjutan dari kisah sebelumnya ya. Tentu dengan tokoh baru dan alur yang berbeda. Namun, tetap ada beberapa tokoh lama yang akan melengkapi dan menyempurnakan cerita ini. Selamat membaca. 🌻🌻🌻 "Bima, kamu udah pulang?" Samar-samar kudengar suara ibu mertuaku menyambut kepulangan suamiku. Akhirnya Mas Bima pulang. Aku pun segera meninggalkan aktivitasku sejenak, kemudian bergegas menghampiri suamiku. "Mas?" Kudekati suamiku dan kucium punggung tangan laki-laki yang menjadi imamku itu. Wajah Mas Bima terlihat kusut. Mas Bima juga tampak tidak bersemangat. "Kenapa muka Mas Bima makin hari makin murung?" batinku penasaran. "Apa hasil perhitungan suaranya sudah ditetapkan? Apa Mas Bima benar-benar kalah?" "Kamu dari mana aja, Bim?" tegur ibu mertuaku pada putra kesayangannya. Mas Bima duduk di sofa ruang tamu dengan tubuh lesu. "Aku beneran kalah, Bu. Aku udah kalah!" ungkap Mas Bima dengan wajah frustasi. "Kamu yakin? Kamu udah periksa
Suasana tegang mulai menyelimuti ruang tamu. Mas Bima terus mengoceh sejak tadi, menyesalkan kekalahannya dalam pemilihan kepala daerah. Ibu mertuaku juga tak kalah pusing saat mendengar rengekan suamiku. Kami semua mulai kebingungan mencari cara untuk melunasi hutang pada rentenir."Kok kamu bisa kalah, Bim? Kemarin kamu udah nyebar banyak amplop 'kan? Kamu juga udah kasih bantuan ke banyak desa. Kenapa suara yang masuk nggak cukup untuk bikin kamu menang?" omel ibu mertuaku."Aku juga nggak tahu, Bu! Suara yang masuk untuk aku sedikit banget!" gerutu Mas Bima."Terus gimana, apa juragan Basri udah tahu kalau kamu kalah?"Tepat setelah ibu mertuaku melontarkan pertanyaan itu, terdengar suara pintu diketuk. Sepertinya ada seseorang yang datang bertamu ke rumah kami. Perhatian kami pun langsung teralihkan pada tamu tak diundang itu."Permisi!" Suara lantang seorang laki-laki membuatku terperanjat. Aku bertugas memb
Aku masih berdiri di depan kamar. Pikiranku mulai kacau setelah mendengar pembicaraan Mas Bima dan ibu mertuaku. Aku ingin segera pergi melarikan diri dari rumah ini, tapi aku tidak tahu harus pergi ke mana.Sepertinya aku harus membuat rencana terlebih dahulu. Tidak mungkin aku langsung meninggalkan rumah ini tanpa rencana yang matang. Setidaknya aku harus menentukan tempat tujuanku."Aku harus pergi ke mana sekarang? Tapi aku harus segera pergi dari rumah ini sebelum Mas Bima menyerahkan aku pada juragan hidung belang itu!" gumamku mulai panik.Aku tidak punya siapa-siapa di kota ini selain suami dan ibu mertuaku. Tempat tinggal orang tuaku sangat jauh. Aku berasal dari sebuah daerah yang berada di pedalaman Palembang.Aku hanya memiliki ibu, sedangkan ayahku sudah meninggal sejak aku masih SMP. Aku tidak memiliki saudara karena aku adalah anak tunggal, tapi aku mempunyai sepupu yang tinggal di kota lain.Jika a
Setelah menghabiskan makanan yang disuapkan oleh Mas Bima, akhirnya acara makan malam yang menyiksa ini pun selesai. Mas Bima dan ibu mertuaku mulai beranjak meninggalkan meja makan, begitu pula denganku yang ikut bergegas pergi dari ruang makan. Aku sudah tidak peduli lagi dengan meja makan yang berantakan. Aku tidak membereskan meja makan, apalagi mencuci piring seperti biasanya. Sesuai dengan rencanaku sebelumnya, aku harus segera pergi dari rumah ini. "Kamu mau ke mana, Nay?" Nampaknya Mas Bima melihatku yang agak terburu-buru sejak tadi. "Mau ke depan sebentar," sahutku. "Meja makan gimana? Kok belum kamu beresin?" omel ibu mertuaku. "Nanti aku urus, Bu. Sebentar, ya?" Aku kembali membuat-buat alasan. "Kamu mau ngapain? Habis makan tuh, piringnya dibersihin sekalian dong!" seru ibu mertuaku. Kebawelan Mas Bima dan ibunya membuatku tak bisa