Beranda / Romansa / KUBELI KESOMBONGAN IPARKU / Bab 69. Hesti Batal Menikah?

Share

Bab 69. Hesti Batal Menikah?

Penulis: Siti_Rohmah21
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Alhamdulillah, masih, Mbak. Minta tolong cepat, Mas, kalau nggak salah belok kanan lurus dikit ada rumah sakit," terang Hesti sambil menunjukkan arah ke depan.

"Iya sebentar lagi kita sampai, ini Maps nunjukin arah yang kamu sebut," sambung Ryan.

Aku panik tapi berusaha tenang. Kepikiran juga dengan kondisi Mama Desti, lalu bagaimana dengan Mas Arlan kalau ia mengetahui semua ini?

'Nggak, Mas Arlan jangan tahu kondisi Mama Desti, tubuhnya juga masih sangat lemah,' batinku sambil menyoroti ke arah belakang, tubuh dan wajah yang berlumur darah segar.

Kemudian, Ryan berhenti di area parkir rumah sakit, aku segera turun meminta bala bantuan petugas untuk membawa Mama Desti ke UGD.

Hesti turun setelah memastikan Mama Desti sudah dibawa dengan kereta dorong oleh petugas.

Kami mengekor dari belakang, tapi agak pelan karena Hesti tiba-tiba menggigit bibirnya sambil meremas perut.

"Kenapa?" tanyaku padanya.

"Kram, Mbak, perutku kram, biasa kalau terkena guncangan, mungkin karena tadi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
dina santi
sdh 2x saya tukar point tp g dpt bisa buka kunci.. gimana sech.. jangan bohong donk
goodnovel comment avatar
🅻︎🅸︎🆉︎_🅰︎
Begitulah Hes cinta kalau dipaksakan..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 70. Tabur Tuai

    Tiba-tiba Adit menghampiri Hesti lebih dekat lagi, ia seraya menantang Hesti, jarak mereka sangat dekat, hanya sekitar lima senti, tangannya menyentuh dagu Hesti yang lancip. Sepertinya ia serius dengan perkataannya. "Baiklah, kita batalkan pernikahan, beruntung belum sebar undangan!" tekan Adit. "Ayo, Mah, Pah, kita pulang!" ajak Adit sambil balik badan lalu pergi. Kedua orang tuanya hanya mengejar dan berteriak minta tunggu pada anaknya yang tengah tersulut emosi itu. Aku menyaksikan dimana adik iparku kini patah hati, hal yang sangat ditakutinya pada waktu itu terjadi juga, padahal kami sudah menutupi keburukan yang Mama Desti lakukan. Aku mendekati Hesti, menatih bahunya ke kursi tunggu, matanya mengembun, ada air mata yang ia tahan di pelupuk matanya. "Kamu emosi, kenapa tidak tenangkan dulu?" tanyaku sambil merapikan rambutnya. "Iya, kan bisa dibicarakan saat situasi sudah membaik," sambung Ryan ikut menasihati. "Keputusan ini sudah bulat, Adit bukan laki-laki yang baik un

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 71. Mata Hati Dila Tertutup

    Aku pernah mendapatkan satu pelajaran, dimana membicarakan perihal balasan di dunia. Tuhan punya cara untuk membuat manusia tersadar dengan membenturkan satu masalah yang setidaknya menjadikan seseorang berkaca. Saat ini Mas Gerry merasa ini adalah buah dari apa yang pernah ia lakukan selama ini, adiknya mengalami hal yang serupa dengan wanita yang dipermainkan olehnya. Meskipun sejujurnya aku tidak menyukai kepribadian Mbak Dila, dan merasakan pantas ia diperlakukan seperti itu dengan suaminya, tapi aku tidak membenarkan juga dengan apa yang dilakukan oleh Mas Gerry. Alasan apa pun, selingkuh itu tetap dilarang karena jatuhnya perzinahan. Namun, setiap manusia berhak untuk memilih jalan hidupnya masing-masing. Mungkin pilihan Calista dan Hesti sudah benar, menjalani hidup masing-masing dan mencari laki-laki yang benar-benar tulus mencintai bukan karena darah daging mereka yang tumbuh dalam rahim perempuan. Dikarenakan sudah ada Mas Gerry di rumah sakit, akhirnya aku pamit untuk me

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 72. Peristirahatan Terakhir

    "Pah, ada apa ini? Jangan buat aku penasaran," timpalku dengan tangan bergetar. "Eyang meninggal dunia, Nilam," jawab papa membuatku lemas seketika. Memang eyang sudah tua, sering sakit-sakitan, tapi aku belum sempat jenguk semenjak papa ke sana. Air mata tak terasa berlinang, teringat pesannya sewaktu aku kecil dulu. "Nilam, kalau kamu nanti hidup berumah tangga, jangan lupa bersosialisasi dengan tetangga, kalau ada yang sakit kamu jenguk. Kita hidup di tengah-tengah lingkungan mereka, harus tahu jika ada salah seorang yang sakit bahkan meninggal," kata eyang seperti itu. "Nilam," panggil papa membuyarkan lamunanku. "Ya, Pah," sahutku. "Arlan gimana? Apa kamu bisa terbang ke sini untuk antar Eyang ke peristirahatan terakhirnya?" tanya papa. Aku nggak mungkin melewatkan hal ini, jadi memang harus izin pada Mas Arlan untuk terbang ke Kalimantan. "Iya, Pah. Aku ke sana, Om Farhan gimana?" tanyaku lagi. "Kamu sudah dibelikan tiket oleh Farhan, nanti dia jemput di rumah sakit, set

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 73. Ada Apa dengan Pengacara Kiara?

    "Lupa, ya? Aku Dimas, mantan suaminya Kiara." Dia memperkenalkan dirinya lebih dulu. Aku benar-benar lupa dengan wajahnya, jauh berbeda saat kulihat dia melalui foto di sosial media. Dimana laki-laki itu masih terlihat culun sekali. "Eh bukan lupa, tapi kita kan memang belum pernah jumpa, aku pernah tahu kabar Kiara cerai juga dari pemberitaan sosial media," sanggahku padanya. "Tapi, kok kamu kenal aku?" tanyaku gantian. "Kenal dari Kiara, aku sempat bantuin dia neror kamu, maaf ya," celetuknya membuatku menghela napas sambil geleng kepala. Ternyata selama ini Kiara neror aku dibantu olehnya, mantan suaminya. "Aku laporin polisi juga ya, mau?" tanyaku agak mengancam. "Jangan, aku sadar hanya dimanfaatkan oleh Kiara dan Om Rifat, makanya kusudahi semuanya, untung tidak terlampau jauh aku ikut dalam kejahatan yang ia buat," jelasnya lagi. "Terus, kamu ngapain di sini? Lari dari masalah atau gimana? Aku lapor ya," ancamku lagi. Sebenarnya ancaman ini hanya menutupi rasa takutku, kha

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 74. Permintaan Maaf Palsu

    "Angkat, Nilam," suruh papa. "Tapi jangan bilang macam-macam, Papa sudah sewa pengacara juga kok," kata papa lagi. Aku segera mengangkat telepon darinya, mungkin ada hal penting yang harus orang itu katakan. "Halo," ucapku padanya. "Halo, Nilam, apa kabar?" timpal orang yang di seberang sana, suara itu ternyata suara Kiara. Berati pengacara itu sedang berada di penjara. "Hemm, tentu baik, ngapain Anda telepon saya?" tanyaku heran. "Aku ingin minta maaf, Nilam, maafkan segala kesalahanku, jujur saja aku khilaf," ungkap Kiara membuatku tambah keheranan. Sebab kami tidak saling bertatap muka, jadi tidak tahu sebenarnya Kiara tulus atau tidak. "Khilaf? Tapi dua kali loh, apa papamu juga khilaf?" cecarku merasa aneh. "Aku benar-benar nggak tahu kalau papa melakukan hal yang sama, tolong maafkan aku ya," lirih Kiara. Aku terdiam bertanya pada papa dan Mas Arlan dengan bahasa isyarat bibir dikomat-kamit. "Kalau aku sudah maafkan, lalu apa lagi?" tanyaku seperti menantang. "Nggak ad

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 75. End Season 1

    Bab 75Aku mengubah posisi yang tadinya santai menyandar, kini duduk tegak sambil membaca isi berita yang dikirim salah satu kerabat dari Calista. Di layar ponsel ditulis di sosial media berwarna biru bahwa Calista dan Mas Hendra dikabarkan meninggal dunia ketika hendak menyebrang kapal laut ke arah Lampung. Berita duka kapal tenggelam yang diberitakan kemarin sore ternyata ada Calista dan Mas Hendra dalam daftar penumpang. "Inalilahiwainnailaihi rojiun, apa Mas Gerry tahu kabar ini?" tanyaku bicara sendirian sambil terus mencari kebenarannya. Aku scroll kolom komentar, ternyata berita duka itu benar, jasad masih dalam pencarian tim SAR. Ternyata Calista berniat mau tinggal di kampung dengan sang kakak. Kemungkinan karena jika di Jogjakarta, Mas Gerry masih dengan mudah mengunjunginya. Mas Arlan menghampiri, lalu menanyakan kenapa aku kelihatan shock. Ia tahu betul raut wajah sang istri. Lalu aku ceritakan semuanya, ia sempat tidak percaya, tapi di kolom komentar, sanak saudara ba

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 76. Season 2 Telah Dimulai

    Kami pulang bersama, karena persidangan akan ditunda. Mama dan Hesti sudah pulang lebih dulu, mereka ingin mencari keberadaan Mas Gerry. Entahlah apa yang mereka ingin perbuat, yang terpenting korban dan saksi yang tadi sudah hadir bisa menjadi pertimbangan hakim, meskipun vonisnya nanti tidak menyenangkan hati, sebab setahuku pengacara yang digandeng oleh Kiara adalah pengacara terbaik, dan selalu memenangkan perkara. Di parkiran, aku bertemu dengan Pak Denis, pengacaranya Kiara, ia menyunggingkan senyuman semringah. Kami masuk tanpa bicara lagi dengannya. Pikiran ini berkecamuk, bercampur aduk, apa mereka akan bebas tanpa dihukum? Bukankah sudah jelas bahwa mereka semua bersalah? Penusukan yang dilakukan anak buahnya Danang, seharusnya memberatkan hukuman mereka. "Sudahlah, jangan pikirin masalah ini, hukuman mereka biar hakim yang putuskan, kalau tidak memuaskan, biar Tuhan yang menghukumnya nanti," ungkap papa sambil mengelus rambutku. "Iya, kamu fokus dengan bayi kita aja," k

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 77. Disumpahin Dila

    "Mas, Mbak Calista kan tenggelam karena musibah," sanggahku menolak disalahkan. Mas Gerry terdiam sejenak tapi setelah itu langsung menutup kaca mobilnya dan melaju begitu saja. Astaga, baru kali ini ada orang yang tak peduli dengan ucapanku dan meninggalkan aku tanpa permisi lagi.Mana keluar dari rumah untuk mencariku, ia menghampiri dengan langkah setengah berlari. "Kamu ini ngapain sih ngejar mobil orang?" tanya mama. "Itu Mas Gerry, Mah, entahlah dia kenapa sampai seperti itu," ucapku padanya. Mata ini masih tertuju ke arah mobil yang masih terlihat dari kejauhan. Sesekali aku mengalihkan pandangan ke rumah berlantai dia yang dihadiahkan Kiara untuk Mbak Dila. "Sudah, masuk yuk! Nggak usah mikirin macam-macam, pokoknya kamu lagi hamil jangan mudah stress," perintah mama. Kami masuk dan kembali membuat rujak. Aku tidak boleh memikirkan masalah berat oleh mama. Namun, tetap saja kepikiran dengan nama kakak ipar. Aku termenung, masih terlintas kata-kata yang dilontarkan Mas Ge

Bab terbaru

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 87. TAMAT

    "Apa yang diculik itu sekarang masih hidup, Mbok?" tanyaku menyelidik. Ini kesempatan emas untukku mencari tahu, khawatir hal ini ada kaitannya dengan cincin inisial C."Baru saja meninggal tadi, Non. Makanya Mbok ke sini, takut, Mbok punya firasat tidak enak. Ingat kejadian dulu Mama Desti yang telah membunuh mamanya Mas Arlan," ungkap Mbok Nur.Aku pun mendadak berkeringat, ini masalah yang dulu bisa diungkap kembali jika ada sesuatu yang terjadi dan Mama Desti membantunya."Om curiga ini Dila menculik Calista, dan kakaknya, sampai sekarang informasi itu masih simpang siur," ucap Om Farhan.Aku tertunduk, masih merasakan cucuran keringat yang keluar sedikit demi sedikit sebesar biji jagung."Kebenaran akan menang, Om, kejahatan pasti akan kalah," timpal Mas Arlan.***Akikah anak pertamaku telah tiba, acara banyak dikunjungi oleh tamu undangan. Semua sudah datang untuk mendoakan baby AN menjadi anak soleh.Acara dilaksanakan penuh khidmat. Lantunan ayat membuat acara yang netral me

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 86. Secercah Titik Terang

    Aku termenung sejenak, meneliti huruf inisial yang tertera di cincin. Namun, tiba-tiba saja Baby AN nangis, aku langsung menggendongnya, cincin itu digenggam Mas Arlan.Kami semua masuk dan menuju kamarku, pernak pernik bayi sudah terukir di sudut kamar, "Ah senangnya memiliki bayi, seperti punya kehidupan baru lagi," ucapku sambil menghela napas dan menyoroti ruangan.Tangan Mas Arlan berada di bahu, ia menepuk pundak ini pelan, lalu menciumi keningku dan Baby AN."Kesayanganku, kalian ini jantung hatiku," ungkap Mas Arlan.Aku tersenyum sambil menyandarkan kepala di bahunya.Inilah keluarga kecilku, setelah beberapa purnama mengharapkan kehadiran sang buah hati, kini bayi mungil berada di pangkuan kami.Mama keseringan bolak-balik karena tidak bisa mendengar Baby AN nangis, ia langsung buru-buru datang ketika tangisan cucunya memekikkan telinga. Padahal hanya buang air besar, mamaku sudah khawatir padanya."Kalau lihat dia ngejan langsung buru-buru salin dong jangan sampai lecet," s

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 85. Cincin Inisial C

    "Itu dia, Nilam, Om obrolan Om belum selesai tapi Dila udah datang," kata Om Farhan.Papa melirik ke arah adiknya, lalu berpindah ke arahku."Apa kematian Calista sabotase Dila?" tanya papa tiba-tiba curiga."Masa iya kecelakaan kapal bisa salah? Waktu itu kita nggak datang sih ya ke rumah sanak saudara mengucapkan bela sungkawa," timpalku. "Lagian kalau sabotase, sembilan bulan masa iya tidak tercium," tambahku masih tidak percaya."Bukankah mamaku juga meninggal dunia karena sabotase Mama Desti? Dan baru ketahuan setelah puluhan tahun," sambung Mas Arlan.Aku terdiam sejenak, yang dikatakan oleh Mas Arlan ada benarnya, tapi ini juga termasuk buruk sangka, sebab saat Calista dinyatakan meninggal dunia, Mbak Dila itu berada di dalam jeruji besi."Ah sudahlah, tak usah memikirkan yang sudah tidak ada, lagi pula yang namanya bangkai pasti terkuak. Jika ada sabotase dalam kematian Calista dan kakaknya, cepat atau lambat akan terbongkar juga. Sekarang, kalian fokus dengan Baby AN, mau dik

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 84. Baby AN

    "Kamu harus kuat, Nak. Demi Mama," lirih mamaku seraya memohon.Terlintas semua yang kulalui bersama Mas Arlan. Seketika kekuatan muncul dan perut terasa mulas ingin buang air besar."Mah, aku kepingin mengejan," kataku dengan suara pelan. Rasanya tenaga yang tersisa sudah tidak banyak.Mama menoleh ke area bawah, ia terkejut melihat sudah banyak darah yang mengalir dari area vagina. "Nilam, sepertinya kamu sudah pembukaan sembilan, ya sudah dicoba mengejan," suruh mama.Aku berhitung dalam hati lalu mengerang sambil mengejan, dan mama menyuruhku terus dan tambahkan kekuatan. Setelah mengejan ketiga kalinya, tiba-tiba saja seperti ada yang jatuh ke daerah jok mobil. Kemudian, suara bayi menangis pun melengking tinggi."Ya Allah anakmu sudah lahir, Nilam. Bayinya laki-laki," ungkap mama.Aku tersenyum sambil menurunkan bahu. Ada tangis mengiringi, akhirnya aku kuat mengeluarkan bayi di dalam mobil sendirian, hanya di bantu mama."Mah tapi aku masih mulas," kataku sambil menjerit kembal

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 83. Sembilan Bulan Berlalu

    Aku sudah kongkalikong saat melakukan pembayaran. Tadinya hanya minta tolong periksa, tapi kata Mas Arlan, sekalian kalau ada yang janggal bikin bagaimana caranya mengetahui bahwa Tante Sita ini berbohong. Jadi, ketika keluar ruangan aku pun melakukan sandiwara seperti Tante Sita. "Sekarang sudah jelas, Tante yang mengurung Om Farhan dua hari ini, kan?" cecarku sengaja. "Jangan sembarangan nuduh kamu, Nilam!" sanggah Tante Sita. "Aku nggak sembarangan, tentu disertai bukti. Dokter Lutfi adalah temanku, ia bilang obat bius itu takkan mungkin digunakan sendiri oleh Om Farhan, itu artinya ada orang yang masuk sebelum Tante Sita," terangku. "Tapi bukan Tante.""Lalu siapa wanita yang dia hari ini bolak balik ke sini? Sudahlah jangan bohong!" Aku bukan sembarangan menuduh tapi sudah bilang pada petugas hotel untuk mengirim rekaman CCTV-nya ke nomorku. "Jadi kamu?" Tante Sita mulai sadar. "Ya, tadi petugasnya aku bisikan sesuatu, aku minta dikirim rekaman CCTV saat Om Farhan datang,

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 82. Farhan Ditemukan

    "Kita ikutin aja, apa jangan-jangan Om Farhan dibius atau disekap?" Mas Arlan curiga dan langsung membuka sabuk pengamannya. Aku pun ikut membuka sabuk dan turun membuntuti Tante Sita. Kami berjalan dengan sembunyi-sembunyi, bersama dengan iringan langkah Tante Sita. Namun, kami kesulitan saat ia masuk lift. Tidak mungkin juga kami ikut masuk ke dalamnya. Akhirnya aku dan Mas Arlan membiarkan Tante Sita naik duluan. "Aku yakin dia ke apartemen Om Farhan, dan dua hari ini Tante Sita bersama dengannya," ucap Mas Arlan seakan menuduh bahwa Tante Sita yang menyembunyikan Om Farhan. "Aku sempat ketemu dengannya kemarin, Mas. Apa dia sengaja?" Aku jadi ikut curiga, sebab ia memohon untuk merayu Om Farhan. "Kalau gitu kita harus cepat ke kamarnya, kalau nggak nanti Tante Sita akan berbuat nekat, atau bahkan bisa memindahkannya," tutur suamiku. Kemudian lift kembali terbuka, kami segera menuju apartemen milik Om Farhan. Langkah kaki kami begitu cepat hingga mereka yang melihat pun menyo

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 81. Dila Menang

    "Gimana hasil sidang, Mas?" tanyaku padanya. "Mengecewakan, Dek. Aku bingung cerita di sini, nanti aja di rumah sakit ya," terang Mas Arlan.Aku terdiam, mengecewakan dalam arti bukan bebas kan? Kalau bebas aku sangat menyayangkan, ini semua gara-gara Mas Gerry dan Mama Desti. Mereka tidak tahu terima kasih, sudah diberikan kesempatan dan tidak dilaporkan masalah pembunuhan mamanya Mas Arlan, kini malah menikam. "Kalau misalnya mereka menantang, kamu buka kembali kasus mamamu dulu, Mas. Ini cara satu-satunya memenangkan," jawabku. Mas Arlan terdiam sejenak, tapi sambungan telepon masih tersambung. "Kamu nggak capek, Dek ngurusin seperti ini?" tanyaku Mas Arlan padaku. "Aku geregetan aja, Mas," jawabku. "Ya sudah, aku pulang ke rumah sakit ya, nanti cerita di sana," ungkap Mas Arlan. Lalu telepon pun terputus setelah kami saling mengucapkan salam. Aku meletakkan ponsel dengan wajah merengut. Papa sontak memberikan saran untuk melihat sosial media. Pasti ada pemberitaannya, karen

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 80. Ketika Sang Papa Sakit

    Aku tak bisa berkata apa-apa lagi ketika orang yang berada di belakangku selama ini kini dikabarkan sakit. Telepon pun sengaja aku putus setelah mengetahui papaku dirawat di rumah sakit. Mas Arlan pun langsung mengantarkan aku tanpa berpikir panjang. Semua jadwal meeting untuk siang ini ditunda. "Setelah antar aku ke rumah sakit, kamu balik aja ke kantor, Mas," suruhku."Nggak, aku juga ingin nunggu Papa," jawab Mas Arlan. "Tapi, Mas, jadwal meeting sudah dibuat masa dipending ulang, reschedule lagi gitu?" tanyaku balik. "Mertuaku adalah orang tuaku, Sayang," jawab Mas Arlan. "Kamu tahu kan aku sudah nggak punya orang tua? Jadi hanya mertua yang kupunya," kata Mas Arlan. Aku tak bisa berkata apa-apa, memang kesehatan lebih penting dari segalanya, dan keluarga adalah paling utama. Namun, entah kenapa Mas Gerry dan Mbak Dila tidak melakukan hal itu. Apa karena mereka saudara tiri? Mama Desti pun sama, mereka mudah terpengaruhi. "Kadang aku heran, Mas, kenapa kamu jauh berbeda deng

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 79. Kekacauan

    "Aduh mimpi apa aku semalam, dapat telepon dari kamu, Mbak. Calon narapidana," ejekku melalui sambungan telepon. Mas Arlan menoleh sambil memegang setir, matanya ikut menyorotiku. "Hari ini sidang ketiga, yang kemungkinan di akhir sidang nanti akan dibacakan vonis, kamu siapin mental ya, mental kalah," kata Mbak Dila sambil terkekeh. "Tapi tetap dihukum, kan? Menghirup udara melalui sel tahanan," jawabku. "Setelah keluar dari sini, kita akan bertemu lagi. Ingat Nilam, kita masih ada urusan!" ancam Mbak Dila. Kemudian, telepon pun terputus. Aku menghela napas, sambil meletakkan ponsel kembali ke atas dashboard mobil. "Kembali seperti awal lagi, Mas. Mbak Dila balik dengan Mas Gerry, Mama dan Hesti kini berpihak padanya juga." Aku mengeluh sambil mengusap pelipis. "Maafkan aku ya, Dek. Kalau saja semalam kita tolongin Mama, mungkin nggak akan seperti ini," ucap Mas Arlan. Namun aku hanya menepuk pundak sebelah kirinya. "Kita jadi tahu, Mas, itu artinya Mama dan Hesti tidak tulus

DMCA.com Protection Status